Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM

MEMPELAJARI PERIPHYTON
Yang dilaksanakan pada tanggal 30 November 2012

Oleh :
1. Rizky Amalia

081114035

2. Devy Manikam P.

081114055

3. Ika Putri Dewanty

081114071

4. Marlinda Ika S.

081114088

5. Istuning Maunah

081114089

Dosen Pembimbing:

Drs. Bambang Irawan, M.Sc., Ph.D.


Dr. Sucipto Hariyanto, DEA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2012

ABSTRAK
Perifiton adalah organisme (hewan atau tumbuhan) yang melekat atau
bergantung pada tanaman atau benda yang tersembul atau muncul dari dasar.
Biomassa yang terbentuk merupakan sumber makanan alami bagi biota air yang
lebih tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan. Sehingga sangat
menarik apabila dilakukan kajian mengenai organisme perifiton ini yang memiliki
peranan penting dalam ekosistem perairan. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mempelajari organisme periphyton yang terdapat pada substrat batu yang telah
didedahkan di kolam selama 2 bulan. Praktikum dilaksanakan pada 30
November 2012 di sekitar kolam FST UA. Untuk melakukan praktikum ini
dilakukan teknik sampling yang menggunakan bahan batu yang telah didedahkan
selama 2 bulan di dalam kolam. Alat yang digunakan antara lain bak plastik,
sikat, mistar, botol air, pengukur luas yang terbuat dari karpet plastik, timbangan
analitik, kertas saring, corong gelas, dan kertas label. Sampling dilakukan secara
random dengan mengambil sampel batu yang telah didedahkan selama 2 bulan
di dalam kolam kemudian mengambil periphytonnya dengan menyikat substrat
tersebut dan menyaringnya. Dari hasil pengamatan yang didapatkan perbandingan
biomassa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu yang telah didedahkan
dalam kolam kurang lebih selama 2 bulan pada tiap kelompok berbeda. Perbedaan
biomassa periphyton dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain suhu air,
salinitas, pH air, Oksigen terlarut (DO), nitrat, fosfat, kekeruhan dan kecepatan
arus.
Keyword : Periphyton, biomassa, substrat

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kondisi geografis
dengan wilayah perairan yang lebih luas daripada wilayah daratannya. Selain
sebagai sarana wisata dan sumber perekonomian, wilayah perairan dengan
berbagai organisme hidup didalamnya, ternyata oleh para ilmuwan memiliki daya
tarik tersendiri, terlebih jika diperhadapkan dengan berbagai organisme yang
hidup di dalamnya.
Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat.
Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme air tawar dibedakan sebagai berikut.
a. Plankton, terdiri atas fitoplankton dan zooplankton; biasanya melayanglayang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air.
b. Nekton, hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.
c. Neuston, organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau
bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
d. Perifiton; organisme (hewan atau tumbuhan) yang melekat atau
bergantung pada tanaman atau benda yang tersembul atau muncul dari
dasar.
e. Bentos, hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada
endapan. Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya
cacing dan remis.
Perifiton adalah bagian dari trofic level yang memiliki peranan baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Biomassa yang terbentuk merupakan sumber
makanan alami bagi biota air yang lebih tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang,
moluska dan ikan (Klumpp et al.,1992 di Zulkifli, 2000). Sehingga sangat
menarik apabila dilakukan kajian mengenai organisme perifiton ini yang memiliki
peranan penting dalam ekosistem perairan.
1.2 Dasar Teori
1.2.1 Perifiton

