DAN KOSMOLOGI
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, akhirnya buku Teori Relativitas dan Kosmologi ini dapat kami
selesaikan. Buku ini disusun untuk digunakan sebagai bahan perkuliahan mata kuliah Teori
Relativitas di Jurusan Fisika FMIPA UGM. Isi buku ini sedapat mungkin disesuaikan dengan
silabus mata kuliah yang terdapat dalam Buku Panduan FMIPA UGM.
Penyajian buku ini dimulai dari Teori Relativitas Khusus, serta beberapa penerapannya,
baik pada bidang Elektrodinamika, maupun dinamika partikel relativistik. Selanjutnya
ditelaah Teori Relativitas Umum yang diawali dari analisis matematika tensor. Setelah
merumuskan persamaan gravitasi Einstein, disajikan beberapa penerapan Teori Relativitas
Umum, seperti pada lubang hitam, presesi orbit planet, pergeseran cahaya bintang, kosmologi
dan lain-lain. Khusus pembahasan kosmologi disediakan dua bab, yaitu pada Bab V dan VI.
Pada Bab penutup, ditelaah dinamika gerak partikel dan foton baik dalam lubang hitam
maupun di jagad raya.
Meski telah disiapkan cukup lama, kami menyadari bahwa buku ini masih memiliki
banyak kekurangan. Diantaranya, tidak terdapat soal-soal latihan. Barangkali pula di sana sini
masih terdapat salah tulis dan ketik. Karena itu kami dengan tangan terbuka sangat
mengharap masukan positif dari para pembaca, dalam rangka penyempurnaan buku ini.
Akhirnya kami berharap, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pengembangan fisika di
masa depan.
DAFTAR ISI
BAB I TEORI RELATIVITAS KHUSUS
1.1 Pendekatan Energetika dan Penjabaran Kaedah
Transformasi Lorentz
1.2 Transformasi Lorentz untuk besaran ( E , p )
1.3 Metode lain penurunan bentuk eksplisit besaran-besaran
fisis relativistik
1.4 Transformasi Lorentz Vektor-4 melalui Transformasi
Koordinat-4
1.5 Kaedah Transformasi untuk Vektor
1.6 Ruang-Waktu Minkowski dan Kaedah Transformasi Lorentz
1.7 Transformasi Lorentz untuk besaran-besaran elektrodinamika
Soal-Soal Latihan Bab I
BAB II PENERAPAN TEORI RELATIVITAS KHUSUS
2.1 Paradoks Kembar
2.2 Tinjauan Gerakan Partikel relativistik yang dikenai Gaya
Konstan dan Medan Gravitasi Seragam
2.2.1 Gerakan Partikel oleh Gaya Konstan
2.2.2 Gerakan Partikel dalam Medan Gravitasi Seragam
2.3 Efek Compton
Soal-Soal Latihan Bab II
1
2
9
15
18
18
19
25
30
33
33
38
38
42
51
58
BAB III
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
61
61
64
65
67
68
69
71
72
80
86
BAB IV
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
93
93
100
105
109
111
115
119
BAB V
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
121
121
124
125
126
127
130
133
139
145
BAB VI
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
6.7
149
149
155
157
166
167
171
173
175
177
178
179
179
Daftar Pustaka
213
183
185
186
187
188
197
198
200
202
204
205
207
1
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
BAB I
TEORI RELATIVITAS KHUSUS
Fisika adalah ilmu yang berupaya secara ilmiah menelaah gejala alam mulai
dari skala mikro (partikel elementer) hingga skala makro (jagad raya), serta mulai
dari kelajuan rendah hingga kelajuan maksimum. Teori relativitas merupakan salah
satu tulang punggung fisika modern. Sumbangannya terutama dalam bentuk
penataan dan pelurusan konsepkonsep dasar dalam fisika, khususnya yang
berkaitan dengan ruangwaktu, momentumenergi sebagai aspek kinematika semua
gejala alam, yang selanjutnya mengangkat cahaya sebagai pembawa isyarat
berkelajuan maksimum.
Sumbangan teori relativitas, dalam hal ini adalah teori relativitas khusus
adalah mampu menampilkan persamaan Maxwell, yang merupakan persamaan
dasar dalam elektrodinamika, dalam bentuk yang kovarian. Konsekuensi teori
relativitas khusus adalah kelajuan gelombang elektromagnet dalan ruang vakum
sama dengan c (laju cahaya di ruang hampa). Beberapa percobaan menunjukkan
bahwa dalam elektromagnetik, tidak ada kerangka istimewa. Dalam kerangka
inersial, kelajuan cahaya sama dengan c, atau dengan kata lain, c merupakan suatu
besaran invarian. Selain itu sistem persamaan Maxwell berlaku dalam smua
kerangka inersial, yang oleh karena itu konsep ruangwaktu dan momentumenergi
yang mutlak harus diganti.
Ada tiga asas yang melandasi teori relativitas khusus, yaitu :
Asas ke nol (Asas perpadanan / korespondensi) : untuk setiap gerakan berkelajuan
rendah (momentum rendah), konsepkonsep dan hukumhukum relativistik
yang muncul harus sesuai dengan konsepkonsep yang telah ada dalam teori
Newton.
Asas pertama : Semua hukum alam bersifat tetap bentuknya (kovarian) terhadap
perpindahan peninjauan dari kerangka inersial satu menuju kerangka inersial
yang lain.
___________________________________________________________________
2
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Asas kedua : Laju maksimal yang dapat dimiliki oleh isyarat tidak bergantung
(invarian) dari kerangka acuan inersial yang digunakan.
Nilai kelajuan maksimal c ini merupakan salah satu tetapan alam yang sangat
penting dalam fisika dan memegang peranan utama dalam penelusuran konsep
ruangwaktu serta momentumenergi. Nilainya sebagaimana yang ditetapkan oleh
Badan Umum Internasional mengenai Berat dan Ukuran adalah c = 299792458 m/s.
Hal ini berarti satu meter adalah jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam ruang
vakum selama selang waktu 1/299792458 detik.
Terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk menelusuri kaedah
transformasi antara besaranbesaran fisis (transformasi Lorentz) dari kerangka
~
inersial yang satu (K) menuju kerangka inersial yang lain (K ) yang bergerak
dengan kecepatan konstan V terhadap K.
Pendekatan pertama yang digunakan bersifat konvensional yaitu dengan
memilih ruang dan waktu sebagai variabel awal yang digunakan dalam
merumuskan kaedah transformasi Lorentz. Dengan pendekatan ini, kaedah
transformasi untuk besaran momentum dan energi baru ditelusuri kemudian.
Pendekatan kedua bersifat pendekatan energetika, yaitu dengan memilih
momentumenergi sebagai variabel awal, yang selanjutnya transformasi untuk
besaran ruang dan waktu baru ditampilkan kemudian. Menurut Muslim (1997),
pendekatan ini tampil lebih ringkas dan lebih sesuai apabila diterapkan untuk proses
mikroskopik pada zarah elementer, mengingat datadata pada proses hamburan dan
spektroskopi biasanya melibatkan besaran momentum dan energi.
Berikut ini akan dijabarkan perumusan kaedah transformasi Lorentz melalui
pendekatan energetika (momentumenergi), mengacu pada Muslim (1997).
1.1
berbentuk
dp
F=
dan dE = F . dr = dW
dt
(1.1)
___________________________________________________________________
3
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
dapat pula berlaku dalam energetika relativistik (untuk momentum dan energi
relativistik), dengan modifikasi definisi bagi momentum p . Dalam hal ini, F
adalah gaya luar yang melakukan kerja dW pada zarah dalam selang waktu dt,
dengan akibat terjadinya perubahan momentum sebesar dp dan energi sebesar dE
sewaktu zarah tersebut melakukan pergeseran sejauh dr . Perubahan tenaga tersebut
dapat dituliskan sebagai
dr
dp
(1.2)
dE = . dr = dp . = v . dp .
dt
dt
Pada saat zarah dalam keadaan rehat ( v = 0 ), energi zarah bernilai E0 yang
dinamakan dengan energi rehat. Selanjutnya jika zarah bergerak ( v 0 ), energi
zarah tersebut akan bertambah dengan energi kinetik sebesar Ek menjadi energi
total E yang dirumuskan sebagai
E = E0 + E k .
Jika zarah tersebut bergerak lurus maka v // p sehingga
dE = v dp.
(1.3)
(1.4)
Untuk foton dengan v = c konstan dan invarian (asas kedua teori relativitas), maka
diperoleh energi foton sebesar
E = dE = c dp = pc + konstan .
(1.5)
Mengingat tidak ada foton dengan kecepatan nol, maka disimpulkan bahwa tetapan
konstan tersebut sama dengan nol. Jadi diperoleh
E 2 = p 2 c 2 untuk v = c.
(1.6)
p 2 = a0 + a1 Ek + a2 Ek2 + ...
(1.7)
___________________________________________________________________
4
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
(1.8)
(1.9)
2p . dp = (a1 + 2 Ek / c 2 ) dE
(1.10)
p
dE = 1
. dp
2
a + Ek / c
2 1
(1.11)
diperoleh
atau
yang harus = v . dp . Dari sini diperoleh kesamaan
p=v
1
2
a1 + Ek / c 2 .
(1.12)
(1.13)
(1.14)
v 2 Ek2
v2
1 2 2 + a1 1 2 Ek = 14 a12 v 2 .
c c
c
(1.15)
c2
, diperoleh
(1 v 2 / c 2 )
a12 v 2 c 2
(1.16)
4(1 v 2 / c 2 )
___________________________________________________________________
Ek2 + a1c 2 Ek =
5
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
p=
a1v
2 1 v2 / c2
(1.17)
(1.18)
dan
1 v2 / c2 1
(1.19)
sehingga
mv =
a1v
2
atau
a1 = 2m .
(1.20)
Dengan mengisikan hasil ini ke dalam pers. (1.17) diperoleh vektor momentum
relativistik sebagai
p=
mv
1 v / c
2
= mv
(1.21)
1.
(1.22)
dengan
1
1 v2 / c2
mv = v(m + Ek / c 2 )
(1.23)
Ek = mc 2 ( 1) .
(1.24)
atau
E k = E E0
(1.25)
___________________________________________________________________
6
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
E = mc 2 =
mc 2
(1.26)
1 v2 / c2
dan
E0 = mc 2
(1.27)
1 = (1 v 2 / c 2 ) 1 / 2 1 (1 + v 2 / 2c 2 ) 1 = v 2 / 2c 2
(1.28)
Ek = mc 2 (v 2 / 2c 2 ) = 12 mv 2
(1.29)
E2 =
m 2c 4
1
=
m 2c 4 m 2v 2c 2 + m 2v 2c 2
2
2
2
2
1 v / c
1 v / c
m 2 c 4 (1 v 2 / c 2 )
mv
=
+
2
2
2
2
(1 v / c )
1 v / c
2
c = m 2 c 4 + p 2 c 2
(1.30)
sehingga
E=
p 2c 2 + m 2c 4
Hubungan antara p, v dan E dapat dituliskan dalam bentuk
Ev
2
2
p = mv = mc v / c = 2 .
c
(1.31)
(1.32)
mc 2
p
Gambar 1.1
Segitiga siku-siku antara E, pc dan mc 2
___________________________________________________________________
7
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Contoh soal :
Tentukan kecepatan sebuah partikel dalam c atau laju cahaya dalam ruang hampa
agar
a.
b.
c.
d.
e.
Jawaban :
a.
p = mv(1 v 2 / c 2 ) 1 / 2 = mv(1 2 ) 1 / 2
seperti yang terdapat pada persamaan (1.21) diuraikan menggunakan deret,
diperoleh
p = mv(1 + 1 2 + 3 4 + ...) .
2
Dengan demikian rumus Newton yang hanya memuat suku pertama deret di
atas dapat digunakan dengan kesalahan 10 6 , jika
1 2
2
10 6
atau
v 1,41 10 3 c = 4,24 10 5 m/s .
Kecepatan ini cukup tinggi (lebih dari 100 kali kecepatan bunyi di udara).
b.
___________________________________________________________________
8
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Jadi supaya rumus tenaga kinetik klasik masih dapat digunakan dengan
tingkat kesalahan tersebut, maka
10 6
3 2
atau
v 1,15 10 3 c .
Nilai ini sedikit lebih kecil dari nilai pada (a).
c.
yang berarti
v = 1 3c.
2
d.
= 1 mc 2 [(1 v 2 / c 2 ) 1 / 2 1]
2
yang berarti
1 + 2 = (1 2 ) 1 / 2 .
Bentuk ini dapat dituliskan dalam bentuk
(1 + 2 2 + 4 )(1 2 ) = 1 6 4 + 2 = 1
sehingga
2 ( 4 2 1) = 0 .
Bentuk persamaan kuadrat dalam 2 di atas memiliki akar positif
2 = 1 ( 5 1)
2
sehingga
v = 0,79 c = 2,36 108 m/s.
e.
Untuk
E k = mc 2 [(1 2 ) 1 / 2 1] = 10mc 2
maka
___________________________________________________________________
9
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
(1 2 ) 1 / 2 = 11
sehingga
2 =
120
121
atau
1.2
Transformasi Lorentz untuk besaran ( E , p)
~
Ditinjau transformasi Lorentz antara kerangka K dan kerangka K yang
pengkhususan dipilih transformasi yang hanya ditinjau ke arah salah satu sumbu
koordinat saja, dalam hal ini dipilih sumbu x. Bentuk transformasi Lorentz tersebut
adalah (Muslim, 1985)
~
E = ' ( E + bp x ) ; ~
p x = ( p x + aE ) ; ~
p y = p y dan ~
pz = pz .
(1.33)
Jadi pada bentuk di atas, komponen momentum ke arah sumbu y dan z tidak
mengalami perubahan, sehingga transformasi hanya melibatkan pasangan ( E , p x ) .
Untuk mencari parameterparameter transformasi yaitu , ' , a dan b, akan ditinjau
dua kasus khusus yaitu kasus partikel bermassa rehat m yang rehat masingmasing
~
~
di K dan K . Ilustrasi tentang kerangka K dan K terdapat pada Gambar 1.2.
~
z
z
V
O
~
O
~
y
y
~
x
~
Gambar 1.2. Kerangka K dan K
___________________________________________________________________
10
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
~
Saat partikel rehat di K , yang berarti
~
px = ~
py = ~
pz = 0
(1.34)
maka memberikan
p y = pz = 0
(1.35)
p x + aE = 0
(1.36)
p x = aE .
(1.37)
serta
atau
Padahal hubungan antara p, v dan E adalah
Ev
p= 2
c
(1.38)
v
.
c2
(1.39)
~
Mengingat partikel tersebut rehat di K , itu berarti partikel tersebut bergerak dengan
kecepatan v = V = V nx di K. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa
a=
V
.
c2
(1.40)
(1.41)
(1.43)
serta
2
V
~
p x = aE = 2 mc 2 = Vm.
c
(1.44)
~
Partikel tersebut berarti bersamasama dengan kerangka K bergerak terhadap K
~
dengan kecepatan v = V = V nx . Dengan demikian momentum partikel di K
bernilai
___________________________________________________________________
11
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
mV
px =
(1.45)
1 V 2 / c2
sehingga diperoleh
.
1 V 2 / c2
~
~
Kemudian dihitung nilai energi E di K menurut
~
E=
mc 2
1V / c
2
(1.46)
= ' (mc 2 + 0)
(1.47)
= .
(1.48)
sehingga diperoleh
' =
1
1 V 2 / c2
~
Untuk menentukan tetapan b, ditinjau kembali partikel yang rehat di K ,
~
~
sehingga transformasi Lorentz untuk energi E di K menghasilkan
~
E = mc 2 = ' (mc 2 + bmV )
(1.49)
atau
bmV =
mc 2
mc 2 = mc 2 1 V 2 / c 2 1 = mV 2
2
(1.50)
(1.51)
~
Dengan demikian transformasi Lorentz antara kerangka K dan kerangka K
yang bergerak dengan kecepatan V ke arah sumbu x untuk perangkat besaran
~
( E , p x , p y , p z ) dan ( E , ~
px , ~
py , ~
p z ) adalah
~
E=
E Vp x
1 V 2 / c2
p VE / c 2
~
px = x
;
1 V 2 / c2
~
p =p ; ~
p =p .
y
(1.52)
(1.53)
(1.54)
Selanjutnya dilakukan perluasan jika arah V sembarang. Dengan melakukan
substitusi :
___________________________________________________________________
12
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
p x p// ;
(1.55)
p y dan p z p ;
p xV p//V = p V
(1.56)
(1.57)
diperoleh
E pV
~
E=
;
1 V 2 / c2
~
p // VE / c 2
p // =
;
1 V 2 / c2
~
p = p
(1.58)
(1.59)
(1.60)
~
Karena K bergerak terhadap K dengan kecepatan V , maka transformasi balik
untuk bentuk di atas adalah
E=
~ ~
E +pV
;
1 V 2 / c2
~
~
p // + VE / c 2
p // =
;
1 V 2 / c2
~
p = p
(1.61)
(1.62)
(1.63)
Ditinjau sebuah partikel bermassa m yang bergerak di K dengan kecepatan v
~
~
~
dan di K dengan kecepatan v . Kaedah transformasi untuk energi E di kerangka
~
K memberikan
2
mc 2
1
mc
m
v
V
~
(1.64)
E=
=
1 v '2 / c 2
1 V 2 / c2 1 v2 / c2
1 v2 / c2
(1.65)
Jika pada persamaan di atas diisikan v = c, maka v juga sama dengan c. Hal ini
berarti kecepatan cahaya di semua kerangka acuan inersial bernilai tetap (invarian)
yang sama dengan c.
___________________________________________________________________
13
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
(1.66)
'
= (1 v V / c 2 )
(1.67)
atau
Sementara itu dari pers. (1.63) untuk komponen momentum tegaklurus diperoleh
~
' mv = mv
(1.68)
yang menghasilkan kaedah kecepatan tegaklurus sebagai
~
v
v =
.
(1 v V / c 2 )
(1.69)
(1.70)
sehingga
~
v // =
vV
.
1 v V / c2
(1.71)
~
~
v = d r / d~
t .
Untuk transformasi kecepatan tegaklurus, diperoleh
d ~
dr
r
=
.
~
dt
dt (1 v V / c 2 )
(1.73)
(1.74)
Dengan berlakunya simetri gerak pada panjang yang tegaklurus V , untuk vektor
koordinat yang tegaklurus diperoleh
~
r = r
(1.75)
~
d r = dr ,
(1.76)
sehingga
___________________________________________________________________
14
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
d~
t = dt (1 v V / c 2 ) = (dt dr V / c 2 ) .
(1.77)
~
Untuk syarat awal : t = t = 0 dan r = 0 , integrasi persamaan di atas memberikan
hasil transformasi waktu koordinat :
~
t = (t r V / c 2 ) .
(1.78)
Sementara itu dari kaedah transformasi kecepatan yang sejajar, bentuknya dapat
ditulis sebagai
~
d r//
dr// Vdt
d ~
=
~ r// =
dt
dt (1 v V / c 2 ) dt (1 v V / c 2 )
(1.79)
atau
~
d r// = (dr// Vdt ) .
(1.80)
~
~
t = t = 0 dan r// = r// = 0 ,
maka pengintegralan persamaan di atas memberikan
~
r// = (r// Vt ) .
(1.81)
(1.82)
Contoh Soal :
Sebuah pesawat antariksa dilihat dari bumi sedang bergerak ke arah timur dengan
kecepatan v p = 0,6c i dan dalam waktu lima detik akan bertabrakan dengan sebuah
komet yang sedang bergerak ke arah barat dengan kecepatan vk = 0,8c i .
a.
b.
Menurut pilot pesawat antariksa tersebut, berapa waktu yang tersedia untuk
menghindari tabrakan tersebut?
Jawaban :
a.
Ditinjau dari pesawat antariksa yang bergerak dengan kecepatan V = v p
terhadap bumi (kerangka K), kecepatan komet mendekati pesawat tersebut
dapat dicari dengan perumusan
___________________________________________________________________
15
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
v // k V
0,8c 0,6c
v ' // k =
= i
= 0,946c i .
1 v //V / c 2
1 (0,8c)(0,6c) / c 2
Jadi kecepatan komet tersebut menurut pilot pesawat adalah 0,946c
mendekati pesawat tersebut.
b.
= (1 0,6 2 ) 1 / 2 = 1,25
maka
t ' =
1.3
t
5
=
detik = 4 detik .
1,25
digunakan dalam teori relativitas khusus muncul dari bentuk invarian metrik
ds 2 = dx dx = c 2 dt 2 + dx 2 + dy 2 + dz 2 = c 2 dt 2 + dr 2
(1.83)
dengan vektor koordinat4 kontravarian dirumuskan
x = ( x 0 , x m ) = ( x 0 , x1 , x 2 , x 3 ) = (ct , x, y, z ) = (ct , r )
(1.84)
Pada metrik pers. (1.83), komponen tensor metrik rank2 kovarian adalah
00 = 11 = 22 = 33 = 1
(1.85)
dan
= 0 untuk .
(1.86)
(1.87)
dan
= 0 untuk
(1.88)
ds 2 = c 2 d 2
(1.89)
___________________________________________________________________
16
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
1
(1.90)
dx 2 + dy 2 + dz 2
2
c
Diperkenalkan vektor kecepatan3 v yang memiliki komponenkomponen
d 2 = dt 2
Cartesan
vx =
dx
dy
dz
, vy =
, vz =
dt
dt
dt
(1.91)
(1.92)
1/ 2
v2
dt
d = 1 2 dt = ,
(1.93)
1
v2
2
2
2
2
d = dt 1 2 (dx / dt ) + (dy / dt ) + (dz / dt ) = dt 1 2
c
c
atau
dengan
1
2 2 .
1 v / c
(1.94)
V =
dx dx dt
d
=
= (ct , r ) = (c, v )
d
dt d
dt
(1.95)
(1.96)
mc 2
E
P = mV = m (c, v ) =
, mv = , p
c
c
(1.97)
E = mc 2
(1.98)
dengan energi :
___________________________________________________________________
17
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
dan momentum3 :
p = mv .
(1.99)
Hasil pers. (1.98) dan (1.99) berturut-turut sama dengan pers. (1.26) dan (1.21).
Sedangkan vektor momentum4 kovarian P adalah
P = P = ( E / c, p)
(1.100)
F =
dP dP dt
dE
=
=
,f
d
dt d
cdt
(1.101)
dengan gaya3 f didefinisikan sebagai
dp
f=
dt
(1.102)
dE
F = F =
, f .
c dt
(1.103)
Perkalian dalam (inner product) antara dua vektor kovarian dan kontravarian
akan menghasilkan suatu skalar, seperti misalnya
v2
2 2
22
2 2
VV = (c, v) (c, v) = c + v = c 1 2 = c 2
c
(1.104)
2
P P = ( E / c, p)( E / c, p) = (E / c ) + p 2 = m 2 c 2
(1.105)
dan
0=
dE
dE
d
mVV = FV + V F =
, f (c, v) + (c, v)
, f
d
c dt
c dt
dE
= 2 2
+ f v
dt
(1.106)
sehingga diperoleh
dE
= f v
dt
(1.107)
___________________________________________________________________
18
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
Dengan hasil di atas, vektor gaya4 kontravarian dan kovarian berturutturut dapat
dituliskan menjadi
F = f v / c, f
dan
(1.108)
(1.109)
E 2 = p 2c 2 + m 2c 4 .
(1.110)
F = f v / c, f
Dari pers. (1.105) berlaku kaitan
(1.111)
1.4
1.5
___________________________________________________________________
19
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
x N = ( x1 , x 2 ,..., x N ) .
(1.112)
~
x N = (~
x 1, ~
x 2 ,..., ~
xN )
(1.113)
~ ~
x
A = A
x
(1.114)
x ~
A = ~ A ,
x
(1.115)
~
x
A = ~ A
x
(1.116)
dengan inversi
serta
dengan inversi
A =
~
x ~
A .
x
(1.117)
1.6
(1.118)
ds 2 = g dx dx = c 2 dt 2 + dx 2 + dy 2 + dz 2 = c 2 dt 2 + dr 2
(1.119)
g = (mn = mn , 00 = 1, 0 m = m0 = 0 )
(1.120)
dengan
___________________________________________________________________
20
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
r .V
r// = 2 V
V
(1.121)
~
r// = (r// Vt )
(1.122)
~
r = r
(1.123)
~
t = (t r.V / c 2 )
(1.124)
dengan
1
1 V 2 / c2
(1.125)
(1.126)
(1.127)
atau
i ( 1)V iV j
i
~
x = j +
V2
j V i 0
x
x
(1.128)
(1.129)
V
~
x 0 = ( x 0 i x i ) .
c
(1.130)
atau
___________________________________________________________________
21
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
~
Dari pers. (1.128) dan (1.130), jika dilakukan derivatif parsial koordinat K
terhadap K, diperoleh
( 1)V iV j
~
xi
i
= j +
x j
V2
(1.131)
~
xi
V i
=
c
x 0
(1.132)
V
~
x0
= i
i
c
x
(1.133)
~
x0
= .
x 0
(1.134)
(1.135)
~
dan vektor4 kontravarian di ruang K
~
~ ~
~ ~
S = (S 0 , S m ) = (S 0 , S) .
(1.136)
0 SV
Vn n
~ 0 ~
x 0 ~
x 0 0 ~
x0 n
0
S = S
S = S = 0 S + n S = S
c
c
x
x
x
(1.137)
dan
~
~
xm
~
xm
~
xm
V m 0 m ( 1)V mVn n
S
S m = S = 0 S 0 + n S n =
S + n +
c
x
x
x
V2
( 1)S V m S 0 m
m
= S +
V
V
(1.138)
c
V2
(1.139)
Mengingat bentuk
(S V )V / V 2 = S // ,
kaedah untuk komponen vektor S yang sejajar V adalah
(1.140)
___________________________________________________________________
22
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
~
S 0
S // = S // + ( 1)S //
V = S // ( S 0 / c)V .
(1.141)
c
Sementara itu kaedah untuk komponen vektor S yang tegaklurus V adalah
~
S = S .
(1.142)
Selanjutnya ditinjau vektor kecepatan4 kontravarian :
V = ( c, v )
(1.143)
sehingga
S0 = c
(1.144)
S =v.
(1.145)
dan
vV
~
c = c +
(1.146)
c
~
vV
= 1 + 2 .
