Laporan Kasus Luka Bakar
Laporan Kasus Luka Bakar
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
PRESENTASI KASUS
JANUARI 2014
LUKA BAKAR
DISUSUN OLEH :
A.RESVIANTY ASMIRALDA
PEMBIMBING:
dr. NUR MAGFIRAH ASHRI
SUPERVISOR:
dr. HISBULLAH, Sp. An-KIC-KAKV
LEMBAR PENGESAHAN
: A.Resvianty Asmiralda
: Luka Bakar
Universitas
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Pembimbing
Supervisor
dr. Hisbullah,Sp.An-KIC-KAKV
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
ii
BAB I
KASUS................................................................................................
Identitas Pasien........................................................................................
Anamnesis...............................................................................................
Pemeriksaan Fisik...................................................................................
Pemeriksaan Penunjang..........................................................................
Diagnosis Kerja......................................................................................
Terapi.......................................................................................................
Prognosis................................................................................................
Epidemiologi...........................................................................................
12
Patofisiologi.............................................................................................
13
Kriteria Perawatan...................................................................................
18
Penatalaksanaan.......................................................................................
18
Komplikasi.............................................................................................
25
29
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
32
BAB I
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. S
Usia
: 21 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Buruh bangunan
Pendidikan
: -
Masuk RS
ANAMNESIS
Keluhan utama
Anamnesis Terpimpin
Dialami sejak 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit akibat tersengat listrik
pada saat bekerja di mesjid. Awalnya pasien tanpa sengaja memegang kabel
telanjang, lalu kesetrum dan terjatuh ke lantai. Terdapat kesan luka bakar pada
lengan kanan dan punggung kiri sampai ke leher. Nyeri (+) jika luka bakar
disentuh. Riwayat pingsan (+) <15 menit, riwayat muntah (-), riwayat sesak (-),
batuk(-)
Riwayat penyakit dahulu
Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Primary survey
B1:RR:20x/menit, Rh-/-, Wh-/-, SpO2: 99%
B2:TD 110/70 mmHg, N 88 x/menit regular, kuat angkat.
B3: GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor
36,8 C
B4: terpasang kateter, produksi urin 60cc/jam, warna merah kecoklatan.
B5: Datar, peristaltik (+) kesan normal, timpani.
Mata
Leher
THT
: sekret (-)
Dada
- Jantung
- Paru
Abdomen
Ekstremitas
Status lokalis
:3%
Trunkus anterior
:0%
Trunkus posterior
:7%
:5%
:2%
:0%
Genitalia
:0%+
Total
: 17 %
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RUTIN
Kristal
:-
Bakteri
:-
Hemoglobin
: 15,8 g/dL
Hematokrit
: 48,4 %
Berat jenis
: 1.015
Leukosit
: 43.800/L
pH
:5
Trombosit
: 455.000/L
Protein
:-
MCV
: 91 fl
Glukosa
:-
MCH
: 29.8 pg
Keton
:+
MCHC
: 32.7 g/dL
Darah/Hb
:+
PT
: 11.3 detik
Bilirubin
:-
PT kontrol
: 10.3 detik
Urobilinogen
: 0,2
APTT
: 32.1 detik
Nitrit
:-
APTT kontrol
: 23.3 detik
KIMIA DARAH
CT
: 700
Ureum
: 32 mg/dL
BT
: 300
Creatinin
: 0,7 mg/dL
URINALISIS
SGOT
: 533 U/L
Sedimen
SGPT
: 112 U/L
Sel epitel
: 0-1
GDS
: 150 mg/dL
Leukosit
: 1-2
Na
: 133 meq/L
Eritrosit
: 10-11
: 4.11 meq/L
Silinder
:-
Cl
: 107 meq/L
DIAGNOSIS KERJA
Luka bakar grade IIA-IIB 17 % + Compartment sindrom
TERAPI
Airway
Breathing
Circulation
Drug
kateter.
: Ceftriaxon 1gr/12 j/IV, Ketorolac 30 mg/8jam/iv,
Ranitidin 50 mg/8 jam/iv, kompres NaCl + Silver
Sulphadiazine 10 mg Cr.
Monitoring resusitasi
Urin (0,5-1 cc/kgBB/jam) = 30-60 cc/ jam.
PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: Bonam
Quo ad Functionam
: Dubia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI DAN ETIOLOGI
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas
dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase
syok) sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
a. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh
atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok
dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka
yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan,
yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
10
Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan
banyak jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I
biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka
biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan
atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.
Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun
masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan
epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea,
kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya jaringan yang
masih sehat tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran
11
luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari
pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa
nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan
baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga
cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.
Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin
organ atau jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa
jaringan epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga
untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok
kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena pada
dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak
intak.
12
13
Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa Pada dewasa digunakan
rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan
bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha
kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing
9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir
luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
14
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai
14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
15
Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of
body surface area affected by burns in children.
PEMBAGIAN LUKA BAKAR
1. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas
usia 50 tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi
16
18
Jalur arus menentukan jaringan yang berisiko dan apa jenis cedera yang
dihasilkan. Arus listrik yang melewati kepala atau dada lebih mungkin
menghasilkan luka fatal. Arus transthoracic dapat menyebabkan aritmia fatal,
kerusakan jantung langsung, atau pernapasan. Transcranial arus
dapat
yang terkena.
2. Pallor : Kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya pucat.
3. Parestesia
19
4. Paralisis
sendi.
5. Pulselesness: Berkurang atau hilangnya denyut nadi akibat adanya
gangguan perfusi arterial.
Selain itu panas yang dihasilkan oleh arus listrik akan merusak sarkolemma
pada otot rangka dan melibatkan kebocoran cairan intraseluler (myoglobin,
creatinin kinase, kalium, fosfat dan asam urat) dalam jumlah besar ke dalam
plasma.
Hal
ini
yang
disebut
rhabdomyolysis.
Pada
orang
dewasa,
20
berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran
napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial
ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten
terhadap berbagai antibiotik.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan
kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar
demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif,
seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran
kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus.
Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di
darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam
mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik
jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase
mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak
Curling.
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel
akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi
ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome
(MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan
21
akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan
perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.
KRITERIA PERAWATAN
Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang
digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit luka
bakar adalah seperti berikut:
1. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns
(luka bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur
kurang dari 10 tahun atau lebih dari 50 tahun.
2. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns
(luka bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia
lainnya.
3. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns
(luka bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin,
perineum, atau sendi utama.
4. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada
semua kelompok usia.
5. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
6. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang
bisa mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau
mempengaruhi kematian.
7. Luka bakar kimia.
8. Trauma inhalasi
9.
Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana luka
bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas.
10. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit
perawatan anak yang berkualitas maupun peralatannya.
11. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti
sosial, emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak.
PENATALAKSANAAN
22
Primary Survey
Airway, yakni membebaskan jalan nafas agar pasien dapat tetap bernafas
secara normal
Disability
o
Periksa kesadaran.
Environment
o
24
mayor yaitu Parkland, modified Parkland, Brooke, modified Brooke, Evans dan
Monafos formula.
Parkland formula
1. 24 jam pertama: cairan Ringer Laktat (RL) 4 mL/kgBB untuk setiap
1% permukaan tubuh yang terbakar pada dewasa dan 3 mL/kgBB
untuk setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar pada anak. Cairan RL
ditambahkan untuk maintenance pada anak:
-
campuran
ini.
Efek
samping
lain
yang
telah
26
osmolalitas
intravascular
dan
menghentikan
ekstravasasi kristaloid.
Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar,
maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang
diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 2530% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian
diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya
SIRS dan MODS.
27
b.
c.
28
organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar
yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka
bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis
dan juga skin grafting (dianjurkan split thickness skin grafting). Tindakan
ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh
posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari
metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.
Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita
juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.
Penyulit juga mempengaruhi prognosis pasien. Penyulit yang timbul pada
luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,
serta parut hipertrofik dan kontraktur.
KOMPLIKASI
Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS), dan Sepsis
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap
berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma,
luka bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll. Respon ini merupakan
29
darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan
dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS. Pada dasarnya MODS
adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasien akut
sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa
intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses yang
berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan
kondisi lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang
berawal dari SIRS.
MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien
luka bakar dapat dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori
30
yang menjelaskan timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya
terjadi secara simultan.
Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan
penurunan penurunan sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus
terganggu menyebabkan disrupsi mukosa saluran cerna. Disrupsi mukosa
menyebakan fungsi mukosa sebagai barrier berkurang/hilang, dan mempermudah
terjadinya translokasi bakteri. Bakteri yang mengalami translokasi umumnya flora
normal usus yang bersifat komensal, berubah menjadi oportunistik; khususnya
akibat perubahan suasana di dalam lumen usus (puasa, pemberian antasida dan
beberapa jenis antibiotika). Selain kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap
kuman, daya imunitas juga berkurang (kulit, mukosa), sehingga mudah dirusak
oleh toksin yang berasal dari kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi
disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses degenerasi mukosa justru berlanjut
menjadi atrofi mukosa usus yang dapat memperberat keadaan.
Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang
memicu SIRS. Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena
gangguan sistem autoregulasi serebral yang memberi dampak sistemik
(ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke ginjal menyebabkan iskemi ginjal
khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular Necrosis (ATN) yang berakhir
dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF). Gangguan sirkulasi perifer
menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan glikoprotein yang
meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai modulator
sepsis. Gangguan sirkulasi ke kulit dan sitem integumen menyebabkan terutama
gangguan sistim imun; karena penurunan produksi limfosit dan penurunan fungsi
barrier kulit.
Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang
sebelumnya dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera termis.
LPC memiliki toksisitas ribuan kali di atas endotoksin dalam merangsang
pelepasan mediator pro-inflamasi; namun pelepasan LPC ini tidak ada
hubungannya dengan infeksi. Respon yang timbul mulanya bersifat lokal, terbatas
pada daerah cedera; kemudian berkembang menjadi suatu bentuk respon sistemik.
31
32
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Tn. S, usia 21 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan luka bakar di
tubuhnya yaitu kedua lengan dan punggung bagian atas yang dialami sejak 2 jam
sebelum masuk Rumah Sakit akibat tersengat listrik. Pasien sedang bekerja di
mesjid dan tanpa sengaja menyentuh kabel telanjang. Nyeri (+) jika luka bakar
disentuh. Riwayat pingsan (+) <15menit, hal ini menandakan telah terjadi cardiac
arrest akibat sengatan listrik, riwayat muntah (-), riwayat sesak (-), batuk(-). Pada
pemeriksaan fisis ditemukan pada regio thoracalis posterior, cervical, ekstremitas
kanan dan kiri tampak kesan luka bakar, nyeri (+), edema (+), eritema (+),
pucat(+), pulselessness(+). Pada pemeriksaan penunjang ditemukan leukositosis,
peningkatan enzim transaminase, hemoglobinuria, dan ketonuria.
Pasien datang masih dalam fase akut luka bakar. Maka perlu diperhatikan
ABCD dari pasien. Airway: paten. Breathing & Ventilation: dada simetris, P 20
x/menit,
Rh-/-,
Wh-/-,
bunyi
pernapasan
vesikuler,
tipe
pernapasan
thoracalis
posterior (7 %) dan ekstremitas kanan dan kiri (7 %). Luas luka ditentukan
menurut diagram rules of nine dari Wallace. Total luas luka bakar mencapai 17%
dengan grade II A II B, sehingga digolongkan ke dalam luka bakar sedang.
Luka bakar pada pasien ini digolongkan luka bakar derajat II A II B
sebab kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis yang terlihat dari reaksi
inflamasi akut dan proses eksudasi, ditemukan bula, dasar luka berwarna merah
atau pucat dan nyeri akibat iritasi ujung saraf sensorik. Luka bakar pada pasien
tidak digolongkan dalam derajat I sebab pada luka bakar derajat I kelainannya
hanya berupa eritema, kulit kering, nyeri tanpa disertai eksudasi. Luka bakar juga
tidak digolongkan dalam derajat III sebab pada luka bakar derajat III dijumpai
kulit terbakar berwarna abu-abu dan pucat, letaknya lebih rendah (cekung)
33
dibandingkan kulit sekitar dan tidak dijumpai rasa nyeri/hilang sensasi akibat
kerusakan total ujung serabut saraf sensoris.
Lengan tampak edema hiperemis dan bulla. Edema terjadi akibat adanya
gangguan vaskularisasi yang menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat,
tekanan osmotik koloid menurun sehingga air, protein yang terkandung dalam
vascular berpindah ke jaringan interstisial. Hiperemis terjadi akibat adanya
peningkatan aliran darah pada zona ini, dimana belum terjadi kerusakan jaringan
namun tubuh sudah mempersiapkan untuk mencegah terjadinya kerusakan
jaringan dengan meningkatkan aliran darah pada daerah ini. Bulla menandakan
terjadinya perpindahan cairan dari jaringan interstisial (2nd spacing) menuju 3rd
spacing di atas dermis yang selanjutnya akan membentuk bulla tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisis, pada ektremitas didapatkan tandatanda sindrom kompartemen, seperti pain, pallor (pucat), paralisis (kelemahan),
pulselessness (denyut nadi melemah). Dimana Sindrom kompartemen merupakan
suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial pada kompartemen
osteofasial yang tertutup akibat meningkatnya permeabilitas kapiler akibat
terpajan suhu tinggi yang menyebabkan terjadinya perpindahan cairan yang
berasal dari jaringan interstisial. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi
jaringan dan tekanan oksigen jaringan. Hal tersebut merupakan indikasi untuk
dilakukan fasciotomi.
Dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium urine, terdapat abnormalitas
pada hasil makroskopik yaitu warna urine jernih namun kemerahan,akibat
terjadinya hemolisis yang menyebakan hemoglobin terdapat dalam urine dan
mewarnai urine tersebut. Dari pemeriksaan laboratorium darah tepi ditemukan
peningkatan leukosit. Peningkatan leukosit ini disebabkan oleh reaksi inflamasi
pada fase akut luka bakar. Selain itu, terjadi peningkatan enzim transaminase
akibat proses inflamasi di hepar dan otot.
Resusitasi cairan perlu dilakukan karena luka bakar mencapai 17% (di atas
15%). Dengan rumus Parkland, dapat dihitung kebutuhan cairan pasien yaitu:
(diketahui BB pasien 65 kg)
4x BB x luas luka bakar = 4 x 65 x 17 = 4420 mL (dalam 24 jam Pertama)
34
Dari total cairan yang harus diberikan dalam 24 jam pertama, dibagi dalam
dua pemberian yaitu cairan pada 8 jam pertama dan 16 jam kedua. Karena
resusitasi seharusnya dimulai sejak terjadinya trauma bakar sedangkan pasien
datang ke rumah sakit 2 jam setelah kejadian, sehingga tersisa 6 jam dari yang
seharusnya 8 jam pertama untuk melakukan resusitasi. 2210 cc diberikan pada 6
jam pertama (2210 cc x 20)/6x60 menit= 124 tts/menit; kemudian 2210 cc yang
diberikan pada 16 jam selanjutnya (2210 ml x 20)/ 16x60 menit =
46 tts/
menit.
Cairan yang digunakan yaitu Ringer Laktat (RL). Hal yang dimonitor
selama resusitasi yaitu output urin 0,5 1 mL/kg BB/jam dan tanda-tanda vital.
Kebocoran dan akumulasi protein plasma di luar kompartemen vaskular
memberikan kontribusi pada pembentukan edema. Kebocoran kapiler bisa
bertahan hingga 24 jam setelah trauma bakar. Sehingga pemberian koloid tidak
dianjurkan pada 24 jam pertama.
Setelah itu dilakukan perawatan luka bakar. Luka bakar dibersihkan dengan
air hangat yang mengalir. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menurunkan suhu
di daerah cedera, sehingga dapat menghentikan proses kombusio pada jaringan.
Kemudian diberikan krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi. Untuk
menutup luka, digunakan kasa lembab steril menggunakan cairan NaCl untuk
mencegah penguapan. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam. Bulla yang luas
dengan akumulasi transudat, akan menyebabkan penarikan cairan ke dalam bula
sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan cairan.
Diberikan antibiotik karena luka bakar yang tidak steril diakibatkan oleh
kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Kuman penyebab infeksi pada
luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi
kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit.
Selain pemberian antibiotik, pasien juga diberikan analgetik golongan NSAID
untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien serta diberikan AH2 antagonis
untuk mencegah pengeluaran asam lambung yang diakibatkan oleh stress ulcer
akibat luka bakar tersebut.
35
DAFTAR PUSTAKA
Advances Trauma Life Support untuk Dokter. 2004.
Mehmet H, Ebru SA, Hamdi K. Fluid Management in Major Burn Injuries.
Indian J Plast Surg. 2010: S29-S36.
David G. Burn Resuscitation. Journal of Burn Care & Research. 2007: 4.
WHO. Management of Burns. WHO Surgical Care at the District Hospital. 2003:
1-7.
Shehan H, Peter D. Pathophysiology and Types of Burns. BMJ. 2004;328:14279.
New Zealand Guidelines Group. Management of Burns and Scalds in Primary
Care. Accident Compensation Corporation. 2007: 4-6.
James M, Mahambrey T, Andrews F, Jeanrenaud P, Yao S, Wilkinson D. Adult
Acute Burn Fluid Resuscitation Guidelines. NHS: 1-4.
The Dudley Group. Clinical Guideline Burn Injury. 2012
Steffen Rex.Burn Injuries. 2012
36