A. PENDAHULUAN
Batik Indonesia memiliki nilai seni yang sangat tinggi dan sejarah perkembangan yang luar biasa
sehingga mendapatkan pengakuan internasional melalui UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai
Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible
Heritage of Humanity). Selain itu, batik merupakan komoditi strategis, karena berkontribusi besar dalam
penyerapan tenaga kerja dan ekspor non migas. Berdasarkan data dari BPS, Kementerian Industri dan
Asosiasi Pertekstilan Indonesia, TREDA (2008) memperkirakan sekitar 792.300 tenaga kerja yang
bekerja di UKM batik dan 5.051 orang di industri besar batik. Sampai tahun 2006, ada sekitar 48.300 unit
UKM batik dan 17 unit industri besar batik. Sementara itu ekspor beberapa produk batik mengalami
kenaikan sejak 2003. Ekspor UKM batik pada tahun 2004 mencapai US$ 99.275.000, sedangkan pada
tahun 2005 naik menjadi US$ 104.500.000 dan pada tahun 2006 US$ 110.000.000.
Beraneka ragam jenis batik tersebar di wilayah nusantara, ada batik Yogyakarta, batik
Pekalongan, batik Kalimantan, batik Papua, dan berbagai batik dari wilayah lainnya. Seiring dengan
bermunculannya beragam jenis batik, muncul pula kekhawatiran karena adanya batik cap dari negara lain
yang meniru batik asli Indonesia. Masuknya batik cap itu tentunya sangat merugikan para perajin batik
asli seperti halnya perajin batik desa Papringan kecamatan Banyumas.
Desa Papringan terkenal sebagai kampung batik sejak 20 tahun yang lalu. Di desa Papringan
kecamatan Banyumas terdapat kurang lebih 400 pembatik. Sayangnya di desa ini belum ada pengusaha
batik. Yang ada hanya buruh batik dan pengepul. Pengepul adalah orang yang mengambil kain dari
pengusaha batik dan membagi-bagi pekerjaan membatik kepada buruh-buruh batik. Hasilnya disetor
kembali ke pengusaha batik.
Baru pada tahun 2012 ada inisiatif untuk membangun usaha sendiri. Melalui dana dari PNPM
Mandiri Perdesaan, desa mendirikan galeri penjualan batik di masing-masing RW. Saat ini 2 galeri sudah
selesai, sedangkan 3 sisanya dalam proses pembangunan. Akan tetapi keberlanjutan proyek ini tidak
menentu karena kurangnya campur tangan dari berbagai pihak termasuk pemerintah dan akademisi.
Terbatasnya pengetahuan tentang manajemen usaha merupakan salah satu kendala yang dihadapi oleh
para buruh batik. Keinginan untuk menjadi wirausaha mandiripun harus tertunda. Penelitian ini akan
mengembangkan strategi transformasi buruh batik menjadi pengusaha batik mandiri sehingga mampu
menjual produknya langsung kepada konsumen tanpa harus melalui pengepul terlebih dahulu.
Perwujudan kewirausahaan perdesaan (rural entrepreneurship) sangatlah penting untuk
mengurangi migrasi warga desa ke kota. Migrasi dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan disebabkan
oleh prospek pendapatan yang lebih tinggi (Liu, 2011). Institusi dan individu mempromosikan
pembangunan pedesaan dan melihat kewirausahaan sebagai suatu intervensi pembangunan strategis yang
bisa mempercepat proses pembangunan pedesaan. Selain itu, institusi dan individu tampaknya setuju
bahwa promosi kewirausahaan di perdesaan merupakan kebutuhan yang mendesak: lembaga
pembangunan pedesaan melihat kewirausahaan sebagai potensi lapangan kerja yang sangat besar; politisi
melihatnya sebagai strategi kunci untuk mencegah kerusuhan pedesaan; petani melihatnya sebagai
instrumen untuk meningkatkan pendapatan pertanian; dan wanita melihatnya sebagai kemungkinan kerja
di dekat rumah mereka yang memberikan otonomi, kemandirian dan mengurangi kebutuhan akan
dukungan sosial. Untuk semua kelompok ini, bagaimanapun, kewirausahaan berdiri sebagai wahana
untuk meningkatkan kualitas hidup bagi individu, keluarga dan masyarakat dan untuk mempertahankan
ekonomi yang sehat dan lingkungan.