(1.147)
~
(
1
)
v
V
c
V
V
~ v = v +
c
V2
(1.148)
( 1) v V
v+
V
V
~
V2
v=
vV
1 2
c
(1.149)
___________________________________________________________________
23
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
~
v // V
v // =
v V
1 2
c
(1.150)
Sedangkan untuk v adalah
~
v =
v
vV
1 2
c
(1.151)
(1.152)
sehingga
S0 = E / c
(1.153)
S = p.
(1.154)
dan
pV
~
E / c = E / c
c
(1.155)
atau
~
E = E pV .
(1.156)
Bentuk (1.156) di atas sama dengan pers. (1.58). Adapun kaedah transformasi
Lorentz untuk vektor momentum3 adalah
~ ( 1)p V E
p=p+
V 2 V.
V2
c
(1.157)
~
E
p // = p // + ( 1)p // 2 V = p // ( E / c 2 )V
c
(1.158)
dan
~
p = p
(1.159)
Bentuk (1.158) dan (1.159) di atas sama dengan bentuk pers. (1.59) dan (1.60).
Selanjutnya ditinjau vektor gaya4 kontravarian :
___________________________________________________________________
24
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
F = f v / c, f
(1.160)
sehingga
f v
S =
c
(1.161)
S = f .
(1.162)
~
( 1) f V f v
~
V
V
f = f +
V2
c2
(1.163)
dan
Diperoleh
yang dengan menggunakan pers. (1.139), bentuk di atas dapat dituliskan menjadi
( 1) f V f v
V 2 V
~ f +
2
V
c
f =
.
(1.164)
vV
1 2
c
Kaedah f untuk komponen sejajar dan tegaklurus berturutturut adalah
f v
f v
~ f // + ( 1) f // 2 V f // 2 V
c
c
f// =
=
(1.165)
.
vV
vV
1 2
1 2
c
c
dan
~
f =
f
(1.166)
.
vV
1 2
c
~
Selanjutnya jika ditinjau kasus khusus dengan v = V , atau partikel rehat di K ,
yang berarti bahwa :
VV
1 2 = 2 ,
c
(f V )V = f //V V = f //V 2 ,
(1.167)
(1.168)
sehingga
___________________________________________________________________
25
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
V2
f // 1 2
~ 0
c
f// =
= f //
V2
1 2
(1.169)
dan
~ 0
f
f = 2 = f .
(1.170)
~
Jadi untuk kerangka rehat partikel di K , kaedah transformasi Lorentz untuk vektor
gaya3 adalah
~ 0 ~ 0 ~ 0
f = f// + f = f // + f .
(1.171)
+ . j = 0
t
(1.173)
(1.174)
.
A
=0
c 2 t
1 2A
2 2 + 2 A = 0 j
c t
1 2
+ 2 = 0 c 2
c 2 t 2
(1.175)
(1.176)
(1.177)
___________________________________________________________________
26
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
A = 0 j
(1.178)
(1.179)
Operator
turunan
koordinat4
kovarian
dan
kontravarian
(1.180)
masing-masing
dirumuskan sebagai
= 0 , m =
,
x
x x c t
= =
,
c t
(1.181)
(1.182)
(1.183)
(1.184)
jV
~
c = c
(1.185)
atau
jV
~
= 2
c
(1.186)
serta
~ ( 1) j V
j = j+
V V ,
2
V
~
j// = j// V ,
(1.187)
(1.188)
___________________________________________________________________
27
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
dan
~
j = j .
(1.189)
A V
c
c
c
(1.190)
atau
~
= AV ,
(1.191)
serta
~ ( 1) A V
A=A+
V 2 V,
V2
c
(1.192)
~
A // = A // 2 V ,
c
(1.193)
~
A = A .
(1.194)
dan
~
Jika kita ingin mencari transformasi balik dari kerangka K ke kerangka K,
hal itu dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan substitusi V = V . Dengan
substitusi ini, diperoleh kaedah transformasi Lorentz besaran-besaran berikut ini :
Vektor kecepatan3 :
~
~ ( 1) v V
v+
V
+
V
V2
v=
~
v V
1 + 2
c
~
v // + V
v // =
~
v V
1+ 2
c
~
v
v =
~
vV
1 + 2
c
(1.195)
(1.196)
(1.197)
___________________________________________________________________
28
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
~ ~
E = E +pV
Energi :
Vektor momentum3 :
~
~
~ ( 1)p V E
+
p=p+
V
V
V2
c2
~
~
E
p // = p // + 2 V
c
~
p = p
(1.199)
(1.200)
(1.201)
Vektor gaya3 :
~
~
~ ( 1) f V f ~
v
f
+
V
+
V
2
V2
c
f=
~
vV
1 + 2
c
~ ~
~
f v
f// + 2 V
c
f // =
~
v V
1 +
~
f
f =
~ .
vV
1 + 2
c
Rapat muatan
~
j V
= ~ + 2
~
~ ( 1) j V
j= j+
V + ~V
2
V
~
j// = j// + ~V
~
j = j .
(1.198)
~ ~
Skalar potensial listrik : = + A V
(1.202)
(1.203)
(1.204)
(1.205)
(1.206)
(1.207)
(1.208)
(1.209)
___________________________________________________________________
29
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
~
~ ( 1) A V ~
A=A+
V+ 2 V
V2
c
~
~
A // = A // + 2 V
c
~
A = A .
(1.210)
(1.211)
(1.212)
Dari telaah di atas, tampak bahwa teori relativitas khusus berperan besar
dalam menata dan meluruskan besaran-besaran fisika yang mendasar, seperti
besaran panjang, waktu, kecepatan, momentum, energi dan sebagainya. Selanjutnya
juga telah dikaji proses penurunan kaedah transformasi Lorentz besaran-besaran di
atas yang menunjukkan bahwa hukum fisika memiliki bentuk yang tetap di dalam
semua kerangka acuan inersial.
___________________________________________________________________
30
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
1.
Sebuah pesawat bergerak ke arah timur dengan laju 0,8 c diukur menurut
menara yang diam. Pesawat tersebut melepaskan peluru dengan laju 0,6 c
terhadap pesawat. Carilah masing-masing laju dan arah gerak peluru terhadap
menara jika arah peluru terhadap pesawat adalah
2.
(a)
timur
(b)
utara
(c)
barat
(d)
timur laut.
(b)
3.
4.
0,75 c
___________________________________________________________________
31
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
(b)
0,99 c
(c)
5.
Sebuah inti radioaktif bergerak dengan kecepatan v = 0,6c i terhadap
kerangka K (lab), sewaktu ia memancarkan partikel beta dengan kecepatan
v = 0,75c j terhadap inti tersebut (kerangka K 0 ).
(a)
(b)
6.
~
~
~
Tentukan kecepatan A dan B menurut K , yaitu v A dan v B .
~
Jika menurut pengamat yang rehat di K , kecepatan A dan B sama besar
namun berlawanan arah, tunjukkan bahwa
V=
7.
2
(c 2 + v A v B ) (c 2 v A
)(c 2 vB2 )
vA + v B
Di kerangka K, sebuah partikel bergerak dengan kecepatan u . Di K tersebut
juga terdapat medan E dan B . Bagaimanakah cara menentukan gaya Lorentz
___________________________________________________________________
32
Teori Relativitas Khusus
___________________________________________________________________________________________
8.
Diketahui
vektor4
kontravarian
: X = (Y / c , c Z )
dengan
(1 u 2 / c 2 ) , u = vektor kecepatan3 dan c laju cahaya di ruang hampa.
(a) tuliskan kaedah tranformasi Lorentz untuk besaran Y dan Z . (Petunjuk :
Jika terdapat hubungan : Y = k c dan Z = k u / c dengan k suatu
invarian Lorentz, carilah invarian Lorentz yang dapat diperoleh dari
vektor4 tersebut, serta berapakah nilainya ?
9.
Jelaskan bahwa gaya Lorentz yang dirasakan oleh sebuah partikel di kerangka
K menjadi gaya Coulomb di kerangka diam K. Bagaimana dengan
sebaliknya, gaya Coulomb di K menjadi gaya Lorentz di K ?
10.
(b)
(c)
(d)
___________________________________________________________________
BAB II
PENERAPAN TEORI RELATIVITAS KHUSUS
Teori Relativitas Khusus sebagai salah salah satu pilar fisika modern memiliki
beberapa kegunaan dalam menelaah secara lebih kompak dan terpadu berbagai
gejala alam. Berikut ini akan disajikan beberapa penerapan teori relativitas khusus
pada beberapa fenomena, diantaranya adalah persoalan paradoks kembar, gerak
partikel relativistik dalam medan gaya konstan dan medan gravitasi seragam, efek
hamburan Compton dan sebagainya.
2.1
Bumi
Bintang
Gambar 2.1
Perjalanan pulang pergi bumi-bintang
Teori relativitas khusus menyatakan bahwa jika Mary bergerak terhadap John, maka
selang waktu dalam kerangka inersial Mary mengalami dilatasi sebesar yang
dirumuskan
= 1 V 2 / c2 .
(2.1)
___________________________________________________________________
Jadi pada akhir perjalanan Mary, dia lebih muda daripada John. Paradoks muncul
dari kenyataan bahwa (dengan mengabaikan selang waktu saat Mary bergerak
dipercepat dan diperlambat), Mary berada dalam kerangka inersial, dan selanjutnya
dari prinsip relativitas, Mary dapat mengklaim bahwa Johnlah yang bergerak, bukan
dia. Kalau demikian selang waktu John seharusnya yang mengalami dilatasi, bukan
Mary, sehingga saat Mary kembali, ia menjumpai saudara kembarnya itu lebih
muda daripadanya. Manakah yang benar ?
Untuk menyederhanakan kasus ini, diasumsikan perjalanan Mary terjadi saat
ia lahir (yang juga berarti saat John lahir). Pada saat itu, berarti waktu lokal T = 0
dan posisi X = 0. Selanjutnya akan dibandingkan jarak bumibintang menurut
kedua orang tersebut. Jarak antara bumi dan bintang diukur oleh pengamat yang
stasioner di bumi (John) adalah DJ . Jarak bumi bintang yang diukur oleh Mary
adalah
DM = DJ / .
(2.2)
Perumusan ini disebabkan oleh adanya kontraksi Lorentz. Indeks J dan M berturutturut menunjukkan pengukuran menurut John dan Mary. Akan diukur umur relatif
John dan Mary. Caranya, pertama dengan melakukan penghitungan dalam kerangka
John dan selanjutnya penghitungan dikerjakan dalam kerangka Mary. Nanti akan
ditunjukkan bahwa dua penghitungan tersebut akan memperoleh hasil yang sama.
Kesamaan ini menunjukkan tidak adanya perbedaan antara dua kerangka inersial
yang ditinjau.
Sekarang penghitungan dilakukan dalam kerangka John. Mary menempuh
perjalanan total (menuju bintang dan kembali ke bumi) sejauh 2 DJ dengan
kecepatan V (V saat kembali). Perjalanan bumibintang bolak-baik ini memakan
waktu 2 DJ / V . Transformasi Lorentz untuk waktu memberikan hubungan antara
waktu yang ditunjukkan oleh jam milik John ( TJ ) dan waktu yang ditunjukkan oleh
Mary ( TM ) sebagai
TM = [TJ
VX J
]
c2
(2.3)
___________________________________________________________________
(2.4)
TJ
(2.5)
TJ
(2.6)
Persamaan ini menunjukkan bahwa jam Mary bergerak lebih lambat daripada jam
milik John dengan faktor 1 / . Di sini perlu diingat bahwa
1.
(2.7)
Dengan cara yang sama dapat ditunjukkan pula bahwa hal tersebut berlaku
pula untuk perjalanan Mary pulang ke bumi. Saat kembali ke bumi dengan
kecepatan yang sama, jam milik Mary juga bergerak lebih lambat dari jam milik
John dengan faktor yang sama : 1 / . Maka selama perjalanan total, umur John
adalah
AJ =
2 DJ
,
V
(2.8)
2 DJ 1
.
V
(2.9)
Tampak bahwa umur John lebih besar daripada umur Mary, atau dengan kata lain
dalam kerangka John, saat Mary kembali ke bumi, John lebih tua. Selisih umur
mereka adalah
1 2 DJ
AJ AM = 1
.
V
(2.10)
VX
TJ = TM 2M .
c
(2.11)
Dan dengan penurunan selanjutnya dapat ditunjukkan kaitan untuk selang waktu
masing-masing jam sebagai
TJ =
TM
(2.12)
yang berarti jam milik John bergerak lebih lambat daripada jam milik Mary dengan
faktor 1/. Sekilas nampak adanya paradoks atau kontradiksi dengan ungkapan
sebelumnya yang menyatakan bahwa jam Mary bergerak lebih lambat daripada
John. Namun demikian yang sebenarnya tidak demikian, karena hal ini disebabkan
relativitas khusus menyatakan bahwa kita tidak dapat menghubungkan waktu yang
ditunjukkan oleh jam pada tempat yang berbeda (yang dalam hal ini umur orang
kembar yang terpisah) sampai kemudian kedua orang tersebut bertemu kembali.
Ketika mereka berdua bertemu kembali, baru tampaklah siapa yang lebih tua atau
lebih muda dengan cara membandingkan selang waktu yang ditunjukkan oleh jam
masing-masing.
Menurut Mary, perjalanannya memakan waktu 2 DM / V , sehingga selama
perjalanan, umur Mary adalah
AM =
2 DM
(2.13)
Perlu diingat bahwa telah diasumsikan bahwa waktu untuk mempercepat dan
memperlambat roket telah diabaikan. Karena jam John bergerak lebih lambat
dengan faktor 1/, John berumur
AJ =
2 DM 1
.
V
(2.14)
(2.15)
___________________________________________________________________
TJ = TM 2M .
c
(2.16)
Sesaat setelah ia meninggalkan bintang menuju bumi, relasi antara jam keduanya
adalah
VD
TJ = TM + 2M
c
(2.17)
Dua persamaan terakhir di atas menunjukkan adanya kontradiksi dalam waktu / jam
milik John yang diukur oleh Mary, sesaat setelah Mary berganti keadaan (dari
menuju bintang menjadi meninggalkan bintang. Selisih pengukuran waktu milik
John ini menurut Mary adalah
2VDM 2VDJ
= 2 .
c2
c
(2.18)
Selisih ini terjadi akibat terjadinya perubahan kerangka inersial Mary. Dengan
demikian dalam kerangka Mary, selisih antara umur John dengan Mary adalah
selisih umur yang telah dihitung pada pers. (2.15) ditambah dengan selisih umur
mereka akibat terjadinya perubahan kerangka inersial Mary. Akhirnya selisih umur
Mary dengan John adalah
1 2 DJ 1 2VDJ
2 DJ 1 V 2 2 DJ
AJ AM = 1
+ 2 =
+
.
V 2 c 2 V
c
(2.19)
V2
=1
c2
(2.20)
Karena
1
maka
AJ AM =
1 2 DJ
2 DJ 2 D J
= 1
.
V
V
V
(2.21)
___________________________________________________________________
Ternyata dalam kerangka Mary, selisih umur antara John dan Mary juga sama
seperti yang telah dihitung pada kerangka John. Dari dua penghitungan tersebut
ditunjukkan bahwa setelah kembali ke bumi, Mary yang menempuh perjalanan
berusia lebih muda daripada saudara kembarnya, John.
2.2
(2.22)
(2.23)
atau
___________________________________________________________________
d
mc = mg
dt
(2.24)
V
1
=
dan =
.
c
1 2
(2.25)
dengan
(2.26)
1
V0
0 =
dan 0 =
.
c
1 02
(2.27)
dengan
x = 0 0 cos
(2.28)
y = 0 0 sin
(2.29)
dan
dengan
gt
.
c
(2.30)
1
1 x2 y2
(2.31)
x =
y =
0 0 cos
02 (2 0 0 sin ) + 2
0 0 sin
02 (2 0 0 sin ) + 2
(2.32)
(2.33)
dan
___________________________________________________________________
= 02 (2 0 0 sin ) + 2 .
(2.34)
02 (2 0 0 sin ) + 2 + 0 0 sin
c 2 0 0 cos
x=
ln
g
0 (1 0 sin )
(2.35)
dan
c2
y=
0 02 (2 0 0 sin ) + 2 .
g
(2.36)
(2.37)
x=
c2
0 cos = v0 cos t
g
(2.38)
dan
y=
c2
c2
1
0 sin 2 = v0 sin t gt 2 .
g
2g
2
(2.39)
x = 0 cos = konstan.
(2.40)
= 02 2 0 0 + 2
y =
(2.41)
0 0
02
2 0 0 +
(2.42)
dan
y=
c2
0 02 2 0 0 + 2
g
(2.43)
y = 0
(2.44)
= 0 0 sin .
(2.45)
ymax
c2
= 0 1 1 02 sin 2 .
g
(2.46)
c2
( 0 1)
g
(2.47)
Untuk = / 2 , berarti
ymax =
ymax =
v02
.
2g
(2.48)
Hasil di atas sama dengan hasil tinggi maksimum partikel yang ditembakkan tegak
lurus ke atas dengan kecepatan awal v0 dalam medan gravitasi g.
Sementara itu jarak maksimum pada arah x positif, dalam hal ini y = 0
sehingga dari pers. (2.36) diperoleh
= 2 0 0 sin .
(2.49)
xmax =
c 2 0 0 cos 1 + 0 sin
ln
.
g
1 0 sin
(2.50)
Dari persamaan di atas, tampak bahwa xmax merupakan fungsi 0 dan . Nilai
maksimum xmax untuk 0 tertentu dapat dicari dengan menurunkan persamaan di
atas ke kemudian hasilnya diisikan sama dengan nol. Hasilnya nilai max yang
menyebabkan xmax diberikan oleh persamaan berikut
sin max ln
(2.51)
Ternyata nilai max yang menyebabkan xmax masih merupakan fungsi kecepatan
zarah 0 . Limit nonrelativistik untuk ymax dan xmax adalah
ymax =
v02 sin 2
2g
(2.52)
dan
___________________________________________________________________
xmax =
v02 sin 2
.
g
(2.53)
d
mc = mg .
dt
(2.54)
Dengan memilih
g = g j
(2.55)
(2.56)
(2.57)
dan
d
mc y = mg .
dt
x = 0 0 cos .
(2.58)
1
1 x2 y2
(2.59)
diperoleh
+ 2 2
= ln
+ 2 2
2 2
0
0
(2.60)
dengan
2 = 02 (1 02 sin 2 ) .
(2.61)
0 1 + 0 sin
2
+ e (1 0 sin ) .
(2.62)
___________________________________________________________________
x =
[e
2 0 cos
.
(1 + 0 sin ) + e (1 0 sin )
(2.63)
y =
e (1 + 0 sin ) e (1 0 sin )
.
e (1 + 0 sin ) + e (1 0 sin )
(2.64)
0 cos
2c 2
g 1 2 sin 2
0
1 1 0 sin
tan e
1 + 0 sin
tan 1 1 0 sin
1 + sin
0
, (2.65)
dan
y=
c 2 e (1 + 0 sin ) + e (1 0 sin )
ln
.
2
g
(2.66)
Seperti halnya pada telaah di atas, untuk 0 dan kecil, pers. (2.63)(2.66)
tereduksi ke bentuk limit nonrelativistik berikut :
v x = v 0 cos
(2.67)
v y = v0 sin gt
(2.68)
x = v0 cos t
(2.69)
y = v0 sin t 12 gt 2 .
(2.70)
dan
[e
2
y =
(1 + 0 ) + e (1 0 )
e (1 + 0 ) e (1 0 )
e (1 + 0 ) + e (1 0 )
x=0
(2.71)
(2.72)
(2.73)
dan
___________________________________________________________________
c 2 e (1 + 0 ) + e (1 0 )
y = ln
.
g
2
(2.74)
(2.75)
y = v0t 12 gt 2 .
(2.76)
dan
y = 0
(2.77)
1 + 0 sin
= 12 ln
.
1 0 sin
(2.78)
ymax =
c2
ln(1 02 sin 2 )
2g
(2.79)
ymax =
c2
ln( 0 )
g
(2.80)
ymax =
v02
.
2g
(2.81)
Jangkauan partikel maksimum pada arah sumbu x atau xmax dapat diperoleh
dengan mengisikan
y=0
(2.82)
1 + 0 sin
.
1 0 sin
= ln
(2.83)
___________________________________________________________________
xmax =
0 cos
2c 2
g 1 2 sin 2
0
1 1 + 0 sin
tan
1 0 sin
tan 1 1 0 sin
1 + sin
0
(2.84)
Kembali di sini xmax adalah fungsi 0 dan . Untuk nilai 0 tertentu, nilai
xmax dapat diperoleh sehingga untuk kondisi tersebut nilai sudut proyeksi max
adalah solusi persamaan berikut :
1 + 0 sin
sin max tan 1
1 0 sin
tan 1 1 0 sin
1 + sin
0
(2.85)
ymax =
v02 sin 2
2g
(2.86)
xmax =
v02 sin 2
.
g
(2.87)
dan
Selanjutnya ditinjau gerak sebuah partikel pada dua dimensi (x, y) yang
memiliki momentum awal p0 dalam arah sumbu x yang dikenai gaya konstan f
sepanjang sumbu y. Akan dicari bagaimanakah trayektori partikel tersebut secara
relativistik. Dimulai dari persamaan gerak zarah
dp
=F
dt
untuk mana komponen-komponen gaya F adalah
(2.88)
Fx = 0 =
dp x
dt
(2.89)
Fy = f =
dp y
dan
dt
(2.90)
(2.91)
dan
___________________________________________________________________
f t = py
(2.92)
(2.93)
dan
E 2 = p 2 c 2 + m 2 c 4 = f 2 c 2t 2 + p02 c 2 + m 2 c 4 .
(2.94)
Untuk mengolah kedua hasil di atas lebih lanjut, hubungan antara momentum,
energi dan kecepatan relativistik dapat dituliskan sebagai
p = mv = (mc 2 / c 2 ) v = Ev / c 2
(2.95)
atau
c2
v= p
E
(2.96)
vx =
dx
=
dt
vy =
dy
=
dt
c 2 p0
(2.97)
f 2 c 2t 2 + p02 c 2 + m 2 c 4
dan
Fc 2t
F 2 c 2t 2 + p02 c 2 + m 2 c 4
(2.98)
fct =
p02 c 2 + m 2 c 4 sinh u
(2.99)
sehingga
dt =
p02 c 2 + m 2 c 4
cosh u du .
cf
(2.101)
Jadi
dx =
c 2 p0
cosh u p02 c 2 + m 2c 4
p02 c 2 + m 2 c 4
cp0
cosh u du =
du
cf
f
(2.102)
___________________________________________________________________
x=
cp0
u + C.
f
(2.103)
(2.104)
u=
f
x
cp0
(2.105)
t=
p02 c 2 + m 2 c 4
f x
.
sinh
cf
cp
0
(2.106)
dy dy / dt v y
f
=
=
=
t=
dx dx / dt v x p0
p02 c 2 + m 2 c 4
f x
sinh
cp0
cp0
(2.107)
sehingga
y ( x) =
p02 c 2 + m 2 c 4
f x
+ C .
cosh
f
cp0
(2.108)
y ( x = 0) = 0
(2.109)
maka
C=
p02 c 2 + m 2 c 4
f
(2.110)
sehingga
y ( x) =
p02 c 2 + m 2 c 4
f x
1
cosh
f
cp
0
(2.111)
Jadi persamaan trayektori partikel tersebut berbentuk kurva cosinus hiperbolik yang
melalui titik (0, 0).
Adapun jika ingin dicari kaitan y sebagai fungsi t, dapat digunakan identitas
dalam trigonometri hiperbolik :
cosh u = 1 + sinh 2 u
(2.112)
___________________________________________________________________
sehingga dengan menggunakan pers. (2.112), bentuk pers. (2.111) dapat ditulis
menjadi
p02 c 2 + m 2 c 4
1
+
y (t ) =
p02 c 2 + m 2 c 4 p02 c 2 + m 2 c 4 + c 2 f 2t 2
1
f
p02 c 2 + m 2 c 4
cf t
1
p02 c 2 + m 2 c 4
1
f
p02 c 2 + m 2 c 4 + c 2 f 2t 2
p02 c 2 + m 2 c 4 .
(2.113)
cp0
cf t
sinh 1
p 2c 2 + m 2c 4
f
0
(2.114)
(2.115)
sinh u =
1
(e u e u ) 1
u2
u2
= 1 + u +
+ ... 1 u +
... (2u ) = u
2
2
2
2
2
(2.116)
serta mengingat
m 2 c 2 + p02 c 2 mc 2
(2.117)
mc 2 f x m x
=
cf cp0
p0
(2.118)
p0
t = v0 t
m
(2.119)
maka
t
atau
x(t ) =
dengan v0 adalah kecepatan awal partikel pada arah sumbu x. Gerak yang diberikan
oleh persamaan di atas melukiskan gerak lurus beraturan (GLB) yang tak memiliki
percepatan.
___________________________________________________________________
(2.120)
dalam bentuk
y (t ) =
1 2
2 2
2 2 2
2 4
mc 1 + ( p0 c + c f t ) / m c
f
1/ 2
mc 2 1 + p02 c 2 / m 2 c 4
1
mc 2 1 + ( p02 c 2 + c 2 f 2t 2 ) / 2m 2 c 4 mc 2 1 + p02 c 2 / 2m 2 c 4
f
f 2
t =
2m
1
2
1/ 2
])
at 2
(2.121)
dengan a adalah percepatan ke arah sumbu y yang besarnya sama dengan gaya ke
arah sumbu y dibagi massa partikel. Gerak yang diberikan oleh persamaan di atas
melukiskan gerak lurus berubah beraturan (GLBB) dengan percepatan a searah
sumbu y.
Dari dua persamaan di atas, hubungan non-relativistik antara y dan x dapat
dituliskan sebagai
y=
fm 2
a
x = 2 x2 .
2
2 p0
2v0
(2.122)
Hubungan di atas dapat pula dicari dari rumus (2.111) yang untuk gerak nonrelativistik berlaku
f x
<< 1
cp0
(2.123)
e u + e u 1
u2
u2
cosh u =
=
1+ u +
+ ... + 1 u +
+ ... 1 + 12 u 2
2
2
2
2
(2.124)
(2.125)
___________________________________________________________________
(2.127)
dan
= = (1 v 2 / c 2 ) 1 / 2
dan untuk gerakan zarah yang lurus maka v // n // a , sehingga
a + 1 1 a
a
a' = a 0 = 2
=
(1 v v / c 2 )3 (1 v 2 / c 2 ) 3 / 2
(2.128)
(2.129)
dt
dt
1
1
=
=
=
.
