Anda di halaman 1dari 25

Kondom sebagai Bukti Renik

B6. Proposal Pedoman Identifikasi dan Individualisasi Kondom sebagai Bukti Renik
Ersi Abcl Kalgoflu, PhD*, Huscyn Hurbem, MS, Cengiz Cinniglu, MS, Hulya Yukseloglu, MS dan Sevil Atasoy, PhD, Institusi Medikolegal dan Ilmu Forensik Universitas Istanbul, PO Box 10, 34301. Cerrahpasa, Istanbul, Turki.

Kondom adalah salah satu dari antara bukti renik yang paling bermanfaat dari kasus yang terkait dengan kejahatan seksual. Individualisasi sel-sel laki-laki dan perempuan dan identifikasi lubrikan adalah hal yang penting dalam penyidikan serangan seksual. Institut manajemen untuk kualitas Standar dan Turki, satu-satunya di Turki, institusi untuk standarisasi Institut

akreditasi

mensyaratkan

kepada

Medikolegal dan Ilmu Forensik untuk membuat pedoman untuk identifikasi dan individualisasi dari kondom yang diperiksa sebagai bukti renik. Pada studi ini kami mengarahkan untuk menegakkan protokol dari tujuan tersebut di atas untuk mendapatkan informasi maksimal yang mungkin dari kondom. Kondom yang dipergunakan secara secara luas di Turki adalah yang diproduksi dengan nama OK (Eczaclbasl). Kami mendasarkan studi kami pada kondom yang memiliki semua karakteristik yang dimiliki kondom pada umumnya. Studi ini terdiri dari dua bagian: 1) identifikasi dan individualisasi sel-sel epitel dari sisi luar kondom, dan 2) identifikasi dari sisa lubrikan dari swab vaginal. Pada bagian pertama studi kami mendapatkan kondom yang telah

dipergunakan dengan dan tanpa ejakulat dari tiga pasangan sukarela. Kondom yang diperoleh kemudian dimasukkan ke lingkungan yang steril, terkontaminasi sedang, dan terkontaminasi berat untuk periode beragam (satu hari, satu minggu, dan satu bulan). Isolasi sel-sel epitel dan ekstraksi DNA dilakukan dengan metode chelex. DNA juga diekstraksi dari spermatozoa untuk tujuan perbandingan. Kami juga mengambil sampel darah dari pasangan-pasangan tersebut dan mentipe DNA mereka sebagai nilai rujukan untuk perbandingan selanjutnya. Lokus HLADQA 1 ditipekan untuk sel-sel epitel, spermatozoa dan sampel darah untuk setiap samel ekstrak yang kami dapatkan (54 sampel secara keseluruhan). Evaluasi statistik dari data dilakukan terutama berdasarkan perihal sampel campuran. Deteksi sisa lubrikan kondom merupakan bukti pengait yang sangat penting. Dengan demikian pada bagian kedua studi, kami mengarahkan untuk membuat protokol yang dapat diandalkan sisa PDMS dari swab vaginal di mana diharapkan ada. Pada dasarnya kami ingin mendapatkan bukti positif untuk adanya pemerkosaan yang dilakukan dengan kondom. Bukti positif ini diperlukan jika tidak ada sel apapun (baik spermatozoa ataupun epitel) yang didepositkan laki-laki dalam vagina dan pemerkosaan dapat dengan mudah disangkal. Ekstrak lubrikan kondom dari swab vagina digunakan untuk identifikasi. Analisis dilakukan baik dengan elektroforesis kapiler (separasi CE Thermo produksi 2000) dan GC/MS (Hewlett Packard 6890/5973).

Kepribadian Antisosial
Simon Dinitz, Ph.D. Kepribadian antisosial merupakan kelainan klinis yang perjalanannya, mekanisme, dan penyebabnya masih belum diketahui. Etiologi genetik, fisiologis, interaksi dan sosiokultur telah menjelaskan terlebih dahulu gangguan perilaku ini, yang diketahui bukan merupakan kelainan mental oleh standar yang ditetapkan saat ini. Dari MNaghten hingga American Law Institute Model Penal Code, sosiopat diperkirakan bertanggungjawab penuh terhadap tindakannya. Dalam hal ini, seperti juga dalam ruang lingkup lain, dalam ruang lingkup hukum dan psikiatri kelainan ini juga

merupakan suatu keganjilan. Sehingga pada tahun 1952 Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders of American Psychiatric Association merumuskan definisi sosiopat antisosial sebagai berikut: individu dengan gangguan perilaku antisosial kronis yang sulit mengambil pelajaran, baik dari pengalaman maupun hukuman, dan tidak dapat mempertahankan kesetiaan terhadap orang lain, kelompok, maupun peraturan. Mereka sering kali tidak berperasaan, bersikap hedonis, menunjukkan emosi kekanakan yang kurang bertanggungjawab, kurang pertimbangan, dan kurang mampu merasionalkan tindakan mereka hingga dapat dijamin, masuk akal dan dibenarkan. Pada edisi Manual yang kedua (1968) dan rangkuman APA tahun 1969 tidak terdapat istilah usang sosiopat dan psikopat. Perubahan terbaru dalam klasifikasi mengganti sosiopat dengan kepribadian antisosial, kepribadian antisosial dideskripsikan sebagai berikut: Istilah ini digunakan untuk individu yang pada dasarnya tidak bersosialisasi dan mempunyai pola perilaku yang membuat mereka terlibat konflik berulang dengan komunitas. Orang-orang dengan kepribadian ini tidak dapat bersikap setia kepada orang lain, kelompok, ataupun nilai-nilai sosial. Mereka terlalu egois, tidak berperasaan, tidak bertanggungjawab, impulsif, tidak mempunyai perasaan bersalah dan tidak dapat belajar dari pengalaman. Mereka mempunyai batas toleransi terhadap kegagalan yang rendah. Mereka cenderung menyalahkan orang lain atau memberikan rasionalisasi yang masuk akal untuk perilaku mereka... Seperti telah dijelaskan sebelumnya, psikopat, keadaan psikopat mendasar dan kepribadian psikopat, sosiopat berhubungan dengan penyebab genetik, biologik interpersonal, dan budaya. Bukti klinis menunjukkan bahwa kepribadian antisosial terdapat pada 1-3% dari seluruh orang dewasa pada kedua jenis kelamin. Bahkan bila angka perkiraan ini terlalu berlebihan, sosiopat merupakan gangguan jiwa yang secara ekonomi dan sosial mahal. Lebih lanjut, penyakit kronik dan menyebabkan kecacatan ini,

