Anda di halaman 1dari 30

POLA PERESEPAN OBAT GASTRITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK KOTA BANDAR LAMPUNG


PERIODE APRIL-JUNI TAHUN 2015

Oleh :
ILHAM ALKAUTSAR
NIM : 123.900.22

KARYA TULIS ILMIAH


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG
JURUSAN FARMASI
TAHUN 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UndangUndang Kesehatan Republik Indonesia NO. 36 Tahun 2009:2).
Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu
pihak penyakit penular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum banyak
tertangani, di lain pihak telah terjadi peningkatan kasus penyakit-penyakit tidak menular
(PTM) yang banyak disebabkan oleh gaya hidup karena urbanisasi, modernisasi, dan
globalisasi. Salah satu PTM yang mengalami peningkatan adalah gastritis (Gusti, 2011:2).
Penderita gastritis (maag) banyak dijumpai dikalangan masyarakat umum. Gastritis
adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Kebanyakan gastritis tanpa
gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya berupa keluhan yang tidak khas. Keluhan
yang sering dihubung-hubungkan dengan gastritis adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati
disertai mual kadang-kadang sampai muntah (Sudoyo, et al, 2010:509).

Infeksi gastritis terutama disebabkan oleh kuman Helicobacter pylori Prevalensi


infeksi Helicobacter pylori pada orang dewasa

dinegara berkembang mendekati 60%

menurut penelitian WHO pada tahun 2002. Bakteri Helicobacter pylori yang ditemukan oleh
Marshal dan Warren pada tahun 1983 merupakan bakteri gram negatif keluarga
Campylobacter, berbentuk spiral, berkoloni hanya pada lapisan mukosa lambung, dan dapat
berkembang dalam lingkungan asam (Endang;Puspadewi, 2012:22).

Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang paling
sering terjadi. Sekitar 10% orang yang datang ke unit gawat darurat pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya nyeri tekan di daerah epigastrium. Hal ini mengarahkan para dokter
kepada suatu diagnosa gastritis, dimana untuk memastikannya dibutuhkan suatu pemeriksaan
penunjang lainnya seperti endoscopi. Badan penelitian kesehatan dunia WHO mengadakan
tinjauan terhadap beberapa negara dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian
gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan
Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap
tahun (Gusti,2011:2)
Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8%.
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2009, gastritis merupakan salah satu penyakit
di dalam sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap Rumah Sakit di Indonesia
dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%) (Gusti 2011:2). Angka kejadian gastritis pada beberapa
daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa
penduduk. Menurut Maulidiyah (2006), di Kota Surabaya angka kejadian gastritis sebesar
31,2%, Denpasar 46%, dan di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 91,6%.
Sedangkan berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, gastritis menempati urutan
ke-3 dari 10 penyakit terbanyak di Lampung tahun 2011 yaitu sebesar 33.424 kasus (Dinas
Kesehatan Provinsi Lampung). Sementara itu Rumah Sakit Abdul Muluk yang akan saya
teliti merupakan Rumah Sakit tipe B. Oleh sebab itu, otomatis semua puskesmas daerah dan
puskesmas pembantu maupun Rumah Sakit tipe C merujuk ke Abdul Muluk.

Sedangkan menurut WHO untuk mengukur baik atau buruk praktek peresepan di
fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan melihat indikator peresepan yang
meliputi rata-rata item obat dalam satu kali peresepan, persentase obat yang diresepkan,

persentase obat dengan nama generik, persentase obat injeksi, dan persentase obat yang
sesuai formularium rumah sakit (Anonim, 1993:10).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul Pola Peresepan obat gastritis di ruang penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah
Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015
B. Rumusan Masalah
1. Masalah
Masalah yang ditemukan dari latar belakang di atas adalah masih banyaknya angka
kasus gastritis di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung yang
menderita gastritis selama periode April-Juni tahun 2015
2. Pertanyaan penelitian
Berdasarkan masalah tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimanakah pola
peresepan obat gastritis di Ruang penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola peresepan obat gastritis di ruang
penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode
April-Juni tahun 2015
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur.
b. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.
c. Mengetahui jumlah rata-rata item obat dalam satu kali peresepan.
d. Mengetahui presentase resep gastritis berdasarkan obat generik dan nama dagang.
e. Mengetahui persentase pasien yang mendapatkan obat antibiotik.

f. Mengetahui persentase penggunaan item obat antibiotik.


g. Mengetahui persentase obat antibiotik yang paling banyak digunakan.
h. Mengetahui persentase penggunaan injeksi.
i. Mengetahui persentase peresepan sesuai DOEN/Formularium Rumah Sakit.
j. Mengetahui persentase golongan obat gastritis yang paling banyak di resepkan.
k. Mengetahui persentase obat gastritis yang paling banyak digunakan.