2
2
2
dt ' dt 0 (1 v / c ) (1 v / c 2 )1 / 2
(2.130)
Jadi :
v (t )
v (t )
dt
1
t = dt =
dv = dv
dv
a
t =0
v =0
v=0
1
=
a0
v (t )
dv
v
=
2 3/ 2
(1 v / c )
a0 1 v 2 / c 2
v =0
(2.131)
___________________________________________________________________
tm =
vm
a0 1 vm2 / c 2
(2.132)
Sementara itu
t0 =
t0
t0 =
t0 =0
c
=
2 a0
1 v 2 / c 2 dt =
t =0
1
a0
v (t )
dv
2
2
v =0 1 v / c
v(t )
1
c
c+v
1
+
ln
.
dv =
1 v / c 1+ v / c
2a0 c v
v =0
(2.133)
2.3
c + vm
c
ln
.
2 a 0 c vm
(2.134)
Efek Compton
Dalam percobaannya pada tahun 1927, Compton telah menemukan bahwa
'
e
Gambar. 2.2 Hamburan Compton
___________________________________________________________________
p 2 + m 2c 4 .
h h '
=
cos + p cos
c
c
(2.135)
h '
sin p sin
c
(2.136)
0=
Sedangkan hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi awal sama dengan
energi akhir, maka
h = h ' + K
(2.137)
(2.138)
(2.139)
dan
(2.140)
E = mc 2 + K
(2.141)
dan
E 2 = ( pc) 2 + (mc 2 ) 2
(2.142)
sehingga
___________________________________________________________________
( pc) 2 = K 2 + 2 Kmc 2 .
(2.143)
(2.144)
(2.145)
(2.146)
yang jika masing-masing ruas dibagi dengan 2h ' mc yang kemudian dilakukan
pengaturan ruas, akhirnya diperoleh
' = +
h
(1 cos ) .
mc
(2.147)
Rumus di atas diturunkan dengan menggunakan dua asas yaitu asas kekekalan
momentum dan kekekalan energi. Padahal keduanya dapat disatukan dalam vektor
momentum4. Karena itu perumusan efek Compton dapat pula diturunkan dengan
menggunakan notasi kovarian vektor momentum4.
Ditinjau sebuah foton dengan frekuensi awal atau frekeuensi sudut .
Energi foton tersebut adalah E = h sedang vektor momentum3 foton adalah
p = k dengan k = / c adalah vektor bilangan gelombang dan adalah vektor
frekuensi sudut. Momentum4 kovarian foton awal tersebut adalah
P = ( E / c, p ) = (h / c, k ) .
(2.148)
(2.149)
P ' = ( E ' / c, p ' ) = (h ' / c, k ' ) .
(2.150)
P ' = ( h ' / c , k ' ) .
(2.151)
dan
___________________________________________________________________
Untuk elektron awal e yang berada dalam keadaan rehat, momentum4 awal
kovarian dan kontravarian berturut-turut adalah
Pe = ( Ee / c, p e ) = (mc,0)
(2.152)
dan
P e = (mc,0) .
(2.153)
Pe ' = ( Ee' / c, p e ' ) = ( p 2 + m 2 c 2 , p)
(2.154)
dan
P
e'
= ( p 2 + m 2 c 2 , p ) .
(2.155)
(2.156)
dan
P + P e = P ' + P
e'
(2.157)
(2.158)
P + P e P ' = P e'
(2.159)
dan
P P + P P e P P ' + Pe P + Pe P
(2.160)
Mengingat
h 2 2 (2 ) 2
P P = (h / c) 2 ( k ) 2 = 2
=0,
2
P P e =
h
hmc
mc + 0 =
c
(2.161)
(2.162)
___________________________________________________________________
P P ' =
' kk ' cos
h h '
2k k ' = h 2 2
c c
(2 ) 2
c
Pe P = mc
h2
=
(1 cos )
'
(2.163)
h
hmc
+0=
c
(2.164)
Pe P e = (mc)(mc) + 0 = m 2 c 2 ,
Pe P ' = mc
P ' P
h '
hmc
+0=
c
'
' kk ' cos
h ' h
=
2k k ' = h 2 2
c c
(2 ) 2
c
P ' P e =
(2.165)
(2.166)
h2
=
(1 cos )
'
h '
hmc
mc + 0 =
c
'
(2.167)
(2.168)
h 2 2 (2 ) 2
P ' P ' = (h ' / c) 2 ( k ' ) 2 = 2
= 0,
'
'2
Pe ' P e ' = (p 2 + m 2 c 2 ) p 2 = m 2 c 2 ,
(2.169)
(2.170)
maka
0 +
hmc
h2
'
(1 cos )
hmc
+ m 2c 2
hmc
h2
(1 cos ) hmc + 0 =
'
'
'
m2c 2
atau
2
1 1 2h
2hmc =
(1 cos ) .
' '
(2.171)
'
2hmc
, diperoleh
' =
h
(1 cos ) .
mc
(2.172)
hc
(2.173)
___________________________________________________________________
dan
Ee = mc 2 .
(2.174)
hc
hc
=
' + (h / mc)(1 cos )
(2.175)
hc
+ mc 2
hc
.
+ 0 (1 cos )
(2.176)
Dari nilai energi tersebut, tenaga kinetik elektron yang terpental tersebut adalah
energi elektron dikurangi energi rehatnya yang bernilai
Te ' =
hc 0 (1 cos )
hc
1
1
=
.
1 + (0 / )(1 cos )
+ 0 (1 cos )
(2.177)
h
sin = pe ' sin .
'
(2.178)
1
1
pe ' =
Ee2' m 2 c 4 =
c
c
2 hc
hc
mc +
m 2 c 4
+ 0 (1 cos )
1
=
c
2 hc 0 (1 cos )
2 4
mc +
m c
+ 0 (1 cos )
(2.179)
sin =
hc sin
2 2
(2.180)
___________________________________________________________________
sin = 2 sin
cos
dan
1 cos = 2 sin 2
(2.181)
sin =
cos( / 2)
(2.182)
___________________________________________________________________
1.
2.
(a)
(b)
3.
t=
4.
x x + 3a
.
a 3c
5.
___________________________________________________________________
(v1 v2 ) 2 (v1 v2 ) 2 / c 2
.
(1 v1 .v2 / c 2 ) 2
7.
Tunjukkan bahwa sebuah benda yang bergerak lurus di bawah pengaruh gaya
konstan dan gaya gesekan Fg = kv 2 yang sebanding dengan pangkat dua
kecepatan,
v(t ) = v L
mempunyai
kecepatan
pada
saat
sebesar
8.
1 1 1 1 + 1 1 1 1 + 2
ln
ln
1 2 1 1 2 2 1 2
dengan
1 = (1 v12 / c 2 ) 1/ 2
dan
2 = (1 v 22 / c 2 ) 1 / 2 .
Tentukan pula nilai x jika v 2 = 0 .
___________________________________________________________________
9.
___________________________________________________________________
61
BAB III
ANALISIS TENSOR DAN
TEORI RELATIVITAS UMUM
Untuk setiap sistem fisis, setiap hukum yang menghubungkan besaran fisis
tidak akan bergantung kepada pemilihan sistem koordinat. Hal ini berarti,
persamaan gerak sistem (baik zarah maupun medan) akan memiliki bentuk yang
tetap (tidak berubah) di dalam semua sistem koordinat. Persamaan yang tidak
berubah bentuknya terhadap transformasi koordinat dikatakan memiliki sifat
kovarian terhadap transformasi tersebut. Sifat inilah yang menyebabkan tensor
banyak digunakan untuk menelaah suatu sistem fisis.
Tensor adalah besaran yang merupakan perluasan dari vektor, seperti halnya
vektor merupakan perluasan dari besaran skalar. Tensor memiliki komponenkomponen seperti halnya vektor. Besaran vektor sangat penting di dalam fisikan
karena ia menyatakan objek dengan kaedah-kaedah yang tetap sama meskipun
kerangka acuan yang dipilih berubah-ubah. Perubahan kerangka acuan memang
menyebabkan nilai komponen tensor berubah pula, namun kaedah-kaedah yang
berlaku bagi komponen tensor tetap tidak berubah.
Teori Relativitas Umum adalah salah satu teori fisika modern yang cukup
besar peranannya dalam menerangkan struktur ruang-waktu dan jagad raya. Teori
ini adalah teori yang indah, memiliki daya pikat ramalan terhadap gejala alam
yang cukup menarik, namun memiliki persyaratan matematik berupa analisis
tensor. Karena itulah dalam hand out ini akan disajikan analisis tensor sebagai
jembatan untuk memahami teori relativitas umum.
3.1
gravitasi Einstein. Dimulai dari penjelasan tentang skalar, vektor, dan tensor,
dilanjutkan dengan analisis ruang Riemann, hingga pada penurunan rumus-rumus
tensor.
__________________________________________________________________
62
(3.1)
(3.2)
Akan ditinjau tiga perangkat besaran yang memiliki sifat tertentu pada perubahan
sistem koordinat tersebut, yaitu skalar, vektor dan tensor.
Misalkan ada sebuah perangkat besaran fisis yang memiliki nilai V di K dan
nilai V di K . Jika
V =V
(3.3)
yaitu V bersifat invarian, maka besaran tersebut dinamakan skalar. Contoh besaran
skalar adalah laju cahaya di ruang-waktu datar vakum dan muatan listrik.
Misalkan terdapat seperangkat N besaran A ( = 1, 2, , N ) yang
nilainya ditentukan oleh N bilangan. Di K, besaran tersebut memiliki komponen
( A1 , A2 ,..., A N )
(3.4)
(3.5)
x N
A = x A
=1 x
=1
(3.6)
A =
(3.7)
(3.8)
__________________________________________________________________
63
N
x
A
=
x A
=1 x
=1
N
A =
(3.9)
kovarian. Karena jumlah rank tensor lebih dari satu maka dimungkinkan terdapat
indeks yang terletak di atas dan di bawah. Tensor seperti ini dinamakan tensor
campuran. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa vektor dan skalar tak lain
merupakan tensor rank1 dan rank0.
Persamaan transformasi untuk tensor kontravarian serupa dengan bentuk
produk (3.2) yaitu
B =
x x
B .
, =1 x x
N
(3.10)
x x
=
B .
, =1 x x
N
(3.11)
B =
x x
B .
, =1 x x
N
(3.12)
Pers. (3.10), (3.11) dan (3.12) dapat dikembangkan untuk tensor dengan peringkat
yang lebih tinggi.
Selanjutnya untuk mempersingkat penulisan akan digunakan kesepakatan
penjumlahan Einstein meliputi indeks berulang yang menyatakan bahwa jika di
__________________________________________________________________
64
dalam sebuah bentuk terdapat sepasang indeks yang sama dengan salah satu
terletak di atas dan yang lainnya di bawah, maka penjumlahan harus dilakukan
terhadap bentuk tersebut meliputi jangkauan indeks berulang tersebut. Jadi dari
pers. (3.1) sampai dengan (3.12), tanda tidak perlu dituliskan. Namun jika
bentuk yang memuat indeks berulang tersebut tidak ingin dijumlahkan, hal
tersebut harus ditegaskan secara eksplisit.
3.2
1.
Kombinasi linear
Berlaku jika tensor-tensor tersebut memiliki jenis yang sama seperti
aA
+ bB
= cC
.
(3.13)
Adapun bentuk aA
+ bB tidak didefinisikan.
2.
Perkalian luar
Terhadap dua tensor atau lebih yang memiliki indeks yang berbeda, dapat
dilakukan perkalian luar seperti
A B = C
.
3.
(3.14)
Kontraksi
Proses menyamakan sepasang atau lebih pasangan indeks kovarian dan
kontravarian, seperti
kontraksi ( , )
C
C
= C
(3.15)
Perkalian dalam
Proses ini dilakukan terhadap tensor sehingga faktor-faktornya memiliki
sepasang indeks sekutu atau lebih seperti
A B = C .
5.
(3.16)
Hukum pembagian
__________________________________________________________________
65
3.3
(3.17)
(3.18)
ds 2 = d 2 + 2 d 2 + dz 2 .
(3.19)
y
x
= x 2 + y 2 , = arctan , z = z
(3.20)
__________________________________________________________________
66
(3.21)
Adapun contoh ruangwaktu lengkung empat dimensi adalah apa yang dinamakan
dengan ruang bermetrik Schwarzschild untuk mana kuadrat elemen garisnya
berbentuk
r
ds 2 = 1 S
r
2 rS
2
2
2
2
2
dt + 1 dr + r (d + sin d ) .
r
(3.22)
2.
3.
Garis penghubung terpendek antara dua titik tidak berbentuk garis lurus
melainkan garis lengkung.
4.
5.
Gambar 3.1.
Gambar 3.1
Ruang datar (kiri) dan ruang lengkung dua dimensi (kanan)
__________________________________________________________________
67
3.4
Tensor Metrik
Ditinjau dua buah titik x dan x + dx di dalam ruang sembarang
(3.23)
dengan , = 1, 2, , N dan
g11
g = det g =
g N1
(3.24)
g N 1 g NN
ds 2 disebut kuadrat elemen jarak dan g adalah tensor metrik kovarian.
Hubungan antara tensor metrik g dalam kerangka K dan g dalam
kerangka K adalah
g =
x x
g
x x
(3.25)
ds 2 =
1
2
(( g + g ) + ( g g ) ) dx dx
(3.26)
Dengan mengambil
( g g ) dx dx = 0
(3.27)
maka
g = g
(3.28)
ds 2 = g
dx dx 2
dt
dt dt
(3.29)
dx dx
s = g
dt
dt
t1
t2
dt .
(3.30)
__________________________________________________________________
68
(3.31)
dengan adalah delta Kronecker. Jadi untuk mendapatkan tensor metrik metrik
kontravarian g dapat digunakan rumus
g =
kofaktor g
g
(3.32)
dengan
kofaktor g = (1) + minor g .
(3.33)
A = g A
(3.34)
A = g A .
(3.35)
dan
Perumusan di atas dapat diperluas untuk tensor, seperti jika akan ditentukan suatu
besaran skalar B dari tensor kontravarian rank2 B maka berlaku persamaan
B = g B
3.5
(3.36)
Turunan Kovarian
Ditinjau persamaan transformasi untuk vektor berikut
A =
x
A .
x
(3.37)
A = ( x ) A + ( x )( A )
(3.38)
yang bukan merupakan tensor. Karena itu perlu dicari cara untuk membentuk
tensor dengan menggunakan turunan parsial tersebut. Untuk itu didefinisikan
lambang Christoffel sebagai berikut :
__________________________________________________________________
69
1.
[ , ] =
2.
1
2
( g + g + g ) .
(3.39)
= = g [ , ].
(3.40)
(3.41)
A ; = A
A
(3.42)
2.
3.
(3.43)
(3.44)
3.6
(3.45)
A ; = A
A
(3.46)
__________________________________________________________________
70
A ; = A ;
A ;
A ;
(3.47)
A ; = A
A
A
A
A
A (3.48)
A ; = A
A
A
A
A
A (3.49)
A ; A ; =
+
(3.50)
A ; A ; = R
A
(3.51)
dengan R
adala tensor Riemann-Christoffel yang dirumuskan sebagai
R
=
+
(3.52)
Pada ruang Euclid selalu dapat dipilih suatu sistem koordinat dengan
R = g R
.
(3.53)
Kontraksi R
teradap indeks ( , ) menghasilkan tensor Ricci R
R = R =
+
(3.54)
__________________________________________________________________
71
R = g R
(3.55)
G = R 12 g R
(3.56)
G = R 12 g R g
3.7
(3.57)
Persamaan Geodesik
Ditinjau dalam ruang dua titik x dan x + dx . Menurut pers. (3.30), jarak
dx dx
s12 = g
dt
dt
t1
t2
dt =
t2
F dt
(3.58)
t1
Syarat stasioner bagi jarak kedua titik itu agar s12 bernilai ekstrem akan
dipenuhi jika
t2
s12 = F dt = 0 .
(3.59)
t1
dengan s12 adalah variasi dari s12 . Bentuk (3.59) merupakan integral aksi fungsi
Lagrange
Lagrange berikut
d F
dt x
x = 0
(3.60)
maka
d 1 F
dt 2 F x
1 F
1 d F
2 F dt x
2 F x
1 F dF
F
= 0 (3.61)
2 F x dt
x
Di sini t dapat diambil sama dengan jarak s12 sepanjang kurva lintasan. Untuk
kasus ini karena s parameter sembarang maka
dF
dx
dx dx
= 0, x =
, F = g
ds
ds
ds ds
(3.62)
__________________________________________________________________
72
sehingga diperoleh
F
= 2 g x
(3.63)
g
F
= x x
.
x
x
(3.64)
dan
g dx dx g dx dx
d F F
d 2 x
= 2 g
+2
=0
ds x x
ds 2
x ds ds
x ds ds
(3.65)
d 2 x
dx dx
+
=0.
ds ds
ds 2
(3.66)
Gambar 3.2
Lintasan lengkung dalam ruang lengkung
3.8
tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga hukum gerak yaitu mekanika Newton,
relativitas khusus dan gravitasi newton. Mekanika Newton sangat berhasil di
dalam menerangkan sifat gerak benda berkelajuan rendah. Namun mekanikan ini
gagal untuk benda yang kelanjuannya mendekati laju cahaya. Di samping itu,
__________________________________________________________________
73
2.
Kelajuan cahaya di dalam ruang hampa bernilai tetap (invarian) dan tidak
bergantung pada gerak sumber maupun pengamat.
Asas kedua di atas merupakan tulang punggung TRK Einstein. Tanpa adanya
pernyataan kedua tersebut, tidak ada TRK Einstein, yang ada hanyalah teori
relativitas klasik (Newton-Galilei).
Teori Relativitas Khusus Einstein berhasil menerangkan fenomena benda
saat melaju mendekati laju cahaya. Di samping itu TRK berhasil merumuskan
kekovarianan persamaan Maxwell di sebarang kerangka inersial dengan
menggunakan transformasi Lorentz sebagai pengganti transformasi Galilei. Teori
ini juga lebih lengkap daripada mekanika Newton, karena untuk gerak dengan
kelajuan rendah, mekanika relativistik tereduksi menjadi mekanika Newton. Salah
satu implikasi teori ini adalah ungkapan tidak ada benda atau sinyal yang dapat
bergerak lebih cepat daripada cahaya.
Hukum yang ketiga adalah gravitasi Newton. Hukum ini berlaku pada
medan gravitasi lemah. Besarnya gaya gravitasi antara dua benda masing-masing
bermassa m1 dan m2 yang dipisah oleh jarak sejauh r adalah
F = (Gm1m2 )(r / r 3 )
(3.67)
dengan G adalah tetapan gravitasi universal. Tanda minus pada persamaan di atas
menunjukkan bahwa gaya gravitasi bersifat tarik-menarik.
Hukum gravitasi Newton berhasil menerangkan fenomena gerak bendabenda langit yang dipengaruhi oleh interaksi gravitasi antar benda-benda tersebut
dengan ketelitian tinggi. Namun sayangnya, hukum ini tidak konsisten dengan
TRK. Jika sebuah benda digerakkan maka gaya gravitasi benda tersebut terhadap
benda lain akan berubah dalam sekejap, atau terjadi aksi spontan. Dengan kata
__________________________________________________________________
74
lain, efek gravitasi haruslah merambat dengan kelajuan takhingga, sesuatu yang
bertentangan dengan TRK.
Einstein berkali-kali mencoba merumuskan teori gravitasi yang konsisten /
kompatibel dengan Teori Relativitas Khusus. Upayanya di tahun 1915
menghasilkan Teori Relativitas Umum (TRU). Ia mengemukakan saran yang
cukup revolusioner bahwa gravitasi bukanlah seperti gaya-gaya yang lain, namun
gravitasi merupakan efek dari kelengkungan ruang-waktu karena adanya
penyebaran massa dan energi di dalam ruang-waktu tersebut. Teori Relativitas
Umum ini dibangun di atas dua asas, yaitu pertama, asas kesetaraan (principle of
equivalence) dan kedua, kovariansi umum (general covariance) (Krane, 1992 ;
Weinberg, 1972).
Untuk menjelaskan asas kesetaraan ini perlu diberikan penggambaran
sebagai berikut (Krane, 1992). Misalnya seorang astronot berada di dalam roket
yang masih berada pada landasannya di permukaan bumi. Sebuah benda yang
dilepaskan teramati jatuh ke bawah dengan percepatan g = 9,8 m/s2 (Gambar 3.3a).
Kemudian diandaikan roket tersebut berada di ruang angkasa dengan medan
gravitasi amat kecil sehingga dapat diabaikan. Mesin peluncur kemudian
dinyalakan sehingga memberikan percepatan yang dikendalikan tepat sebesar g =
9,8 m/s2. Sekali lagi benda tersebut dilepaskan. Maka benda tersebut akan
meluncur ke bawah dengan percepatan a
menggunakan
hasil
percobaan
angan-angan
itu
untuk
mengemukakan asas kesetaraan yang berbunyi, Tidak ada percobaan yang dapat
dilakukan dalam daerah kecil (lokal) yang dapat membedakan medan gravitasi
dengan sistem dipercepat yang setara. Pernyataan daerah kecil ini perlu
disebutkan karena alasan berikut. Seandainya kita melepaskan dua benda yang
terpisah sejauh jarak kecil r, maka di dekat permukaan bumi setiap benda bergerak
sepanjang lintasan jari-jari menuju pusat bumi sehingga kedua benda tersebut
makin lama makin dekat. Namun jika lebar roket cukup kecil, perbedaannya tidak
akan teramati. Hal ini persis seperti percobaan di dalam roket yang meluncur di
ruang angkasa yang dilepaskan dengan percepatan tertentu (Krane, 1992).
__________________________________________________________________
75
d2y
= mG g .
dt 2
(3.68)
(3.69)
__________________________________________________________________
76
mI
d 2 y'
+ m I g = mG g
dt ' 2
(3.70)
d 2 y'
m 2 =0
dt '
(3.71)
Dengan demikian kita dapat memilih kerangka acuan inersial ( y ' , t ' ) untuk
menghilangkan efek gravitasi pada kerangka (y, t). Atau dengan kata lain,
kerangka (y, t) adalah kerangka dipercepat dengan percepatan sebesar g terhadap
kerangka inersial ( y ' , t ' ) pada daerah tanpa medan gravitasi. Contoh penerapan
persamaan di atas adalah bahwa sebuah sistem pengamatan jatuh bebas dalam
medan gravitasi bumi seperti misalnya sebuah elevator yang kabel gantungnya
putus adalah kerangka inersial lokal. Seorang pengamat dalam elevator tersebut
dapat melepaskan sebuah benda dari keadaan rehat (dalam kerangka pengamat)
dan akan mendapati bahwa benda tersebut tetap rehat. Kesimpulannya adalah
hukum gerak pada kerangka inersial dalam daerah tanpa medan gravitasi sama
dengan hukum gerak pada kerangka jatuh bebas di dalam medan gravitasi.
Sebenarnya medan gravitasi nyata tidaklah sepenuhnya sama dengan medan
gravitasi yang setara dengan kerangka dipercepat. Pada tempat yang jauh dari
sumber, medan gravitasi nyata selalu lenyap, sementara medan gravitasi yang
setara dengan suatu kerangka dipercepat selalu memiliki nilai tertentu. Sebaliknya
medan gravitasi yang setara dengan kerangka dipercepat akan segera lenyap begitu
percepatan kerangka dilenyapkan. Sedangkan medan gravitasi nyata tidak dapat
dihilangkan oleh pemilihan kerangka acuan manapun.
Berkait dengan elevator yang jatuh bebas tersebut sebenarnya terdaat
takhingga banyakbya kerangka acuan inersial. Kemudian kita dapat menggunakan
transformasi Lorentz untuk mengaitkan kerangka-kerangka inersial tersebut.
Dengan kata lain, hukum alam yang berlaku pada kerangka inersial menurut asas
kovariansi TRK, harus pula berlaku pada kerangka tak-inersial (seperti kerangka
jatuh bebas dalam medan gravitasi). Inilah yang dimaksud dengan asas kovariansi
umum yang berbunyi, Hukum alam harus memiliki bentuk yang tetap terhadap
sebarang pemilihan transformasi koordinat.
__________________________________________________________________
77
Implikasi penerapan asas ini akan menuntun kita kepada beberapa ramalan
yang mengbah cara pandang kita tentang ruang-waktu (Krane, 1992). Andaikata
seberkas cahaya ditembakkan menembus roket dari sebuah sumber yang rehat
dalam ruang dengan medan gravitasi yang dapat diabaikan (Gambar 3.4a). Jika
roket dalam keadaan rehat terhadap sumber, lintasan berkas cahaya dalam roket
menurut pengamat di dalam roket akan berbentuk garis lurus. Kemudian roket
tersebut bergerak dengan laju tetap terhadap sumber dengan arah tegak lurus pada
arah rambat cahaya (Gambar 3.4b). Pengamat di dalam roket tersebut akan melihat
lintasan cahaya di dalam roket berupa garis lurus miring yang membentuk sudut
v/c (v << c) terhadap arah horisontal. Jika roket tersebut mengalami percepatan,
maka v akan selalu berubah sehingga v/c juga selalu berubah (Gambar 3.4c).
Pengamat dalam roket tersebut akan melihat berkas cahaya melintasi suatu lintasan
lengkung.
Jika asas kesetaraan benar, perilaku berkas cahaya dalam roket yang
dipercepat haruslah sama seperti dalam medan gravitasi. Berarti, berkas cahaya
harus pula menempuh lintasan lengkung dalam medan gravitasi.
Gambar 3.4 (a) Roket dalam keadaan rehat terhadap sumber cahaya
(b) Roket bergerak dengan laju v konstan (c) Roket bergerak
dipercepat dengan percepatan a konstan
Berkas cahaya memiliki tempat khusus dalam pemahaman kita tentang
ruang-waktu karena cahaya harus melintasi lintasan terpendek dan selangsung
mungkin antara dua titik dalam ruang. Jika tidak demikian, ada kemungkinan
__________________________________________________________________
78
terdapat benda lain yang menempuh kedua titik tadi dalam selang waktu yang
lebih singkat, yang dengan demikian lebih cepat dari cahaya, dan hal ini
bertentangan dengan relativitas khusus. Jika berkas cahaya menempuh lintasan
lengkung sebagai lintasan terpendek antara dua titik dalam ruang, maka ruang itu
tentulah lengkung, serta penyebab kelengkungannya adalah medan gravitasi.
Karena medan gravitasi ditimbulkan oleh materi, diperoleh kesimpulan bahwa
kelengkungan ruang-waktu terjadi karena adanya penyebaran materi di dalam
ruang-waktu tersebut. Jika materi tersebut dilenyapkan, ruang-waktu menjadi
datar.