mempunyai karakteristik memperpendek jangka hidup, diperkirakan mengenai 20% populasi dewasa di Amerika Serikat. Para penyerang institusi ini sangat sulit direhabilitasi dan sering kali mengganggu usaha-usaha rehabilitasi 80% tahanan lainnya. Sebaliknya, pada penanganan individu antisosial yang relatif lebih ringan pada komunitas yang lebih kecil, lebih homogen, penanganan sosiopat menunjukan masalah serius dalam lingkungan urban kompleks. Apapun penyebab pastinya-gangguan luar biasa pada keluarga modern, peningkatan mobilitas secara geografis, kemunduran komunitas, rumah tangga dengan perempuan sebagai kepala rumah tangga- peningkatan disorganisasi sosial yang terjadi karena urbanisasi tampaknya memperparah masalah. Efek spiral terlihat pada Children Who Hate, pemimpin kelompok, dan perubahan susunan pada populasi orang tahanan. Berdasarkan pengalaman orang-orang yang berhasil disembuhkan, mereka lebih sering terganggu oleh tren ini dan mengakui bahwa mereka tidak dapat membagi keberhasilan ini dengan orang-orang tahanan yang mengalami gangguan. Selain jumlah populasi sosiopat dan keyakinan para klinisi bahwa sosiopat mungkin merupakan gangguan perilaku yang ireversibel, sedikit kemajuan telah dicapai dengan teknik terapi yang efektif. Secara umum, petugas kepolisian berpendapat bahwa tidak ada terapi yang efektif dan lebih parah lagi, sosiaopat antisosial tidak dapat menerima terapi. Jika sosiapati diteliti, epidemiologinya dapat tergambarkan, karakteristik sosial dan biomedik dapat dijelaskan, beberapa sifat mengalah yang saat ini menjadi karakteristik sistem koreksi dapat dikurangi. FORMULASI AWAL Konsep kontemporer kepribadian antisosial yang membentuk dasar teori konsep asal sosiopati telah berkembang dari perumusan yang telah diperbaharui oleh para peneliti, yang sebagian besar mengembangkan teori dan wawasan mereka bedasarkan pengalaman klinis. Pinel mendapat penghargaan dengan mengemukakan fenomena dalam istilah modern. Klasifikasi dan deskripsi manie sans delire (mania tanpa delusi) yang

dikemukakan Pinel, selain menggabungkan beragam gangguan juga mengatasi fenomena yang tidak terjelaskan sebelumnya. Pembagian tiga klasifikasi yang ditetapkan Pinel (kegilaan impulsif dan kebodohan moral, hipomanik, dan melankolis) memperluas konsep kelainan jiwa dan memunculkan pertanyaan tentang dugaan yang kuat bahwa intelektualitas selalu terlibat dalam kelainan jiwa. Seorang psikiater Amerika Serikat, Benjamin Rush, ide-ide yang mirip dengan ide-ide pada tahun 1982, tentang pengasingan moral, keadaan kejiwaan yang cacat sejak lahir, dan keinginan gila. Sambil merumuskan pengertian moral tertentu, sejalan dengan fakultas psikologi, Rush seperti halnya Pinel, mengetahui bahwa kelainan jiwa melibatkan selain kemampuan intelektual. Perumusan ini mempengaruhi seorang dokter Inggirs, J.C Prichard. Deskripsi sosiopati menyeluruh yang dikemukakan (di bawah pengertian kegilaan moral dan kedunguan moral) menekankan pada gangguan afek dan perasaan, daripada pada pengertian dan intelektual. Sedangkan deskripsinya tentang kegilaaan non-intelektual merupakan langkah tegas dalam klasifikasi penyakit mental, Prichard menggolongkan semua gangguan berdasarkan gejala dan pada akhirnya memasukkan gangguan daripada sosiopati. Garofalo, salah seorang penemu utama kriminologi positif, mencoba

menghindari masalah kegilaan moral dengan menyarankan adanya beberapa faktor biologi yang mungkin ada: Seharusnya (kelainan moral seperti sosiopat) dipandang sebagai suatu bentuk nosologi baru-kegilaan moral para penulis Inggris? Keberadaan bentuk ini secara tersendiri dipertanyakan. Selain usaha sepenuhnya untuk menemukan asal kegilaan, satuy hal yang harus diakui adalah bahwa seorang individu yang diperiksa mempunyai intelegensia yang menyebabkan individu tersebut tidak menunjukkan hasratnya, sehingga tidak ditemukan gejala nosologi, kecuali bila tidak ada perasaan moral, dan seperti diungkapkan oleh seorang dokter Perancis, apapun yang ada dalam pikiran subjek, psychic mempunyai satu pesan yang salah dan hanya satu. keyboard

Garofalo lebih lanjut menduga bahwa anak-anak dengan kelainan ini terlahir dengan insting garang. Para pelaku kriminal dengan kelalaian, kurangnya pengetahuan, dan insensibilitas moral, yang menujukkan keengganan menunjukkan rasa malu, Garofalo menggantinya menjadi istilah constitutional inferiority for moral insanity. Lombroso, bapak kriminologi modern dan psikiatri forensik, memasukkan konsep individu antisosial kronis sebagai moral sinting, dengan tanpa rasa bersalah, sangat agresif, impulsif, arogan, dan terutama tidak peka terhadap kritik sosial dan nyeri fisik. Lombroso ingin agar orang seperti itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa: Awalnya proporsi ini terlihat mustahil... namun perhatian yang tepat tidak diberikan bahwa sebenarnya ini hanya merupakan.... kasus, pertengahan antara alasan dan kegilaaan, yang sebenarnya rumah sakit jiwa kriminal lebih berguna dan lebih menjamin keamanan umum. Partridge mendapat penghargaan dengan memperkenalkan istilah sosiopath, menyarankan bahwa individu dengan gangguan ini seharusnya dipertimbangkan mengalami gangguan sebagai konsekuensi sosialisasi yang kurang tepat. Dengan pemanfaatan teori psikoanalisa, Partridge menempatkan ketidakmampuan penyesuaian diri sosiopat pada proses perkembangan. Sebuah penelitian yang dilakukan pada 50 orang sosiopat menunjukkan, menurut pendapat Partridge, bahwa sosiopat gagal mencapai kemajuan dalam perkembangan seperti pada perkembangan anak normal dan terhambat dalam penyesuaian diri normal hingga tahap kanak-kanak awal. Partridge menjelaskan gangguan ini sebagai konsentrasi permanen pada tahap kebutuhan oral. Penelitiannya menghasilkan kesimpulan: Kepribadian (Sosiopat) adalah pola perilaku menetap atau adanya kecenderungan keinginan yang meningkat...yang jika terdapat kegagalan dalam pemenuhan kepuasan baik langsung maupun segera, memunculkan reaksi yang cenderung membentuk karakteristik yang memdominasi; dengan emosi yang muncul disebut kemarahan, dengan kedongkolan, dengan melarikan diri... Thomson mengajukan konsep yang serupa. Bagi Thomson, sosiopati adalah penyimpangan kepribadian dengan karakteristik ketidakmampuan penyesuaian diri yang adekuat dan ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap standar-standar sosial.