A. Terminologi

Istilah perifiton meskipun digunakan secara bervariasi, namun lebih


ditujukan kepada flora yang tumbuh di atas substrat di perairan. Menurut Hill dan
Webster (1982), perifiton adalah mikroalgae menempel yang umumnya
merupakan sumber energi utama di perairan, sangat melimpah dan memiliki
peranan yang lebih besar dalam menentukan produktivitas primer dibanding
fitoplankton. Round in Wood (1967) menggunakan istilah perifiton untuk algae
yang tumbuh di permukaan substrat buatan (bewuch) atau substrat alami
(aufwuch). Dalam penelitian ini digunakan istilah perifiton menurut Sheppard et
al. (1992), yaitu perifiton merupakan algae mikroskopis yang hidup menempel
pada daun lamun. Berdasarkan tipe substrat tempat menempelnya perifiton,
Wetzel (1982) mengklasifikasikan sebagai berikut:
1. Epifitik, menempel pada permukaan tumbuhan
2. Epipelik, menempel pada permukaan sedimen
3. Epilitik, menempel pada permukaan batuan
4. Epizooik, menempel pada permukaan hewan
5. Epipsammik, hidup dan bergerak diantara butir-butir pasir.
6.
B. Struktur komunitas perifiton
Struktur

komunitas

meliputi

keanekaragaman

jenis,

keseragaman,

kelimpahan, struktur dan bentuk pertumbuhan, dominansi dan struktur trofik


(Krebs, 1989).
Keanekaragaman menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu
komunitas di ekosistem. Semakin tinggi keanekaragaman spesies di suatu
komunitas menunjukkan adanya keseimbangan dalam ekosistem tersebut.
Keanekaragaman

dipengaruhi

oleh

adanya

predator

dan

kemampuan

mempertahankan diri dari perubahan kondisi lingkungan.


Keseragaman menunjukkan komposisi individu dari spesies yang terdapat
dalam suatu komunitas, dimana akan terjadi dominasi spesies dalam suatu
komunitas bila keseragaman mendekati minimum dan sebaliknya suatu komunitas
akan relatif mantap apabila keseragaman mendekati maksimum (Brower et al.,
1990).
Dominansi menunjukkan ada tidaknya suatu jenis individu yang
mendominasi dalam suatu komunitas, dimana jenis yang mendominasi cenderung
mengendalikan komunitas (Simpson, 1984 in Krebs, 1989).

Secara umum struktur komunitas perifiton terdiri dari algae mikroskopis


yang bersifat sessil, satu sel maupun algae filamen terutama jenis Diatomae, Algae
Conjugales, Cyanophyceae, Euglenophyceae, Xanthophyceae dan Crysophyceae
(Kitting, 1984 in Borowitzka dan Lethbridge, 1989 in Zulkifli, 2000). Struktur
komunitas perifiton dari setiap perairan sangat beragam, namun perifiton yang
tumbuh pada berbagai jenis makrofita di suatu perairan dapat seragam (Prygiel
dan Coste, 1993).
C. Eksistensi komunitas perifiton
Perkembangan

perifiton

menuju

kemantapan

komunitasnya

sangat

ditentukan oleh kemantapan keberadaan substrat. Substrat dari benda hidup sering
bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setiap saat
pada substrat hidup akan terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat dari
respirasi dan asimilasi, sehingga mempengaruhi komunitas perifiton. Biomassa
perifiton yang terbentuk merupakan sumber makanan alami biota air yang lebih
tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan (Klumpp et al.,1992 di
Zulkifli, 2000).
Perkembangan perifiton dapat dipandang sebagai proses akumulasi, yaitu
proses peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu. Akumulasi merupakan
hasil kolonialisasi dengan proses biologi yang menyertainya dan berinteraksi
dengan faktor fisika-kimia perairan (Borowitzka dan Lethbridge, 1989 di Zulkifli,
2000).
Menurut Osborn (1983), proses kolonialisasi merupakan pembentukan
koloni perifiton pada substrat yang berlangsung segera seketika pengkoloni
menempel pada substrat. Tipe substrat sangat menentukan proses kolonialisasi dan
komposisi perifiton, hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan alat
penempelnya.Kemampuan perifiton menempel pada substrat menentukan
eksistensinya terhadap pencucian oleh arus atau gelombang yang dapat
memusnahkannya.
Untuk menempel pada substrat, perifiton mempunyai berbagai alat
penempel, yaitu:
1. Rhizoid, seperti pada Oedogonium dan Ulothrix