Lintasan terpendek yang menghubungkan dua buah titik dalam geometri
lengkung disebut geodesik. Dalam ruang datar, lintasan geodesiknya adalh garis
lurus, sedangkan pada permukaan bola, lintasannya berupa busur lingkaran besar.
Penegertian tersebut akan lebih mudah dipahami dengan contoh berikut. Sebuah
batu di atas bumi akan jatuh karena adanya tarikan gravitasi. Menurut Newton,
batu tersebut akan bergerak menuju pusat bumi. Tetapi, apakah benda tersebut
mengetahui letak pusat bumi ?
Ini merupakan masalah mendasar dari gerakan benda oleh pengaruh
gravitasi. Apa yang diterangkan menurut teori Newton bersifat spekulatif, batu
tersebut dianggap mengetahui kemana arah yang hendak dituju. Sementara
menurut Einstein, batu tersebut sama sekali tidak mengetahui dimana pusat bumi,
namun ia hanya mengikuti garis kelengkungan setempat dari ruang-waktu. Garis
itu ada dimana-mana seperti halnya garis gaya medan listrik yang ditimbulkan oleh
muatan listrik (Krane, 1992).
Dengan konsep yang baru, teori relativitas umum benar-benar memberikan
pandangan yang baru sama sekali mengenai ruangwaktu. Konsep bahwa ruangwaktu dapat melengkung jika di dalamnya terdapat materi massif memberikan
beberapa implikasi baru. Diantaranya, jika cahaya bintang melewati sebuah benda
langit massif seperti matahari, maka ramalan teori relativitas umum adalah cahaya
bintang tersebut akan dibelokkan di sekitar matahari tersebut. Membeloknya
cahaya bintang tersebut bukan disebabkan oleh tertariknya cahaya bintang karena
pengaruh gaya gravitasi bumi, melainkan ruang-waktu di sekitar matahari tersebut
__________________________________________________________________
79
melengkung. Jika bukan konsep teori relativitas umum yang digunakan, tetapi
konsep teori relativitas khusus dan gravitasi Newton, yang dalam hal ini cahaya
bintang dianggap memiliki massa yang sebanding dengan energinya, memang
penghitungan menunjukkan adanya pembelokan, namun sayangnya nilai
ramalannya hanya setengah dari ramalan teori relativitas umum. Pengamatan
astronomi menunjukkan bahwa ternyata ramalan teori relativitas umumlah yang
lebih sesuai.
Ramalan teori relativitas umum yang lain, bahwa orbit planet mengelilingi
matahari mengalami presesi. Lagi-lagi ramalan tersebut dibuktikan oleh
pengamatan. Selain itu teori relativitas umum juga menyajikan gagasan adanya
gelombang gravitasi (gravitational waves) yang muncul akibat terjadinya
pergerakan materi massif di dalam ruang-waktu. Cukup banyak orang yang
mencoba mengamati adanya gelombang gravitasi di jagad raya ini.
Salah satu implikasi yang cukup spektakuler adalah munculnya gagasan
lubang hitam (black hole) yang dibatasi oleh event horizon dimana segala
peristiwa yang terjadi di dalam event horizon tidak dapat diamati dari luar. Lubang
hitam adalah sebuah konsep matematik yang muncul dari solusi persamaan
gravitasi Einstein dengan memiliki sifat-sifat fisis tertentu. Karena itulah orang
berupaya untuk mencari, adakah lubang hitam di jagad raya ini.
Perkembangan lebih lanjut mengenai telaah lubang hitam diantaranya adalah
kajian tentang lubang putih (white hole). White hole adalah solusi lain dari
persamaan gravitasi Einstein, dimana sifat-sifatnya berlawanan dengan sifat-sifat
lubang hitam. Kalau pada lubang hitam, mater-materi di sekitarnya akan ditarik
masuk ke dalam, maka pada konsep lubang putih, materi-materi akan dilontarkan
keluar. Orang kemudian menciptakan gagasan bahwa lubang hitam dan lubang
putih disatukan melalui suatu kerongkongan (throat). Materi yang diserap oleh
lubang hitam akan dikeluarkan melalui lubang putih. Gabungan lubang hitam
dengan lubang putih tersebut dikenal dengan nama lubang ulat (worm hole).
Implikasi selanjutnya menghasilkan gagasan tentang time machine dan time travel
yang dilakukan dengan wahana lubang ulat.
__________________________________________________________________
80
Implikasi teori relativitas umum yang lain adalah mengenai jagad raya.
Solusi persamaan gravitasi Einstein untuk objek jagad raya memberikan hasil-hasil
yang sama sekali tak terduga dari pandangan orang sebelumnya. Diantaranya
ternyata jagad raya bersifat dinamik, ia mengalami pengembangan (dan mungkin
saja mengalami pengerutan). Jika jagad raya mengalami pengembangan / ekspansi,
tentunya pada masa lalu ia berukuran lebih kecil dari sebelumnya. Jikaterus ditarik
ke belakang, ada saat dimana jagad raya berukuran sangat kecil, bersuhu amat
tinggi dengan rapat energi amat tinggi. Analisis ini jika digabungkan dengan faktafakta dalam fisika partikel tentulah amat menantang. Menarik untuk dikaji,
bagaimana jagad raya pada masa lalu sebagai media untuk melakukan penciptaan
dan pemusnahan partikel yang biasanya dikaji dalam fisika partikel. Hal menarik
lain adalah bagaimana masa depan jagad raya di masa depan.
3.9
bentuk yang mirip dengan hukum Coulomb dalam listrik. Dalam hukum Coulomb,
terdapat persamaan potensial listrik
2 = 4k (r )
(3.72)
dengan adalah skalar potensial listrik, k adalah tetapan dan (r ) adalah rapat
muatan sumber. Analog dengan persamaan di atas, persamaan potensial medan
gravitasi Newton berbentuk
2 = 4G (r )
(3.73)
dengan G adalah tetapan gravitasi universal dan (r ) adalah rapat massa sumber
medan gravitasi. Kedua persamaan di atas termasuk jenis persamaan Poisson.
Dengan digunakannya geometri Riemman, pers. (3.73) harus diubah dan
diperluas. Potensial gravitasi diperluas menjadi kelengkungan ruang-waktu yang
tertuang dalam tensor Einstein, yaitu
G = R 12 g R .
(3.74)
G = R 12 g R g .
(3.75)
__________________________________________________________________
81
R 12 g R = T .
(3.76)
(3.77)
R 12 g R = T .
(3.78)
dan
(3.79)
R = ( 12 g T T ) .
(3.80)
R 12 g R g = T .
(3.81)
Salah satu keunggulan teori relativitas umum adalah teori yang kovarian ini
akan tereduksi menjadi hukum gravitasi Newton pada medan gravitasi lemah. Sifat
ini dikenal sebagai asas korespondensi. Dalam ruang-waktu yang berisi medan
gravitasi, geometri yang digunakan adalah geometri Riemann, sedangkan dalam
ruang-waktu tanpa medan gravitasi, geometri yang digunakan adalah geometri
__________________________________________________________________
82
Euclid. Pada ruang Euclid, metrik ruang-waktu diberikan oleh metrik Minkowski
yang dirumuskan sebagai
ds 2 = dx dx = dt 2 + dx 2 + dy 2 + dz 2 .
(3.82)
Karena itu dalam medan gravitasi lemah, metrik ruang-waktu yang digunakan
tidak berbeda jauh dari metrik di atas. Tensor metrik g dalam medan gravitasi
lemah dapat didekati dengan bentuk
g = + h
(3.83)
d 2 x
dx dx
+
= 0.
ds ds
ds 2
(3.84)
Melalui kaitan
ds 2 = d 2
(3.85)
d 2x
dx dx
+
=0
d d
d 2
(3.86)
d 2x
dt
+ 00
= 0.
2
d
d
2
(3.87)
00
= 12 g h00 .
(3.88)
(3.89)
__________________________________________________________________
83
dan
d 2t
= 0.
d 2
(3.90)
(3.91)
Di sisi lain, jika adalah potensial gravitasi Newton pada jarak r dari titik
massa M yang besarnya
GM
r
(3.92)
maka percepatan benda itu sama dengan . Dihubungkan dengan pers. (3.91),
diperoleh hasil
h00 = 2 + tetapan.
(3.93)
Pada tempat yang jauh dari sumber medan gravitasi, sistem koordinatnya
menjadi sistem koordinat Minkowski, sehingga h00 lenyap. Demikian pula dengan
g 00 = (1 + 2 )
(3.94)
g 00 = (1 + 2 ) 1 .
(3.95)
g g g
= 12 g +
x
x
x
1 h h h
= 2 +
x
x
(3.96)
__________________________________________________________________
84
R00 = 0 0 00
h 0 h h
= 0 12 + 0 0
x
x
x
h
h
12 00 + 00 00
x
x
= 12 0 0 h + h00 0 h0 0 h0 .
(3.97)
0 h = 0
(3.98)
R00 = 12 h00 =
1
2
11 + 22 2 2 + 33 3 3 h00 =
11
1
2
2 h00
(3.99)
dengan
2 =
2
2
2
+
+
.
x 2 y 2 z 2
(3.100)
R00 = 2 = 4G .
(3.101)
T = ( + p )VV + g p
(3.102)
T = VV .
(3.103)
V = (1,0)
(3.104)
T = g T = g 00T00 =
1 + 2
(3.105)
__________________________________________________________________
85
= 12
(3.106)
= 8G
(3.107)
R 12 g R = 8GT
(3.108)
R 12 g R g = 8GT .
(3.109)
__________________________________________________________________
86
1.
2.
~
Tuliskan kaedah transformasi antara T dan T .
(b)
~
Carilah seluruh nilai komponen T .
(c)
ds 2 = dx 2 dy 2 ,
tuliskan tensor metrik di K, kemudian carilah seluruh komponen T .
(d)
3.
~
carilah metrik dan tensor metrik di K , tuliskan kaedah transformasi
~
~
antara T dengan T , serta tentukan seluruh komponen T .
4.
__________________________________________________________________
87
ds 2 = e (dx 2 + dy 2 + dz 2 ) e dt 2
dengan , adalah hanya fungsi z . Tunjukkan bahwa persamaan gravitasi
Einstein memberikan
2 ' '+ ' 2 + ' ' = 0 ,
4 ' '+2 ' '+ ' 2 ' ' = 0 ,
2 ' '+ ' 2 + ' ' = 0 .
Tanda menunjukkan turunan ke z. Tunjukkan bahwa
e = A(k z ) 4
dan
e = B(k z ) 2
dengan A, B dan k tetapan.
5.
R + g = ( 12 Tg T ) .
6.
Di dalam suatu bola cairan homogen bergravitasi statik, rapat massa pribadi
adalah (tetapan) dan tekanan p. Komponen tensor energimomentum
lenyap kecuali untuk
ds 2 = a dr 2 + r 2 (d 2 + sin 2 d 2 ) b c 2 dt 2
dengan a = exp dan b = exp . Tunjukkan bahwa solusi persamaan
Einstein memberikan
d
[r (1 exp( ))] = c 2 r 2 ,
dr
__________________________________________________________________
88
d exp 1
=
+ rp exp ,
dr
r
d 2
dr 2
1 d
1 d d 2 d
= ( p c 2 ) exp .
2 dr
2 dr dr r dr
7.
1 qr 2 1 qa 2
3 1 qa 2 1 qr 2
Sebuah atom yang stasioner pada suatu jarak koordinat Schwarzschild r dari
pusat ), memancarkan cahaya berfrekuensi yang diamati oleh seorang
pengamat stasioner pada koordinat R (> r) dari pusat O. Tunjukkan bahwa
frekuensi yang diamati adalah dengan
1
r
/ = m
8.
Diketahui Aij adalah suatu tensor kovarian. Jika Bij = A ji , tunjukkan bahwa
9.
__________________________________________________________________
89
10.
11.
g im
x l
= g mk g ij
g jk
x l
g im
m
i
+ g ij + g mj = 0 .
x l
j l
j l
12.
Jika dan adalah sudut azimut dan sudut polar pada permukaan
lingkaran dengan jari-jari 1, diperoleh metrik
ds 2 = d 2 + sin 2 d 2
90
R = R = 0 , R = 1 , R = sin 2 .
Tunjukkan pula bahwa skalar kelengkungan diberikan oleh R = 2.
13.
Axx = A yy = 0 , Axy = A yx = x / y + y / x .
Tunjukkan bahwa komponen kutub kontravarian dari medan tensor tersebut
dinyatakan dalam variabel r dan adalah
A rr = 2 , A r = A r = (2 cot 2 ) / r , A = 2 / r 2 .
14.
15.
Ax =
__________________________________________________________________
91
16.
u = 12 ( x 2 y 2 ) , v = xy .
Tunjukkan bahwa metrik dalam kerangka uv adalah
ds 2 =
du 2 + dv 2
2 u +v
2
Au =
xAx yA y
x2 + y2
17.
Pada permukaan bola beruji satu dengan dan adalah koordinat azimut
dan kutub, tunjukkan bahwa geodesik permukaan bola memiliki bentuk
18.
ds 2 = dx 2 + dy 2 + e 2 dz 2 e 2 dt 2
dengan , adalah fungsi z saja. Tunjukkan bahwa tensor RiemannChristoffel lenyap, jika dan hanya jika
d 2
dz 2
d d d
+ = 0.
dz dz dz
= 12 ln(a + bz ) ,
dengan a dan b tetapan.
__________________________________________________________________
92
19.
+
=r
,
r z
z z
2
r
2
r 2
20.
2
z 2
2
r 2
2
z
2
z 2
1
= 0,
r r
1
+
2 r
z
= 0.
R = g ij Rij ,
tunjukkan bahwa
Rij = 12 Rg ij .
__________________________________________________________________
93
BAB IV
PENERAPAN TEORI RELATIVITAS UMUM
Telah diturunkan persamaan gravitasi Einstein dengan pengabaian tetapan
kosmologi yang dirumuskan sebagai
R 12 g R = (8G / c 4 ) T
(4.1)
4.1
Penyelesaian Schwarzschild
Berikut ini akan diturunkan metrik yang mendeskripsikan medan gravitasi
x m = ( x1 , x 2 , x 3 ) = (r , , ) .
(4.2)
(4.3)
(4.4)
(4.5)
_______________________________________________________________________________
94
dimana metrik di atas akan kembali ke metrik Minkowski jika sumber medan
gravitasi dilenyapkan. Dari metrik di atas, komponen tensor metrik kovarian yang
tak lenyap adalah
g tt = B(r ) , g rr = A(r ), g = r 2 , g = r 2 sin 2
(4.6)
dengan fungsi A(r ) dan B (r ) ingin dicari untuk dapat menyelesaikan persamaan
medan gravitasi. Mengingat g bersifat diagonal, komponen tensor metrik
kontravarian bernilai
g tt =
1
1
1
1
, g rr =
, g = 2 , g = 2 2 .
B(r )
A(r )
r
r sin
(4.7)
g yang bernilai
g = A(r ) B (r )r 4 sin 2
(4.8)
(4.9)
g g g
= 12 g +
x
x
x
(4.10)
Dengan rumus di atas dan metrik yang diberikan oleh pers. (4.6) dan (4.7),
komponen-komponen lambang Christoffel yang tak lenyap bernilai
rrr =
1 dA(r )
,
2 A(r ) dr
r
,
A(r )
r sin 2
=
,
A(r )
r
ttr =
1 dB (r )
,
2 A(r ) dr
1
r = r = r = r = ,
r
(4.11)
(4.12)
(4.13)
(4.14)
(4.15)
_______________________________________________________________________________
95
= sin cos ,
(4.16)
=
= cot ,
(4.17)
dan
trt = rtt =
1 dB(r )
.
2 B(r ) dr
(4.18)
+
.
(4.19)
+
,
2 B(r ) 4 B(r ) A(r ) B (r ) r A(r )
(4.20)
1 r A' (r ) B' (r )
1
+
+
,
2 A(r ) A(r ) B(r ) A(r )
(4.21)
R = 1 +
R = R sin 2 ,
Rtt =
+
+
,
2 A(r ) 4 A(r ) A(r ) B(r ) r A(r )
(4.22)
(4.23)
dan
R = 0 untuk .
(4.24)
transformasi rotasi pada metrik tersebut. Sementara itu Rrt lenyap akibat
konsekuensi adanya invariansi bentuk metrik ketika dilakukan transformasi
pembalikan waktu t t .
Selanjutnya persamaan medan gravitasi Einstein akan diterapkan untuk
metrik isotropik statik tersebut. Persamaan medan gravitasi Einstein untuk ruang
kosong tersebut berbentuk
_______________________________________________________________________________
96
R = 0 .
(4.25)
Dari pers. (4.20) dan (4.23), hubungan antara Rrr dan Rtt dapat ditulis menjadi
Rrr Rtt
1 A' B '
+
= + .
A
B
rA A B
(4.26)
(4.27)
A(r ) B (r ) = konstan.
(4.28)
atau
Selanjutnya syarat batas untuk A dan B adalah bahwa untuk r , bentuk
metrik isotropik statik tersebut harus kembali ke bentuk metrik Minkowski dalam
koordinat bola, yang berarti
(4.29)
Dengan syarat batas ini hubungan antara A(r ) dan B (r ) dapat dituliskan secara
lebih eksplisit dalam bentuk
A(r ) =
1
.
B(r )
(4.30)
Adapun komponen tensor Ricci yang lain pada pers. (4.20) (4.21) dapat
dituliskan menjadi
R = 1 + B ' (r )r + B (r )
(4.31)
dan
Rrr =
(4.32)
d
(rB ) = 1 .
dr
(4.33)
(4.34)
Untuk menentukan nilai tetapan integrasi di atas, kita ingat bahwa untuk jarak
yang cukup jauh dari pusat massa M yang terletak di pusat koordinat O,
_______________________________________________________________________________
97
2GM
B ( r ) = 1
(4.35)
dan
1
2GM
A(r ) = 1
.
r
(4.36)
2GM 2 2GM
2
2
2
2
2
ds = 1
dt + 1
dr + r (d + sin d ) .
r
r
(4.37)
Bentuk metrik ini pertama kali diturunkan oleh K. Schwarzschild pada tahun
1916. Karena itu, metrik ini sering disebut metrik Schwarzschild. Bentuk metrik
tersebut masih mengisikan nilai c = 1. Apabila nilai c diisikan, bentuk metrik
Schwarzschild menjadi
1
2GM
2GM
ds = 1 2 c 2 dt 2 + 1 2 dr 2 + r 2 (d 2 + sin 2 d 2 ) . (4.38)
c r
c r
2m 2 2 2 m
2
2
2
2
2
ds = 1
c dt + 1
dr + r (d + sin d )
r
r
(4.39)
2GM
c2
(4.40)
Jarak tersebut dinamakan radius Schwarzschild. Dalam satuan SI, c = 3 108 dan
untuk bumi, GM = 3,991 1014, sehingga radius Schwarzschild untuk partikel
_______________________________________________________________________________
98
bumi adalah sekitar 9 mm, karena itu tidak ada persoalan jika metrik ini
diterapkan untuk bumi. Namun ada keadaan tertentu jika radius Schwarzschild
cukup besar, untuk mana hal ini terjadi jika M bernilai cukup besar, sementara ruji
partikel tersebut cukup kecil, hal mana yang dapat terjadi pada lubang hitam
(black holes) . Penggambaran radius Schwarzschild dalam lubang hitam dapat
dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1
lubang hitam Schwarzschild bermassa M beradius rS
Metrik Schwarzschild dapat dinyatakan dalam bentuk isotropik, yaitu
dengan mengenalkan variabel koordinat radial baru :
= 12 r m + r 2 2mr
(4.41)
m
.
r = 1 +
2
(4.42)
m
1 m / 2r 2 2
2
2
2
2
2
ds 2 =
c dt + 1 + d + (d + sin d ) .
1 + m / 2r
2r
(4.43)
X 1 = R sin cos
(4.44)
X 2 = R sin sin
(4.45)
X 3 = R cos
(4.46)
t=t
(4.47)
dan
_______________________________________________________________________________
99
dengan
R =r m
(4.48)
2
2
1 m / R 2 2 m 2 1+ m / R m 2
ds 2 =
c
dt
+
1
+
d
X
+
4 X dX
R
1 m / R R
1+ m / R
(4.49)
dengan
R 2 = X2 .
(4.50)
Metrik Schwarzschild dapat juga dinyatakan dalam bentuk koordinat kuasiMinkowski dengan mendefinisikan
x1 = r sin cos
(4.51)
x 2 = r sin sin
(4.52)
x 3 = r cos
(4.53)
(4.54)
dan
=t
sehingga diperoleh
1
(x dx ) 2
2 2m
2m 2 2
+
+
.
ds 2 = 1
c
dt
d
x
1
1
2
r
r
(4.55)
u =v+
2 3/ 2
r
3a
(4.56)
dan
r +a
v = t + 2a r a 2 ln
r a
(4.57)
dihasilkan metrik
2
4
ds = dv +
du 2 + 2 (u v) 4 / 3 (d 2 + sin 2 d 2 )
2/3
9 (u v)
2
(4.58)
dengan
a 2 = 2m
(4.59)
dan
_______________________________________________________________________________
100
3 =
4.2
9a 2
.
4
(4.60)
matahari. Di sini dipilih koordinat bola dengan matahari diletakkan pada pusat
koordinat. Materi matahari tersebut menyebabkan ruang-waktu di sekitarnya
menjadi ruang-waktu bermetrik Schwarzschild. Tentu saja massa planet yang
mengelilingi matahari memberikan sumbangan perubahan metrik, namun
mengingat massa total planet jauh lebih kecil daripada massa matahari,
sumbangan tersebut dapat diabaikan. Dengan demikian sistem yang ditinjau
adalah partikel planet bergerak mengelilingi matahari dengan menempuh lintasan
geodesik.
Metrik Schwarzschild dapat diubah bentuknya menjadi
2
2m 2 1 dr
2
2
2
2
d 2 = 1
dt
+
r
(
d
+
sin
r
c 2 1 2m / r
(4.61)
(4.62)
d
d
dx g dx dx
2 g
x d d = 0 ,
d
(4.63)
d
d
m
mc 2 dt
r dr
dr
d
2 d
r
sin
+
r
=0
r 2 d
r 2m d (r 2m) 2 d
d
d
2
(4.64)
d 2 d 2
d
r
r sin cos = 0
d d
d
(4.65)
d 2 2 d
r sin
=0
d
d
(4.66)
dan
_______________________________________________________________________________
101
d r 2m dt
=0.
d r d
(4.67)
r dr
c 2 (r 2m) dt
2 d
2 d
2
+
r
+
sin
= c .
r 2 m d
r
d
d
d
(4.68)
= /2.
(4.69)
d
=0
d
(4.70)
Maka
dan dari integrasi pers. (4.66) dan (4.67) serta mengisikan = / 2 , diperoleh
d
h
= 2
d r
(4.71)
dt
kr
=
d r 2 m
(4.72)
dan
2
2mc 2
dr h
2
2
.
+ 3 (r 2m) = c (k 1) +
r
r
d
(4.73)
h dr h 2
2mc 2 2mh 2
2
+ 2 = c 2 (k 2 1) +
+ 3
r
r
r
r d
(4.74)
Dengan substitusi
1
u= ,
r
(4.75)
_______________________________________________________________________________
102
du
c2
2mc 2
+ u 2 = 2 (k 2 1) + 2 u + 2mu 3 .
h
h
d
(4.76)
(4.77)
(4.78)
d
= h.
dt
(4.79)
GM
c2
(4.80)
hal mana yang juga telah diperoleh sebelumnya dari pers. (40). Pers. (4.77) yang
diperoleh secara relativistik ternyata bersesuaian dengan hasil dari mekanika
klasik [pers. (4.78)] dengan adanya suku tambahan sebesar 3mu 2 . Perbandingan
antara suku tambahan ini yang sebesar 3mu 2 dengan bentuk awal dalam
mekanika klasik yang sebesar mc 2 / h 2 adalah
3h 2 c 2
3
= 2 r 2 2 .
2
c
c
(4.81)
103
untuk planet Merkurius adalah 7,7 10 8 . Nilai ini sangat kecil, namun efek ini
bersifat akumulatif sehingga untuk rentang waktu yang cukup panjang, perubahan
nilai dapat diamati secara signifikan.
Penyelesaian untuk persamaan klasik (4.78) adalah
u=
h2
{1 + e cos( )}
(4.82)
3mu 2 =
3m 2
{1 + e cos( )}2 .
4
h
(4.83)
3m 2
d 2u
+ u = 2 + 4 {1 + e cos( )}2 .
2
d
h
h
(4.84)
Dengan adanya suku tambahan yang telah diisikan di atas, diperoleh penyelesaian
yaitu penyelesaian mula-mula yang berbentuk pers. (4.83) ditambah dengan
penyelesaian khusus yang berbentuk
3m 2
1 + 12 e 2 16 e 2 cos 2( ) + e sin( ) .
h4
(4.85)
u=
=
3me
sin( )
1
+
e
cos(
)
+
2
2
h
h
h2
(4.86)
[1 + e cos( )]
dengan
3m
h2
(4.87)
_______________________________________________________________________________
104
3m
3 2
3
=
= 2
2
2 2
h
c h
c l
(4.88)
dengan
l=
h2
(4.89)
43
derajat .
3600
Gambar 4.2
Presesi Orbit Planet
Sebenarnya nilai presesi orbit planet Merkurius yang diamati dalam
eksperimen jauh lebih besar itu. Nilai menurut eksperimen adalah
eksp = (5600,73 0,41) ' '
(4.90)
(4.91)
yang mana angka menurut prediksi teori newton tersebut meliputi 5025' ' yang
berasal dari rotasi bumi berdasarkan sistem kerangka koordinat astronomik, dan
_______________________________________________________________________________
105
sekitar 532' ' karena gangguan gravitasi yang dihitung oleh teori gangguan
Newtonian dari gerakan planet lain, seperti Venus, bumi dan Jupiter. Selisih
antara hasil eksperimen dengan prediksi Newtonian itulah yang murni akibat
digunakannya relativitas umum.