Thomson mempertahankan bahwa penyimpangan ini berasal dari defek mental yang mendasar yang membuat penderita tidak dapat membangun perasaan adekuat, terutama menyangkut dirinya. Rendahnya rasa bersalah, pertimbangan yang tidak adekuat, impulsif, dan ketidakmampuan memetik pelajaran dari pengalaman merupakan gejala sekunder yang dihasilkan dari kelainan dasar. Henderson menggunakan istilah sosiopati untuk menunjukkan sosipat

antisosial dan termasuk tiga kelompok di dalam rubrik ini: dominan agresif, dominan pasif, dan dominan kreatif. Dominan kreatif menunjukkan jenius sebagai variasi dari sosiopat. Pada intinya, Henderson menjelaskan sosiopat dengan menyatakan tidak stabil, eksplosif, dan egosentris. Ketidakmatangan psikis merupakan ciri utama pada kondisi ini: Dia tidak dapat menerima hal sebagaimana mestinya; dia tidak dapat menyesuaikam diri dengan kelompok, tetapi cenderung menjadi independen, individual, tanpa adanya pemikiran atau perasaan terhadap keluarga, temanteman, atau negaranya. Dia mempunyai emosi tumpul... sewaktu-waktu dia sangat menarik...untuk beberapa alasan yang tidak dapat dimengerti dia gagal berkembang, dia tetap berada pada tahap keliaran primitif dengan kebencian terhadap pertimbangan dan kegagalan untuk mengalami... Hal yang berhubungan dengan pengadilan, keputusan, dan proses seleksi ditunjukkan sebagai intelegensia, dan semangat, emosi, keinginan yang disebut karakter, tidak bekerja dalam harmoni. Cleckley telah mengemukakan konsep sosiopat antisosial yang paling diperhitungkan dan menyeluruh, dengan mempertahankan istilah tersebut sebagai entiti klinis yang mengakar dalam dan dapat dibedakan. Kelainan tersebut memiliki efek terhadap hubungan interpersonal dan didemonstrasikan dengan baik ketika sosiopat bekas napi menghadapi masalah dalam kehidupannya. Sosiopat antisosial, menurut Cleckley memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Daya tarik superfisial dan intelejensi yang tinggi 2. Tidak adanya waham dan tanda-tanda pemikiran irasional lain 3. Tidak adanya kegugupan dan manifestasi psikoneurotik lainnya

4. Tidak dapat diandalkan 5. Tidak jujur dan tidak tulus 6. Kurangnya rasa bersalah dan malu 7. Perilaku antisosial yang kurang termotivasi 8. Penilaian yang buruk dan kegagalan belajar dari pengalaman 9. Egosentris yang patologis dan ketidakmampuan untuk mencintai 10.Miskinnya hubungan kasih sayang 11.Hilangnya tilikan 12.Tidak adanya respon terhadap perilaku interpersonal 13.Perilaku fantastis dan tanpa mengundang, dengan minuman dan kadangkadang tanpa minuman 14.Bunuh diri jarang terjadi 15.Kehidupan seksual yang impersonal, trivial dan terintegrasi secara buruk 16.Kegagalan mengikuti rencana kehidupan Cleckley mendeskripsikan sosiopat yang berakhir di balik jeruji biasanya mudah untuk diajak berbicara, bersahabat, dan seringkali memiliki intelejensi yang tinggi. Persepsi mengenai realita dunia luar tidak terganggu; nilai-nilai sosial mungkin dapat diterima secara verbal, dan mempunyai alasan-alasan logis yang luar biasa. Sosiopat dengan fasilitas verbal yang baik dapat melihat kesempatan untuk beraksi dan mengkritik kesalahan-kesalahan di masa lalu. Kekuatan rasional yang luar biasa ini, terlihat jelas secara verbal saat situasi rekaan, namun tidak terbawa pada perilakunya. Terlepas dari sifat rasionalnya, sosiopat memperlihatkan daya nilai yang buruk dalam perilaku dan memiliki keahlian membuat keliru dan menciptakan situasi dimana tidak ada orang rasional yang ingin berpartisipasi. Lebih lanjut lagi, ia menderita kehilangan tilikan secara spesifik. Ia tidak mengetahui apa yang orang lain rasakan dalam berhubungan dengannya dan juga bagaimana menghargai nilai dan emosional besar mengenai orang lain kepadanya. Terdapat ketiadaan penghargaan terhadap diri sendiri sebagai pengalaman bergerak yang hidup. Sosiopat sebenarnya memiliki semua kualitas bilamana terdapatnya tilikan, keawasan akan fakta-fakta besar dan pengertian; meskipun begitu, semua fakta-fakta ini tidak pernah masuk dalam evaluasinya atau memotivasinya untuk merubah perilaku. Ketidakcocokan antara orientasi yang diinginkanya dengan keahlian dalam membuat alasan dan perilakunya merupakan teka-teki.

Paradox yang membingungkan ini dengan jelas membuka tabir bahwa pada perilaku antisosial yang tidak cukup termotivasi, terdapat kegagalan dalam mengembangkan rencana hidup, dan ketidakjujuran. Sebagai bagian dari aksi antisosialnya, ia seringkali melakukan tindakan kriminal untuk hasil yang kecil dan resiko yang besar. Tidak ditemukan komponen kompulsif atau neurotik. Ia tidak memiliki tujuan jangka panjang, dan tampak termotivasi untuk gagal dalam hidup. Ia tidak dapat dipercaya mengenai masa lalunya, pernyataan tentang keinginan masa kini, dan janji-janji akan masa depan. Ia berbohong, tampaknya tanpa disengaja, dan memanipulasi kejujuran untuk mendapatkan tujuan dengan cepat. Ketidakjujuran sosiopat ini disatukan dengan ketidak-dapat-diandalkannya dan ketidak-bertanggungjawabannya. Ia tidak bertanggungjawab, tidak peduli ikatan kewajibannya, bahkan saat dihadapkan dengan masalah serius. Ketika sosiopat antisosial seringkali memperlihatkan loyalitas yang menyakinkan, memprediksi kapan ia akan atau tidak akan bertanggungjawab tampaknya mustahil. Hal ini tampaknya tidak berhubungan dengan mood, stres objektif, atau jumlah hasil untuk dirinya dan juga orang lain. Lebih lanjut lagi, ia tidak menunjukkan rasa bersalah atau malu; sosiopat antisosial biasanya memproyeksikan kesalahan kepada orang lain, dan penyalahan atas diri sendiri terlihat hampa, kasual, dan intrumental. Ia tampak tidak memiliki kemampuan untuk mencintai dan umumnya tidak responsif terhadap perilaku interpersonal. Saat ia mungkin menampakkan perhatian pada peraturanperaturan ringan, bahkan mungkin mematuhinya, namun tidak dapat memperlihatkan konsistensi maupun merespon kebaikan dan kepercayaan. Ia tidak memiliki sifat altruisme walaupun dapat mengaku memilikinya, dan tidak dapat mengekspresikan emosi manusia alami. Singkatnya, sosiopat miskin akan reaksi kasih sayang. Cleckley mengemukakan sosiopat tidak memiliki komitmen baik terhadap manusia atau ide. Ia seringkali berlebihan dalam berperilaku seksual, alkohol, obat-obatan dan zat-zat penghasil kesenangan lainnya. Perilaku seksual terlihat acak, biasanya diprovokasi oleh impuls dengan intensitas kecil dan tanpa melibatkan emosi. Cleckley menggunakan istilah kelainan semantik atau psikosis semantik untuk memperlihatkan karakteristik entiti klinis di atas. Sosiopat tersebut menyerupai kepribadian manusia dan memakai topeng kewarasan. Ia tidak awas dan kurang