2. Tangkai bergelatin panjang atau pendek, seperti pada Cymbella,


Gomphonema dan Achnanthes
3. Bantalan gelatin berbentuk setengah bulatan (sphaerical) yang diperkuat
dengan kapur atau tidak, seperti pada Rivularia, Chaetophora dan
Ophyrydium.
1.2.2 Peranan faktor-faktor lingkungan terhadap komunitas perifiton
Faktor-faktor lingkungan baik itu parameter fisika dan kimia memiliki
peranan yang akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan organisme secara
langsung maupun tidak langsung. Karakteristik fisika-kimia perairan pada suatu
habitat akan mendukung suatu struktur komunitas biota yang hidup di dalamnya
dengan ciri khas pula. Begitu juga halnya dengan komunitas lamun dan perifiton.
1. Suhu
Wood (1967) menyatakan bahwa terdapat perifiton yang dapat mentolerir
kisaran suhu yang luas (eurythermal) dan tipe yang mentolerir suhu dengan
kisaran suhu yang terbatas (stenothermal).
2. Salinitas
Peningkatan salinitas dapat menurunkan kelimpahan perifiton (Kendrick et
al.,1987 in Borowitzka dan Lethbridge, 1989 in Zulkifli, 2000).
3. Derajat keasaman (pH)
Nilai pH di lingkungan perairan laut relatif stabil dan berada pada kisaran
yang sempit, biasanya berkisar antara 7,5 8,4 (Nybakken, 1993). Batas toleransi
organisme perairan terhadap pH bervariasi, tergantung kepada suhu, DO, dan
tingkat stadium dari biota bersangkutan. Nilai pH dapat juga mengidentifikasi
tingkat kesuburan perairan (Banarjea in Widianingsih, 1991).

4. Oksigen terlarut (DO)


Oksigen terlarut dibutuhkan oleh organisme air untuk proses metabolisme
jaringan tubuhnya. Kandungan oksigen terlarut di perairan juga dapat dijadikan

sebagai indikator pencemaran. Konsentrasi oksigen yang terlalu rendah akan


menyebabkan kematian pada biota yang terdapat di air. Rendahnya kandungan
oksigen disebabkan oleh pesatnya aktivitas bakteri dalam menguraikan bahan
organik di perairan.
5. Nitrat
Perkembangan perifiton sebagai komponen biota autotrof, dipengaruhi oleh
ketersediaan unsur-unsur hara di perairan. Peningkatan kandungan nitrogen
bersama-sama dengan fosfor akan meningkatkan pertumbuhan algae dan
tumbuhan air (Horner dan Welch, 1981).
6. Fosfat
Fosfat dikelompokkan sebagai fosfat anorganik (dalam tubuh organisme
melayang atau seston) dan senyawa organik. Senyawa fosfat dalam perairan dapat
berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan
dari tumbuhan atau dari laut sendiri (Susana, 1996). Menurut Saeni (1989),
sumber-sumber fosfat di perairan juga berasal dari limbah industri, hancuran dari
pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik dan mineral-mineral fosfat.
Fosfat yang diserap oleh organisme nabati (mikro ataupun makrofita) berbentuk
orthofosfat yang terlarut dalam air atau asam lemak.
7. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang menyebabkan terjadinya
fenomena pembiasan cahaya dan menyebabkan terhalangnya penetrasi cahaya
matahari ke dalam kolom air. Nilai kekeruhan berbanding terbalik dengan
kecerahan; semakin rendah nilai kekeruhan maka semakin tinggi nilai kecerahan
perairan yang berarti semakin besar tingkat penetrasi cahaya pada kolom air (Abal
dan Dennison, 1996). Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel
tersuspensi, zat-zat koloid, bahan-bahan organik, jasad renik yang melayang
dalam kolom air.
8. Kecepatan arus