Ide pendirian galeri sebenarnya merupakan langkah awal dalam perwujudan kewirausahaan
perdesaan (rural entrepreneurship). Karena masih baru, usaha ini belum mempunyai visi bisnis yang kuat
di waktu yang akan datang. Saat ini para pengrajin batik memproduksi 2 macam batik yaitu batik tulis
dan batik kombinasi (printing dan tulis) dan diupayakan berkembang sampai dengan produk turunannya.
Upaya promosi masih sebatas melalui pameran dan pembagian kartu nama. Penjualan masih
mengandalkan galeri yang belum didesain seperti showroom. Organisasi kelompok juga masih relatif
lemah. Oleh karena itu untuk pengembangan bisnis di waktu yang akan datang, perlu dilakukan analisis
kelayakan usaha dari berbagai aspek. Selain itu, karena keterbatasan pemasaran dan kegamangan tentang
segmen pasar mana yang akan ditargetkan, perlu dilakukan identifikasi pasar. Dengan demikian penelitian
ini akan menjawab seberapa layak usaha kelompok batik Pring Mas dan mengidentifikasi pasar batik
Pring Mas sehingga segmen pasar yang ditargetkan (dengan mempertimbangkan faktor-faktor internal
organisasi) dapat diidentifikasi.
Dukungan penting bagi pengusaha meliputi penyediaan inkubator bisnis dan akses terhadap
jejaring bisnis formal (Allen and Rahman, 1985; Dubini and Aldrich, 1991; Atherton andHannon, 2006;
Stephens and Onofrei, 2012).
Dalam penelitiannya tentang jejaring kewirausahaan para wirausaha imigran di Irlandia, Stephens
(2013) menemukan bahwa alasan umum membangun jejaring bisnis ada 6 yaitu: mengidentifikasi klien
dan kontak potensial, mengakses bantuan, mendapatkan peluang membangun jejaring,bertemu orangorang dengan cara pandang yang sama, meningkatkan profil kegiatan bisnis, dan untuk bertemu lebih
banyak pengusaha yang bersedia berbagi pengetahuan/pengalaman. Lebih lanjut Stephens menemukan
bahwa layanan utama yang mereka dapatkan dari jejaring bisnis formal ada 5 yaitu: akses terhadap event
dan pemberitahuan event, nasehat/konsultasi,persahabatan,seminar bisnis,kursus, dan pelatihan.Para
pengusaha menyatakan bahwa nasehat, persahabatan, dan bimbingan tersedia dalam jejaring informal
mereka. Castells (2010, p. 500) menjelaskan bahwa aktivitas manusia semakin terorganisasi melalui
jejaring. Jejaring secara substansial mengubah proses dan hasil dalam hal proses produksi, pengalaman,
kekuasaandan budaya. Foley (2008) berpendapat bahwa jejaring sosial dapat berpengaruh kuat terhadap
kegiatan kewirausahaan karena pengusaha terikat dalam konteks sosial yang mempengaruhi keputusan
mereka. Jenssen and Greve (2002, p. 255) berpendapat bahwa jejaring bisnis terutama bermanfaat bagi
kewirausahaan karena pengusaha dapat secara langsung berhubungan dengan orang-orang yang bersedia
mendukung usaha baru mereka. Berhubungan dengan berbagai individu yang beragam dari komunitas
bisnis, penting bagi pengusaha karena hal tersebut memberi mereka akses terhadap informasi dan
sumberdaya. Namun demikian, struktur/formalitas jejaring tersebut mungkin berpengaruh terhadap
tingkat kemanfaatan informasi dan sumberdaya.
B. MASALAH
OECD (2004) menganggap bahwa kewirausahaan memainkan peran struktural dan dinamis
dalam hal penciptaan lapangan kerja, inovasi dan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan,
penciptaan kesempatan sosial dan pemberdayaan kelompok masyarakat yang kurang beruntung secara
ekonomi dan terpinggirkan. Kewirausahaan memiliki berbagai dimensi teritorial yang relevan bagi
kebijakan dan itu sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi , sosial dan kelembagaan lokal dan regional
(OECD, 1998). Faktor spesifik di tingkat lokal dapat mendorong kewirausahaan melalui organisasi lokal
pendukung kewirausahaan (ESOs) yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan
lembaga-lembaga seperti: inkubator bisnis, penasehat dan layanan informasi, jaringan bisnis, konsorsium
jaminan pinjaman, informasi broker untuk modal usaha informal skema pelatihan dan program kesadaran
berwirausaha. Aktivitas kewirausahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perilaku individu,
motivasi dan pengetahuan individu, peluang dan sumber daya yang tersedia dan kondisi lingkungan
(Stathopoulou et al., 2004) .