memiliki kemampuan untuk mengerti apa arti pengalaman terpenting bagi orang lain. Keberadaan rasa emosi yang besar dan kompetensi untuk menyayangi tampak hilang. Responnya akan kehidupan terlihat terpisah, dan komponen pengalaman normal tidak terintegrasi menjadi reaksi manusia seutuhnya. Gough, dalam Social Pshycology Therapy for Sociopath, mengemukan bahwa teori sosiologi dari 'memainkan peran' sebagaimana dijelaskan oleh interaksionis simbol, seperti Harry Stack Sullivan dalam Pshyciatry, mengemukakan sintesis dari fakta umum seorang sosiopat dan memformulasikan hipotesa deduktif untuk pemeriksaan empiris. Kepribadian antisosial, menurut Gough, merupakan defisiensi patologis dalam kemampuan untuk mengambil peranannya. Defisiensi ini dikarakteristikkan rebagai ketidakmampuan untuk menunjukkan diri sendiri sebagai objek dan untuk mengidentifikasikan diri sendiri dari sudut pandang orang lain. Mengingat aspek lain dari sosiopati dihubungkan dari defisiensi ini, Gough menyimpulkan bahwa penyebab sosiopati harus dipikirkan kemungkinan sebagai penyebab dari kurangnya kemampuan memainkan peran.

PERSPEKTIF ETIOLOGI
Defek Pengambilan Peran Terpisah dari penelitian klinis, sosiopat antisosial relatif diacuhkan sebagai subyek penelitian. Hanya sedikit penelitian mengenai sosiopsikologi yang telah dilakukan. Mengikuti Gough, Baker meneliti keahlian dalam mengambil peran,

berhipotesa bahwa pada sebuah grup tahanan pria, sosiopat antisosial lebih kurang mampu berempati terhadap sesama teman satu selnya dibandingkan bukan sosiopat, yang mana telah berbagi sel selama kurang lebih 4 minggu. Setiap subyek dan teman satu selnya mengisi 4 daftar adjektif: untuk diri sendiri (A); untuk teman satu sel (B); prediksi daftar teman satu selnya (C); dan terkaan subyek tentang bagaimana ia terlihat di mata teman satu selnya (D). Prediksi yang dibuat oleh setiap subyek pada daftar C dan D dibandingkan dengan pilihan-pilihan sebenarnya dari teman satu sel pada daftar A dan B, dan memperlihatkan dua pengukuran empati, yaitu persentase dari prediksi yang tepat pada daftar C dan persentase dari prediksi yang tepat pada daftar D. Hal pertama menunjukkan kemampuan untuk merasakan kualitas-kualitas atau mencirikan orang lain dalam menilai diri sendiri. Meskipun sampel diambil

tergolong sedikit (21 sosiopat dan 13 bukan sosiopat), perbedaan dalam persentase daftar C dan D secara statistik bermakna, sosiopat lebih kurang mampu berempati terhadap orang lain. Albrecht dan Sarbin, berargumen bahwa sosiopat antisosial tidak dapat memanfaatkan waktu untuk menempatkan diri mereka sendiri dalam peranan orang lain sebelum mereka beraksi, maka dari itu memiliki ambang ketegangan yang rendah. Dikatakan bahwa orang semacam ini dapat berespon pada stimulus yang mengganggu. Dalam hasil kuesioner 172 soal yang diberikan pada 60 subyek pria (20 sosiopat, 27penderita neurotik dan 13 tanpa diagnosis psikiatri), ditemukan perbedaan bermakna antara grup tersebut pada nilai mean totalnya, dimana sosiopat mendapatkan intermediat normal paling tinggi dan penderita neurotik mendapatkan nilai skala mean gangguan yang paling rendah. McCord dan McCord menawarkan salah satu dari formula yang lebih baru mengenai sosiopat dan mengemukakan bahwa ketiadaan rasa bersalah dan cinta merupakan karakter inti dari sosiopat antisosial. Kepribadian antisosial merupakan seseorang dengan perilaku agresif, asosial dengan impuls tinggi, yang kurang atau sama sekali tidak memiliki rasa bersalah, dan tidak dapat membentuk ikatan kasih sayang yang bertahan dengan orang lain. Karakteristik ini dapat timbul dan merupakan dasar dari sindrom sosiopat antisosial dan secara konsisten diterapkan pada hampir seluruh penggunaan konsep yang kontemporer. McCord dan McCord pernah berusaha mengevaluasi kontribusi dari terapi milieu pada sosiopat anak laki-laki muda yang agresif dari sekolah Wiltwyck di New York, dimana terapi individu dan grup dikombinasikan dalam lingkungan yang hangat dan penuh penerimaan. Dari penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa terapi milieu menyebabkan perubahan radikal pada kepribadian subyek. Meskipun demikian, lingkungan semacam ini dapat dimanipulasi dengan mudah oleh sosiopat. Bila subyek diikuti perkembangannya setelah terapi, banyak dari terapi yang telah dinilai sukses dapat gagal, melihat dari lingkungan setelahnya yang tidak menerima.

Variabel sosiologi dan psikiatrik


Robins, dalam studi psikiatrik kepribadian antisosial paling menyeluruh sampai saat ini, mengarahkan proyek penelitian 10 tahun yang merepresentasikan studi longitudinal 30 tahun dari status dewasa 524 pasien-pasien klinik bimbingan anak di Klinik Psikiatri Pemerintah Daerah St. Louis. Kelompok pasien ini sebagian besar terdiri dari laki-laki keturunan orang tua Amerika protestan dari status sosial ekonomi rendah; kulit hitam dieksklusi dari penelitian. Sembilan puluh persen subjek dapat ditemukan, 82% diwawancarai, dan 98% berhasil dilacak melalui rekam medik dewasa. Berdasarkan wawancara dan informasi rekam medik, dan untuk setiap 19 area kehidupan subjek yang mana ia dapat gagal mengikuti norma-norma sosial, kriteria spesifik untuk perilaku sosiopatik ditetapkan. Kriteria ini memungkinkan dua psikiater untuk setuju pada 80% subjek apakah sehat atau sakit, dan membuat diagnosis spesifik beralasan untuk 71% subjek. Robins tidak mengindikasikan sejauh mana tingkat perbedaan dari 29% yang tidak dapat didiagnosis dengan yang dapat didiagnosis secara spesifik. (Poin ini memperkenalkan bias yang tidak diketahui.) Sembilan puluh empat subjek kepribadian sosiopatik dari St. Louis

