Anda di halaman 1dari 20

18

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Tanaman jagung (Zea mays L.) dalam sistematika tumbuh-tumbuhan


menurut Warisno (2007) adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Class

: Monocotyledonae

Ordo

: Poales

Family

: Poaceae

Genus

: Zea

Species

: Zea mays L.

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya


diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap
pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
Susunan morfologi tanaman jagung terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan
buah (Wirawan dan Wahab, 2007).
Perakaran tanaman jagung terdiri dari 4 macam akar, yaitu akar utama,
akar cabang, akar lateral, dan akar rambut. Sistem perakaran tersebut berfungsi
sebagai alat untuk mengisap air serta garam-garam mineral yang terdapat dalam

6
Universitas Sumatera Utara

19

tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan dan alat
pernapasan. Akar jagung termasuk dalam akar serabut yang dapat mencapai
kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman
yang cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah
yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Suprapto, 1999).
Batang jagung tegak dan mudah terlihat sebagaimana sorgum dan tebu,
namun tidak seperti padi atau gadum. Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan
jumlah ruas bervariasi antara 10-40 ruas. Tanaman jagung umumnya tidak
bercabang. Panjang batang jagung umumnya berkisar antara 60-300 cm,
tergantung tipe jagung. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak
mengandung lignin (Rukmana, 1997).
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang, antara
pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang
daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada pula yang berambut. Setiap stoma
dikelilingi oleh sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting
dalam

respon

tanaman

menanggapi

defisit

air

pada

sel-sel

daun

(Wirawan dan Wahab, 2007).


Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin)
dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas
bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Bunga jantan tumbuh di bagian
puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna
kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol yang tumbuh
diantara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat

Universitas Sumatera Utara

20

menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga


(Suprapto, 1999).
Buah jagung terdiri dari tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung
pada jenisnya. Umumnya buah jagung tersusun dalam barisan yang melekat
secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji
(AAK, 2006).
Syarat Tumbuh
Iklim
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung adaah antara 21oC-30oC. Akan
tetapi, untuk pertumbuhan yang baik bagi tanaman jagung khusunya jagung
hibrida, suhu optimum adalah 23oC-27oC. Suhu yang terlalu tinggi dan
kelembaban yang rendah dapat mengganggu peroses persarian. Jagung hibrida
memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan, terutama saat berbunga dan
pengisian biji. Curah hujan normal untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah
sekitar 250 mm/tahun sampai 2000 mm/tahun (Warisno, 2007).
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah
daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropis/tropis yang
basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0o-50o LU hingga 0o40o LS. Jagung bisa ditanam di daerah dataran rendah sampai di daerah
pegunungan yang memiliki ketinggian tempat antara 1000-1800 meter dari
permukaan laut. Jagung yang ditanam di dataran rendah di bawah 800 meter dari
permukaan laut dapat berproduksi dengan baik (AAK, 2006).

Universitas Sumatera Utara

21

Waktu fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu


mendapatkan cukup air. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar
matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan
memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah
(AAK, 1993).
Tanah
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman jagung harus mempunyai
kandungan hara yang cukup. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang
khusus, hampir berbagai macam tanah dapat diusahakan untuk pertanaman
jagung. Tanah yang gembur, subur, dan kaya akan humus dapat memberi hasil
yang baik. Drainase dan aerasi yang baik serta pengelolaan yang bagus akan
membantu keberhasilan usaha pertanaman jagung. Jenis tanah yang dapat
ditanami jagung adalah tanah andosol, tanah latosol, tanah grumosol, dan tanah
berpasir (AAK, 2006).
Derajat keasaman tanah (pH) yang paling baik untuk tanaman jagung
hibrida adalah 5,5-7,0. Pada pH netral, unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman jagung banyak tersedia di dalamnya. Tanah-tanah yang pH nya kurang
dari 5,5 dianjurkan diberi pengapuran untuk menaikkan pH (Warisno, 2007).

Universitas Sumatera Utara

22

Penyakit-penyakit Penting pada Daun Tanaman Jagung


1.

Penyakit Hawar Daun (Leaf Blight) (Helminthosporium maydis Nisik)


Sistematika

jamur

penyebab

penyakit

hawar

daun

Helminthosporium maydis Nisik diklasifikasikan sebagai berikut :


Kingdom

: Myceteae

Divisio

: Eumycota

Class

: Deuteromycetes

Ordo

: Moniliales

Family

: Dematiaceae

Genus

: Helminthosporium

Species

: Helminthosporium maydis Nisik

(Dwidjoseputro, 1978).
Konidiofor terbentuk dalam kelompok, sering dari stomata yang datar,
berwarna coklat tua atau hitam. Konidiofor lurus atau lentur. Kadang-kadang
mempunyai bengkokan seperti lutut. Konidium jelas bengkok berbentuk seperti
perahu, mempunyai 5-11 sekat palsu dan kebanyakan mempunyai panjang
70-160 m (Dwidjisepotro, 1978).
Konidia berbentuk curva yang meruncing ke ujung seperti perahu, stadia
sempurnanya disebut Cochliobolus heterostrophus. Ukuran konidia 120-170 x
15-20 m berwarna coklat pucat sampai coklat emas. Konidianya terbentuk dalam
kelompok sering dari stomata yang datar. Konidia bisa terbawa angn atau
percikan air pada tanaman (Shurtleff, 1980).