Di desa Papringan terdapat kurang lebih 400 perajin batik sejak 20 tahun yang lalu. Namun
demikian, mereka hanya sebatas bekerja sebagai buruh batik dan pengepul. Tidak ada seorang pun yang
menjadi pengusaha. Melalui dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perdesaan tahun 2012 sebanyak Rp 185 juta, mereka mulai membangun bisnis batik yang mengerjakan
batik secara utuh dari desain sampai pemasaran. Hingga saat ini perkembangan usaha pengrajin batik
belum maksimal karena kurangnya perhatian dari pihak terkait seperti pemerintah daerah dan akademisi.
Mereka masih merupakan buruh batik yang menyetorkan hasil pekerjaannya kepada pengepul.
Usia kelompok usaha yang masih muda merefleksikan banyak hal antara lain kurangnya
keterampilan teknis, manajemen usaha yang masih sederhana sehingga rawan konflik internal, dan
terbatasnya kemampuan pemasaran, sehingga belum diketahui profil pelanggan dan pelanggan potensial.
Berdasarkan fakta ini, penelitian ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
rokhaninya. Ciri kematangan seseorang adalah ia tidak tergantung pada orang lain,
memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, obyektif, dan kritis, emosionalnya stabil,
tidak gampang tersinggung.
b. Berorientasi Tugas Dan Hasil. Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil,
adalah orang yang selalu mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi
pada laba, ketekunan dan kerja keras. Dalam kewirausahaan peluang hanya diperoleh
apabila ada inisiatif. Perilaku inisiatif biasanya diperoleh melalui pelatihan dan
pengalaman bertahun-tahun dan pengembangannya diperoleh dengan cara disiplin
diri,
berpikir
kritis,
tanggap,
bergairah
dan
semangat
berprestasi.
Berbagai motivasi akan muncul dalam bisnis jika kita berusaha menyingkirkan
prestise. Kita akan mampu bekerja keras, enerjik, tanpa malu dilihat teman, asal yang
kita kerjakan halal.
c. Keberanian Mengambil Risiko. Wirausaha adalah orang yang lebih menyukai usahausaha yang lebih menantang untuk mencapai kesuksesan. Wirausaha menghindari
situasi risiko yang rendah karena tidak ada tantangan dan menjauhi situasi risiko
yang tinggi karena ingin berhasil. Pada situasi ini ada dua alternatif yang harus
dipilih yaitu alternatif yang mengandung risiko dan alternatif yang konservatif.
d. Kepemimpinan.
Seorang
wirausaha
harus
memiliki
sifat
kepemimpinan,
1) Tidak pernah puas dengan cara yang dilakukan saat ini, meskipun cara tersebut
cukup baik.
2) Selalu menuangkan imajinasi dalaam pekerjaannya.
3) Selalu ingin tampil berbeda atau selalu memanfaatkan perbedaan
dengan cara menitipkan hasil membatik kepada galeri di sekitar area Papringan.
Galeri Paringan itu sendiri bahkan bukan pemilik dari para pembatik.
b. Aspek teknis, yaitu aspek yang berhubungan dengan pembangunan proyek yang
akan direncanakan, baik dilihat dari faktor lokasi, luas, proses produksi, penggunaan
teknologi, maupun keadaan lingkungan yang berhubungan dengan proses produksi.
Perencanaan pembangunan pengembangan usaha Batik Papringan masih belum
terencanakan dengan baik. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, para pembatik
hanya dapat menjelaskan rencana usaha mereka secara sederhana, tidak dengan
mempertimbangkan faktor-faktor dari aspek teknis dalam melakukan suatu usaha.
c. Aspek manajemen operasional, yaitu proses pengorganissian yang terdiri dari tiga
prosedur (Suad Husnan, 2000):
1) Merinci semua pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
perusahaan.
2) Membagi beban kerja ke dalam berbagai aktifitas secara logis dan nyaman
dijalankan oleh seseorang.
3) Menyusun mekanisme untuk mengkoordinir pekerjaan ke dalasm satu satuan
yang harmonis dan terpadu.
Berdasarkan pengamatan di desa Papringan, ketiga aspek keorganisasian di atas
belum semuanya dilakukan dengan maksimal. Terlihat dari aktivitas yang dilakukan,
yaitu hanya langsung menciptakan batik tulis saja tanpa adanya peorganisasian
yamg terstruktur dengan baik.
d. Aspek finansial, yaitu perhitungan dana investasi yang dapat memberikan
keuntungan yang layak dan mampu memenuhi kewajiban finansialnnya. Berdasarkan
hasil pengamatan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di desa Papringan yang merupakan binaan
dari PNPM mandiri, yaitu sebuah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perdesaan. Dana yang didapatkan dari PNPM tahun 2012 sebanyak Rp 185
juta digunakan untuk menunjang kegiatan batik tulis Papringan. Kegiatan yang
dimaksudkan ialah dimulai dari membangun bisnis batik dengan mengerjakan batik
secara utuh dari desain sampai dengan aktivitas pemasaran.