dibandingkan dengan empat kelompok diagnosis spesifik lain yang terjadi cukup sering untuk mendapatkan perbandingan statistik (ansietas neurotik, histeria, skizofrenia, dan alkoholisme), dan dengan kelompok 100 subjek kontrol dari kota yang sama dengan ras, tempat tinggal, jenis kelamin, usia, dan IQ yang dicocokkan. Penelitian penting ini pada dasarnya menitikberatkan pada 3 area garis besar: gejala distinktif kepribadian sosiopatik; gambaran kepribadian sosiopatik dewasa; dan perilaku kanak-kanak prediktif untuk diagnosis selanjutnya. Temuan pada ketiga area tersebut rumit, menjadi subjek perbedaan interpretasi, dan tidak dianalisis atau dipresentasikan dalam bentuk yang sepenuhnya memuaskan. Untuk gejala, orang yang didiagnosis berkepribadian sosiopatik pada studi St. Louis memiliki gejala lebih banyak daripada kelompok diagnosis lain, tiga gejala tersering adalah ketergantungan finansial, riwayat pekerjaan yang buruk, dan penahanan berulang. Empat gejala membedakan kelompok kepribadian sosiopatik pada tingkat statistik yang bermakna dari empat kelompok lain: riwayat perkawinan yang buruk, perilaku impulsif, tidak bertempat tinggal tetap, dan menggunakan alias.

Adanya satu atau lebih gejala-gejala tersebut ternyata menjadi salah satu indikator berlanjut menjadi diagnosis kepribadian sosiopatik. Gambaran pasien St. Louis yang didiagnosis kepribadian sosiopatik sebagai dewasa terkontaminasi dengan penggunaan 19 daerah gejala untuk mendiagnosis subjek; kriteria yang digunakan untuk diagnosis kemudian diperlakukan sebagai karakteristik sosiopat. Namun demikian, empat aspek nonsirkular sosiopati juga ada: penyesuaian sosial, kesehatan, gejala psikiatrik, dan tata laksana. Pada umumnya, orang-orang yang didiagnosis berkepribadian sosiopatik pada penelitian St. Louis memiliki angka kematian yang secara disproporsional tinggi, lebih dari dua kali angka kematian nasional; merasakan diri sendiri lebih sakit daripada kelompok lain; mobilitas sangat tinggi; lebih sering tinggal di kota inti; lebih sering menganggur; mengalami periode panjang menganggur; umumnya memiliki pekerjaan kerah biru pangkat rendah; jarang mempertahankan pekerjaan dalam waktu lama; lebih berfungsi lama pada pekerjaan dengan sedikit pengawasan; berpenghasilan lebih sedikit bila dipekerjakan; menurun dalam pekerjaan; berpendidikan rendah; mengalami mobilitas naik hanya sedikit dari ayah; lebih sering menerima bantuan dari lembaga publik; memiliki tingkat kredit persentase terendah; lebih sering cerai dari kelompok lain, dan jarang sedang tinggal dengan pasangan; cenderung menikah dengan pasangan bermasalah serius dengan perilaku; menikah lebih muda dengan kelompok kontrol; sedikit lebih sering tidak memiliki anak; orang tua dari anak yang sudah menunjukkan masalah emosional bermakna, dan sedikit yang lulus dari SMU atau sederajat; memiliki tingkat induksi terendah ke dalam angkatan bersenjata; merupakan masalah kesehatan dan kedisiplinan ekstrem dalam angkatan bersenjata; dan melanggar syarat-syarat angkatan bersenjata. Pasien-pasien St. Louis juga memiliki proporsi tinggi penahanan selain lalu lintas, ditahan sekurang-kurangnya sekali dalam kejahatan besar; memiliki vonis lebih banyak bila ditahan dibandingkan semua subjek lain; lebih kurang mungkin nonfungsional dalam perilaku kriminal seiring waktu; bermasalah dengan minuman keras; dan sedang bereksperimen dengan obat (5%) atau ketagihan dengan obat (10%). Sosiopat pada penelitian St. Louis juga lebih sering terisolasi dari tetangga dan

saudara; berada pada sangat sedikit organisasi formal; memiliki banyak gejala neurotik dan somatik; jarang mencari bantuan psikiatrik; sering dirawat di rumah sakit jiwa dan lebih sering didiagnosis sosiopatik bila dirawat. Karakteristik di atas terkait erat dengan status kelas rendah oleh sosiolog, terutama Matza, Kahl, dan Komarovsky. Kelas sosial dapat mengintervensi untuk menghasilkan perbedaan-perbedaan dan sifat-sifat tersebut, meskipun Robins membuat usaha yang terpadu, namun tidak efektif dan tidak meyakinkan, untuk mengkontraindikasikan kelas sosial sebagai variabel yang dapat dijelaskan. Penempatan kelas sosial oleh Robin sebagai variabel sebaik-baiknya adalah kurang dari ideal. Kelompok studinya secara tersamar terbagi menjadi "kerah biru" dan "kerah putih" menurut pekerjaan ayah; 24% dari "kerah biru" dan 13% dari "kerah putih" kemudian ditemukan sosiopatik. Hal tersebut mewakili rasio hampir 2:1. Dapat jadi sosiopati terkonsentrasi di kelas rendah, terkait dengan rusaknya sosialisasi atau sosiopat yang terseret ke kelas rendah. Kemungkinan alternatif lain adalah para psikiater melihat perilaku antisosial yang sedemikian dari kelas rendah sebagai sosiopati, menunjukkan perspektif kelas menengah sebagai penilaian profesional. Mungkin juga ketiganya berpengaruh, meskipun Robins berargumen terhadap yang terakhir. Namun demikian, argumen akan menjadi lebih kuat jika Robins mempresentasikan rerata jumlah gejala yang diperlukan untuk diagnosis sebagai sosiopat untuk kelas menengah dan rendah secara terpisah. Akhirnya, untuk perilaku kanak-kanak yang meramalkan sosiopati, Robins mengusulkan bahwa gejala-gejalanya meliputi agresi atau mencuri untuk anak laki laki; banyak episode perilaku antisosial yang beragam, sedikitnya satu yang dapat membawa anak ke pengadilan anak; keterlibatan antisosial dengan orang asing dan organisasi atau dengan guru dan orang tua; berbohong tanpa sebab; riwayat membolos, begadang, dan menolak mematuhi perintah orang tua; hanya sedikit merasa bersalah atas perilaku; tidak bertanggung jawab mengenai dimana seharusnya berada dan mengurus uang; tertarik dengan perilaku seksual dan bereksperimen dengan perilaku homoseksual; mengompol; dan kemampuan merawat diri yang kurang. Hanya pemajanan diri dan vandalisme, diantara gejala-gejala antisosial, yang tidak berpengaruh. Anak perempuan mirip laki-laki dalam gejala