Adapun data perbandingan presesi beberapa planet antara prediksi relativitas
umum dengan hasil eksperimen diberikan pada tabel di bawah ini (Weinberg,
1972)
Tabel 4.1 Perbandingan presesi beberapa planet antara
relativitas umum dengan hasil eksperimen
Sudut Presesi tiap
Jumlah
Prediksi TRU
eksperimen
revolusi (detik)
revolusi / abad
(detik/abad)
(detik/abad)
Merkurius
0,1038
415
43,03
43,11 0,45
Venus
0,058
149
8,6
8,4 4,8
Bumi
0,038
100
3,8
5,0 1,2
Icarus
0,115
89
10,3
9,8 0,8
No
Planet
4.3
(4.92)
Dari nolnya kuadrat elemen garis, swawaktunya juga nol. Karena itu
persamaan metrik Schwarzschild dengan dituliskan dengan substitusi
yang merupakan parameter sembarang sebagai
2
2
2
2
2
r dr
dt
2 d
2 d c
+ r
+ sin (r 2m) = 0 . (4.93)
r 2 m d
d r
d
d
_______________________________________________________________________________
106
d 2u
+ u = 3mu 2
2
d
(4.94)
dengan
1
u= .
r
(4.95)
Pada pendekatan pertama untuk solusi pers. (4.94), suku kanan diabaikan
terlebih dahulu. Bentuk penyelesaiannya adalah
u=
1
cos( + )
R
(4.96)
dengan R adalah tetapan integrasi. Ini adalah persamaan polar untuk garis lurus,
dimana jarak tegak lurus dari pusat atraksi adalah R.
Tanpa kehilangan generalisasi, nilai diisikan sama dengan nol. Dengan
mengisikan
u=
cos
R
(4.97)
(4.98)
1
m
cos + 2 (2 cos 2 ) .
R
R
(4.99)
(4.100)
sehingga
m
2m
cos 2 cos
= 0.
R
R
(4.101)
Dengan asumsi
_______________________________________________________________________________
107
m
<< 1 ,
R
(4.102)
persamaan kuadrat tersebut memiliki akar yang kecil dan akar yang besar. Untuk
akar yang kecil, penghampiran nilainya adalah
2m
R
(4.103)
2m
+
2 R
(4.104)
cos =
sehingga
pada keadaan awal dan akhir lintasan cahaya. Maka nilai sudut pembelokan
cahaya bintang yang melintasi massa massif yang diletakkan di pusat koordinat
yang menimbulkan medan Schwarzschild adalah
4m
.
R
(4.105)
(4.106)
matahari
Gambar 4.3
Pembelokan cahaya bintang di sekitar matahari
Prediksi ini juga secara umum bersesuaian dengan hasil eksperimen.
Pengamatan pertama kali dilakukan pada tahun 1919, saat beberapa team
ekspedisi berangkat ke Sobral, Brazil dan Principe, Teluk Guinea untuk
_______________________________________________________________________________
108
Tanggal gerhana
29 Mei 1919
21 September 1922
9 Mei 1929
19 Juni 1936
Jumlah bintang
Sudut pembelokan
yang diamati
(detik)
Sobral, Brazil
1,98 0,16
1,61 0,40
Australia
11 14
1,77 0,40
Australia
18
Australia
62 85
1,72 0,15
Australia
145
1,82 0,20
Sumatra
17 18
2,24 0,10
Rusia
16 29
2,73 0,31
Jepang
Tempat pengamatan
20 Mei 1947
Brazil
51
2,01 0,27
25 Februari 1952
Sudan
9 11
1,70 0,10
109
pengamatan tersebut bervariasi dari 1,3 hingga 2,7 detik, namun paling banyak di
antara 1,7 hingga 2 detik. Eksperimen terbaru pada hasil tersebut adalah 1,70
0,10 detik, yang cukup baik kesesuaiannya dengan prediksi teori relativitas umum.
Hasil eksperimen ini semakin menguatkan kebenaran teori relativitas umum,
setelah bukti pertama di atas, yaitu prediksi presisi sudut orbit planet yang
berevolusi memutari matahari.
4.4
Gelombang gravitasi
Untuk menelaah gelombang gravitasi, diasumsikan bahwa medan gravitasi
(4.107)
dengan h < < 1 dan suku derajat dua atau lebih tinggi dari h atau
derivatifnya dapat diabaikan. Ditinjau kerangka koordinat tersebut bersifat
harmonik sehingga tensor metrik memenuhi persamaan
g
= 0.
(4.108)
[ , ] = h , 12 h ,
= 0.
(4.109)
h , 12 h , = 0 .
(4.110)
(4.111)
R =
2
2 h
2 h
2 h
1 h
+
2 x x x x x x x x
(4.112)
_______________________________________________________________________________
110
R = 12 h ,
(4.113)
(4.114)
R 12 g R = 12 h , 14 h , = 12 h' ,
(4.115)
dengan
h' = h 12 h .
Akhirnya persamaan gravitasi Einstein dapat dinyatakan dalam bentuk
h' , = 2T .
(4.116)
(4.117)
2
2
2
2
h' , = 2 + 2 + 2 2 2 h' = 0 .
y
z
c t
x
(4.118)
(4.119)
(4.120)
(4.121)
(4.122)
111
4.5
dr 2
2m 2 2
ds 2 = 1
c
dt
+
+ r 2 (d 2 + r 2 sin 2 d 2 )
r
1 2m / r
(4.123)
t. Pada daerah r > 2m, pada t direction atau / t bersifat bakwaktu (timelike)
karena g tt < 0 , sedangkan r direction atau / r adalah bakruang (spacelike)
karena g rr > 0 . Sebaliknya pada daerah r < 2m, / t adalah bakruang
(spacelike) karena g tt > 0
g rr < 0 .
Dengan sifat di sekitar r = 2m ini, Kruskal dan Szekeres melakukan
transformasi koordinat yang menghubungkan antara koordinat r dan t dengan
koordinat radial takberdimensi u dan koordinat waktu takberdimensi v yang
dirumuskan sebagai
u = r / 2m 1 e r / 4 m cosh(t / 4m)
v = r / 2m 1 e
r / 4m
} untuk
r > 2m
(4.124)
sinh(t / 4m)
(4.125)
(4.126)
_______________________________________________________________________________
112
ds 2 = 0
(4.127)
d = d = 0
(4.128)
dan
dr 2
2m 2
.
0 = 1
dt +
r
1 2m / r
(4.129)
(4.130)
(4.131)
r* = r + 2m ln
r
1 .
2m
(4.132)
(4.133)
(4.134)
dan
~
dV
2
=
.
dr 1 2m / r
(4.135)
_______________________________________________________________________________
113
(4.136)
(4.137)
dan
~
dU
2
=
.
dr
1 2m / r
Selanjutnya
transisi
dari
koordinat
(4.138)
EddingtonFinkelstein
ke
~ ~
V U = 2r *
(4.139)
~ ~
V + U = 2t
(4.140)
dan
(4.141)
= exp
exp
1 exp
=
.
2m 2m
2m
2m
Berikutnya dengan mendefinisikan
~
U
r
r
t
~
=
u = exp
1 exp
exp
2m
4m
4m
4m
(4.142)
(4.143)
dan
~
V
r
r
t
=
v~ = exp
1
exp
exp
4
m
2
m
4
m
4
m
(4.144)
_______________________________________________________________________________
114
32m3
r ~ ~ 2
2
2
2
exp
ds 2 =
du dv + r (d + sin d )
2m
r
(4.145)
Tampak bahwa bentuk 1 2m / r telah lenyap, sehingga metrik tersebut tetap valid
untuk r = 2m . Terakhir dengan melakukan substitusi berikut, diperoleh metrik
dalam koordinat KruskalSzekeres, yaitu :
r
r
t
1 exp
cosh
2m
4m
4m
u=
1 ~ ~
(v u ) =
2
v=
1 ~ ~
r
r
t
(v + u ) =
1 exp
sinh
2
2m
4m
4m
(4.146)
dan
(4.147)
dv 2 du 2 = dv~ du~ .
(4.148)
32m3
r 2
2
2
2
2
2
exp
ds 2 =
du dv + r (d + sin d ) .
r
2
m
(4.149)
Gambar 4.4
Ilustrasi ruangwaktu bermetrik KruskalSzekeres
_______________________________________________________________________________
115
4.6
Struktur Bintang
Berikut ini akan ditelaah struktur bintang statik simetri bola beserta
dinamika tekanan, rapat massa dan medan gravitasi. Dari metrik isotropik statik
(nilai c diisikan sama dengan 1) yang berbentuk
ds 2 = B (r ) dt 2 + A(r ) dr 2 + r 2 (d 2 + sin 2 d 2 )
(4.150)
g rr = A(r ) ,
g = r 2 sin 2 ,
g = r 2 ,
g tt = B (r )
g = 0 untuk .
dan
(4.151)
(4.152)
dengan :
p
= vektor kecepatan4,
(4.153)
(4.154)
dan
Ut =
1
g
tt
= B(r ) .
(4.155)
Diasumsikan bahwa sistem yang ditinjau tak gayut waktu t serta bersifat simetri
bola yang membawa konsekuensi bahwa tekanan p dan rapat energi hanya
fungsi koordinat radial r.
Dengan menggunakan nilai-nilai komponen tensor metrik, tensor energimomentum fluida sempurna ke dalam tensor Ricci dan persamaan gravitasi
Einstein, diperoleh persamaan-persamaan berikut :
_______________________________________________________________________________
116
Rrr =
= 4G ( p ) A
+
2 B 4 B A B rA
(4.156)
r A' B ' 1
2
+ + = 4G ( p )r
2A A B A
(4.157)
(4.158)
R = 1 +
dan
Rtt =
B'
2 p'
=
.
B
p+
(4.159)
Rrr R Rtt
A'
1
1
+ 2 +
= 2 2 + 2 = 8G .
2A r
2B
rA
r
Ar
(4.160)
(4.161)
2G (r )
A(r ) = 1
(4.162)
dengan
r
(r ) =
~ 2 (~
r ) d~
r.
4r
~
(4.163)
r =0
Untuk mengeliminasi A(r ) dan B (r ) dari pers. (4.157), digunakan pers. (4.159)
dan (4.162) yang kemudian menjadi
rp ' G
2G
+
1 + 1
4Gr 2 = 4G ( p )r 2 .
1
r + p
r
(4.164)
_______________________________________________________________________________
117
p (r ) 4r 3 p (r ) 2G (r )
1+
r p ' (r ) = G (r ) (r )1 +
1
. (4.165)
(r )
(r )
r
(4.166)
r~ = r r
(4.167)
1
2G (r )
=1
A(r )
r
untuk r R .
(4.168)
= konstan.
(4.169)
8Gr 2
p' (r )
.
= 4Gr 1
3
[ p (r ) + ][ p (r ) + / 3]
(4.170)
(4.171)
p(r ) +
1 8GR 2 / 3
=
.
3 p(r ) +
1 8Gr 2 / 3
(4.172)
Untuk mencari tekanan p, rapat energi dinyatakan dalam massa bintang secara
3M
untuk r < R
4R 3
(4.173)
_______________________________________________________________________________
118
(4.174)
2GMr 2
A(r ) = 1
3
(4.175)
1
2GM
2GMr 2
B(r ) = 3 1
1
.
3
4
R
R
(4.176)
_______________________________________________________________________________
119
1.
2.
3.
ds 2 =
32m 3 (du 2 dv 2 )
+ r 2 (d 2 + sin 2 d 2 )
r exp(r / 2m)
4.
v = t + 2a r a 2 ln[( r + a) /( r a ) ]
dengan a 2 = 2m akan mengubah metrik Schwarzschild ke bentuk
2
ds =
4 2 du 2
9(u v)
2/3
+ 2 (u v) 4 / 3 (d 2 + sin 2 d 2 ) dv 2
dengan 3 = 9a 2 / 4 .
_______________________________________________________________________________
120
5.
r = r ' 1 +
2r '
1 m / 2r ' 2 2
2
2
2
2
2
ds = 1 +
(dr ' + r ' (d + sin d ))
c dt .
2r '
1 + m / 2r '
2
6.
(b)
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
_______________________________________________________________________________
121
BAB V
KOSMOLOGI : SEJARAH JAGAD RAYA
5.1
Pendahuluan
Sebagaimana ditulis oleh Krane (1992), setiap kemajuan baru di dalam
122
berhasil memisahkan cahaya berbagai bintang dalam galaksi tetangga kita, serta
menyimpulkan ukuran, kecemerlangan dan jaraknya dari kita.
Semakin banyak nebula dan galaksi yang ditemukan, semakin pula
kedudukan kita di jagad raya. Matahari kita tidak saja hanya satu dari sekitar 1011
bintang dalam galaksi Bima Sakti, melainkan mungkin galaksi Bima Sakti sendiri
merupakan satu di antara 1011 galaksi yang ada di jagad raya.
Pengamatan Hubble juga menghasilkan pernyataan yang menarik : setiap
galaksi bergerak menjauhi kita (dan menjauhi yang lainnya) dengan kelajuan yang
amat tinggi. Semakin jauh sebuah galaksi dari kita, semakin tinggi lajunya.
Kesimpulan mengesankan ini akan menuntun kita ke model standar jagad raya
beserta asal usulnya. Jika semua galaksi bergerak saling menjauhi, maka mereka
sebelumnya tentulah berdekatan. Jika kita kembali cukup jauh ke masa lampau,
semua materi tentulah berasal dari sebuah titik singularitas berkerapatan takhingga
yang mengalami ledakan dahsyat. Peristiwa itu dikenal sebagai Big Bang (Ledakan
Besar).
Informasi yang lebih menghebohkan datang menyusul. Pada tahun 1965, dua
astronom yang bernama Arno Penzias dan Robert Wilson menemukan pijaran
radiasi latar belakang gelombang mikro dari sisa-sisa ledakan besar yang mengisi
seluruh jagad raya dan terus menghujami bumi, meskipun telah mengalami
pendinginan selama kurang lebih 15 milyar tahun.
Karya eksperimental yang telah dirintis oleh Hubble, Penzias dan Wilson
merupakan landasan untuk berspekulasi mengenai asal mula, evolusi dan masa
depan jagad raya. Semua teori ini termasuk dalam bidang kajian kosmologi yang
berasaskan pada teori relativitas umum dengan paduan bidang astronomi, fisika
partikel, fisika statistik, termodinamika dan elektrodinamika. (Krane, 1992)
Di dalam jagad raya paling tidak terdapat empat jenis interaksi dasar
(mungkin dapat ditambah satu lagi yaitu interaksi maha lemah atau superweak).
Keempat interaksi tersebut masing-masing adalah interaksi kuat, lemah,
elektromagnetik dan gravitasi. Interaksi elektromagnetik (EM) bermediator foton
dan berjangkauan jauh terjalin antara zarahzarah bermuatan listrik dan/atau
bermomen magnet dan berlangsung secara makro dan mikro dalam atom inti dan
__________________________________________________________________
123
2.
3.
124
5.2
Asas Kosmologi
Dalam skala besar jagad raya, mulai dari jarak 107 parsec, seluruh materi
dapat dianggap sebagai fluida yang kontinu, homogen dan isotrop. Pernyataan ini
membawa kepada kesimpulan bahwa tidak ada pengamat galaksi yang dipandang
istimewa di jagad raya ini. Dengan kata lain, seluruh pengamat bergerak bersama
galaksi dan melihat proses skala besar yang sama dalam evolusi jagad raya. Inilah
yang dinamakan dengan asas kosmologi (cosmological principle). Sedangkan teori
keadaan ajeg (steady state theory) didasarkan pada asas kosmologi sempurna
(perfect cosmological principle) yang menyatakan bahwa seluruh pengamat
__________________________________________________________________
125
galaksi melihat struktur skala besar jagad raya yang sama untuk seluruh waktu.
Berdasarkan fakta-fakta, ditemui bahwa yang lebih tepat adalah asas pertama,
bukan asas kedua.
5.3
(5.1)
(5.2)
(5.3)
dengan S adalah ruji bolahiper. Jika persamaan di atas diturunkan maka bentuknya
menjadi
x1dx1 + x 2 dx 2 + x 3dx 3 + x 4 dx 4 = 0
(5.4)
atau
dx 4 =
x1dx1 + x 2 dx 2 + x 3dx 3
.
x4
(5.5)
1
dl = (dx ) +
(2 x 4 ) 2
i =1
2
i 2
3 i 2
d ( x )
i =1
(5.6)
yang menyatakan bentuk umum persamaan kuadrat elemen garis pada bolahiper.
Jika ruang Euclid tersebut dinyatakan dalam koordinat polar
(u , , )
(5.7)
x 2 = u sin sin ,
x 3 = u cos
(5.8)
maka
u = ( x1 )1 + ( x 2 ) 2 + ( x 3 )3
1/ 2
(5.9)
__________________________________________________________________
126
dan
S = u 2 + (x 4 ) 2
(5.10)
sehingga
dl 2 = du 2 + u 2 (d 2 + sin 2 d 2 ) +
=
u 2 du 2
S 2 u2
du 2
+ u 2 (d 2 + sin 2 d 2 ) .
2
1 (u / S )
(5.11)
(5.12)
Dengan substitusi
u = Sr
(5.13)
dr 2
+ r 2 (d 2 + sin 2 d 2 ) .
dl 2 = S 2
2
1 r
(5.14)
diperoleh
dr 2
dl 2 = S 2
+ r 2 (d 2 + sin 2 d 2 ) .
2
1+ r
(5.15)
dr 2
2
2
2
2
dl 2 = S 2
+
r
(
d
+
sin
)
2
1
kr
(5.16)
dengan k = 1 untuk pers. (5.14) dan k = 1 untuk pers. (5.15). Jika diisikan k = 0 ,
dihasilkan ruang Euclid tiga dimensi.
5.4
Metrik Robertson-Walker
Metrik Robertson-Walker dibangun di atas dua asumsi berikut :
1.
Adanya waktu kosmik x0 dalam koordinat Gauss, yaitu koordinat yang ikut
bergerak bersama pengamat
2.
(5.17)
__________________________________________________________________
127
gi0 =
x j x k
x j
g
=
g j0
jk
x i x 0
x i
(5.18)
d 2 = g 00 (dx 0 ) 2
(5.19)
(5.20)
(5.21)
dr 2
ds 2 = dt 2 + S 2
+ r 2 (d 2 + sin 2 d 2 )
2
1 kr
(5.22)
5.5
__________________________________________________________________
128
0 = d 2 = dt 2 S 2
dr 2
1 kr 2
(5.23)
atau
dt
dr
=
.
S
1 kr 2
(5.24)
dt
= f (r1 )
(5.25)
t1
dengan
r1
f (r1 ) =
0
sin 1 r1
dr
= r1
1 kr 2 sinh 1 r
1
k = +1
k =0
(5.26)
k = 1
t 1 + t 1
dt
= f (r1 )
S
(5.27)
t 0
S (t 0 )
t1
S (t1 )
(5.28)
__________________________________________________________________
129
0 t1 S (t1 )
=
=
.
1 t0 S (t0 )
(5.29)
z=
0 1
.
1
(5.30)
Karena
0 1
=
1 0
(5.31)
maka
z=
S (t0 )
1.
S (t1 )
(5.32)
(5.33)
(5.34)
H=
S
S
(5.35)
dan
__________________________________________________________________
130
q=
SS
S 2
(5.36)
(5.37)
(5.38)
q0 = 1,2 0,4.
(5.39)
Selanjutnya kedua nilai tersebut dipakai untuk menelaah sifat fisis jagad raya.
5.6
131
1.
2.
3.
Pergeseran yang diamati berbanding lurus dengan jarak galaksi dari kita.
Agaknya kenyataan ini merupakan langkah paling penting untuk mendukung
gagasan ekspansi jagad raya yang biasanya diungkapkan sebagai Hukum
Hubble, yaitu
v = Hd
(5.40)
dengan v adalah laju galaksi, H adalah tetapan Hubble dan d adalah jarak galaksi
dari kita.
Hukum Hubble tersebut dapat diturunkan dari metrik Robetrson-Walker.
Jika tempat kita dipilih dengan koordinat r = 0, maka jarak radial galaksi ( r1 , , )
terhadap kita pada waktu kosmik t adalah
d =S
r1
r =0
dr
1 kr 2
= Sf ( r1 )
(5.41)
dengan f ( r1 ) seperti pada pers. (5.26). Laju pergerakan galaksi tersebut terhadap
kita diberikan sebagai
dS
S
v = d = f ( r1 )
= f ( r1 ) S = Hd
dt
S
(5.42)
132
sedemikian sehingga seluruh jarak ukur bertambah dengan faktor pengali konstan
k pada waktu t. Rumus yang berlaku adalah x ' = kx . Jadi d ' = kd . Dengan
demikian jika dalam selang waktu t galaksi tersebut menempuh jarak d ' d
menjauhi Bima Sakti, laju pergerakannya adalah
v=
d 'd
d ( k 1)
=
.
t
t
(5.43)
v1 d1
=
v2 d 2
(5.44)
yang identik dengan hukum Hubble. Pers. (5.44) di atas sekaligus menunjukkan
bahwa makin jauh jarak galaksi dari kita, makin cepat pula ia meninggalkan kita.
Gambar 5.1.
Kiasan pengembangan jagad raya dengan kiasan kawat
Perlu dicatat di sini bahwa ekspansi jagad raya berlangsung sedemikian
sehingga tidak ada satu tempat/ruang di jagad yang menjadi pusat ekspansi. Semua
titik/ruang mengalami ekspansi sehingga tidak ada titik yang memiliki kedudukan
istimewa di jagad raya. Jika kita mengecat beberapa titik pada balon kemudian
meniupnya, tampak bahwa setiap titik bergerak saling menjauhi. Semakin jauh
jarak antara dua titik, semakin cepat pula keduanya menjauh.
Peristiwa fisis ekspansi jagad raya ini melahirkan dua teori besar. Teori
pertama, jika setiap galaksi bergerak saling menjauhi, berarti di masa lampau jarak
mereka lebih dekat. Kalau kita menengok lebih jauh lagi, akan didapati seluruh
galaksi dan materi lainnya mula-mula berada pada titik singularitas dengan
__________________________________________________________________
133
kerapatan dan temperatur takhingga besar. Teori ini dikenal sebagai hipotesis Big
Bang (Ledakan Besar) yang dikemukakan oleh George Gamow dkk pada tahun
1948. Teori kedua, kerapatan jagad raya selalu konstan. Sewatu galaksi-galaksi
bergerak saling menjauhi, dalam ruang antargalaksi terus diciptakan materi baru
agar kerapatan jagad raya selalu konstan. Galaksi atau materi baru yang diciptakan
akan menyebabkan jagad raya tampak sama sepanjang masa, baik pada masa
lampau, sekarang maupun masa depan. Teori ini dikenal dengan hipotesis Steady
State (Keadaan Ajeg) yang dikemukakan oleh Hoyle dkk pada tahun 1960. Teori
kedua ini menggunakan asas kosmologi sempurna, sebagaimana tersebut pada
pasal 2. Pengamatan dengan teleskop radio yang dilakukan oleh Penzias dan
Wilson di tahun 1965 berhasil menyingkap adanya suatu radiasi latar belakang
kosmik pada daerah gelombang mikro yang diyakini sebagai sisa-sisa radiasi Big
Bang. Dengan demikian pengamatan tunggal ini mengunggulkan teori Big Bang
dari semua model kosmologi lainnya.
5.7
menghamburkan seluruh isi jagad raya ke segala arah ruang. Saat ledakan terjadi,
jagad raya berukuran titik berkerapatan energi takhingga, bersuhu takhingga besar.
Saat jagad raya terus mengembang dan usianya bertambah, suhunya semakin
mengecil. Akhirnya suhu jagad raya sampai pada ambang penciptaan partikelantipartikel.
Menurut Weinberg (1972), garis besar sejarah suhu (thermal history) jagad
raya adalah sebagai berikut :
1.
Pada suhu T > 1012 K, jagad raya berisi banyak sekali variasi partikel pada
kesetimbangan suhu, seperti foton, lepton, meson dan nukleon beserta
antipartikel masing-masing. Suhu ambang bagi penciptaan nukleon ini
adalah sekitar 1013 K. Di atas suhu tersebut, energi jagad raya sedemikian
tinggi sehingga mungkin mampu menciptakan kuark yang lebih berat dari
nukleon seperti kuark jenis charmed, bottom dan top (Griffith, 1987).
__________________________________________________________________
134
2.
Pada T 1012 K, jagad raya berisi foton, muon, antimuon, elektron, positron,
neutrino dan antineutrino. Terdapat percampuran nukeon dalam jumlah amat
kecil, dengan neutron dan proton berjumlah kurang lebih sama. Semua
partikel masih berada dalam kesetimbangan suhu.
3.
Ketika T < 10
12
Ketika T < 10
11
6.
Pada T 109 K atau t 180 s, terjadi fusi antara proton dengan neutron yang
membentuk inti yang lebih berat seperti deuterium dan helium.
7.
jagad raya beserta energi rehat dan suhu ambang yang berkaitan suhu tersebut.
Nilai suhu ambang tersebut diperoleh melalui kaitan persamaan
T=
E
k
(5.45)
135
Tabel 5.1.
Partikel utama penyusun jagad raya beserta energi dan suhu ambang
No
Partikel
Energi (MeV)
Foton
e , e+
0,511
5,9
, +
106
1230
, +
140
1620
p, p
938
10880
n, n
940
10910
Kali ini akan ditelaah sejarah suhu jagad raya secara lebih rinci, dimulai dari
1012 K > T > 1,3 1011 K ketika moun ( + ) dan antimuon ( ) cukup jarang.
Pengisi penting jagad raya, adalah elektron-positron ( e , e + ), foton (), neutrinoantineutrino untuk elektron ( e , e ) serta neutrino-antineutrino untuk muon
( , ) yang seluruhnya masih berada pada kesetimbangan suhu (thermal
e + + e +
(5.46)
e + + e
(5.47)
+ + e + e +
(5.48)
e + + e +
(5.49)
e + + + e +
(5.50)
+ e + e .
(5.51)
Pada masa dominasi radiasi berlaku kaitan antara rapat energi () dengan
suhu (T) jagad raya yang dirumuskan sebagai
__________________________________________________________________
136
T4.
(5.52)
Sedangkan juga pada masa dominasi radiasi, hubungan antara rapat energi dengan
ruji atau faktor skala kosmik (S) jagad raya dirumuskan sebagai
T S 1 .
(5.53)
dan
mulai
melakukan
ekspansi
bebas
(free
expansion).
Tetapi,
(5.54)
8 5 k 4
= 7,5 1016 J m3 K4.
3 3
15c h
(5.55)
e = e = = = =
dengan tetapan Stefan-Boltzmann
a=
e = e + = 2 =
7 aT 4
.
8
(5.56)
Rapat energi untuk elektron dan positron bernilai dua kali rapat energi neutrino
karena elektron dan positron memiliki dua keadaan spin. Rapat energi total jagad
raya saat rentang suhunya 1012 K > T > 5 109 K adalah jumlah rapat energi
neutrino, elektron, positron dan foton sebesar
__________________________________________________________________
137
total =
9aT 4
.