D. Manfaat penelitian
1. Bagi penulis
Menambahkan wawasan dan pengetahuan tentang obat gastritis dan pola peresepan
obat gastritis di ruang penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota
Bandar Lampung
2. Bagi akademik
Sebagai bahan referensi perpustakaan dan pengetahuan bagi mahasiswa Poltekkes
Kemenkes Tanjung Karang jurusan farmasi tentang pola peresepan obat gastritis di ruang
penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung
3. Bagi Rumah Sakit
a. Sebagai tambahan informasi, bahan masukan tentang pola peresepan obat gastritis
di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung
b. Dapat membantu untuk proses perencanaan dan pengadaan obat gastritis di Rumah
Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung

E. Ruang lingkup penelitian


Penelitian ini membahas tentang Pola peresepan obat gastritis di Rumah Sakit Umum
Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung. Peresepan obat gastritis ini dibatasi pada

peresepan obat gastritis di ruang penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek
Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pola Peresepan
Untuk penggunaan obat sesungguhnya WHO (1993) telah membuat sebuah pedoman
yang dapat dijadikan alat ukur bagi praktek peresepan obat khususnya untuk pelayanan dasar.
Indikator tersebut adalah :
1. Jumlah rata-rata item obat dalam satu kali peresepan
Menurut WHO rata-rata jumlah kombinasi obat dalam sebuah resep di Indonesia
adalah 3-4 obat. Presentase item obat dalam sebuah resep adalah untuk mengukur derajat
polifarmasi dalam sebuah peresepan yang meliputi :
a. Penggunaan obat-obatan tanpa indikasi yang jelas
b. Penggunaan terapi yang sama untuk penyakit yang sama
c. Penggunaan bersamaan dangan obat-obatan yang berinteraksi

d. Penggunaan obat dengan dosis yang tidak tepat


e. Penggunaan obat-obat lain untuk mengatasi efek samping obat
2. Presentase peresepan obat dengan nama generik
Menurut WHO pelayanan kesehatan di Nepal rata-rata 44% obat diresepkan dengan
nama generik. Pelayanan kesehatan di Nepal tersebut dapat dijadikan perbandingan
kecenderungan pemakaian obat generik yang digunakan di pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya tidak ada perbedaan mengenai mutu, khasiat, dan keamanan antara
obat generik dan obat dengan nama dagang. Produksi obat generik juga menerapkan cara
pembuatan obat yang baik, seperti halnya obat dengan nama dagang. Dokter dipelayanan
kesehatan pemerintah wajib menuliskan obat generik bagi semua pasien sesuai indikasi
medis. Kewajiban ini tertuang secara tegas dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
HK.02.02/MENKES/068/I/2010 (Anonim, 2012).
1) Obat Generik
Obat generik atau yang disebut dengan obat generik berlogo, obat ini ditandai
dengan lingkaran hijau bergaris putih dengan tulisan GENERIK dibagian tengahnya. Obat
ini diproduksi oleh beberapa pabrik berbeda, terutama BUMN. Namun, namanya tetap sama
yaitu sesuai dengan nama kandungan zat aktifnya yang berkhasiat obat. Namun demikian
sesungguhnya yang dimaksud dengan obat generik adalah obat yang telah habis masa
patennya. Setelah habis masa patennya, obat tersebut dapat diproduksi oleh semua industri
farmasi. Obat inilah yang disebut obat generik (Widjajanti, 2009:27).
2) Obat dengan Nama Dagang
Obat dengan nama khas yang dilindungi oleh hukum. Obat dengan nama dagang
hanya diproduksi oleh pabrik yang memiliki hak paten, sehingga umumnya dijual dengan
harga yang sangat tinggi. Obat dengan nama dagang cenderung mahal karena adanya biaya

penelitian, pengembangan, studi-studi klinis maupun promosi yang menyebabkan harga obat
dengan nama dagang cenderung tinggi (Widjajanti, 2009:27).
3. Presentase item obat antibiotik yang diresepkan
Perhitungan yang dilakukan terhadap indikator presentase antibiotik yang diresepkan
pada setiap kali kunjungan adalah untuk mengukur penggunaan antibiotik yang cenderung
berlebihan dan menimbulkan biaya tinggi dalam pengobatan. Pelayanan kesehatan di Nigeria
rata-rata 48% resep menggunakan antibiotik. Hal ini dapat menjadi perbandingan jumlah
antibiotik yang digunakan di pelayanan kesehatan (Anonim, 1993:14).
4. Presentase obat injeksi yang diresepkan
Presentase obat injeksi yang diresepkan bertujuan untuk mengukur penggunaan
injeksi secara berlebihan. Pelayanan kesehatan di Nigeria rata-rata 37% resep yang
menggunakan injeksi. Hal ini dapat menjadi perbandingan jumlah injeksi yang digunakan di
pelayanan kesehatan di Indonesia (Anonim,1993:14).
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan
cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Keuntungan
a. Bekerja cepat
b. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin.
c. Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung,merangsang
jika masuk cairan lambung, atau tidak diabsorbsi baik oleh cairan lambung.
Kerugian
a. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
b. Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
c. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.

d. Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan


peroral
5. Presentase obat yang digunakan sesuai dengan Esensial Drugs List atau
Formularium Rumah Sakit.
Bertujuan untuk mengetahui jumlah obat dalam satu kali peresepan yang sesuai
Esensial Drugs List atau yang di Indonesia disebut dengan DOEN (Daftar Obat Esensial
Nasional) atau dapat juga menggunakan formularium rumah sakit. Pelayanan Kesehatan di
Nepal rata-rata jumlah obat yang telah sesuai dengan Esensial Drug List adalah 88%. Hal ini
dapat dijadikan perbandingan dengan pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia (Anonim,
1993:14).
a. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
Daftar Obat Esensial Nasional merupakan daftar yang berisikan obat terpilih yang
paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi
dan tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan
(Anonim, 2008:3).
Penerapam DOEN yang dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan, keamanan,
kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan
hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan
dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penerapan DOEN harus
dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus di semua unit pelayanan kesehatan
(Anonim, 2008:4).
Bentuk sediaan dan kekuatan sediaan yang tercantum dalam DOEN adalah
mengikat. Besar kemasan yang diadakan untuk masing-masing unit pelayanan kesehatan
didasarkan pada efisiensi pengadaan dan distribusinya dikaitkan dengan penggunaan
(Anonim, 2008:4).

b. Formularium Rumah Sakit


Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati beserta
informasinya yang harus diterapkan di rumah sakit. Formularium rumah sakit disusun oleh
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) / Komite Farmasi dan Terapi (KFT) rumah sakit
berdasarkan DOEN dan disempurnakan dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti
secara ilmiah dibutuhkan untuk pelayanan di rumah sakit tersebut. Penyusunan formularium
rumah sakit juga mengacu pada pedoman pengobatan yang berlaku. Penerapan formularium
rumah sakit harus selalu dipantau, hasil pemantauan dipakai untuk pelaksanaan evaluasi dan
revisi agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
(Anonim, 2008:4).
B. Gastritis
Gastritis didefinisikan sebagai peradangan mukosa lambung. Dalam dunia kesehatan,
gastritis dikenal dengan penyakit lambung. Dalam lambung makanan dicerna dalam waktu
yang cukup lama. Lambung merupakan kantong besar yang terletak dibawah rusuk kiri.
Dinding lambung tersusun atas lapisan-lapisan otot yang melingkar, memanjang, dan
menyerong. Sehingga otot-otot dinding lambung mampu meremas/mengaduk makanan
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil untuk diteruskan keusus duabelas jari (duodenum).
Usus duodenum dalam kondisi normal bersifat basa akibat adanya bikarbonat. Tetapi jika
produksi asam lambung meningkat secara berlebihan, kelebihan asam lambung tersebut akan
masuk keduodenum. Hal ini akan merusak keseimbangan bikarbonat serta meningkatkan
keasaman sehingga cocok untuk lingkungan hidup bakteri Helicobacter pylori. Selain itu,
keasaman yang cukup tinggi akan menekan produksi mukus dan bikarbonat sehingga daya
tahan mukosa menurun dan inflasi bakteri Helicobacter pylori tak terbendung. Hal ini
menyebabkan terjadinya duodenitis yang akan berlanjut menjadi tukak duodenum (Endang
;Puspadewi, 2012).

C. Jenis gastritis
1. Gastritis akut
Gastritis akut adalah proses peradangan mukosa akut, biasanya bersifat transien.
Peradangan mungkin disertai perdarahan ke dalam mukosa dan, pada kasus lebih parah,
terlepasnya epitel mukosa superfisial (erosi). Bentuk erosif yang parah ini merupakan
penyebab penting perdarahan saluran cerna akut (Kumar, et al, 2007:624).
2. Gastritis kronik
Gastritis kronik adalah sebagai peradangan mukosa kronis yang akhirnya
menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel (Kumar, et all, 2007:622).
D. Gejala gastritis
Gastritis atau maag tidak selalu menunjukkan gejala. Gejala yang paling umum adalah
nyeri di sekitar perut. Nyeri tersebut biasanya dibagian tengah perut, di atas pusar, dan di
bawah tulang dada. Nyeri yang terasa bisa seperti rasa terbakar atau menggerogoti dan bisa
terasa sampai ke belakang. Nyeri biasanya datang beberapa jam (2-3 jam) setelah makan saat
lambung kosong (Fitriani, 2013:139).

E. Penyebab gastritis
Penyebab utama gastritis adalah iritasi lambung misalnya oleh makanan yang
merangsang asam lambung, alkohol, obat atau stres. Pada keadaan ini terjadi gangguan
keseimbangan antara produksi asam lambung dan daya tahan mukosa. (Anonim, 2007:76 ).
F. Obat yang digunakan untuk gastritis
1. Antasid
Antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung untuk
membentuk air dan garam, sehingga dapat menghilangkan keasaman lambung. Karena pepsin