antisosial, kecuali bahwa anak perempuan menunjukkan perilaku seksual salah lebih sering dan kentara dan mengalami onset kesulitan yang lebih terlihat pada usia lebih tua. Robins mencatat bahwa perilaku antisosial oleh ayah pasien adalah prediktif perilaku antisosial pasien, khususnya ayah yang meninggalkan, penahanan, minum berlebihan, kegagalan menafkahi keluarga, dan pengangguran lama. Namun demikian, untuk efek kondisi keluarga pada perilaku antisosial per se, Robins hanya mencatat bahwa penolakan orang tua tampaknya tidak mengarah menuju sosiopati, dan pemisahan dini dari ayah yang antisosial tampaknya tidak mencegah perkembangan sosiopati pada anak. Pada kasus terakhir mungkin karena kurangnya kemampuan ibu sendirian mengendalikan anak. Kesimpulannya, Robins menyarankan bahwa penelitian yang lebih tepat dapat dibuat dari studi longitudinal kelahiran yang berurutan, sehingga meminimalisasi selektivitas yang inheren pada subjek yang sukarela atau terpaksa mendapatkan perhatian dari klinik kesehatan jiwa atau bimbingan anak. Penelitian tersebut akan sulit namun hasilnya akan berharga.

ASPEK BIOLOGIS PADA SOSIOPATI


Aspek biologis dari perilaku antisosial kronik sudah menjadi perhatian/minat beberapa kriminologis Eropa sejak dahulu. Beberapa kriminologis modern juga beranggapan bahwa pemeriksaan aspek ini memiliki relevansi terhadap tingkah laku kriminal, sedangkan beberapa lainnya beranggapan untuk mengabaikan aspek ini. Sebagai contoh, akademi kriminologi di USA berlokasi di departemen sosiologi, berbeda dengan Eropa dan Amerika Latin dimana akademi tersebut merupakan bagian dari sekolah hukum atau kedokteran. Dalam pengajaran mereka, beberapa sosiologis Amerika telah benar-benar menaruh perhatian pada perspektif biologis. Malahan, kriminologi Amerika terkenal dengan dasar sosiokultural mereka yang kuat dan pandangan mereka mengenai tingkah laku kriminal sebagai tingkah laku yang dapat dipelajari dan diadaptasi. Sejarah yang menyedihkan pada ratusan tahun terakhir menunjukkan alasan lain yang penting mengapa investigasi biologis ini diabaikan. Kaum dominan

mengklaim bahwa bukti empiris yang tidak lengkap, kenaifan, ketidakcakapan yang mencolok, dan penetapan atau pemberlakuan konsep inferioritas rasial atau etnik di lingkungan parlemen, morfologis, tradisionalis Eropa, dan para endokrinologis, telah mendiskreditkan sudut pandang biologis dalam studi kriminal. Pada akhirnya, para psikiater Amerika, setidaknya mereka yang tertarik dengan kriminologi, telah menghubungkan studi kriminologi dengan orientasi psikodinamik, yang lebih berfokus pada psikogenik dan patologi intrapsikis berdasarkan keluarga serta patologi interpersonal daripada psikofisiologis. Hal-hal inilah yang menyebabkan observasi empiris dalam bidang biologis telah banyak diabaikan oleh para kriminologis. Meskipun demikian, saat ini, walaupun terbatas, studi mengenai sosiopat antisosial telah diselenggarakan oleh para psikolog fisiologis, biologis, dan dokter. Mereka sebagian besar menaruh fokus pada respons fisiologis yang terjadi pada tahanan dengan sosiopat dan membedakannya dengan tahanan lainnya. Pada tahun 1949, Funkenstein, dkk pernah menyebutkan mengenai labilitas sistem kardiovaskular pada individu dengan antisosial kronik. Funkenstein, seorang psikiatris, dan beberapa orang koleganya, melaporkan hal ini pada 15 orang sosiopat (13 orang laki-laki dan dua orang perempuan) yang dipilih dari Rumah Sakit Psikopatik Boston dengan karakteristik rentang usia 21-39 tahun (rata-rata 25 tahun) dan merupakan kelompok residivis dengan perilaku yang bermusuhan. Semua sosiopat ini telah melakukan kejahatan dengan kekerasan dan tidak menunjukkan gejala klinis ansietas, walaupun mereka mengatakan sering merasa gelisah/gugup. Walaupun tidak satupun dari mereka mengeluh adanya ketidaknyamanan subyektif, setelah injeksi 50 mg epinefrin, 13 dari 15 orang sosiopat didapatkan kenaikan tekanan darah sistol sebanyak 75 mmHg. Hal ini diperbandingkan dengan kelompok lain dimana 19 orang dari 85 pasien psikotik dan neurotik serta lima orang dari 15 orang kontrol menjalani hal yang sama. Pada tahun 1955, seorang psikolog bernama Lykken melakukan delapan buah tes psikologis pada 19 orang narapidana dengan sosiopatik primer (12 orang diantaranya adalah laki-laki). Pada dua tes yang mengukur fungsi otonom, kelompok sosiopatik primer menunjukkan adanya penurunan respons kulit galvanik (Galvanic Skin Response/GSR) serta penurunan kecepatan hilangnya GSR dibandingkan dengan

kelompok kontrol (bukan narapidana). Perbedaan yang didapatkan bermakna dimana level signifikansi mendekati angka 0,05. Terdapat pula perbedaan bermakna secara statistik ketika kelompok sosiopat primer diperbandingkan dengan 19 orang tahanan dengan sosiopat neurotik (para tahanan yang dikelompokkan sebagai sosiopat oleh sipir penjara naum tidak memenuhi kriteria klinis Cleckley). Pada tahun 1964, dua orang psikolog sosial bernama Schacter dan Latane melaporkan bahwa 15 orang tahanan dengan sosiopat menunjukkan peningkatan frekuensi nadi yang lebih besar setelah pemberian injeksi epinefrin dibandingkan dengan 15 orang tahanan dari kelompok kontrol. Pada tahun 1965, seorang psikolog bernama Lippert membandingkan 21 orang penjahat sosiopatik dengan 21 orang penjahat non sosiopatik dan menemukan bahwa karakteristik GSR mereka ditandai oleh: Level istirahat yang lebih rendah Peningkatan yang lebih rendah saat manipulasi percobaan Penurunan di bawah ambang/level istirahat setelah manipulasi percobaan Peningkatan adaptasi pada rangsangan berulang

Pada tahun 1968, Hare menemukan bahwa 21 orang psikopat primer memiliki resistensi kulit yang lebih besar dan variabilitas yang lebih sedikit dibandingkan dengan 12 orang kontrol non psikopat. Lebih jauh lagi, pada kelompok psikopat ditemukan bahwa GSR, kardiovaskular, dan respons terhadap rangsangan ringan, seperti kemampuan memecahkan masalah aritmatika, lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Hakarem menunjukkan adanya respons pupil berlebihan pada kelompok pasien yang kemudian diidentifikasi sebagai psikopat. Penemuan ini tidak pernah ditindaklanjuti atau dipublikasikan.