2
(5.57)
=3
< 10 K
9
11
= 1,401 .
4
(5.58)
Untuk T < 109 K, partikel yang tersisa di kesetimbangan suhu adalah sejumlah
kecil nukleon dan elektron setelah seluruh pasangan e + e mengalami proses
pelenyapan. Kedua nilai T dan T turun mengikuti S 1 dengan perbandingan
antara keduanya seperti yang disajikan pada persamaan di atas. Nantinya suhu
foton T juga akan berbeda dengan suhu materi T setelah T turun di bawah 4000
K, yaitu saat suhu yang memungkinkan terbentuknya atom hidrogen. Suhu foton
ini akan terus menurun mengikuti S 1 .
Radiasi kosmik latar belakang gelombang mikro yang ditemukan orang
memiliki suhu saat ini sebesar
T 0 = 2,7 K.
(5.59)
Karena itu seharusnya suhu radiasi benda hitam neutrino dan antineutrino sebesar
T 0 =
T 0
3
11 / 4
= 1,9 K.
(5.60)
Dari saat T 109 K hingga saat ini, rapat energi foton, neutrino dan
antineutrino yang membentuk rapat energi radiasi adalah
R = 1,45 aT4 .
(5.61)
__________________________________________________________________
138
3
+ tetapan.
32G
(5.62)
Tabel 5.2
Deskripsi suhu, usia dan ruji jagad raya
T (K)
T / T
S / S0
T (detik)
1 1012
1,000
1,9 1012
6 1011
1,000
3,2 1012
1,94 104
3 1011
1,000
6,4 1012
1,13 103
2 1011
1,000
9,6 1012
2,61 103
1 1011
1,000
1,9 1011
1,08 102
6 1010
1,000
3,2 1011
3,01 103
3 1010
1,001
6,4 1011
0,121
2 10
11
10
1,002
9,6 10
1 1010
1,008
1,9 1010
1,103
6 109
1,022
3,1 1010
3,14
3 109
1,081
5,9 1010
13,83
2 109
1,159
8,3 1010
35,2
1 109
1,346
2,6 109
1,82 102
3 108
1,401
9,0 109
2,08 103
1 108
1,401
2,7 108
1,92 104
1 107
1,401
2,7 107
1,92 106
1 106
1,401
2,7 106
1,92 108
1 105
1,401
2,7 105
1,92 1010
1 104
1,401
2,7 104
1,92 1012
4 103
1,401
6,3 104
1,20 1013
0,273
Semenjak 1012 K > T > 5 109 K, rapat energi dirumuskan oleh pers. (5.57)
sehingga diperoleh (nilai c diisikan)
__________________________________________________________________
139
t=
c2
+ tetapan
48GaT 4
2
1010 K
detik + tetapan.
= 1,09
(5.63)
Jika t = 0 dimulai saat T = 1012 K (tentu saja yang benar tidak demikian), maka
diperlukan waktu 0,0107 detik agar suhu turun ke 1011 K dan selanjutnya sebesar
1,07 detik untuk turun ke 1010 K.
Adapun dari 109 K > T > T 0 , waktu yang diperlukan adalah
t=
c2
+ tetapan
15,5GaT4
2
1010 K
+ tetapan.
= 1,92
(5.64)
Waktu yang diperlukan agar suhu turun dari 109 K menuju 108 K adalah sekitar 5,3
jam. Jika radiasi terus lebih dominan daripada materi sampai terbentuknya atom
hidrogen pada T = 4000 K, usia jagad raya saat itu sekitar 400.000 tahun.
Pada Tabel 5.2 disajikan deskripsi suhu usia, usia dan ruji jagad raya dengan
sumber dari Weinberg (1972).
5.8.
dengan suhu radiasi foton. Hal ini membawa pula pada perubahan panjang
gelombang foton yang bergeser ke arah yang lebih besar, yang dikenal sebagai
pergeseran merah (red shift). Meskipun demikian, distribusi spektrum radiasi foton
tetap seperti yang dimiliki oleh radiasi benda hitam. Pada tahun 1940-an, para
ilmuwan kosmolog Big Bang seperti Gamow dan lainnya meramalkan bahwa suhu
bola api sekarang menurun menjadi suhu yang berorde 5 sampai dengan 10 K.
Foton-foton tersebut akan memiliki energi kT dalam orde 103 eV yang berkaitan
dengan panjang gelombang berorde 1 mm, yaitu dalam daerah spektrum
gelombang mikro (microwaves).
__________________________________________________________________
140
8hc
d
exp(hc / kT ) 1
(5.65)
(5.66)
Rapat energi radiasi total untuk seluruh panjang gelombang diperoleh dari hukum
Stefan-Boltzmann yaitu dengan mengintegralkan pers. (5.65) yang hasilnya
u ( ) d =
=0
8 5 k 4 4
T .
15c 3h 3
(5.67)
Ketika jagad raya mengembang, suhu T turun sehingga nilai max membesar.
Panjang gelombang max membesar dengan faktor f, yang berpadanan dengan
penurunan suhu T dengan faktor f sehingga mengecil sebesar f 4 .
Dengan substitusi
hc
,
E
(5.68)
u ( E ) dE =
8E 3
dE
.
3 3
h c exp( E / kT ) 1
(5.69)
Persamaan di atas menyatakan kerapatan energi foton. Jika nilai di atas dibagi E,
hasilnya menyatakan jumlah foton berenergi E persatuan volume atau n(E) yang
dirumuskan sebagai
n( E ) dE =
8E 2
dE
.
3 3
h c exp( E / kT ) 1
(5.70)
Jumlah foton untuk seluruh rentang energi persatuan volume atau N dapat dicari
dengan mengintegralkan persamaan di atas yang nilainya adalah
__________________________________________________________________
141
8k 3T 3
N = n( E ) dE = 3 3
hc
E =0
x 2 dx
exp( x) 1
x =0
(5.71)
E
.
kT
(5.72)
Nilai integral tersebut dapat dicari secara numerik, sehingga akhirnya diperoleh
jumlah foton persatuan volume sebesar
(5.73)
(5.74)
Erata rata =
(5.75)
__________________________________________________________________
142
Gambar 5.2
Distribusi radiasi benda hitam pada radiasi latar belakang gelombang mikro
Sejak penemuan tersebut telah dilakukan pula pengamatan pada berbagai
panjang gelombang dalam rentang 0,1 hingga 100 cm. Semua pengamatan
memberikan kesimpulan suhu yang sama. Nilai baku suhu radiasi kosmik latar
belakang gelombang mikro adalah 2,7 0,1 K. Semua hasil pengamatan
menampakkan kecocokan yang tinggi. Kecocokan ini akan lebih meyakinkan jika
dilakukan pula pengamatan pada panjang gelombang di bawah 0,1 cm. Hanya
sayangnya, radiasi pada panjang gelombang tersebut mengalami penyerapan kuat
oleh atmosfer bumi. Oleh karena itu teleskop radio di permukaan bumi tidak dapat
bermanfaat. Namun demikain data yang dicatat oleh stasiun balon yang
diterbangkan di atas atmosfer bumi membuktikan bahwa intensitas radiasi pada
rentang panjang gelombang di bawah 0,1 cm memang mematuhi aturan radiasi
benda hitam yang bersuhu 2,7 K (Krane, 1992).
Selain itu terdapat metode eksperimen lain yang mendukung kebenaran nilai
suhu yang disimpulkan dari pengukuran dengan teleskop radio. Salah satu molekul
dwiatom dalam ruang antarbintang yang dicirikan dari spektrum serapnya adalah
__________________________________________________________________
143
Sianogen atau CN. Tingkat energi molekul adalah gabungan dari keadaan
elektronik, vibrasi dan rotasi. Pada keadaan dasar, molekuk CN menyerap energi
radiasi pada panjang gelombang = 387,46 nm pada ujung biru spektrum tampak.
Keadaan rotasi pertama memiliki energi sebesar 4,70 104 eV di atas keadaan
dasar. Pada keadaan ini, panjang gelombang garis serapnya adalah 387,40 nm. Jika
kita mengukur spektrum serap, perbandingan intensitas kedua garis serap ini
merupakan ukuran perbandingan jumlah molekul pada keadaan dasar dan dalam
keadaan rotasi pertamanya.
Jika CN berada pada T = 0, semua molekulnya harus berada dalam keadaan
dasar. Pada suhu T, populasi keadaan eksitasi ditentukan oleh faktor Boltzmann
exp( E / kT ) . Bobot statistik tingkat tersebut dirumuskan sebagai
N1 2 L1 + 1
=
exp[ ( E1 E2 ) / kT ] .
N 2 2 L2 + 1
(5.76)
Oleh karena itu penentuan jumlah relatif molekul pada kedua tingkat tersebut
adalah suatu cara untuk menentukan suhu gas. Pengamatan terhadap intensitas
kedua garis serap gas CN di atas menunjukkan bahwa sekitar 25 % molekulnya
berada dalam keadaan tereksitasi. Persamaan di atas menjadi
25 % 2 1 + 1
=
exp(4,70 10 4 eV / kT )
75 % 2 0 + 1
(5.77)
yang berarti
T = 2,5 K.
(5.78)
Hal ini berarti bahwa pada ruang antar bintang yang amat dingin, terdapat sesuatu
yang memanasi molekul-molekul gas CN sehingga memiliki suhu tersebut (Krane,
1992).
Pengamatan terhadap radiasi kosmik menunjukkan bahwa radiasi tersebut
bersifat isotrop (merata) pada seluruh arah hingga ketelitian 103. Sifat ini sesuai
dengan asas kosmologi.
Suhu T = 2,7 K ini dapat dikatakan sebagai suhu jagad raya. Hal ini tentu
saja berlaku untuk skala besar (large scale). Dengan menggunakan suhu ini, dapat
dihitung bahwa dalam setiap volume satu meter kubik ruang di jagad raya, terdapat
sekitar 4 108 buah foton. Sumbangannya bagi rapat energi jagad raya adalah
__________________________________________________________________
144
sekitar 2,5 105 eV m3 atau kira-kira setengah dari energi rehat sebuah elektron.
Jadi setiap foton memiliki energi rata-rata sebesar 6,3 104 eV.
Mengingat fenomena di atas, pantaslah jika Big Bang merupakan salah satu
teori yang cukup menerangkan gejala penciptaan jagad raya dan ekspansinya.
Namun demikian terdapat teori baru yang mampu memberikan tambahan
penjelasan yang belum mampu dijelaskan oleh teori Big Bang, diantaranya adalah
teori jagad raya yang mengalami inflasi (inflationary universe). Hal-hal yang
belum dapat dijelaskan oleh teori Big Bang adalah, mengapa jagad raya nampak
begitu datar dan seragam, darimanakah munculnya ketidakteraturan rapat massa
jagad raya pada skala kecil, dan sebagainya. Namun demikian telaah jagad raya
yang mengalami inflasi tersebut tidak akan dibahas di sini.
__________________________________________________________________
145
1.
2.
3.
4.
5.
5.
ds 2 = c 2 dt 2 + R 2 (t ) dr 2 + sin 2 r (d 2 + sin 2 d 2 )
dengan
R (t ) = R0t 2 / 3 .
Seorang pengamat pada t = t1 mengamati suatu galaksi yang berjarak pribadi
D tegaklurus dengan garis sight pada t = t0 . Tentukan pergeseran merah
yang diamati dalam suku R0 , t0 , t1 .
6.
Asumsikan jagad raya bersifat isotropik dan datar secara spasial. Metrik
jagad raya tersebut dapat mengambil bentuk
ds 2 = dt 2 + a 2 (t )(dr 2 + r 2 d 2 + r 2 sin 2 d 2 )
__________________________________________________________________
146
a 2 =
8G
4G
a 2 dan a =
a.
3
3
e
Z= 0
,
e
adalah
a
Z = 0 1
ae
dengan a0 = a(t0 ) dan ae = a (te ) .
7.
dr 2
+ r 2 d 2 .
ds 2 = dt 2 + R 2 (t )
1 kr 2
8.
(b)
(c)
__________________________________________________________________
147
9.
Carilah panjang gelombang dari puncak spektrum radiasi benda hitam yang
bersuhu 2,7 K.
10.
11.
12.
Penciptaan nukleon
(b)
Penciptaan meson
(c)
13.
(a)
(b)
Andaikata rapat jumlah neutrino saat terjadi Big Bang sama dengan rapat
jumlah foton sekarang, hitunglah energi diam seluruh neutrino yang dapat
memberikan kerapatan kritis yang diperlukan untuk menghasilkan jagad raya
tertutup.
14.
Karena kita belum memiliki teori kuantum gravitasi, kita tidak dapat
menganalisis jagad raya sebelum waktu Planck, sekitar 10 43 detik. Jika kita
menganggap bahwa sifat jagad raya selama masa iu ditentukan oleh teori
kuantum, relativitas dan grvitasi, waktu Planck haruslah ditentukan oleh
tetapan dasar dari ketiga teori ini : h, c dan G. Jadi kita dapat menuliskan
t P = h c G .
(a)
148
(c)
Kita dapat pula melakukan hal yang sama untuk menentukan panjang
Planck l P dan massa Planck mP . Tentukan pula panjang Planck dan
massa Planck.
15.
__________________________________________________________________
149
BAB VI
KOSMOLOGI : DINAMIKA JAGAD RAYA
Interaksi antar materi pada skala besar jagad raya saat ini hanya dipengaruhi
oleh gravitasi. Karena itu, pemecahan persamaan medan gravitasi Einstein akan
sanggup memberikan deskripsi jagad raya secara klasik, baik pada asperk kualitatif
maupun kuantitatif. Ada beberapa model jagad raya yang dapat disajikan sebagai
penyelesaian persamaan Einstein.
6.1
raya. Terlebih dahulu akan dihitung tensor energi-momentum gas galaksi. Setiap
partikel (galaksi) di jagad raya bergerak mengikuti garis dunia (world line).
Kecepatan4 partikel tersebut dapat dinyatakan oleh vektor kontravarian V
V =
dx
d
(6.1)
dengan x adalah vektor koordinat4 dan adalah swawaktu (proper time) yang
diukur oleh jam standar yang ikut bergerak bersamanya. Partikel-partikel di jagad
raya dapat dianggap sebagai fluida sempurna (perfect fluid). Tensor energimomentum untuk fluida sempurna dirumuskan sebagai (Anugraha, 1997)
T = ( + p )V V + pg
(6.2)
dengan adalah rapat massa galaksi dan p adalah tekanan jagad raya.
Sepanjang garis dunia partikel gas galaksi, koordinat (r , , ) bernilai
konstan. Dari keadaan ini, metrik Robertson-Walker (Anugraha, 1997) memberikan
ds 2 = dt 2
(6.3)
ds 2 = d 2
(6.4)
yang berarti
=t.
(6.5)
___________________________________________________________________
150
g 00 = 1 , g11 =
S2
, g 22 = S 2 r 2 dan g 33 = S 2 r 2 sin 2
2
1 kr
(6.7)
1 kr 2
1
1
, g 22 = 2 2 dan g 33 = 2 2 2
2
S
S r
S r sin
(6.8)
(6.9)
pS 2
, T22 = pS 2 r 2 dan T33 = pS 2 r 2 sin 2
2
1 kr
(6.11)
g g g
= 12 g +
x
x
x
(6.12)
Dari pers. (6.7), (6.8) dan (6.12), nilai-nilai lambang Christoffel jenis kedua
yang tak lenyap adalah
0
mn
=
1
2
g mn
kr
1 dS a 1
2
1
, ma 0 = 0am =
m , 11 =
, 22
= r (1 kr 2 ) , 33
=
2
t
S dt
1 kr
1
2
3
33
sin 2 , 122 = 21
= 133 = 31
=
1
2
3
3
, 33
= 12 sin 2 , 23
= 32
= cot
r
(6.13)
(6.14)
___________________________________________________________________
151
0 00
R00 = 0 + 0 0
00
x
x
2
3
1 1
2 2
3 3
(01 + 02
+ 03
) (0) + 10
01 + 20
02 + 30
03
.0
t
x
3 d 2S
=
S dt 2
R11 =
(6.15)
1
110 11
1 11
1
2
3
=
(
1 1
11
11
12
13
x 0
x1
x1 x
x1
1 0
1
1 1
2 2
3 3
11 + 110 10
+ 11
11 + 21
12 + 31
13
= 01
1 0
2 0
3 0
1 1
1
1
01
11 + 02
11 + 03
11 + 11
11 + 122 11
+ 133 11
1
=
1 kr 2
R22 =
2
S d 2S
dS
+
2
+
2
k
dt
dt 2
(6.16)
2 22
+ 2 2
22
2
x
x
3
2
1
22
23
22
2 0
1
3 3
=
0 + 1 + 02
22 + 122 22
+ 32
23
2
x
x
x
0 1
0 2
0 3
1 1
1 2
1 3
22
01 + 22
02 + 22
03 + 22
11 + 22
12 + 22
13
2
S d 2S
dS
= r2
+
2
+ 2k
2
dt
dt
R33 =
(6.17)
3 33
+ 33
33
3
x
x
0
1
2
33
33
33
= 3 (0) 0 + 1 + 2
x
x
x
x
(
(
3 0
1
3 2
0 3
1 3
2 3
+ 03
33 + 133 33
+ 23
33 + 33
30 + 33
31 + 33
32
1 0
0133
2 0
3 0
1 1
1
1
3 2
+ 02
33 + 03
33 + 11
33 + 122 33
+ 133 33
+ 23
33
___________________________________________________________________
152
2
S d 2S
dS
= r sin
+
2
+
2
k
dt
dt 2
(6.18)
6
S2
S d 2 S dS 2
+ +k
2
dt
dt
(6.19)
R 12 g R g = 8GT
(6.20)
R00 12 g 00 R g 00 = 8GT00
3 d 2S
S dt 2
1
2
6
(1) . 2
S
S d 2 S dS 2
.(1) = 8G
+
+
k
dt
dt 2
atau
2
dS
2
2
8
1
dt + k 3 S = 3 GS .
(6.21)
1
1 kr 2
2
2
2
S d 2S
6 S d 2 S dS
dS
1 S
.(1)
+
2
+
2
k
.
+
+
k
2
2
dt
dt
dt 2
2 1 kr 2
S
dt
8GpS 2
1 kr 2
atau
2
2 S d 2 S dS
+ + k S 2 = 8GpS 2 .
dt 2
dt
(6.22)
Untuk komponen22 dan 33 juga diperoleh hasil yang sama dengan seperti pada
komponen11.
___________________________________________________________________
153
(6.23)
2 SS + S 2 + k = 8GpS 2
(6.24)
dS
S =
dt
(6.25)
d 2S
S = 2
dt
(6.26)
dan
untuk menyingkat penulisan. Jika pers. (6.23) dan (6.24) digabungkan, diperoleh
4G
S =
( + 3 p) S
3
(6.27)
atau
2 SS =
8G
( + 3 p ) SS .
3
(6.28)
8G d ( S 2 )
3
dt
(6.29)
d ( S 2 )
+ ( + 3 p ) SS = 0 .
dt
(6.30)
Jika pada ruas kiri persamaan terakhir dikalikan dengan S, bentuk terakhir tersebut
menjadi
d ( S 2 )
d ( S 3 )
d (S 3 )
+ S 2 S + 3 pS 2 S =
+p
=0
dt
dt
dt
(6.31)
atau
d ( S 2 )
d (S 3 )
= p
.
dt
dt
(6.32)
___________________________________________________________________
154
S3
dp d [ S 3 ( + p )]
.
=
dt
dt
(6.33)
Pers. (6.33) dikenal sebagai persamaan kekekalan energi. Sementara itu pers. (6.32)
dapat dibentuk menjadi
d ( S 3 )
d (S 3 )
S
= p
S
dt
dt
(6.34)
d ( S 3 )
= 3 pS 2 .
dS
(6.35)
atau
S 3 = konstan.
(6.36)
Pada keadaan dimana rapat energi didominasi oleh partikel relativistik (radiasi)
maka p = 13 (Weinberg, 1972) sehingga dari (6.35) diperoleh
S 4 = konstan.
(6.37)
S (t = 0) = 0
(6.38)
___________________________________________________________________
155
Waktu saat ini (t 0 ) disebut usia jagad raya sejak t = 0. Jika S = 0 untuk 0 t t 0
maka S = K = konstan dan S = Kt. Nilai
S (t 0 )
= H 0 = t 01
S (t 0 )
(6.39)
t 0 = H 01
(6.40)
atau
Karena S selalu negatif untuk 0 t t 0 maka usia jagad raya haruslah lebih kecil
dari waktu Hubble yang dirumuskan sebagai
t 0 < H 01
(6.41)
Untuk saat di masa depan, nilai tekanan p tidak pernah negatif. Dari pers.
(6.32) nampak bahwa rapat harus lebih kecil dari kenaikan S 3 .
Untuk nilai k = 1, S (t ) definit positif, sehingga S (t ) monoton naik. Saat t
definit negatif maka S (t ) akan membesar lalu mencapai nilai maksimum (saat S (t )
= 0) lalu mengecil sampai S = 0 pada suatu waktu yang terhingga di masa depan.
Jadi secara kualitatif, model dan nasib jagad raya di masa depan ditentukan oleh
tanda kelengkungan ruang. Jika k = 1 atau 0, jagad raya akan berekspansi selamalamanya. Sedangkan jika k = +1, ekspansi terseut akan berhenti dan kemudian
mengalami kontraksi balik menuju keadaan singular S = 0.
6.2
0 =
3(k / S 02 + H 02 )
8G
(6.42)
dan
___________________________________________________________________
156
p0 =
k / S 02 + (1 2q0 ) H 02
8G
(6.43)
k / S 02 dapat bernilai positif, nol atau negatif, sehingga 0 dapat bernilai lebih
besar, sama atau lebih kecil dari rapat kritis (critical density) yang dirumuskan
sebagai
3H 02
= 1,1 1026 kg/m3
c =
8G
(6.44)
p0 << 0
(6.45)
sehingga dapat diambil nilai p0 = 0. Hal ini menunjukkan bahwa rapat energi jagad
raya saat ini didominasi oleh materi non-relativistik. Pers. (6.43) menjadi
k
= (2q0 1) H 02
2
S0
(6.46)
dan (6.42) memberikan perbandingan rapat energi saat ini dengan rapat kritis (6.44)
sebagai
0
= 2q0
c
(6.47)
atau
0 =
3q0 H 02
.
4G
(6.48)
1
2
1
2
rapat energi jagad raya saat ini sama dengan rapat kritis maka ruang-waktu bersifat
datar yang berkorelasi dengan nilai q0 = 12 .
___________________________________________________________________
157
galaksi = 3,1 10 28 kg / m3 .
(6.49)
(6.50)
yang berimplikasi pada model jagad raya terbuka dengan kelengkungan ruang
bernilai negatif. Namun, nilai q0 ini tidak sesuai dengan hasil analisis q antara
hubungan pergeseran dan luminositas yang memberikan nilai q0 = 1,2 (Weinberg,
1972). Di sini ada dua kemungkinan penyebab terjadinya ketidaksesuaian. Pertama,
penghitungan nilai q melalui hubungan pergeseran merah dan luminositas
menghasilkan nilai q0 yang tidak sesuai. Atau kedua, adanya massa yang hilang
(missing mass) berupa materi gelap (dark matter) yang belum dapat dideteksi orang.
Tampaknya, kemungkinan kedua inilah yang lebih masuk akal. Sebab paling tidak,
ada beberapa kandiidat materi jagad raya yang dapat menyumbang massa-energi
agar nilai rapat kritis dapat terlampaui, seperti lubang hitam (black holes), lubang
hitam mini, radiasi latar belakang gelombang mikro, lautan neutrino, graviton
serta materi antar galaksi. Faktor kesulitan teknologi yang menyebabkan orang
belum dapat memastikan materi apa saja yang dapat menyumbang massa jagad agar
dapat melebihi massa kritis jagad raya.
6.3
2 SS + S 2 + k = 8GpS 2 .
(6.51)
(6.52)
___________________________________________________________________
158
2SS + S 2 + k = 0 .
(6.53)
(6.54)
SS 2 = C kS
(6.55)
S 3 =
3C
= tetapan
8G
(6.56)
yang menunjukkan bahwa C adalah suatu tetapan positif. Pers. (6.56) melukiskan
bahwa selama masa dominasi materi, berlaku persamaan kekekalan massa-energi
dengan bentuk yang serupa dengan pers. (6.12).
Pada saat sekarang ini, jagad raya didominasi oleh materi. Pers. (6.52) dapat
dituliskan menjadi
2
SS S
k
= 2 2 = (2q0 1)H 02
S 02
S 0 S 0
S 02 =
atau
k
.
(2q0 1)H 02
(6.57)
(6.58)
dengan indeks0 menyatakan keadaan pada masa sekarang. Pers. (6.55) dapat
dituliskan sebagai
(6.59)
Untuk k = 0, q0 =
Untuk k = 1, q0 < 12 : C =
1
2
2q0
H 0 (2q0 1)3 / 2
: C = S 03 H 02
2q0
H 0 (1 2q0 )3 / 2
(6.60)
(6.61)
(6.62)
___________________________________________________________________
159
Pers. (6.55) akan diselesaikan untuk menentukan nilai S dan t sebagai fungsi
suatu parameter
(development angel)
6.3.1 Untuk k = + 1
Pers. (6.55) menjadi
SS 2 = C S .
(6.63)
C (1 sin )
2
(6.64)
diperoleh
C sin
S =
2
(6.65)
C (1 cos )
= 1.
2
(6.66)
C ( sin )
+D
2
(6.67)
S=
q0
(1 cos )
H 0 (2q0 1) 3 / 2
(6.68)
t=
q0
( sin ) .
H 0 (2q0 1)3 / 2
(6.69)
dan
Pers. (6.68) dan (6.69) melukiskan kurva S sebagai fungsi t dengan parameter
yang berbentuk sikloid. Kurva tersebut ditampilkan pada Gb. 1. Jagad raya yang
dilukiskan oleh nilai k = +1 ini adalam jagad raya yang berhingga (finite universe).
Jagad raya pada model ini berekspansi dari keadaan singular
S = t = = 0,
(6.70)
___________________________________________________________________
160
S maks =
2q0
H 0 (2q0 1)3 / 2
(6.71)
pada saat
t=
q0
H 0 (2q0 1) 3 / 2
(6.72)
t=
2q0
.