tidak aktif pada pH lebih besar dari 4,0 maka antasida juga mengurangi aktivitas peptik
(Mycek, et al, 2001:244).
Obat ini dapat mengurangi rasa nyeri dilambung dengan cepat (dalam beberapa
menit). Efeknya bertahan 20-60 menit bila diminum dalam perut kosong dan sampai 3 jam
bila di minum satu jam sesudah makan (Tjay dan Rahardja, 2010:267).
a. Magnesium hidroksida
Memiliki daya netralisasi yang kuat, cepat dan banyak digunakan dalam sediaan
terhadap gangguan lambung efek samping utama magnesium hidroksida adalah diare (Tjay
dan Rahardja, 2010:270).
b. Natrium bikarbonat
Bersifat alkalis dengan efek antasid yang sama dengan kalsium karbonat. Efek
sampingnya pada penggunaan berlebihan adalah terjadinya alkalois dengan gejala sakit
kepala, perasaan haus sekali, mual dan muntah-muntah.
Seperti Ca-karbonat zat ini juga dihubungkan dengan pelonjakan produksi asam
secara reflektoris (efek rebound) .dosis: 1-4 gram sehari (Tjay dan Rahardja, 2010:270).
c. Aluminium hidroksida
Zat ini berkhasiat adstringen, yakni menciutkan selaput lendir berdasarkan sifat ionalumunium yang membentuk kompleks dengan antara lain protein. Juga dapat menutupi
tukak lambung dengan suatu lapisan pelindung (Tjay dan Rahardja, 2010:269).
2. Antibiotik
Obat antibiotik ini digunakan dalam kombinasi sebagai triple theraphy untuk
membunuh kuman Helicobacter pylori. Antibiotika ini diharapkan dapat menyembuhkan
tukak lambung/usus secara stabil dan menyeluruh (Endang ;Puspadewi, 2012).
a.

Amoksisilin

Amoksisilin adalah derifat-hidroksi ditemukan pada tahun 1972 yang tahan asam dan
spektrum-kerjanya sangat luas, yang meliputi banyak kuman gram negatif (Tjay dan
Rahardja, 2010:70).
b.

Tetrasiklin

Tetrasiklin digunakan pada infeksi saluran kemih karena mempunyai kadar yang
tinggi dalam kemih (sampai 60%). Pada eradikasi Helicobacter pyroli (pembangkit borok
usus/lambung). Tetrasiklin merupakan salah satu obatnya yang dapat dikombinasikan dengan
obat-obat penghambat pompa-proton (Tjay dan Rahardja, 2010:80).

c.

Klaritromisin

Klaritromisin adalah derivat 6-O-metil ditemukan pada tahun 1990. Obat ini sering
digunakan sebagai unsur ketiga dalam triple terapi untuk memberantas Helicobacter pyroli
bersama suatu proton-pump inhibitor dan metronidazol (Tjay dan Rahardja, 2010:161).
d.

Metronidazol

Metronidazole adalah antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat nitroimidazoi yang


mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan trikomonosid. Dalam sel atau mikroorganisme
metronidazole mengalami reduksi menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi
antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat. Obat ini juga dapat digunakan
untuk Infeksi Helicobacter pylori (Tjay dan Rahardja, 2010:191).
3. Penghambat sekresi asam
a. H2- blockers (antagonis H2 reseptor)
Obat ini bekerja pada reseptor H2 dalam lambung, pembuluh darah dan tempat-tempat
lain. Obat-obat ini merupakan antagonis kompetitif untuk histamin dan reversibel
sepenuhnya. Obat-obat ini menghambat sekresi asam lambung yang dirangsang oleh histamin

atau gastrin dengan sempurna. Namun. Obat-obat ini hanya menghambat sebagian sekresi
asam lambung yang dirangsang asetilkolin atau betanektol (Mycek, et al, 2001:240).
1) Simetidin
Obat ini dapat menghambat sekresi asam baik yang basal (alamiah) maupun yang
disebabkan oleh rangsanan makanan, insulin atau kofein. Pada tukak usus, simetidin sangat
efektif dengan persentase penyembuhan di atas 80%, keluhan-keluhan dapat lenyap dalam
beberapa hari dan tukak sembuh dalam beberapa minggu. Dosis untuk gastritis 1 hari 800 mg
setelah makan malam. Ulkus peptikum 2 hari 400 mg pada waktu makan dan sebelum tidur
atau 1 hari 800 mg sebelum tidur selama 4 minggu dan maksimal 8 minggu. Dosis
pemeliharaan guna mencegah kambuh malamhari 400 mg selama 3-6 bulan (Tjay dan
Rahardja, 2010:272 ).
2) Ranitidin
Obat ini memiliki efek samping minimal, dan tidak menimbulkan efek
antiandrogen atau efek merangsang prolaktin, obat ini tidak menghambat sistem oksigenase
fungsi campuran didalam hati, dan dengan demikian tidak mempengaruhi konsentrasi obatobat lain (Mycek et all, 2001:242).
3) Famotidin
Daya menekan sekresinya lebih kuat dari pada ranitidin. Dosis tukak lambung dan
tukak duodenum 1 hari 40 mg malam hari sebelum tidur selama 4-8 minggu, untuk
pencegahan 1 hari 20 mg sebelum tidur malam (Tjay dan Rahardja, 2010:273).
4) Nizatidin
Obat ini digunakan untuk tukak lambung dan tukak duodenum, efek farmakologi
dan potensi nizatidin sama seperti ranitidin. Berbeda dengan simetidin, ranitidin, dan
famotidin (yang dimetabolisme oleh hati), nizatidin dieliminasi oleh ginjal. Dosis pengobatan