Pada penelitian terbaru mengenai sosiopati, Hare menggarisbawahi suatu asumsi, yang sekarang ini berkembang menjadi postulat, bahwa gangguan ini memiliki dasar fisiologis. Dasar yang penting telah diletakkan pada beberapa aspek biologis yang menonjol berhubungan dengan sosiopati, secara spesifik yaitu: 1. Pola EEG pada beberapa kepribadian antisosial mirip dengan pola EEG pada anakanak. Hal ini membawa para investigator pada hipotesis keterlambatan pematangan beberapa mekanisme neuron kortikal. Pola EEG yang abnormal ini sering juga ditemukan pada orang tua mereka. Gambaran yang ditemukan adalah pola gelombang lambat (slow wave) yang dominan, dimana gambaran ini merupakan pola yang ditemukan pada status/keadaan hypoarousal (kesadaran menurun). 2. Pada beberapa kepribadian antisosial, Hare berargumen adanya keterlibatan disfungsi sistem limbik, yang dibuktikan dengan adanya gelombang lambat abnormal pada EEG. 3. Psikopat dapat bergantung pada adanya penurunan status eksitabilitas korteks dan input sensorik yang melemah 4. Beberapa sosiopat tidak hanya menunjukkan adanya gejala hypoarousal, tapi juga kehilangan fungsi sensorik. Sebagai contoh, peningkatan paradoks agresivitas dan emosionalitas lain pada sosiopat tertentu yang diberi obat seperti barbiturat, neuroleptik, dan etanol (obat yang biasanya memperhebat penurunan sensorik dan menimbulkan keadaan pasif). 5. Kepribadian antisosial tertentu menunjukkan adanya kebutuhan patologis akan rangsangan dan tampak berada pada keadaan kesadaran yang rendah. Dari penemuan ini, beberapa sosiopat kemudian menghindari penggunaan depresan. Di sisi lain, Hill menemukan bahwa depresan dapat memperbaiki perilaku agresif sosiopat. 6. Beberapa kepribadian antisosial menunjukkan perilaku stereotipik (meniru). Terdapat kecenderungan adanya keterlibatan disfungsi ganglia basalis.

7.

Perbedaan onset timbulnya gejala kepribadian antisosial pada laki-laki dan perempuan tidak sepenuhnya ditentukan oleh faktor sosiokultural. Pada anak lakilaki, gejala muncul pada usia tujuh tahun dan lebih ringan daripada anak perempuan yang muncul pada usia 13 tahun. Mungkin terdapat perbedaan yang berhubungan dengan seks pada beberapa tipe sosiopati berkaitan dengan penjelasan biologis.

8.

Gejala sosiopat atau tipe kepribadian antisosial dapat membaik seiring dengan pertambahan usia. Hal ini mendukung konsep keterlambatan pematangan. Meskipun demikian, hanya tipe-tipe sosiopat tertentu saja yang dapat membaik sedangkan tipe lain akan tetap menunjukkan gejala sepanjang hidup.

9.

Berdasarkan asumsi bahwa perilaku sosiopati merupakan konsekuensi dari keadaan hypoarousal, MacCulloch dan Feldman menyarankan agar stimulan seperti amfetamin mungkin memiliki kegunaan dalam terapi sosiopat. Meskipun demikian, Hare menambahkan bahwa proses sosial juga merupakan sarana potensial rehabilitasi.

Heterogenitas Sosiopati Penelitian saat ini sudah jelas menunjukkan bahwa sosiopati memiliki kemungkinan etiologi biologis yang besar. Namun hipotesis ini tidak memiliki validitas secara statistik dalam dan antar penelitian dari laboratorium yang berbeda. Penjelasan yang mungkin dari kurangnya validasi ini dapat berasal dari definisi operasional sosiopati dan seleksi tipe sosiopati yang berbeda-beda pada penelitian. Hasil karya penelitian Schachter dan Latane telah menggambarkan adanya respons biologis yang unik pada sosiopat. Setelah menindaklanjuti karya mereka ini, ternyata interpretasi yang didapatkan tetap tidak bermakna apapun karena banyaknya variabilitas biologis dan tolok ukur lainnya, meskipun prosedur seleksi yang mereka gunakan sudah sangat teliti. Kemudian ditarik kesimpulan bahwa dari sekian banyak variabilitas, dapat dibuat paling tidak dua macam subgrup, seperti yang akan digambarkan di bawah ini.

Investigasi multidisiplin ini dimulai pada tahun 1965 di penjara Ohio dan melibatkan 19 orang sosiopat primer (10 orang campuran dan 14 orang non sosiopat yang ditentukan berdasarkan klinis, psikometris, dan kriteria riwayat kriminal). Penelitian ini mengungkapkan bahwa sosiopat primer bukanlah suatu kelompok yang homogen berkenaan dengan banyaknya variabel sosiokultural yang berperan, seperti riwayat antisosial sebelumnya, karakteristik keluarga, profil psikologis, dan tingkah laku. Sebagai hasilnya, dengan menggunakan skor skala Lykken sebagai kriteria, sosiopat primer dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe hostile (bermusuhan) dan tipe simple (sederhana). Kedua tipe ini sangat jelas dan signifikan berbeda satu sama lain dalam hampir seluruh tolok ukur sosiokultural dan psikologis. Yang paling penting, hanya sosiopat tipe sederhana (non agresif) yang menunjukkan labilitas jantung terhadap epinefrin, dimana sebelumnya hal ini merupakan gambaran sosiopat secara general. Respons otonom yang berlebihan pada tipe sosiopat sederhana menunjukkan bahwa karakteristik tingkah laku mereka sejalan dengan karakteristik perilaku fisiologis. Berdasarkan penelitian Ohio tersebut, didapatkan adanya fungsi abnormal otonom dan perilaku sosial abnormal pada sosiopat tipe sederhana akibat defek biologis yang bersifat tunggal, sederhana, dan struktural. Lesi paling minimal berupa penurunan fungsi (parsial atau total) sekresi katekolamin dari ujung saraf, termasuk yang terlibat dengan reseptor sensorik. Hipotesis ini menghalangi perluasan defek pengaturan interneuron monoaminergik pada input sensorik dan output motorik di level integrasi sistem saraf yang lebih tinggi. Defek biologis pada sosiopat tipe sederhana ini diobservasi pada tiga efektor berbeda, yaitu jantung, kulit, dan pupil. Sistem saraf simpatis mengatur input sensorik pada beberapa tingkatan, termasuk interoseptor dan eksteroseptor. Defek general pada sistem saraf simpatis akan menghasilkan reduksi dan distorsi rangsangan yang diterima pada seorang sosiopat tipe sederhana. Schoenherr dan Hare telah mendemonstrasikan adanya ambang batas arus listrik yang meningkat pada tahanan sosiopati. Pengurangan dan distorsi data sensorik yang kronik akan

mempengaruhi respons terhadap rangsangan emosioanl sehingga pada akhirnya menghasilkan distorsi pada tingkah laku dan nilai-nilai. Lesi-lesi yang disebutkan di atas dapat diatasi atau dikompensasi dengan terapi medis. Beberapa terapi medis mungkin dapat menjadi terapi preventif jika diberikan sebelum onset terjadi. Meskipun demikian, apabila deteksi dini sudah terlambat untuk dilakukan dan gejala sudaj muncul, maka defek sudah mempengaruhi tingkah laku. Walaupun etiologi biologisnya sudah diangkat atau dikompensasi, solusi terapi medis saja tidak akan cukup karena distorsi tingkah laku akan terus berlanjut. Resosialisasi juga akan diperlukan dalam intervensi masalah sosiopat ini. Isu ini masih jauh dari penyelesaian. Masih banyak ketidaktahuan dalam hal rangkaian, mekanisme, dan etiologi dari pola tingkah laku dan status mental yang disebut sebagai kepribadian antisosial. Meskipun perkembangan terapi farmakologis yang dirancang untuk para sosiopat semakin meningkat, individu dengan antisosial kronik sepertinya akan terus menjadi tanggung jawab kita di masa depan untuk dapat memberikan hasil yang lebih besar.