H 0 (2q0 1) 3 / 2
(6.73)
Jika pers. (6.68) dan (6.69) diturunkan ke akan diperoleh laju pertambahan
ruji jagad raya sebesar
dS
dS d 1 + cos
=
=
.
dt
dt
sin
d
(6.74)
Laju pertambahan ruji jagad raya pada saat awal ketika jagad raya mulai
berekspansi yaitu saat t 0 + atau 0 + adalah
lim
t 0+
dS
.
dt
(6.75)
dS
.
dt
(6.76)
Adapun laju pengembangan ruji jagad raya pada ruji maksimum tentu saja sama
dengan nol, yang terjadi saat = .
Hasil dua persamaan di atas menunjukkan bahwa ada suatu masa tertentu
dimana laju pengembangan / pengerutan ruji jagad raya melebihi laju cahaya di
ruang hampa yang dirumuskan sebagai
___________________________________________________________________
161
dS 1 + cos
=
>1= c
dt
sin
(6.77)
(6.78)
sehingga diperoleh
Hal ini berarti setengah dari sudut sudut pengembangan jagad raya ketika
berekspansi atau setengah dari sudut pengerutan jagad raya ketika berkontraksi
menyebabkan laju pertambahan / pengerutan ruji jagad raya lebih besar daripada
laju cahaya di ruang hampa.
Selanjutnya akan ditentukan ruji dan usia jagad raya saat ini. Pers. (6.64)
dapat dituliskan sebagai
cos 0 = 1
2S0
1
=
1
C
q0
(6.79)
1
q0
(6.80)
2q0 1
.
q0
(6.81)
sehingga
0 = cos 1
dan
sin 0 =
Jika hasil ini diisikan ke dalam pers. (6.68) dan (6.69) dihasilkan nilai-nilai
S0 =
H0
1
2q0 1
(6.82)
dan
t0 =
1 1
q0
1
cos (q0 1)
.
3/ 2
2q0 1
H 0 (2q0 1)
(6.83)
(6.84)
dan
Usia jagad raya = t 0 = 7 milyar tahun
(6.85)
___________________________________________________________________
162
(6.86)
3H 02 (2q0 1) 3
.
4Gq02 (1 cos ) 3
(6.87)
0 =
3H 02 (2q0 1) 3
3H 02 q0
=
4G
4Gq02 (2 q01 ) 3
(6.88)
1
1 + cos
(6.89)
Karena mulai dari 0 2 sepanjang evolusi jagad raya, maka nilai q bernilai
mulai dari
1
2
kembali ke nilai
1
2
6.3.2 Untuk k = 0
Pers. (6.55) menjadi
SS 2 = C.
(6.90)
S 3H 0 t
=
S0 2
2/3
(6.91)
___________________________________________________________________
163
tersebut tidak dapat dikatakan sebagai ruji jagad raya karena jagad raya menurut
model ini tidak bertepi. Oleh karena itu S(t) lebih tepat disebut sebagai suatu faktor
skala kosmik yang menyatakan pengembangan jagad raya. Nilai maksimum S(t)
tidak bermakna.
Usia jagad raya saat ini ketika S = S 0 adalah
t0 =
2
3H 0
(6.92)
(6.93)
dS 2 H 02 S 03
=
dt 3t
(6.94)
1
.
6Gt 2
(6.95)
0 = 6G
3H 0
3H 02
= c
8G
(6.96)
sesuai dengan pers. (6.44). Jadi rapat energi saat ini sejak dari t = 0 hingga menuju
takhingga menurut model k = 0 sama dengan rapat kritis. Secara umum untuk
rentang waktu yang panjang, rapat energi jagad raya untuk model k = 0 selalu sama
dengan rapat kritisnya.
6.3.3 Untuk k = 1
Pers. (6.55) menjadi
SS 2 = C + S .
(6.97)
___________________________________________________________________
164
S=
q0
C (cosh 1)
=
(cosh 1)
2
H 0 (1 2q0 ) 3 / 2
(6.98)
t=
q0
C (sinh )
=
(sinh )
2
H 0 (1 2q0 ) 3 / 2
(6.99)
diperoleh
Pada Gb. 1 ditunjukkan kurva S sebagai fungsi t. Seperti halnya pada model k
= 1, jika t atau maka S . Jadi S di sini adalah faktor skala
kosmik, bukan ruji jagad raya karena nilainya tak memiliki makna. Ini dapat juga
dipahami dari nilai kelengkungan ruang yang negatif.
Jika (6.98) dan (6.99) masing-masing diturunkan ke akan diperoleh laju
pengembangan jagad raya sebesar
dS dS / d cosh + 1
=
=
.
dt
dt / d
sinh
(6.100)
k = 1
k=0
k = +1
Gambar. 6.1
Kurva S sebagai fungsi t untuk tiga nilai k
Ketika jagad raya mulai mengembang ( t 0 + atau 0 + ) menurut model ini
didapat laju pengembangan faktor skala kosmik sebesar
lim
t 0+
dS
.
dt
(6.101)
___________________________________________________________________
165
lim
t
dS
=1= c .
dt
(6.102)
Hal ini menunjukkan bahwa laju pengembangan jagad raya pada model k = 1
sepanjang waktu selalu lebih besar dari laju cahaya di ruang hampa.
Dengan menggunakan hasil (6.97) dan (6.100), terdapat ungkapan
cosh 0 = 1 +
2S
1
=
1
C q0
(6.103)
sehingga
1
q0
0 = cosh 1
(6.104)
dan
sinh 0 =
1
.
q0 (1 2q0 )3 / 2
(6.105)
Jika hasil ini dimasukkan ke dalam pers. (6.99) akan dihasilkan bentuk
t0 =
1
H0
1
q0 cosh 1 (q01 1)
1 2q
(1 2q0 )
0
(6.106)
(6.107)
3( S 2 1)
.
8GS 2
(6.108)
Dengan menggunakan pers. (6.98) dan (6.100), pers. (6.108) dapat dituliskan
menjadi
3H 02 (1 2q0 ) 3
.
4Gq02 (cosh 1) 3
(6.109)
___________________________________________________________________
166
0 =
3H 02 (1 2q0 )3
3H 02 q0
=
4G
4Gq02 (q01 2) 3
(6.110)
1
.
1 + cosh
6.4
1
2
(6.111)
d H = S0
0
t0
dr
1 kr
dt
.
S
0
= S0
(6.112)
(6.113)
d H = S 0 d = S 0 0 =
0
cos 1 (q01 1)
H 0 2 q0 1
(k = +1)
(6.114)
d H = S0
0
dt
2
=
2/3
H0
S 0 (3H 0t / 2)
d H = S 0 d =
0
cosh 1 (q01 1)
H 0 1 2 q0
(k = 0)
(6.115)
(k = 1)
(6.116)
___________________________________________________________________
167
dr
1 kr
t1
dt
(6.117)
t0
t max
t0
dt
S
(6.118)
dengan
t max =
2q0
untuk k = +1
H 0 (2q0 1)3 / 2
(6.119)
untuk k = 0 atau 1.
(6.120)
dan
t max =
2 cos 1 (q01 1)
H 0 2q0 1
(6.121)
6.5
___________________________________________________________________
168
(6.122)
(6.123)
2 2
m n
m n
<
E
E
>
+
<
B
B
>
=
E
+ B = 2 = A
m,n =1
mn = 3 A
(6.124)
m , n =1
atau
A=
2
3
(6.125)
(6.126)
169
dengan
T mn
(6.127)
+ B 2 adalah rapat energi medan elektromagnetik
= T m 0 = S m = (E B) m adalah komponen kem vektor Poynting
= 12 mn E 2 + B 2 E m E n + B m B n adalah tensor tegangan Maxwell.
T 00 = =
T 0m
(E
=
mn
S
T
1
2
) (
(6.128)
(6.129)
(6.130)
Akan dihitung nilai rata-rata komponen T dari nilai di atas. Dari pers.
(6.130) diperoleh
) (
< T mn > = 12 < mn > E 2 + B 2 < E m E n > + < B m B n >
(6.131)
Jika i j maka
< T mn > = 0.
(6.132)
2 1
+ 2 .2 =
3
3
(6.133)
Selanjutnya mengingat radiasi bersifat ajeg (steady), laju aliran energi pada
sembarang arah bernilai nol sehingga nilai rata-rata vektor Poynting lenyap yang
dirumuskan sebagai
< S m > = < T 0m > = < T m0 > = 0
(6.134)
Sementara itu
< T 00 > = .
(6.135)
(6.136)
(6.137)
T = 43 VV + 13
(6.138)
___________________________________________________________________
170
S 2
3(1 kr 2 )
, T22 =
S 2 r 2
3
dan T33 =
S 2 r 2 sin 2
3
(6.139)
Jika pers. (6.139) dihubungkan dengan pers. (6.11) untuk fluida sempurna,
nampak bahwa radiasi elektromagnetik berlaku untuk seperti fluida sempurna
dengan rapat energi dan tekanan yang setara dengan nilai
1
3
. Dengan demikian
pada masa dominasi radiasi dapat dikatakan bahwa nilai tekanan jagad raya sama
dengan sepertiga nilai rapat energinya.
Dengan menggunakan nilai komponen tensor Ricci yang telah dihitung,
persamaan Einstein untuk objek jagad raya pada masa dominasi radiasi dapat
diselesaikan.
Dengan
mengabaikan
tetapan
kosmologi
komponen00
memberikan
8GS
S 2 + k =
3
(6.140)
(6.141)
(6.142)
untuk ketiga nilai k. Jadi nilai k pada dua penyelesaian persamaan Einstein di atas
dapat diabaikan. Dengan mengeliminasi nilai diperoleh
SS + S 2 =
d ( SS )
=0
dt
(6.143)
___________________________________________________________________
171
A
S = dan S 2 = 2 At
S
(6.144)
dengan A tetapan positif. Substitusi hasil terakhir ini ke pers. (6.140) akan
dihasilkan
3 1
32G t 2
(6.145)
Jika diasumsikan bahwa selama masa ini, radiasi berada dalam kesetimbangan
suhu dengan materi, maka spektrum radiasi tersebut memenuhi aturan spektrum
radiasi benda hitam. Kaitan antara suhu T dengan rapat energi diberikan dalam
hukum Stefan-Boltzmann (disini nilai c diisikan) dengan perumusan (Lawden,
1982)
= aT 4
(6.146)
dengan
a=
8 5 k 4
= 7,5.10 16 Jm 3 K 4
3 3
15c h
(6.147)
3c 2 1
T =
32Ga t
= 1,52 1010 t 1 / 2
(6.148)
Jika diamati, persamaan di atas berisi tiga tetapan dasar dalam teori kuantum
gravitasi yaitu G, c dan h. Persamaan di atas juga menceritakan bahwa ketika jagad
raya berusia satu detik, suhunya kira-kira 1,52 1010 K . Ketika waktu t bertambah,
maka suhunya menurun.
6.6
___________________________________________________________________
172
Tabel 6.1
Data fisis jagad raya (k = +1)
No
Lambang
Nilai
Tetapan Hubble
H0
75 km/secMpc
Waktu Hubble
H 01
13 milyar tahun
Parameter perlambatan
q0
1,2
S0
S max
t0
1
t
2 max
t max
59 milyar tahun
2 2 S 03
2,2 1079 m3
10
11
3
2 2 S max
1,1 1080 m3
min
0,55
12
13
Sudut pengembangan
14
(dS / dt )0
0,85 c
15
6 2 S 02 S0
16
0V0
5,6 1053 kg
17
mtotal / msun
2,8 1028
18
mtotal / mproton
3,4 1080
19
Horison partikel
dH
20
Horison peristiwa
dE
___________________________________________________________________
173
6.7
selamanya ataukah pada akhirnya akan terhenti dan kembali menyusut ? Apakah
akan terjadi suatu kebalikan Big Bang yaitu semacam Big Crunch (Penciutan
Dahsyat), ketika seluruh materi di jagad raya tertarik menuju satu titik, serta radiasi
2,7 K memanas kembali ? Setelah Big Crunch, apakah akan terjadi lagi the New
Big Bang yang memulai evolusi jagad raya yang baru ? (Krane, 1992).
Dari telaah pada pasal 3, rapat energi jagad raya yang disumbang oleh galaksi
tampak bernilai lebih kecil daripada rapat kritis yang memisahkan model jagad
terbuka dengan model jagad tertutup. Sementara itu analisis pergeseran merah
galaksi menunjukkan model jagad raya tertutup. Manakah yang lebih mendekati
fakta ?
Jika nilai H 0 dan q0 berturut-turut adalah 75 km/secMpc dan 1,2, agaknya
masih sangat lama bagi jagad raya untuk mencapai ekspansi maksimum, terlebih
lagi untuk mencapai kontraksi akhir. Waktu yang diperlukan untuk keduanya
berturut-turut adalah 23 dan 52 milyar tahun.
Dalam kaitannya dengan alam, pertanyaan yang cukup mendasar adalah
tentang adanya peradaban lain di jagad ini. Apakah manusia hanyalah satu-satunya
makhluk beradab di jagad yang amat luas dan hampir kosong ini yang menempati
bumi yang tak istimewa ? Ataukah jagad raya penuh berisi bentuk-bentuk
kehidupan lain di luar jangkauan pemikiran manusia ? Apapun jawaban untuk
keduanya sama-sama menimbulkan rasa kagum, takut dan takjub.
Demikian pula masa depan jagad raya ini telah memiliki dua kemungkinan
yang sama-sama menimbulkan rasa takut dan kagum.
(1) Jagad raya akan mengembang selamanya, semua bintang dan galaksi akan
menggunakan seluruh energinya sampai habis hingga menjadi lubang hitam.
Seluruh proton akan meluruh menjadi antilepton. Jagad raya akan menjadi
dingin dan gelap, serta seluruh kehidupan berakhir.
(2) Ekspansi jagad raya akan berhenti yang diikuti dengan penyusutan gravitasi,
serta seluruh jagad raya luluh menjadi satu titik. Mungkin akan terbentuk jagad
raya yang baru dengan hukum-hukum alam yang berbeda. Tidak ada yang
___________________________________________________________________
174
mengetahui kapan dan bagaimana peristiwa itu akan terjadi, kecuali Tuhan yang
telah menciptakan jagad raya ini.
___________________________________________________________________
175
1.
S
[du 2 + u 2 (d 2 + sin 2 d 2 )] c 2 dt 2
ds =
2
1 + ku / 4
2
2.
u
1 + ku 2 / 4
du 2
ds =
2 2
1 H u / c
+ u 2 (d 2 + sin 2 d 2 ) c 2 (1 H 2 u 2 / c 2 ) dT 2
r=
3.
u exp( HT )
A 1 H 2u 2 / c 2
, t =T +
ln(1 H 2 u 2 / c 2 )
.
2H
4.
___________________________________________________________________
176
5.
Suatu jagad raya yang berisi radiasi berapat energi U memiliki persamaan
keadaan
2 SS + S 2 + kc 2 c 2 S 2 = 13 c 2US 2 ,
3( S 2 + kc 2 ) c 2 S 2 = c 2US 2 .
Tunjukkan bahwa
S 2 S 2 = c 2 ( D kS 2 + 13 S 4 )
dengan D adalah parameter rapat energi yang didefinisikan oleh persamaan
3D = US 4 .
6.
___________________________________________________________________
177
BAB VII
DINAMIKA GERAK PARTIKEL DAN FOTON
Selama beberapa abad sejak kemunculannya di abad ke17, gravitasi
Newton menjadi hukum yang melandasi dan mendeskripsikan gerak bendabenda
yang terikat dalam interaksi gravitasi. Keakuratannya untuk menganalisis dinamika
gerak benda langit misalnya, tak diragukan lagi. Namun, ada beberapa gejala yang
tak mampu dijelaskan dengan gravitasi Newton, seperti presesi orbit planet di
sekitar matahari (sebagai benda massif), pembelokan cahaya ketika melewati benda
massif (misalnya cahaya bintang yang lewat di sekitar matahari) dan sebagainya
(Bose, 1980)
Teori relativitas umum yang dirumuskan oleh Einstein pada tahun 1915
dalam bentuk teori gravitasi Einstein ternyata mampu menerangkan fenomena
tersebut. Teori ini menyempurnakan gravitasi Newton dengan memasukkan efek
kelengkungan ruangwaktu akibat hadirnya materi di dalamnya. Gravitasi Newton
merupakan bentuk khusus dari gravitasi Einstein untuk medan gravitasi lemah
(Lawden, 1982).
Persamaan gravitasi Einstein dirumuskan dalam bentuk persamaan tensor. Jika
dinamika sistem ingin diselidiki melalui persamaan ini, mulamula metrik
ruangwaktu sistem tersebut dirumuskan sehingga diperoleh nilai tensor metrik.
Selanjutnya nilai komponen simbol Christoffel, tensor Ricci dan skalar
kelengkungan dapat ditentukan. Selain itu, tensor energimomentum dalam sistem
tersebut harus dirumuskan pula. Pada akhirnya semua nilai tersebut diisikan ke
dalam persamaan gravitasi Einstein lalu diselesaikan.
Kasus yang dapat diselesaikan secara analitik harus memiliki persyaratan
simetri ruangwaktu misalnya penempatan materi statik bermassa M di pusat
koordinat. Untuk sistem ini, Schwarszchild menemukan penyelesaian berupa metrik
Schwarszchild (Misner dkk, 1973). Untuk objek bermassa M massif, terdapat
besaran ruji Schwarszchild Rs = GM / c 2 . Dari metrik tersebut, dapat diturunkan
___________________________________________________________________
178
konsep lubang hitam yang dibatasi oleh horison peristiwa, dimana setiap
partikel/foton yang berada di dalam horison peristiwa tidak dapat keluar darinya.
Belakangan ditemukan salah satu sifat lubang hitam yang ternyata dapat
melepaskan sebagian materi, jika konsep kuantum diisikan ke dalamnya (Hawking,
1974). Yang jelas, lubang hitam telah menjadi salah satu objek fisis dan matematis
yang memancing rasa keingintahuan orang untuk mengetahui karakteristiknya lebih
dalam.
Pada bab ini dikaji berbagai perilaku gerak foton dan partikel (yang
bermassa jauh lebih kecil dari massa lubang hitam Schwarszchild) di sekitar lubang
hitam Schwarszchild.
7.1
R (1 / 2) g R = (8G / c 4 )T
(7.1)
ds 2 = (1 2m / r )c 2 dt 2 + (1 2m / r )1 dr 2 + r 2 (d 2 + sin 2 d 2 ) .
(7.2)
dengan
g 00 = (1 2m / r ) , g11 = (1 2m / r ) 1 , g 22 = r 2 , g 33 = r 2 sin
___________________________________________________________________
179
dan g = 0 untuk .
7.2
(7.3)
PERSAMAAN GEODESIK
Dinamika partikel bermassa (dengan massa partikel = m p <<< M) yang
d 2x
ds 2
dx dx
=0
ds ds
(7.4a)
d
dx g dx dx
2 g
= 0.
ds
ds x ds ds
Dinamika gerak untuk foton dapat diperoleh dengan mengisikan ds
(7.4b)
2
= 0 pada
metrik ruang-waktu.
r
sin
+
=0,
ds r 2m ds (r 2m) 2 ds
r 2 ds
ds
ds
2
(7.5a)
d 2 d
d
2
r
r sin cos = 0 ,
ds ds
ds
(7.5b)
d 2
d
2
r sin
=0,
ds
ds
(7.5c)
dan
d r 2m dt
= 0.
ds r ds
(7.5d)
Persamaan metrik
ds 2 = g dx dx
(7.6a)
___________________________________________________________________
180
(7.6b)
c 2 (r 2m) dt
r dr
2 d
2 d
+
+
sin
r
= 1.
r 2m ds
r
ds
ds
ds
Dalam
rangka
mengolah
persamaan
(7.5)
lebih
lanjut,
(7.7)
selanjutnya
ds 2 = c 2 d 2 .
(7.8)
Dengan kaitan ini, persamaan (7.5a), (7.5b), (7.5c) dan (7.5d) dapat dilakukan
substitusi sehingga diperoleh hasil : untuk persamaan tersebut, bentuknya tetap
setelah melalui penggantian s . Sedangkan persamaan (7.7) berubah sedikit
menjadi :
2
2
2
2
c 2 (r 2m) dt
r dr
2 d
2 d
2
+ r
+ sin
= c .
r 2 m d
r
d
d
d
(7.9)
Ditinjau partikel yang jatuh bebas pada daerah r > 2m secara radial dengan
dan konstan, yang berarti d = d = 0 . Persamaan (7.5d) di atas dapat dituliskan
menjadi
dt / d = kr /(r 2m) ,
(7.10)
dengan k merupakan suatu suatu tetapan. Jika kita mengambil keadaan awal saat
t = 0, r = R > 2m
dan
dr / dt t =0 = u
dengan 0 u < c , akhirnya diperoleh
2
(7.11)
___________________________________________________________________
181
t =0
r=R
dt = t =
r 3 / 2 ( R 2m) 3 / 2 dr
(r 2m){2mc 2 ( R r )( R 2m) 2 + u 2 R 3 (r 2m)}1 / 2
(7.12)
Terlihat dari integral (7.12) di atas, jika batas atas integrasi r 2m, maka t .
Hal ini mengindikasikan bahwa rentang waktu t digelar menuju takhingga.
Untuk kasus khusus dimana partikel dilepaskan dalam keadaan rehat (u = 0),
persamaan (7.11) tereduksi menjadi
(dr / dt ) 2 = 2mc 2 (1 2m / R ) 1 (1 2m / r ) 2 (r 1 R 1 ) ,
(7.13)
atau
dr / dt = c 2m /(1 2m / R) (1 2m / r ) (1 / r 1 / R) .
(7.14)
(1 / r 1 / R) , karena
2m /(1 2m / R ) > 0 untuk R > 2m .
Untuk suku (1 2m / r ) , nilai r dapat bernilai sembarang, sehingga keadaan
dr / dt ditentukan oleh suku
dr / dt = c 2m /(1 2m / R) (1 2m / r ) (1 / r 1 / R) .
(7.15)
ct = ( R / 2m 1)1 / 2
r
r 3 / 2 dr
.
(r 2m)( R r )1 / 2
(7.16)
Dari integral (7.16) di atas tampak bahwa nilai t saat r 2m. Ini berarti dalam
koordinat Schwarzschild, partikel tersebut membutuhkan koordinat waktu (t) yang
tak terhingga untuk mencapai horison peritiwa berupa bola beruji 2m.
___________________________________________________________________
182
Kini yang diukur adalah waktu pribadi () partikel tersebut. Jika persamaan
(7.10) diisikan ke dalam persamaan (7.9) untuk gerak radial, diperoleh
2
r dr
c 2 ( r 2m )
c 2 ( R 2 m) 3
r
2
= c
2
2
2 2
r 2 m d
r
R{c ( R 2m) u R } r 2m
atau
2
(7.17)
c =
R1 / 2 r 1 / 2 {c 2 ( R 2m) 2 u 2 R 2 }1 / 2 dr
2
2
2 3
1/ 2
R {2 mc ( R r )( R 2 m) + u R ( r 2 m)}
(7.18)
Untuk kasus khusus keadaan awal partikel adalah keadaan rehat (u = 0),
persamaan (7.17) tereduksi menjadi
(dr / d ) 2 = 2mc 2 (1 / r 1 / R ) .
(7.19)
atau
dr / d = c 2m (1 / r 1 / R) .
(7.20)
Sama halnya pada telaah untuk nilai dr/dt di atas, agar nilai dr / d tidak imaginer
harus dipenuhi syarat
(1 / r 1 / R ) > 0 atau r < R
yang menunjukkan bahwa gerak partikel tersebut menuju ke arah lubang hitam.
Karena itu juga dipilih tanda minus sehingga (7.20) menjadi
dr / d = c 2m (1 / r 1 / R) .
(7.21)
= 0 saat r = R
memberikan hasil
c = ( R 3 / 2m)
+ 12 cos 1 (2 1) ,
(7.22)
dengan
___________________________________________________________________
183
=r/R
dan nilai invers cosinus dapat diambil untuk kuadran satu atau dua. adalah waktu
yang dihitung oleh jam yang ikut bergerak bersama partikel. Berbeda dengan nilai t,
ternyata nilai tetap berhingga, walaupun r 2m.
ds 2 = (1 2m / r )c 2 dt 2 + (1 2m / r )1 dr 2 + r 2 d 2
(7.23)
g
g g
= 12 g +
x
x
x
(7.24)
x 0 = t , x1 = r dan x 2 = ,
maka nilai lambang Christoffel yang tak lenyap adalah
0
1
1
01
= 100 = 11
= mr 2 (1 2m / r ) 1 , 00
= c 2 m(1 2m / r )r 1 ,
1
2
22
= r (1 2m / r ) , 122 = 21
= r 1 .
(7.25)
d 2t
ds
+ 2100
dt dr
=0
ds ds
(7.26a)
1 dt
1 dr
1 d
+
=0
00
11
22
ds 2
ds
ds
ds
2
d 2r
d 2
ds
2
+ 221
d dr
=0
ds ds
(7.26b)
(7.26c)
___________________________________________________________________
184
d 2t
d 2
=0
(7.27a)
dt
1 d
+ 22 = 0
d
d
2
1
00
d 2
d 2
(7.27b)
=0
(7.27c)
t = k1 + k 2
(7.28a)
= k 3 + k 4
(7.28b)
dan
(7.29)
(7.30)
(7.31)
(7.32)
dengan tetapan L adalah momentum sudut partikel per satuan massa lubang hitam.
Selain tetapan L tersebut terdapat tetapan lain yang dapat diperoleh dengan
menuliskan persamaan (7.26a) sebagai
d [(1 2m / r )(dt / d )] / d = 0
atau
___________________________________________________________________
185
(7.33)
dengan tetapan Ec 2 dapat diartikan sebagai energi total partikel (mencakup energi
potensial gravitasi) per satuan massa lubang hitam. Dengan menggunakan dua
tetapan di atas, persamaan (7.23) untuk ds 2 = 0 dapat dinyatakan sebagai
( Ec) 2 = (dr / d ) 2 + ( L / r ) 2 (1 2m / r )
(7.34)
1
2
dimensi sebesar
V (r ) = 12 ( L / r ) 2 (1 2m / r ) .
(7.35)
dV
L2
L2 m
= 3 (1 2m / r ) + 4 = 0
dr
r
r
atau
r = 3m
(7.36)
7.5
0 = (1 2m / r )c 2 dt 2 + (1 2m / r )1 dr 2
atau
dr / dt = c(1 2m / r ) .