300 mg sebelum tidur malam, atau 150 mg 2 kali sehari selama 4-8 minggu, pencegahan 150
mg sebelum tidur (Mycek et all, 2001:242).

b. Penghambat pompa- proton (PPP)


Penghambat pompa proton adalah obat yang berguna untuk mengurangi sekresi asam
lambung dengan jalan menghambat enzim dalam sel-sel parietal obat ini memiliki daya
penghambat asam lebih kuat daripada H2-bloker (Endang dan puspadewi, 2012).
1) Omeprazol
Senyawa benzimidazol ini adalah penghambat pompa-proton pertama (1988),
yang digunakan dalam terapi untuk menurunkan dengan sangat kuat produksi asam lambung.
Efek sampingnya tidak sering terjadi dan berupa gangguan lambung-usus, nyeri kepala, nyeri
otot dan sendi, vertigo, gatal-gatal, rasa kantuk atau sukar tidur. Dosis gastritis dan tukak
lambung 1 hari 20-40 mg selama 4-8 minggu (Tjay dan Rahardja, 2010:273).
2) Lansoprazol
Lansoprazol adalah derivat piridil (1992) dengan sifat-sifat yang dalam garis
besar sama dengan omeprazol. Digunakan untuk tukak lambung dan tukak duodenum, dosis
untuk tukak lambung 30 mg sehari pada pagi hari selama 8 minggu. Tukak duodenum 30 mg
sehari selama 4 minggu, dosis pemeliharaan 15 mg sehari (Tjay dan Rahardja, 2010:274).
3) Pantoprazol
Obat ini digunakan untuk tukak lambung dan duodenum. Dosis sehari 40 mg
pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya jika tidak sembuh sepenuhnya
(Tjay dan Rahardja, 2010:274).

4) Esomeprazol

Obat ini digunakan untuk tukak lambung dan duodenum. Dosis 1 hari 40 mg
selama 4-8 minggu (Tjay dan Rahardja, 2010:273).
4. Analog prostaglandin
Obat ini berfungsi untuk menghambat secara langsung sel-sel parietal. Selain itu
obat ini juga berguna untuk melindungi mukosa lambung dengan jalan stimulasi produk
mukus dan bikarbonat (Endang ;Puspadewi, 2012).
Misoprostol

analog

prostaglandin

ini

berfungsi

menstimulasi

mekanisme

perlindungan mukosa lambung dan menghambat sekresi asam lambung (Tjay dan Rahardja,
2010:274).
5. Pelindung mukosa lambung
a. Sukralfat
Suklarfat melindungi mukosa dari asam pepsin asam pada tukak lambung dan
duodenum. Suklarfat merupakan kompleks alumunium hidroksida dan sukrosa sulfat yang
efeknya sebagai antasida minimal. Karena memerlukan pH asam untuk aktifitasnya, maka
sukralfat tidak seharusnya diberikan bersama antagonis H2 atau antasida. Obat ini sebaiknya
digunakan secara hati-hati kepada pasien yang dirawat intensif (Mycek, et al, 2001:245 ).
b. Bismut koloidal
Preparat persenyawaan ini menyembuhkan ulkus peptikum dengan efektif. Selain
dari efek anti mikrobanya. Obat ini menghambat aktifitas pepsin, meningkatkan sekresi
mukus dan berinteraksi dengan protein di jaringan mukosa yang rusak untuk membungkus
dan melindungi lubang ulkus (Mycek, et al, 2001:245).
G. Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri gram-negatif yang ditemukan di seluruh dunia
pada hampir separo dari semua orang sehat, terutama pada lansia dan anak-anak kecil. H.
pylori pada tahun 1982 dua dokter australia R. Warren dan B. Marshall menemukan, bahwa

H. pylori adalah penyebab tukak lambung dan tukak usus. Mereka semula tidak dipercaya
oleh dunia kedokteran, karena saat itu dianggap tukak diakibatkan oleh produksi asam
berlebihan ditambah dengan kebiasaan makan yang salah dan stres. Meskipun tersedia
banyak zat penghambat asam baru yang memang mampu menyembuhkan penyakit, namun
tukak selalu kambuh kembali. Penemuan baru ini merupakan pendobrakan dalam pengobatan
tukak lambung-usus, karena menunjukan bahwa tukak sebetulnya adalah suatu penyakit
infeksi kuman yang dapat disembuhkan tuntas dengan antibiotika. Pada separuh orang H.
pylori terdapat didalam lambung tanpa menyebabkan keluhan. Hanya pada 10-15%
berkembang menjadi tukak (Tjay dan Rahardja, 2010:264).
H. Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan
upaya kesehatan. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanaan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan (Siregar C, 2004:7).
I. Fungsi Rumah Sakit
Menurut

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan


secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan
pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan serta melaksanakan rujukan (Siregar C, 2004:10).