Universitas Sumatera Utara

23

Gambar 1. Jamur H. maydis Nisik, a : konidia, b : konidiofor


Sumber : Shurtleff (1980)
Gejala serangan untuk H. maydis menyebabkan terjadinya bercak-bercak
coklat kelabu atau berwarna seperti jerami yang dapat meluas ke seluruh
permukaan daun. Ukuran bercak dapat mencapai 4 cm dengan lebar 0,6 cm. Sisisisinya lebih kurang sejajar dengan tulang daun utama. Jika terjadi infeksi yang
berat beberapa bercak dapat bersatu dan membentuk jaringan mati yang lebar.
Bercak terutama terdapat pada daun bawah (Semangun, 1993).
Gejala pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning
dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun
hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna
menjadi coklat kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua.
Akhirnya

seluruh

permukaan

daun

berwarna

coklat

(Pangasara dan Rahmawati, 2007).

Universitas Sumatera Utara

24

Epidemiologi penyakit H. Maydis ini akan menjadi sangat berbahaya pada


kondisi yang cukup hangat dengan suhu antara 20-320C. Musim panas yang
panjang dan cuaca antara hujan dan panas tidak sesuai untuk perkembangan
penyakit H. maydis ini. Pada kelembaban 97-98 % jamur dapat membentuk
banyak konidium (Shurtleff, 1980).

Gambar 2. Gejala serangan H. Maydis


Sumber : Silitonga, dkk, (2007)
Pengendalian terhadap penyakit H. Maydis dapat dilakukan dengan
pergiliran tanaman dilakukan guna menekan meluasnya jamur, pengendalian
secara mekanis dengan mengatur kelembaban lahan agar kondisi lahan tidak
lembab, secara kimiawi dengan pestisida seperti Daconil 75 WP, Difolatan 4 F,
penanaman jagung dilakukan bila curah hujan rata-rata selama 10 hari kurang dari
55

mm.

Menanam

varietas

tahan

yaitu

Arjuna,

Antasena,

Lamuru

(Semangun, 1993).

Universitas Sumatera Utara

25

2.

Penyakit Hawar Daun (Leaf Blight) (Helminthosporium turcicum Pass.)


Sistematika

jamur

penyebab

penyakit

hawar

daun

Helminthosporium turcicum Pass. diklasifikasikan sebagai berikut :


Kingdom

: Myceteae

Divisio

: Eumycota

Class

: Deuteromycetes

Ordo

: Moniliales

Family

: Dematiaceae

Genus

: Helminthosporium

Species

: Helminthosporium turcicum Pass.

(Dwidjoseputro, 1978).
Helminthosporium turcicum atau biasa disebut Exserohilum turcicum.
Konidium berbentuk lurus atau agak melengkung, jorong, halus, berukuran 300 x
7-9 m dengan jumlah sekat 4-9 buah yang berwarna coklat jerami. Stadium
sempurnanya disebut Trichometasphaeria turcica. Konidiumnya mempunyai
hilum yang menonjol yang merupakan cirri khas dari genus Exserohilum
(Shurtleff, 1980).

Universitas Sumatera Utara

26

a
b

Gambar 3. H. turcicum Pass., a : konidia, b : konidiofor


Sumber : Shurtleff (1980)
Konidium dipencarkan oleh angin. Di udara konidium yang terbanyak
terdapat menjelang tengah hari. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah
mengadakan infeksi melalui mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara
langsung, yang didahului dengan pembentukan apresorium (Wakman, 2004).
Penyakit hawar daun H. turcicum dapat berkembang dengan baik pada
suhu/temperature 18-270C dan banyak embun di tanaman untuk perkembangan
penyakit. Suhu yang kering atau panas akan menghambat perkembangan penyakit
(Shurtleff, 1980).
Gejala serangan H. turcicum, mula-mula menyebabkan terjadinya bercakbercak kecil, jorong, hijau tua atau hijau kelabu kebasah-basahan yang kelak akan
berwarna coklat pada daun. Bercak mempunyai bentuk yang khas yaitu berbentuk
kumparan atau perahu dengan lebar 1-2 cm dan panjang 5-10 cm. Beberapa

Universitas Sumatera Utara

27

bercak dapat bersatu yang dapat membunuh seluruh daun dan menimbulkan gejala
seperti terbakar (Semangun, 1993).