Berdasarkan analisis kelayakan usaha Batik Papringan, dapat disimpulkan bahwa usaha batik
tersebut cukup layak, namun masih perlu peningkatam di berbagai aspek, antara lain:
a. Diperlukan pemasaran yang lebih luas dan modern.
b. Perlunya perencanaan teknis usaha yang lebih terstruktur dan mudah dijalankan.
c. Perlunya dibentuk panduan organisasi yang lebih memudahkan alur kerja dari para
pembatik.
d. Membentuk jejaring bisnis yang luas untuk mendukung aspek finansial.
3. Bagaimana rantai nilai produk batik Papringan Banyumas?
Dalam menghadapi tingkat persaingan perdagangan internasional industri di tuntut
untuk mampu dan siap memiliki daya saing yang tinggi.. Daya saing yang tinggi mutlak
diperlukan bagi setiap industry agar tetap dapat unggul. Daya saing industri dalam meraih
kinerja perdagangan internasional yang optimal salah satunya dipengaruhi oleh rantai nilai
(value chain) yang efektif. (Nurimansyah, 2011).
Porter (1985) dan Kaplinsky dan Morris (2002) menjelaskan rantai nilai yang efektif
merupakan kunci keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang dapat menghasilkan
nilai tambah (value added) bagi suatu industri. Rantai nilai bisa digambarkan sebagai
keseluruhan aktifitas yang disyaratkan untuk membawa barang atau jasa dari tempat
perancangan, melalui fase produksi yang beragam (melibatkan transformasi fisik dan input
dari beragam penyedia jasa), mengirimkan kepada konsumen akhir, dan daur ulang setelah
penggunaan. Selanjutnya analisis rantai nilai juga berfungsi untuk mengidentifikasi tahaptahap rantai nilai di mana industri dapat meningkatkan nilai tambah (Value added) bagi
pelanggan dan mengefisiensikan biaya yang dikeluarkan. Industri mampu menjadi lebih
kompetitif melalui Efisiensi biaya atau peningkatan nilai tambah (Value added) yang di
peroleh melalui aktivitas rantai nilainya.
Kegiatan rantai nilai (value chain) pada produk batik tulis Papringan meliputi
A. Aktivitas Utama:
1) Pembelian bahan baku dan peralatan utama seperti kain mori, malam, pewarna,
dan peralatan di luar area Papringan.
2) Proses produksi, meliputi membuat motif, membuat pola di atas kain mori,
menebalkan pola menggunakan canting (mencanting), pewarnaan, pencucian kain,
melorod kain dengan cara mencelupkan di air panas, menjemur kain hingga
kering dan display kain batik tulis.
produk.
Mencari akses bahan baku untuk memotong jalur distribusi bahan baku.
Membuat corak dan motif batik yang sesuai dengan selera generasi muda
Meningkatkan kualitas batik tulis
Memperkuat segmentasi pasar batik tulis
Melakukan pelatihan membatik bagi generasi muda.
Menentukan harga jual yang bersaing dengan meminimalkan kerugian agar bisa
Kehadiran
Transmigrasi
Kementerian
mempunyai
Desa,
Pembangunan
Daerah
Tertinggal,
mandat
mengawal
perubahan
desa
dan
untuk
mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif. Pendampingan desa, baik yang
dilakukan oleh institusi pemerintah, perguruan tinggi, perusahaan maupun
Lembaga Swadaya Masyarakat diharapkan dapat menjadikan desa inovatif
semakin tumbuh berkembang dengan baik, antara lain karena. Pendampingan
dilakukan secara utuh terhadap desa, yaitu para pendamping berdiri setara
dengan yang didampingi (stand side by side). Misi besar pendampingan desa
adalah memberdayakan desa sebagai self governing community yang maju,
kuat, mandiri dan demokratis. Kegiatan pendampingan membentang mulai dari
pengembangan
kapasitas
pemerintahan,
mengorganisir
dan
membangun
pembangunan
partisipatif,
memfasilitasi
dan
memperkuat
f.
manajerial,
kewirausahaan,
tata
kelola
Desa
yang
baik,
Prakarsa
Desa
memerlukan
legitimasi
yuridis
dalam
bentuk