Penyebab gastritis
Pola makan, konsumsi
alkohol, pemakaian obat
NSAID, stres, kebiasaan
minum kopi
Gastritis

Pola peresepan
-

Karakteristik pasien
J. Kerangka Teori
berdasarkan umur
Persentase pasien
Peresepan obat gastritis di ruang penyakit
berdasarkan jenis
dalam Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
kelamin
Moeloek Kota Bandar Lampung
Rata-rata jumlah item
obat dalam satu kali
peresepan
Persentase obat generik
dan nama dagang
Persentase pasien yang
memakai antibiotik
Persentase item obat
antibiotik yang di
Pengobatan gastritis
resepkan
Persentase obat antibiotk
- Antasida
yang paling banyak- di Penghambat sekresi
resepkan
Persentase obat injeksiasam
yang diresepkan - Analog
Persentase obat yang prostaglandin
sesuai DOEN atau
- Antibiotik
Formularium Rumah
- Pelindung mukosa
Sakit
Persentase golongan obat
lambung
gastritis yang paling
banyak diresepkan
Persentase obat gastritis
yang paling banyak di
resepkan

Gambar 2.1 Kerangka teori

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Karya tulis ilmiah ini menggunakan metode retrospektif dengan analisa deskriptif
kuantitatif, pengambilan data sekunder dari rekam medik pada pasien gastritis di ruangan
penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Jend. A. Yani Kota Metro periode April-Juni
tahun 2015
B. Kerangka Konsep
Peresepan obat gastritis di ruang penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah
Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung Periode April-Juni tahun 2015

Pengobatan

Karakteristik pasien

gastritis

- Umur
- Jenis kelamin
Pola peresepan
Penghambat
- Rata-rata jumlah item
sekresi
obat dalam satu kali
asam
peresepan

- Persentase obat generik


dan nama dagang
- Persentase pasien yang
memakai antibiotik
- Persentase item obat
antibiotik yang di
resepkan
- Persentase obat
antibiotik yang paling
banyak diresepkan
- Persentase obat injeksi
yang digunakan
- Persentase obat yang
sesuai DOEN atau
Formularium Rumah
Gambar 3.2 Kerangka Konsep
Sakit
- Persentase golongan
obat gastritis yang
paling banyak di
resepkan
C. Definisi Operasional
- Persentase obat gastritis
yang paling banyak di
resepkan
Tabel 3.1 Definisi operasional
Antagonis reseptor H2
Variabel Penghambat
Definisi pompa proton
Cara Ukur Alat
Hasil Ukur
Skala
Operasional
Ukur
Ukur
(PPP)
Umur
Lama
hidup
Penelitian
Cheklist
1.
0-15
tahun
Interval
- Analog prostaglandin
dihitung dari
Dokumen
2. 16-30 tahun
- Antibiotik ulang tahun
3. 31-45 tahun
- Pelindung mukosa
terakhir lambung
4. 46-60 tahun
5. >60 tahun
Jenis kelamin
Identitas sex
Penelitian
Cheklist 1. Laki-laki
Nominal
Dokumen
2. Perempuan

No
1

2
3

Antasida

Item obat per


satu kali
peresepan
Obat gastritis
berdasarkan
nama generik
dan nama
dagang
Pasien gastritis

Antibiotik

Banyaknya obat
dalam satu kali
peresepan
Obat gastritis
berdasarkan
nama generik
atau nama
dagang
Pasien yang
menerima obat
antibiotik

Penelitian
Dokumen

Item obat
antibiotik

Penelitian
Dokumen

Penelitian
Dokumen

Penelitian
Dokumen

Checklist 1.
2.
3.
Cheklist 1.
2.

Checklist 1.

1-2 item
3-4 item
> 4 item
generik
Nama dagang

pasien yang
menggunakan
antibiotik
2. pasien yang tidak
menggunakan
antibiotik
Checklist Penggunaan antibiotik

Nominal
Nominal

Nominal

Nominal

Antibiotik

obat antibiotik
yang diresepkan

Penelitian
Dokumen

Amoksisilin
Tetrasiklin
Klaritromisin
metronidazol
Injeksi
Non injeksi

Nominal

Penelitian
Dokumen

Checklist 1.
2.
3.
4.
Checklist 3.
4.

Bentuk sediaan

Peresepan obat
yang sesuai
DOEN /
Formularium
Rumah Sakit

10

Golongan obat
gastritis

Bentuk sediaan
obat gastritis
yang diberikan
kepada pasien
Peresepan obat
Gastritis yang
sesuai dengan
DOEN /
Formularium
Rumah Sakit
Golongan obat
gastritis yang
digunakan
untuk terapi
gastritis

Penelitian
Dokumen

Checklist 3.
4.

Sesuai
Tidak sesuai

Nominal

Penelitian
Dokumen

Checklist

Berdasarkan jenis
golongan obat gastritis
Antasida
penghambat produksi
asam
Antagonis reseptor
H2
Penghambat pompa
proton (PPP)
Analog prostaglandin
Pelindung mukosa
lambung
Berdasarkan jenis obat
gastritis
Antasida
penghambat produksi
asam
Antagonis reseptor
H2
Penghambat pompa
proton (PPP)
Analog prostaglandin
Pelindung mukosa
lambung

Nominal

1.
2.
3.
4.