Gambar 4. Gejala serangan H. turcicum


Sumber : Silitonga, dkk, (2007)
Cara pengendalian yang biasa dilakukan untuk mengendaliakn
penyakit

H. turcicum dapat dilakukan dengan cara melakukan pergiliran

tanaman, mengatur kelembaban lahan agar kondisi lahan tidak lembab sehingga
dapat menekan meluasnya serangan penyakit ini, dan pengendalian secara kimia
dapat dilakukan dengan penyemprotan Daconil 75 WP, Difolan 4 f
(Warisno, 2007).

Universitas Sumatera Utara

28

3.

Penyakit Bulai (Downy mildew) (P. maydis (Rac.) Shaw)


Menurut

Dwijoseputro

(1978)

jamur

penyebab

penyakit

(P. maydis (Rac.) Shaw) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


Kingdom

: Myceteae

Divisio

: Eumycota

Class

: Oomycetes

Ordo

: Peronosprorales

Family

: Peronosporaceae

Genus

: Peronosclerospora

Species

: Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw

Suku peronosporaceae mempunyai sporangiosfor yang berbeda jelas dari


hifa yang biasa. Sporangiosfor mempunyai sumbu yang jelas, umumnya
mempunyai percabangan. Sporangiosfor waktu permukaan berembun, miselium
membentuk konidiofor yang keluar melalui mulut kulit (Semangun, 2000).
Dari satu mulut kulit dapat keluar satu konidiofor atau lebih. Konidium
yang masih muda berbentuk bulat, sedang yang sudah masak dapat menjadi
jorong, konidium berukuran 12-19 x 10-23 m dengan rata-rata 19,2 x 17,0 m.
Konidium tumbuh dengan membentuk pembuluh kecambah. Sporangiosfor pada
sclerospora panjang dan bercabang-cabang dekat dengan ujung. Sporangium
tumbuh pada ujung cabang-cabang. Peronosporaceae tidak menghasilkan
sporangium terus menerus tetapi sekali saja. Sporangium boleh dikatakan
seragam, semuanya serupa jeruk nipis (Dwidjoseputro, 1978).

Universitas Sumatera Utara

29

Gambar 5. P. maydis Rac. Shaw, a : sporangia, b : sporangiosfor


Sumber : Shurtleff (1980)
P. maydis tidak dapat hidup secara saprofitik. Pertanaman di bekas
pertanaman yang terserang berat dapat sehat sama sekali. Jamur ini harus bertahan
dari musim ke musim pada tanaman hidup. Jamur dapat terbawa ke dalam biji
tanaman sakit, namun ini hanya terjadi pada biji yang masih muda dan basah pada
jenis jagung yang rentan (Karen dan Ruhl, 2007).
Jamur menyebar dengan konidia melalui infeksi pada stomata dan lentisel.
Perkembangan jamur sangat baik pada keadaan lembab, curah hujan tinggi, dan
pemupukan N yang berat. Spora disebarkan oleh angin pada cuaca kering.
Konidium berkecambah paling baik pada suhu 30oC (Pracaya, 1999).
Daun yang telah terinfeksi menjadi bergaris-garis putih sampai
kekuningan. Pada tingkat akhir warna daun menjadi kecoklatan dan kering.
Pertumbuhan menjadi terhambat, bila yang terserang tanaman jagung yang baru
saja tumbuh pada umur 2-3 minggu setelah tanam biasanya daun menjadi
berwarna putih. Kalau umur tanaman sudah 3-5 minggu daun akan menguning
dan yang baru muncul akan menjadi kaku dan kering. Tanaman bisa menjadi

Universitas Sumatera Utara

30

kerdil dan mati serta tidak bisa berbuah. Bagian bawah daun kelihatan ada tepung
putih yang berasal dari sisa konidia dan konidiofor. Bila umur tanaman sudah
kira-kira satu bulan, walaupun sudah diserang oleh jamur, namun masih bisa
tumbuh dan berbuah, hanya tongkolnya tidak bisa besar, kelobot tidak
membungkus secara penuh pada tongkol. Ujung tongkol masih kelihatan, kadangkadang bijinya tak penuh atau ompong (Pracaya, 1999).
Penyakit bulai pada jagung terutama terdapat di dataran rendah dan jarang
terdapat di daerah-daerah yang lebih tinggi dari 900-1200 m dari permukaan laut.
Penyakit ini lebih banyak terdapat pada daerah yang ditanam pada musim hujan
dengan curah hujan lebih dari 100 mm/tahun. Infeksi hanya terjadi kalau ada air,
baik air embun, air hujan atau air gutasi. Infeksi juga ditentukan oleh umur
tanaman dan umur daun yang terinfeksi. Tanaman yang berumur lebih dari 3
minggu cukup tahan terhadap infeksi dan makin muda tanaman makin rentan
(Pangarasa dan Rahmawati, 2007).