Arus merupakan gerakan air yang menyebabkan perpindahan horizontal dan


vertikal massa air. Wetzel (1975) menyebutkan bahwa beberapa jenis algae yang
menempel dapat mendominasi perairan berarus kuat. Berkurangnya kecepatan
arus akan meningkatkan keragaman jenis organisme yang melekat. Hicks (1986)
dan Armonies (1988) in Susetiono (1994) membuktikan bahwa laju penempelan
biota terhadap lamun dipengaruhi oleh adanya gaya-gaya hidrodinamika di dalam
massa air seperti arus dan gelombang yang menyebabkan pengadukan sedimen.
Menurut Odum (1971) pengendapan partikel di dasar perairan tergantung pada
kecepatan arus. Apabila perairan memiliki arus yang kuat maka partikel yang
mengendap adalah partikel yang ukurannya lebih besar. Sebaliknya pada tempat
yang arusnya lemah, maka yang mengendap di dasar perairan adalah partikel yang
halus.
1.3 Rumusan Masalah
Berapa massa periphyton per per 5 cm x 5 cm yang terdapat pada substrat

batu yang telah didedahkan dalam kolam selama kurang lebih 3 bulan?
Bagaimana perbandingan massa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat
batu yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 3 bulan pada
tiap kelompok?

1.4 Tujuan
Mempelajari organisme periphyton yang terdapat pada substrat batu yang
telah didedahkan di kolam selama 2 bulan.
1.5 Hipotesis
H0 : Perbandingan biomassa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu
yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 2 bulan pada tiap
kelompok berbeda
H1 : Perbandingan biomassa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu
yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 2 bulan pada tiap
kelompok adalah sama.

BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada:

Hari/tanggal
Tempat
2.2

: Jumat, 30 November 2012


: Sekitar kolam FST UA

Bahan dan Alat


1

Batu yang telah didedahkan selama 2 bulan di dalam kolam

Bak plastik

Sikat

Mistar

Botol air

Pengukur luas yang terbuat dari karpet plastik

Timbangan analitik

Kertas saring

Corong gelas

10 Kertas label
2.3

Cara Kerja
1
2

Menyiapkan alat-alat yang diperlukan


Mengukur berat kertas saring dengan timbangan elektrik

3 Mengambil batu yang telah didedahkan beberapa bulan (2 bulan atau


lebih) di kolam yang telah ditentukan.
4 Meletakkan lembaran karpet plastik yang telah dilubangi seluas 5x5 cm di
permukaan batu tersebut dan menandai areanya sesuai dengan luas karpet
tersebut.
5 Membersihkan area di luar tanda dengan sikat.
6 Mengoleksi sampel periphyton seluas 25 cm2 dengan cara menyikat dan
mencucinya dengan air dan menampung dalam suatu bejana.
7 Menyaring sampel yang didapat dengan kertas saring.
8 Mengeringkan kertas saring dan sampelnya di dalam oven pada suhu 700
C sampai beratnya konstan.
9 Menimbang kertas saring dan sampel dengan timbangan analitik.

BAB III
HASIL DAN PENGAMATAN
3.1

Data Hasil Pengamatan


Sesuai dengan urutan penulisan laporan ilmiah pada buku petunjuk

praktikum Teori dan Praktik Ekologi, maka data hasil pengamatan terlampir
berikut dibawah ini :

Berat kering

No

Rata-rata

Rata-rata2

II

1.

0.3

0.3

0.3

0,09

2.

0.1

0.3

0.2

0,04

3.

0.1

0.9

0.5

0,25

4.

0.1

0.1

0.1

0,01

5.

0.1

0.2

0.15

0,023

6.

0.1

0.2

0.15

0,023

7.

0.1

0.1

0.1

0,01

8.

0.1

0.1

0.1

0,01

9.

0.1

0.1

0.1

0,01

10.

0.1

0.2

0.15

0,023

11.

0.1

0.1

0.1

0,01

12.

0.3

0.3

0.3

0,09

13.