11

Obat gastritis

Obat-obat yang
digunakan
untuk terapi
gastritis

Penelitian
Dokumen

Checklist
1.
2.
3.
4.

Nominal

Nominal

D. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan dengan pengambilan data di ruangan rekam medik Rumah Sakit
Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015
E. Populasi dan sampel

1. Populasi
Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah rekam medik pasien gastritis
yang dilayani di ruangan penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota
Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015.
2. Sampel

Dalam penelitian ini menggunakan total sampel rekam medik pasien gastritis yang
terdaftar di ruangan penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota
Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015

F. Alat dan bahan penelitian

1. Alat penelitian
Alat penelitian ini menggunakan tabel checlist.
2. Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data rekam medik pasien gastritis
di ruang penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung
periode April-Juni tahun 2015
G. Cara pengumpulan data
Teknik pengumpulan data untuk peresepan pengobatan gastritis pada pasien di ruang
penyakit dalam, yaitu dengan cara meneliti data sekunder dari rekam medik pasien.
H. Pengolahan Data
Untuk mengetahui pola peresepan obat gastritis diruang penyakit dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung, maka data yang didapatkan dari
penelitian selanjutnya diolah dengan menggunakan lembar check list. Langkah yang
dilakukan adalah:
1. Pengecekan
a. Mengecek data rekam medik pasien gastritis di ruang penyakit dalam, Rumah
Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni
tahun 2015
b. Mencatat nama, umur, nomor rekam medik, dan jenis kelamin dari data rekam
medik pasien gastritis di ruang penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Daerah
Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015 ke dalam
lembar check list.

c. Mencatat jumlah item obat dalam satu kali peresepan dari data rekam medik
pasien gastritis ruang penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015 ke lembar check
list.
d. Mencatat obat antibiotik dari rekam medik pasien gastritis ruang penyakit dalam,
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode
April-Juni tahun 2015 ke lembar check list.
e. Mencatat obat injeksi atau non injeksi dari rekam medik pasien gastritis, di ruang
penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar
Lampung periode April-Juni tahun 2015 ke dalam lembar check list.
f. Mencatat obat gastritis dari rekam medik kedalam lembar check list berdasarkan
obat generik dan nama dagang
g. Mencatat peresepan obat gastritis dari data rekam medik berdasarkan
DOEN/Formularium Rumah Sakit.
h. Mencatat obat-obat yang digunakan untuk terapi gastritis dari rekam medik pasien
gastritis ruang penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Kota Bandar
Lampung periode April-Juni tahun 2015 ke dalam lembar check list.

2. Pengelompokan
a. Mengelompokan kriteria pasien berdasarkan jenis kelamin dan umur pasien
gastritis di ruang penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Kota
Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015. Mengelompokan jenis obat
gastritis berdasarkan item obat yang diresepkan di ruang penyakit dalam,
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode
April-Juni tahun 2015. Mengelompokan jenis obat antibiotik yang di resepkan

di ruang penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota
Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015
b. Mengelompokan jenis obat gastritis berdasarkan jenis sediaan.
c. Mengelompokan obat gastritis yang di resepkan berdasarkan obat generik dan
nama dagang.
d. Mengelompokan peresepan obat gastritis yang sesuai DOEN/Formularium
Rumah Sakit.
e. Mengelompokan obat gastritis yang paling banyak di resepkan berdasarkan
golongan.
f. Mengelompokan obat gastritis yang paling banyak di resepkan di ruang
penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar
Lampung periode April-Juni tahun 2015.

3. Memproses
a. Menghitung jumlah karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin dan umur
pasien gastritis di ruang penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015
b. Menghitung jenis obat gastritis berdasarkan item obat dalam satu kali
peresepan.
c. Menghitung persentase obat antibiotik yang di resepkan di ruang penyakit
dalam, Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung
periode April-Juni tahun 2015
d. Menghitung persentase obat antibiotik yang paling banyak di resepkan.
e. Menghitung persentase obat gastritis berdasarkan jenis sediaan.
f. Menghitung jumlah persentase obat gastritis berdasarkan obat generik dan
nama dagang.
g. Menghitung jumlah persentase peresepan sesuai DOEN/Formularium Rumah
Sakit.

h. Menghitung persentase jumlah golongan obat gastritis yang sering digunakan


di ruang penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota
Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015
i. Menghitung persentase jumlah obat gastritis yang paling banyak digunakan di
ruang penyakit dalam, Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota
Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015
4. Pengkoreksian
Mengecek kembali data yang telah dicatat atau dikelompokan dan dihitung
sebelumnya.
I. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat yaitu menjelaskan
atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian yang menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentase dari tiap variabel.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek
Kota Bandar Lampung dengan melihat data buku rekam medik pasien ruang penyakit dalam
periode April-Juni tahun 2015 adalah sebagai berikut:

1. Persentase karakteristik responden berdasarkan umur


Tabel 4.2.
Karakteristik pasien gastritis di ruang penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota
Bandar Lampung berdasarkan umur responden periode April-Juni tahun 2015

NO.
1.
2.
3.
4.
5.