(7.37)
Nilai dr / dt dapat dikatakan sebagai laju foton pada daerah di sekitar lubang
hitam. Tampak dari persamaan (7.37) di atas bahwa untuk daerah di luar lubang
hitam (r > 2m) , nilai laju foton selalu kurang dari c. Bahkan saat foton tepat berada
di horison peristiwa r = 2m , laju foton tepat sama dengan nol. Ini berarti ketika
horison peristiwa berimpit dengan foton yang tepat gagal melepaskan diri dari
lubang hitam (pada r = 2m ). Dari persamaan (7.37) disimpulkan bahwa nilai laju
___________________________________________________________________
186
foton hanya sama dengan c ketika foton berada di tempat jauh tak berhingga
r , (arti fisisnya : pengaruh lubang hitam tidak mengenai foton tersebut) atau
jika lubang hitam tersebut dilenyapkan ( m = 0 ) dengan arti fisis : ruangwaktu
menjadi datar (Minkowski) sehingga laju foton = c di sembarang tempat.
7.6
___________________________________________________________________
187
7.7
(7.38)
(7.39)
dan
2 S (d 2 S / dt 2 ) + (dS / dt ) 2 + k S 2 = 8GpS 2 .
(7.40)
(7.42)
Untuk memperoleh hasil persamaan (7.39) dan (7.40) telah diasumsikan jagad
raya bersifat homogen isotrop dengan gas galaksi seperti fluida sempurna (perfect
fluid) dengan tensor energi-momentum kovarian rank-2 yang bersangkutan adalah
T = ( + p )V V + g p
(7.43)
dan kecepatan-4 kovarian gas yang ikut bergerak bersama pengamat di dalam
kerangka Robertson-Walker adalah
___________________________________________________________________
188
V = (1,0) .
(7.44)
dx g dx dx
2 g
= 0.
d x d d
(7.45)
2
= 0 pada
metrik tersebut.
7.8
akan ditelaah. Ketiga model jagad raya tersebut sebagai bagian dari penyelesaian
persamaan (7.39) dan (7.40) yang mungkin adalah sebagai berikut (Anugraha,
1997).
1.
Pada model ini, sifat jagad raya adalah datar (flat) tak bertekanan, dimana
perubahan faktor skala sebagai fungsi waktu adalah
S = S 0 ((3 / 2) H 0 t ) 2 / 3
(7.46)
dengan S = faktor skala jagad raya, t = usia jagad raya, dan H 0 = tetapan Hubble.
2.
Model Einstein
(7.47)
Model de Sitter
Pada model ini nilai H sebagai salah satu papameter jagad raya selalu konstan setiap
saat sehingga penyelesaian persamaan gravitasi Einstein untuk faktor skala kosmik
sebagai fungsi waktu t adalah
S = S 0 exp( Ht )
(7.48)
dengan S = faktor skala jagad raya, t = umur jagad raya, dan H = tetapan Hubble.
1.
___________________________________________________________________
189
Kini ditinjau gerakan partikel secara jatuh bebas di jagad raya bermodel debu
datar. Pada model ini jagad raya bersifat datar (flat) dengan kelengkungan ruang
sama dengan nol. Akan ditinjau dua jenis gerakan partikel pada jagad raya model
ini yaitu gerakan radial (r sebagai fungsi t) dan sudut polar sebagai fungsi t.
Dari persamaan (7.46) dengan menurunkan S ke t diperoleh
S0 H 0
dS
=
.
dt (3H 0 t / 2)1 / 3
(7.49)
=0
g 22
d
dt g11 dr
2 g 00
d
d t d
t
2
g 33 d
d
=0
t d
d
2
atau
d 2t
d 2
+ S 0 H 0 (3H 0 t / 2)
=1
1/ 3
2
2
dr 2
2 d
2
2 d
+ r
+ r sin = 0
d
d
d
g 33
d
dr g 22 d
2 g11
d
d
r d
r
2
(7.50)
=0
d
2
atau
d
d
=2
2 dr
2 d
2
2 d
S
+ S r
+ S r sin
=0
d
d
d
2
d
d
(7.51)
d g 33 d
2 g 22
=0
d d
atau
d 2 2 d
d
2 2
S r
+ S r sin cos = 0
d
d
d
(7.52)
d
d d
d
2 2
2
2 g 33
=
2 S r sin
=0
d
d d
d
(7.53)
=3
___________________________________________________________________
190
d 2t
d 2
+ S 0 H 0 (3H 0 t / 2)
1/ 3
dr
=0
d
(7.54)
dan
d 2 dr
S
= 0.
d
d
(7.55)
dr
A
A
= 2 = 2 2
.
d S
S 0 H 0 (3H 0 t / 2) 4 / 3
(7.56)
d 2t
d
B
t
7/3
=0
(7.57)
dengan
B=
A2
S 0 3 H 0 3 (3H 0 / 2) 7 / 3
(7.58)
Melalui substitusi
p=
dt
d
maka
d 2t
d
=p
dp
dt
pdp = Bt 7 / 3 dt .
Dengan melalukan pengintegralan diperoleh
2
3B 4 / 3
dt
t
+C
=
2
d
(7.59)
atau
3B 4 / 3
dt
=
t
+C
d
2
(7.60)
___________________________________________________________________
191
dt
3B
2t 4 / 3
(7.61)
+C
3(3 / 2) 2 / 3 S 0 3 / 2 H 0 8 / 3 5 / 3
2 2/3
t
t
dt
=
+ konstanta
3B
5A
(7.62)
3B 4 / 3
At 4 / 3
t
+C = 2 2
2
S 0 H 0 (3H 0 / 2) 4 / 3
dr
dt
atau
r=
A
S 0 2 H 0 2 (3H 0 / 2) 4 / 3
t 4 / 3 dt
3B 4 / 3
t
+C
2
(7.63)
yang juga sulit diselesaikan secara analitik jika C 0. Jika dipilih C = 0 maka
penyelesaian analitik persamaan di atas adalah
r=
2A
2
3 B S 0 H 0 (3H 0 / 2)
128
2
=
t
3S 3 H 4
0 0
4/3
2 / 3
dt
1/ 6
+ konstanta.
(7.64)
___________________________________________________________________
192
d 2t
d 2
S 0 H 0 r02 (3H 0
/ 2)
1 / 3 1 / 3 d
=0
d
d
S r0
=0
d
(7.65)
(7.66)
d
A
= 2.
d S
(7.67)
d 2t
d
(2 / 3) 7 / 3 r02 A 2 1
S 03 H 04 / 3
7/3
d 2t
d
D
t
7/3
= 0.
(7.68)
3D 4 / 3
dt
t
+C
=
2
d
(7.69)
dt
3D 4 / 3
=
t
+C
d
2
(7.70)
atau
dt
3D
2t 4 / 3
(7.71)
+C
3(3 / 2) 2 / 3 S 03 / 2 H 02 / 3 5 / 3
2
2/3
t
dt
=
t
+ konstanta
3D
5 Ar0
(7.72)
___________________________________________________________________
193
d dt d
=
dt d dt
3D 4 / 3
t
+C
2
A
S 02 (3H 0 / 2) 4 / 3
A
S 02 (3H 0 t
/ 2) 4 / 3
t 4 / 3 dt
3D 4 / 3
t
+C
2
atau
+ konstanta
(7.73)
yang juga sulit diselesaikan secara analitik, kecuali jika telah dipilih nilai tetapan
integrasi C = 0. Untuk kasus pemilihan tetapan C = 0 maka
144t 2
= 3 4 6
S 0 H 0 r0
1/ 6
+ konstanta
(7.74)
Persamaan (7.74) di atas menyatakan hubungan antara sudut polar sebagai fungsi
waktu t untuk partikel yang bergerak pada r konstan di bidang planar.
Dari dua model gerakan di atas masing-masing untuk r dan sebagai fungsi t,
ternyata diperoleh penyelesaian yang serupa yaitu keduanya sebagai fungsi t 1 / 3 .
2.
Model Einstein
Dari persamaan geodesik (7.65) dan nilai tensor metrik pada persamaan (7.41),
(7.75)
d 2r
1 kr 2 d 2
dr
d
2 d
+ 2r
+ 2r sin = 0
2 2
(1 kr ) d
d
d
2kr
(7.76)
Untuk = 2 diperoleh
d 2
dr d
d
r
2r
+ r 2 sin cos = 0
2
d d
d
d
2
(7.77)
(7.78)
___________________________________________________________________
194
dengan B = konstanta.
Sekarang ditinjau gerakan radial sehingga d = d = 0 . Persamaan (7.77) dan
(7.78) berturut-turut menyatakan 0 = 0 dan B = 0. Persamaan (7.76) menjadi
(1 kr )
2
d 2r
d 2
dr
+ 2kr = 0
d
(7.79)
d 2r
dt 2
dr
+ 2kr = 0
dt
(7.80)
dv
v (1 kr 2 ) + 2krv = 0
dr
(7.81)
dv
2kr
= 2
dr
v kr 1
(7.82)
(7.83)
k = 1 v = dr / dt = C (r 2 1) r =
k = 0 v = 0 r = konstan
(7.85)
k = 1 v = dr / dt = C (r 2 + 1) r = tg ( Dt + E ) .
(7.86)
(7.84)
dengan C, D dan E adalah tetapan integrasi. Jadi penyelesaian untuk jagad raya
model Einstein untuk gerakan radial adalah persamaan trayektori persamaan (7.84)
Model de Sitter
Persamaan faktor skala jagad raya sebagai fungsi waktu untuk model de Sitter
ini adalah
S = S 0 exp( Ht )
(7.87)
___________________________________________________________________
195
d 2t
dr
=0
+ HS 02 exp(2 Ht ) = 0
d
d
d
2 dr
2 d
2
2 d
=1
2S
+ 2S r + 2S r sin = 0
d
d
d
d
(7.89)
d
d
2 2 d
2 2
=2
2S r
+ 2S r sin cos = 0
d
d
d
(7.90)
=3
(7.88)
2
d
B
= 2 2
d S r sin 2
(7.91)
(7.92)
d 2t
+ C exp(2 Ht ) = 0
d
(7.93)
dengan
C=
AH
S 04
Dilakukan substitusi
p=
dt
d
sehingga
d 2t
d
= p
dp
.
dt
___________________________________________________________________
196
dt
= CH exp(2 Ht ) + D
d
(7.94)
atau
d =
dt
CH exp(2 Ht ) + D
(7.95)
u = CH exp(2 Ht ) + D
sehingga
t = (1 / 2 H )(ln[u 2 D ) ln[CH ])
dan
dt =
udu
H (u 2 D)
1
2H
D u +
du
u D
1
CH exp(2 Ht ) + D + D
+ konstanta
ln
2 H D CH exp(2 Ht ) + D D
1
(7.96)
(7.97)
exp(2Ht )
(7.98)
atau
r=
A
S 02
D + ( AH 2 / S 04 ) exp(2 Ht ) dt
r=
A3 / 2
S 04
exp( Ht ) + konstanta.
(7.99)
___________________________________________________________________
197
7.9
persamaan geodesik, maka tidak demikian pada gerakan foton, mengingat nilai
d foton = 0. Karena swa-waktu foton bernilai demikian maka gerakannya dikaji
dr
2 d
2
2 d
+r
+ r sin
dt
dt
dt
2
= 1.
(7.100)
Dari persamaan (7.100) di atas dapat ditelaah gerakan foton baik untuk koordinat r,
maupun sebagai fungsi t untuk model-model jagad raya di atas, bergantung pada
perumusan S sebagai fungsi t.
1.
Model debu (
= 0 dan p = 0) dengan k = 0
Pada model ini ditinjau gerakan radial saja, gerakan sudut polar saja dan
gerakan sudut saja. Untuk gerakan radial semata, persamaan (7.100) tereduksi
menjadi
dr =
t 2 / 3 dt
S 0 (3H 0 / 2) 2 / 3
(7.101)
r=
3
S 0 (3H 0 / 2)
2/3
t 1 / 3 + konstanta.
(7.102)
Dengan cara yang sama dapat diperoleh nilai sebagai fungsi t untuk gerakan pada
r konstan = r0 di bidang planar = / 2 yaitu
3
S 0 r0 (3H 0 / 2)
2/3
t 1 / 3 + konstanta.
(7.103)
3
S 0 r0 (3H 0 / 2)
2/3
t 1 / 3 + konstanta.
(7.104)
___________________________________________________________________
198
2.
Model Einstein
Untuk model ini, bentuk persamaan gerakannya lebih sederhana lagi karena
nilai S yang konstan. Untuk ketiga gerakan foton jatuh bebas seperti halnya pada
model debu di atas, diperoleh penyelesaian berturut-turut sebagai berikut :
1.
gerakan radial
k = +1
r = sin(t / S + C )
(7.105)
k =0
r =t/S +C
(7.106)
k = 1
r = tg (t / S + C )
(7.107)
2.
= t /( Sr0 ) + C
(7.108)
3.
= t /( Sr0 ) + C
(7.109)
dr 2
1 r / R
2
+ r 2 (d 2 + sin 2 d 2 ) .
(7.110)
dengan R konstan.
Lambang Christoffel dirumuskan sebagai (Lawden, 1982)
= 1 g g
/ x + g / x g / x .
2
(7.111)
Dari nilai-nilai lambang Christoffel, dapat dicari nilai tensor Ricci R yang
dirumuskan sebagai (Lawden, 1982)
R =
+
.
(7.112)
___________________________________________________________________
199
d
dx g dx dx
g
=0.
ds
ds x ds ds
(7.113)
(7.114)
Tampak bahwa koordinat3 spatial dipilih dalam bentuk koordinat bola. Dari
metrik persamaan (7.110), nilai komponen tensor metrik kovarian yang tak lenyap
adalah :
g 00 = (r 2 / R 2 ) 1 , g11 = R 2 /( R 2 r 2 ) , g 22 = r 2 , g 33 = r 2 sin 2 .
(7.115)
Adapun nilai g untuk bernilai lenyap. Nilai komponen tensor metrik dari
persamaan (7.115) di atas bersifat simetri. Mengacu pada persamaan (7.115) di atas,
untuk r R, tensor metrik mengalami singularitas.
Sementara itu relasi antara tensor metrik kovarian dan kontravarian adalah
1, =
g g = =
,
0,
(7.116)
(7.117)
Sama halnya dengan tensor metrik kovarian, nilai tensor metrik kontravarian juga
bersifat simetri. Demikian pula tensor metrik kontravarian mengalami simgularitas
untuk r = 0 dan r = R.
Langkah selanjutnya, dari nilai tensor metrik yang tertera pada persamaan
(7.115) dan (7.117), dapat dihitung nilai-nilai lambang Christoffel yang tak lenyap
dengan menggunakan rumus persamaan (7.111) sebagai berikut :
1
0
0
1
00
= r (r 2 R 2 ) / R 4 ; 10
= 01
= r /(r 2 R 2 ) ; 11
= r /( R 2 r 2 ) ;
___________________________________________________________________
200
1
2
2
1
22
= r (r 2 R 2 ) / R 2 ; 21
= 12
= 1 / r ; 33
= r sin 2 (r 2 R 2 ) / R 2 ;
3
3
2
3
3
13
= 31
= 1 / r ; 33
= (1 / 2) sin 2 ; 23
= 32
= cot .
(7.118)
3( R 2 r 2 )
R4
; R11 =
; R 33 = R 22 sin =
2
r 2 R2
3r 2 sin 2
R2
. (7.119)
12
R2
(7.120)
(7.121)
sehingga metrik de Sitter pada persamaan (7.110) untuk gerak foton menjadi
c 2 (r 2 R 2 )dt 2
R
R 2 dr 2
2
R r
+ r 2 (d 2 + sin 2 d 2 ) = 0 .
(7.122)
___________________________________________________________________
201
c 2 (R 2 r 2 )2
dr
.
=
dt
R4
(7.123)
Jika diambil akar positif (mengingat untuk t positif, r bergerak keluar) diperoleh
dr
R2 r 2
c dt
R2
(7.124)
Pengintegralan menghasilkan
R+r
ct
1
ln
=
+k,
2R R r R 2
(7.125)
k=
R + r0
1
ln
2 R R r0
(7.126)
t=
R ( R + r )( R r0 )
ln
.
2c ( R r )( R + r0 )
(7.127)
R R+r
.
ln
2c R r
(7.128)
Persamaan di atas menunjukkan bahwa nilai t hanya valid untuk daerah 0 r < R .
Untuk r R maka t . Persamaan (7.128) dapat dinyatakan dalam ungkapan
r=R
exp(2ct / R ) 1
.
exp(2ct / R ) + 1
(7.129)
c 2 ( R 2 r02 )
d
= konstan.
=
dt
r02 R 2
(7.130)
c R 2 r02
r0 R
dt ,
(7.131)
___________________________________________________________________
202
(t ) = 0 +
c R 2 r02
r0 R
t.
(7.132)
Gerakan foton pada kasus ini adalah berupa gerakan azimut melingkar pada
r = r0 = konstan dengan kecepatan sudut azimut konstan sebesar
( c / r0 R )( R 2 r02 )1 / 2 .
Pada gerakan ini perlu diberikan pembatasan bahwa r0 0 kecepatan sudutnya
tidak tak hingga, juga r0 R agar kecepatan sudutnya tidak lenyap. Ini berarti,
syarat gerakan melingkar stabil terletak pada daerah 0 < r = r0 < R .
Demikian pula untuk gerakan foton polar dengan r = r0 =
konstan dan
(7.133)
(t ) = 0 +
c R 2 r02
r0 sin 0 R
t.
(7.134)
Mirip dengan gerakan foton secara azimut di atas, pada gerakan foton polar ini,
syarat agar gerakan stabil adalah r0 0 , r0 R , 0 0 dan 0 . Kecepatan
sudut polar gerak foton ini bernilai konstan = ( c / r0 sin 0 R )( R 2 r02 )1 / 2 .
r 2 R 2 c dt 2 R 2 dr 2
+ r 2 d
+
R 2 ds
R 2 r 2 ds
ds
2 d
+ sin
ds
= 1.
(7.135)
203
dt
k R2
,
=
ds c (r 2 R 2 )
(7.136)
2
2
d R 2 dr r 2 R 2 c dt
R 2 dr
2
2
ds R 2 r 2 ds r R 2 ds
r R r 2 ds
( )
2 d
2 2 d
r
r sin = 0,
r
r
ds
ds
2
(7.137)
d 2 d 2 2 d
r sin = 0 .
r
ds ds
ds
d
l
.
=
ds r 2 sin 2
(7.138)
(7.139)
r 2 R 2 c dt 2 R 2 dr 2
=1.
+
R 2 ds R 2 r 2 ds
(7.140)
k 2R2
r 2 R2
R2
k 2R4
dr
= 1,
R 2 r 2 c 2 (r 2 R 2 ) 2 dt
(7.141)
c 2 [(k 2 + 1) R 2 r 2 ][ R 2 r 2 ]2
dr
=
.
dt
k 2R6
(7.142)
2 1/ 2
[r + R ][ r + (k + 1) R ]
c dt
kR 3
(7.143)
___________________________________________________________________
204
dx
1
2[b(bc ad )]1/ 2
ln
(7.144)
ln
(k 2 + 1) R 2 r 2 + kr
(k 2 + 1) R 2 r 2 kr
ct
kR 3
+K,
(7.145)
0 sehingga
(k 2 + 1) R 2 r 2 + kr
R
t=
ln
.
2c
(k 2 + 1) R 2 r 2 kr
(7.146)
tidak negatif serta r R agar penyebut 0. Dua syarat tersebut dapat digabung
menjadi
0 r < R atau R < r < R k 2 + 1 .
(7.147)
A 2 2 exp(2cT / R )
ct = cT R ln1
2
(7.148)
r = A exp(cT / R )
(7.149)
Bentuk metrik ini sama dengan metrik jagad raya de Sitter yang berasal dari metrik
RobertsonWalker yang dirumuskan sebagai
d 2
ds 2 = c 2 dT 2 + S 2
+ 2 (d 2 + sin 2 d 2 ) ,
1 k 2
(7.151)
kemudian dengan mengisikan untuk jagad raya de Sitter beberapa nilai berikut :
___________________________________________________________________
205
jagad raya bersifat datar (flat) karena tidak memiliki rapat massa maupun
tekanan p sehingga nilai tetapan kelengkungan k = 0.
r exp(ct / R )
A 1 r / R
2
cT = ct + R ln 1 r 2 / R 2 .
(7.152)
(7.153)
(7.154)
Karena gerakan foton menuju O, diambil akar negatif dari persamaan di atas
sehingga dapat ditulis menjadi
exp(cT / R ) dT = ( A / c) d .
(7.155)
Jika diintegralkan
T
T0
A
exp(cT / R) dT = c d
atau
exp(cT / R) = exp(cT0 / R) ( A / R) .
(7.156)
R
ln[1 ( A / R ) exp(cT0 / R )] .
c
(7.157)
___________________________________________________________________
206
Dari hasil terakhir di atas, selang waktu yang diperlukan menurut pengamat di
ruang de Sitter bagi foton untuk menempuh gerakan tersebut adalah
T = T T0 =
R
ln[1 ( A / R ) exp(cT0 / R )] .
c
(7.158)
(7.159)
< ( R / A) exp(cT0 / R) .
(7.160)
atau
___________________________________________________________________
207
1.
2.
A =1 r 2 / R2
dan R tetapan. Saat t = 0, sebuah foton meninggalkan pusat r = 0 dan bergerak
keluar sepanjang garis lurus dengan = tetapan dan = tetapan. Carilah
koordinat r pada waktu t dan tunjukkan bahwa
r = R / 2 saat t = ( R ln 3) / 2c
serta
r R saat t .
3.
___________________________________________________________________
208
4.
t = ( R / c) ln(1 X / R ) .
5.
ds 2 =
r 2 dr 2
(r + 1) 2
+ r 2 (d 2 + sin 2 d 2 )
r dt 2
.
r+2
___________________________________________________________________
209
r=
6.
5 cos( 8 / 3 )
3 + cos( 8 / 3 )
Carilah persamaan gerakan foton yang bergerak secara radial di dalam bola
Schwarzschild dan tunjukkan bahwa foton tersebut bergerak keluar dari pusat
O mengambil koordinat waktu t yang tak hingga untuk mencapai bola
tersebut. Buktikan pula bahwa foton yang bergerak menuju pusat O dari
r = R < 2m membutuhkan waktu t = T yang diberikan oleh
cT = R 2m ln(1 R / 2m)
untuk mencapai O.
7.
Sebuah partikel bergerak sepanjang garis radial menuju O dalam daerah r >
2m. Untuk kondisi awal t = 0, r = R, dr / dt = 0 , buktikan bahwa
2
2m
dr
2
= 2mc 1
R
dt
2m 1 1
1
.
r r R
ct =
1
2m
r 3 / 2 dr
(r 2m)( R r )1/ 2
r
1/ 2
=
1
2m
1
r / R 2m ln
1 +
dengan
2 m( R r )
.
r ( R 2 m)
8.
___________________________________________________________________
210
9.
10.
11.
ds 2 =
dr 2 + r 2 d 2
r 2 a2
r 2 dr 2
(r 2 a 2 ) 2
(r > a),
2 2
2 4
a
+a r =k r
d
___________________________________________________________________
211
12.
ds 2 = dr 2 + r 2 sin 2 d 2 .
Tunjukkan bahwa keluarga lintasan geodesik diberikan oleh
r = a sec( sin )
dengan , adalah tetapan sembarang.
13.
ds 2 = dr 2 + r 2 (d 2 + sin 2 d 2 )
dengan merupakan fungsi r saja. Tunjukkan bahwa sepanjang lintasan
geodesik untuk = / 2 serta d / ds = 0 saat s = 0, berlaku
= d
dengan r = b sec .
14.
ds 2 = e 2kx (dx 2 + dy 2 + dz 2 dt 2 )
dengan k tetapan, serta
15.
ds 2 = 2 (dx 2 + dy 2 + dz 2 ) c 2 dt 2
dengan = (1 kx) 1 dan k tetapan, serta
___________________________________________________________________
212
dengan v = V untuk x = 0.
16.
___________________________________________________________________
Daftar Pustaka
213
_______________________________________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA
Anugraha, R., 1997 : Teori Relativitas Umum Einstein dan Penerapannya pada
Model Standar Alam Semesta pada keadaan awal, sekarang dan masa
depan, Skripsi, Fakultas MIPA UGM, Yogyakarta.
Bose, S.K., 1980 : An Introduction to General Relativity, cetakan ke 10, Wiley
Eastern Limited.
Farmer, G., 1966, Derivation of Compton Scattering Relation in Covariant
Notation, American Journal of Physics, Vol. 34, p. 614.
Hawking, S., 1974 : Black Hole Explosion ? Nature, vol. 248, p. 30 33.
Krane, K., 1992 : Fisika Modern, UI Press, Jakarta.
Lapidus, I.R., 1972, Motion of a Relativistic Particle Acted Upon by a Constant
Force and a Uniform Gravitational Field, American Journal of Physics, Vol.
40, p. 984 988.
Lawden, D.F., 1982 : An Introduction to Tensor Calculus, Relativity and
Cosmology, John Wiley & Sons, New York.
Misner, C.W., Thorne, K.S., Wheeler, J.A., 1973 : Gravitation, W.H. Freeman &
Company, New York.
Muller, R.A., 1972, The Twin Paradox in Special Relativity, American Journal of
Physics, Vol. 40, p. 966 969.
Muslim, 1985 : Teori Relativitas Khusus, Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Muslim, 1986 : Analisis Vektor dan Tensor dalam Fisika Matematik, Fakultas
Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Muslim, 1997 : Teori Relativitas Khusus, Produk dan Eksponen Paradigma
Simetri, Unifikasi dan Optimasi dalam Fisika Modern, Lab AtomInti
FMIPA UGM, Yogyakarta.
Peebles, P.J.E., 1971 : Physical Cosmology, Princeton University Press
Siemon, R.E., Snider, D.R., Elastic Collisions as Lorentz Transformations with
Application to Compton Scattering, American Journal of Physics, Vol. 34,
p. 614 615.
Weinberg, S., 1972 : Gravitation and Cosmology : Principles and Applications of
the General Theory of Relativity, John Wiley & Sons, New York.
Wospakrik, H.J., 1987 : Berkenalan dengan Teori Kerelatifan Umum dan Biografi
Albert Einstein, ITB, Bandung.
Zahara, M., Muslim, 1992 : Relativitas Khusus dan Mekanika Kuantum Sebagai
Sokoguru Fisika Masa Kini, Berkala Ilmiah MIPA, No. 2, Tahun IV,
FMIPA UGM Yogyakarta.
_______________________________________________________________________________