PEMERIKSAAN POTONGAN RAMBUT UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN KOKAIN

Tujuan dari artikel ini adalah untuk memperlihatkan hasil penulis pada pemeriksaan potongan rambut dari 3 pengguna obat mati dan pengguna obat hidup untuk mendeteksi pnyalahgunaan kokain. Potongan rambut secara kuantitatif diperiksa dengan HPLC menggunakan deteksi Fluorimetri untuk kokain, benzoylecgonine dan cocaethylene. Pemeriksaan potongan rambut dapat menghasilkan informasi yang berguna dalam menentukan status dan sejarah ketergantungan obat pada subyek dan memberikan data dengan periode waktu yang lebar, sebagai pelengkap pemeriksaan biologis yang lain seperti darah dan urin. Seperti yang diperlihatkan oleh Henderson dkk, variasi antar subyek dalam pembentukan kokain pada rambut juga membuat batas dalam kegunaannya Meskipun demikian, pemeriksaan potongan rambut kadang-kadang dapat menjadi satusatunya alat pemeriksaan yang tersedia untuk menggambarkan misalnya penggunaan obat-obatan terakhir pada orang yang meninggal akibat overdosis. Pada kasus seperti ini, pemeriksaan bukan dimaksudkan untuk mengungkap secara pasti dosis obat dan waktu penggunaan, tetapi untuk

memperoleh data obat apa yang berkontak dengan individu spesifik. Sekitar 300mg Sampel rambut dikumpulkan dari verteks posterior setiap kepala individu. Setelah indentifikasi pada bagian atas dan bawah dari serabut rambut, sampel dipotong menjadi beberapa fragmen. Sampel rambut dicuci dengan dichloromethan dan air, dikeringkan, dipotong dengan gunting, dihomogenisasikan, dan diinkubasi selama satu malam dengan 3 ml 0,1 M hidrocloric

acid. Campuran inkubasi tersebut dinetralkan dan diekstraksikan dengan kolom ekstraksi fase solid. Ekstrak kemudian dikeringkan, direkonstitusi, dan secara kuantitatif dianalisa dengan HPLC menggunakan deteksi fluorimetri. Penulis melaporkan data mengenai 5 sampel rambut yang dianalisa, 3 berasal dari pengguna obat yang telah meninggal dan 2 berasal dari pengguna hidup. Kasus 1: 7 segmen dari 2 cm rambut mayat laki-laki telah diperiksa. Seluruh potongan memberi hasil positif dan konsentrasi yang diperiksa berada antara 2,17 sampai 20,64 ng kokain/mg rambut dan antara 5,01 sampai 21,16 ng benzoylecgonine. Untuk kokain, konsentrasi tertinggi ditemukan pada potongan yang paling dekat dengan kulit kepala. Dari pemeriksaan potongan rambut ini, dsimpulkan bahwa mayat tersebut telah menjadi pengguna kokain selama kurang lebih 14 bulan. Kasus 2: 21 segmen dari 1 cm rambut mayat laki-laki telah diperiksa. Seluruh potongan positif dan konsentrasi yang diperiksa berada antara 3,26 sampai 38,6 ng kokain/mg rambut dan antara 4,27 sampai 17,58 ng benzoylecgonine. Untuk kokain, konsentrasi tertinggi ditemukan pada potongan yang paling dekat dengan kulit kepala. Dari pemeriksaan potongan rambut ini, dsimpulkan bahwa sampel merupakan pengguna kokain dengan penggunaan secara menetap selama kurang lebih 1,5 tahun.

Kasus 3: 30 segmen dari 1 cm rambut mayat wanita telah diperiksa. Seluruh potongan, memperlihatkan periode waktu kurang lebih 2,5 tahun didapatkan hasil positif dengan konsentrasi antara 43,8 sampai 316,1 ng kokain/mg rambut dan 14,7 sampai 138,6 ng benzoylecgonine. Konsentrasi tertinggi untuk kokain ditemukan pada potongan 1, 4, 8-12, dan 27 dihitung mulai dari kulit kepala. Kasus 4: 3 segmen dari 3 cm rambut pengguna obat hidup diperiksa. Hanya pada segmen 2, kokain dan benzoylecgonine ditemukan (5,2 ng/mg untuk kokain dan 2,0 ng/mg untuk benzoylecgonine). Disimpulkan bahwa tidak ada penggunaan obat yang dapat dicari secara pasti pada periode waktu 0-2 dan 6-8 bulan sebelum pengambilan sampel rambut. Kasus 5: 3 segmen dari 2 cm rambut pengguna obat hidup diperiksa. Pada seluruh segmen, konsentrasi sekitar 7,2 ng kokain dan 1,9 ng benzoylecgonine/mg rambut ditemukan, mengindikasikan subyek ini merupakan pengguna kokain rutin selama periode kurang lebih 6 bulan. Tidak ditemukan cocaethylen pada semua kasus. Penulis menyimpulkan dari hasil penelitian terbagi dua. Pertama, penulis membuktikan penggunaan metode analitik HPLC utnuk pemeriksaan potongan rambut, yang mana dapat digunakan untuk mensketsa pola penggunaan obat individu selama periode tertentu di masa lalu. Kedua, berdasarkan dari besarnya perbedaan konsentrasi antara potongan dan antar individu yang diketemukan pada populasi pasien yang kecil ini, interpretasi kadar obat merupakan hal yang spekulatif dan harus dihindari. Hal ini berdasarkan dari penemuan oleh Henderson dkk. dan merupakan yang paling mungkin dapat dipakai pada variasi mekanisme, seperti dengan adanya sebum dan keringat, yang memainkan peran dalam pembentukan kokain dalam rambut. Pengetahuan yang terbatas mengenai proses ini, saat ini tidak memungkinkan penggunaannya

sebagai pembanding antar individu. Maka dari itu sangat penting untuk melakukan investigasi lebih lanjut dari pemeriksaan rambut untuk populasi dan dengan metode yang lebih akurat

Anda mungkin juga menyukai