Umur pasien

Total

Persentase

Total keseluruhan
Tabel 4.2 menjelaskan bahwa pasien terbanyak yang menderita gastritis adalah
2. Persentase

karakteristik

responden

berdasarkan

jenis

kelamin
Tabel 4.3.
Karakteristik pasien gastritis di ruang penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota
Bandar Lampung berdasarkan jenis kelamin responden periode April-Juni tahun 2015

No
1
2

Jenis kelamin
Perempuan
Laki-laki
Total

Jumlah

Persentase

Tabel 4.3 menjelaskan bahwa jumlah pasien gastritis di ruang penyakit dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015
berdasarkan jenis kelamin lebih banyak di derita

3. Rata-rata Item obat dalam satu kali peresepan


Menurut hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah item obat dalam satu kali peresepan
tidak memenuhi standar yang di tetapkan oleh WHO yaitu rata-rata adalah obat setiap satu
kali peresepan.
4. Persentase obat generik dan nama dagang
Tabel 4.4.
Persentase obat generik dan nama dagang yang diresepkan di ruang penyakit dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015

No.
1.
2.

Jenis obat gastritis


Generik
Nama dagang
Jumlah Keseluruhan

Jumlah

Presentase

Tabel 4.4 menjelaskan bahwa penggunaan obat untuk pasien gastritis yang banyak di
gunakan adalah obat gastritis dengan
5. Persentase pasien gastritis yang menggunakan antibiotik
Tabel 4.5.
Persentase pasien gastritis yang menggunakan antibiotik di ruang penyakit dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015

No
1.
2.

Pasien gastritis
Yang menggunakan antibiotik
Yang tidak menggunakan antibiotik
Total keseluruhan

Jumlah

Persentase

Tabel 4.5 menjelaskan bahwa pasien yang menggunakan antibiotik dan yang tidak
menggunakan antibiotik

6. Persentase penggunaan antibiotik


Persentase penggunaan antibiotik pada pasien gastritis di ruang penyakit dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015
sebanyak
7. Persentase penggunaan obat antibiotik yang paling banyak
digunakan
Tabel 4.6.
Persentase penggunaan obat antibiotik yang paling banyak digunakan di ruang penyakit dalam Rumah
Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015

NO.
1.
2.

Antibiotik
Total keseluruhan

Jumlah

Persentase

Tabel 4.6 menjelaskan bahwa antibiotik yang paling banyak di gunakan untuk pasien gastritis
adalah amoksisilin sebanyak
8.

Persentase penggunaan injeksi

Tabel 4.7.
Persentase penggunaan injeksi atau non injeksi yang di berikan kepada pasien gastritis ruang penyakit
dalam Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun
2015

No.
1.
2.

Jenis sediaan
Non injeksi
Injeksi
Total Keseluruhan

Jumlah

Presentase

Tabel 4.7 dan diagram 4.9 menjelaskan bahwa penggunaan obat untuk pasien gastritis yang
banyak di gunakan adalah obat gastritis dengan sediaan

9. Persentase peresepan yang sesuai dengan formularium Rumah Sakit


Tabel 4.8.
Persentase peresepan obat gastritis yang sesuai dengan formularium Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015

No.
1.
2.

Kesesuaian dengan Formularium


Sesuai
TidakSesuai
Total Keseluruhan

Jumlah

Presentase

Tabel 4.8 menjelaskan bahwa penggunaan obat gastritis yang sesuai dengan formularium
rumah sakit sebanyak
10. Persentase golongan obat gastritis yang paling banyak di resepkan
Tabel 4.9.
Persentase golongan obat gastritis yang paling banyak diresepkan di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Moeloek Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015

NO.

Golongan obat gastritis

1.
2.
3.
4.
Total keseluruhan

Total

Persentase

Tabel 4.9 dijelaskan bahwa golongan obat gastritis yang paling banyak diresepkan adalah

11. Persentase obat gastritis yang paling banyak di gunakan


Tabel 4.10.
Persentase obat gastritis yang paling banyak digunakan di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek
Kota Bandar Lampung periode April-Juni tahun 2015

NO
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Nama obat

Total

Persentase

Total keseluruhan
Tabel 4.10 menjelaskan bahwa obat gastritis yang paling banyak diresepkan adalah

B. Pembahasan penelitian
1. Karakteristik pasien berdasarkan umur
2. Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin
3. Jumlah item obat dalam satu kali peresepan
4. Persentase penggunaan obat generik dan nama dagang
5. Persentase pasien yang menggunakan antibiotik
6. Persentase penggunaan antibiotik
7. Persentase obat antibiotik yang paling banyak digunakan
8. Persentase penggunaan injeksi
9. Persentase peresepan sesuai dengan formularium
10. Persentase golongan obat gastritis yang sering diresepkan
11. Persentase obat gastritis yang paling banyak di resepkan

Anda mungkin juga menyukai