0.1

0.1

0.1

0,01

14.

0.1

0.1

0.1

0,01

15.

0.1

0.1

0.1

0,01

16.

0.2

0.5

0.35

0,13

2,9

0,75

Jumlah

Tabel 4.1 Biomassa Periphyton


3.2

Analisis Data

a. Varians
Sum of Square untuk untuk biomassa Periphyton :
x

SS =

x 2

= 0,75 -

(2,9)
16

= 0,75 0,53
= 0,22

s2 =

SS
DF

0,22
n1

0,22
161

0,22
15

= 0,015
b. Deviasi Standar
s =
=

s2
0,015

= 0,122
c. Koefisien variasi
kv =

s
x
0,122
0,18

= 0,67
= 67%
BAB V
PEMBAHASAN

5.1

Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami mempelajari organisme periphyton yang

terdapat pada substrat batu yang telah didedahkan selama kurang lebih 2 bulan.
Pengambilan sampel periphyton ini dilakukan di tempat terang maupun gelap
pada kolam tengah FST dan kolam depan Sekre secara acak oleh semua
kelompok, sehingga kami tidak dapat menentukan asal periphyton dimana sampel
diambil. Menurut referensi yang ada, disebutkan bahwa periphyton lebih banyak
dijumpai di daerah yang terang (intensitas cahayanya tinggi) daripada di tempat
gelap (intensitas cahaya rendah). Hal itu dapat terjadi karena dengan intensitas
cahaya yang tinggi periphyton akan lebih mudah berfotosintesis dan berakumulasi
sehingga dapat menambah biomassanya.
Sampel periphyton yang diambil berasal dari permukaan batu yang
menyembul dari dasar air. Pada bagian tersebut berwarna kehijauan. Hal ini
berarti pada bagian tersebut terdapat organisme (hewan atau tumbuhan) yang
melekat. Organisme periphyton sangat dipengaruhi oleh besarnya intensitas
cahaya sehingga hanya beberapa bagian pada batu saja yang mendapatkan cahaya
cukup yang dapat ditumbuhi organisme periphyton.
Setelah menyaring dan menimbang berat kering sampel, diperoleh data ratarata jumlah biomassa periphyton dari tiap-tiap kelompok sebesar 2.9 g dengan
varian 0,015 g dan deviasi standart 0,122 g sehingga diperoleh koefisien variasi
sebesar 67%. Dari data yang telah dianalisis maka dapat dilihat jika berat
biomassa

periphyton

pada

masing-masing

kelompok

terjadi

perbedaan

keanekaragaman variasi hingga 67%. Hal ini dapat terjadi karena daerah yang
telah ditentukan batasnya pada luas area yang sama yaitu 25 mm2 memiliki
kepadatan pertumbuhan yang berbeda-beda dan juga faktor lain yang berpengaruh
yaitu pada saat penyikatan didaerah sekitar area yang bukan dari luas area yang
ditentukan dan kurang bersihnya penyikatan periphyton pada substrat batu
sehingga mempengaruhi berat biomassa masing-masing subtrat.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya, intensitas
cahaya yang merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi biomassa
periphyton, karena dengan adanya cahaya yang cukup maka kebutuhan periphyton
akan oksigen dan nutrisi-nutrisi lainnya akan tercukupi dengan baik sehingga
dapat memicu berkembangnya suatu organisme peryphiton tersebut pada wilayah

tertentu. Selain faktor intensitas cahaya, faktor lain yang dapat menjadi faktor
pembatas antara lain turbiditas/ kekeruhan, suhu, pH, arus air, dan salinitas.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah :


1. Periphyton adalah organisme yang melekat atau bergantung pada tanaman
atau benda yang tersembul atau muncul dari dasar air.
2. Perbandingan biomassa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu
yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 2 bulan pada tiap
kelompok berbeda
3. Perbedaan biomassa periphyton dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain suhu air, pH air, dan kedalaman.
6.2 Saran
1. Sebaiknya alat-alat yang digunakan pada praktikum dalam keadaan
memungkinkan untuk dipakai sehingga data yang diperoleh dapat lebih
baik dan akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Abal, E. G., and W. C. Dennison. 1996. Seagrass Depth ang Water Quality in
Southern Moreton Bay, Quensland, Australia. Mar. Freshwater Res., 47:
763-771.
Brower, J. E., J. H. Zar and C. Von Ende. 1990. General Ecology. Field and
Laboratory Methods. Iowa : Wm. C. Brown Company Publisher
Hertanto, Yuri. 2008. Sebaran dan Asosiasi Perifiton pada ekosistem Padang
Lamun (Enhalus acoroides) di Perairan Pulau Tidung Besar, Kepulauan
Seribu, Jakarta Utara. Bogor : Skripsi, IPB
Hill, B. H. and J. R. Webster. 1982. Periphyton Production in a Appalachian
River. Hydrobiology, 97:275-280
Horner, R. R., and E. B. Welch. 1981. Stream Periphyton Development in
Relation to Current Velocity and Nutrients. Can. J. Fish. Aquat. Sci., 38 :
449-457.
Krebs, C. L. 1989. Ecological Methodology. London : Harper and Row Publisher
Nybakken, J. W. 1993. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. Alih Bahasa: H.
Muhammad Eidman. Cetakan ketiga. Jakarta : PT. Gramedia
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. 3rd Eds. Philadelphia : W. B.
Sounders Company
Osborn, L. L. 1983. Colonization and Recovery of Lothic Epipilic Communities: a
Metabolic Approach. Hydrobiologia, 99: 29-36.
Wood, E. J. F. 1967. Microbiology of Oceans and Estuaries. New York : Elsevier
Publishing Company.
Prygiel, J., and M. Coste. 1993. The Assessment of Water Quality in the ArtoisPicardie Water Basin (France) by the Use of Diatom Indices.
Hydrobiologia, 270: 343-349.
Saeni, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor :Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, -Ditjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat
IPB
Sheppard, C., A. Price and C. Robberts. 1992. Seagrasses and Other Dynamic
Substrates. Marine Ecology of the Arabian Region, pp.141-160.
Wetzel, R. R. 1982. Limnology (2nd edition). Philadelphia : Saunders College
Publication Oxford

Susana, T. 1996. Kadar Fosfat di Beberapa Muara Sungai Teluk Jakarta.


Prosiding Seminar Ekologi Laut dan Pesisir I. Jakarta : P3O-LIPI
Susetiono. 1994. Struktur dan Kelimpahan Meiofauna diantara Enhalus
acoroides di Pantai Kuta Lombok Tengah. Dalam: W. Kasim, M. K. Moosa
dan M. Hutomo. 1994 (eds.). Struktur Biologi Padang Lamun di Pantai
Selatan Lombok dan Kondisi Lingkungannya. Proyek Pengembangan
Kelautan/MREP dan P3O-LIPI. Jakarta.
Wetzel, R. R. 1975. Primary Production. In Whitton, B. a (eds.) River Ecology.
Oxford : Blackwell Scientific Publication
Widianingsih. 1991. Hubungan Antara Sifat Fisika Kimia Oseaografi Terhadap
Keberadaan Zooplankton di Perairan Muara Baru, Teluk Jakarta. Bogor :
Laporan PKL (tidak dipublikasikan). Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas
Perikanan. IPB
Zulkifli. 2000. Sebaran Spasial Komunitas Perifiton dan Asosiasinya Dengan
Lamun di Perairan Teluk Pandan Lampung Selatan. Bogor : Tesis
Pascasarjana, IPB

LAMPIRAN

Peralatan dan bahan praktikum

Pencarian batu sampling periphyton

Pemasangan cetakan ukuran

Membersihkan periphyton diluar cetakan

Penyaringan substrat periphyton

Pengeringan dan penimbangan substrat periphyton

Anda mungkin juga menyukai