Gambar 6. Gejala serangan P. maydis


Sumber : Warisno (2007)

Universitas Sumatera Utara

31

Pengendalian yang dapat dilakukan terhadap penyakit bulai pada jagung


adalah sebagai berikut :
1.

Penggunaan varietas tahan terhadap penyakit ini seperti Kalingga, Wijasa,


Bromo, Parikesit, dan jagung hibrida.

2.

Bila musim hujan datang, udara lembab, dan serangan bulai banyak maka
tanaman yang terserang segera dicabut

3.

Melakukan rotasi tanaman, dimaksudkan untuk memutus siklus hidup


penyakit

4.

Pengobatan benih dengan menggunakan Ridomil 35 SD atau Saromyl 35 SD,


untuk pertanaman digunakan Ridomil Gold 350 EC

5.

Pemupukan bersamaan saat tanam juga dapat membantu mencegah serangan


penyakit. Tanaman akan tumbuh sehat dan kokoh sehingga mempunyai
kekuatan untuk menangkal penyakit

(Semangun, 1993).
4.

Penyakit Karat Daun (Puccinia sorghi Schw.)


Sistematika jamur Puccinia sorghi Schw. menurut Dwidjoseputro (1978)

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


Kingdom

: Myceteae

Divisio

: Eumycota

Class

: Basidiomycetes

Ordo

: Uredinales

Family

: Pucciniaceae

Genus

: Puccinia

Species

: Puccinia sorghi Schw.

Universitas Sumatera Utara

32

Urediospora berbentuk bulat atau jorong, 24-29 m x 22-29 m,


berdinding coklat kemerahan, berduri-duri halus. Teliospora jorong, berbentuk
tabung atau gada. Aesiospora bulat atau jorong, bergaris tengah 12-24 m,
berdinding hialin (Semangun, 1993).
a
b

Gambar 7. P. sorghi Schw., a : urediospora, b : teliospora


Sumber : Shurtleff (1980)
P. sorghi membentuk urediosorus bulat atau jorong. Di lapangan kadangkadang epidermis tetap menutupi ureidiosorus sampai matang. Tetapi ada kalanya
epidermis pecah dan massa spora dalam jumlah besar menjadi tampak. Setelah
terbuka ureidiosorus berwarna jingga atau jingga tua. Jamur membentuk banyak
ureidiospora pada daun dan kadang-kadang juga pada upih daun. Karena adanya
sorus ini permukaan atas daun menjadi kasar. Pada tingkatan yang jauh penyakit
karat

menyebabkan

mengeringnya

bagian-bagian

daun

(Pangasara dan Rahmawati, 2007).


Jamur karat tidak dapat hidup sebagai saprofit, sehingga tidak
mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman jagung. P. sorghi mempertahankan
diri pada tanaman jagung yang hidup dan dipencarkan oleh urediospora yang

Universitas Sumatera Utara

33

dibantu oleh tiupan angin dan tetap dapat hidup karena sporanya kering dan
mempunyai dinding yang cukup tebal (Semangun, 1993).
Penyakit dapat berkembang pada suhu 16oC-23oC. Urediospora terdapat di
udara paling banyak pada waktu siang, tengah hari, dan setelah tengah hari.
Infeksi terjadi melalui mulut kulit, yang umumnya dengan pembentukan
apresorium (Semangun, 1993).
P. sorghi membentuk urediosorus bulat atau jorong. Di lapangan kadangkadang epidermis tetap menutupi ureidiosorus sampai matang. Tetapi ada kalanya
epidermis pecah dan massa spora dalam jumlah besar menjadi tampak. Setelah
terbuka ureidiosorus berwarna jingga atau jingga tua. Jamur membentuk banyak
ureidiospora pada daun dan kadang-kadang juga pada upih daun. Karena adanya
sorus ini permukaan atas daun menjadi kasar. Pada tingkatan yang jauh penyakit
karat

menyebabkan

mengeringnya

bagian-bagian

daun

(Pangasara dan Rahmawati, 2007).


Tanaman jagung yang terserang jamur ini memperlihatkan gejala bercak
kuning kemerahan (seperti karat) pada daun, bunga, dan kelobot buah. Jika
serangan berat maka tanaman dapat mengalami kematian (Tjahjadi, 2005).

Universitas Sumatera Utara

34

Gambar 8. Gejala serangan Puccinia sorghi


Sumber :Warisno (2007)
Pengendalian penyakit karat daun dapat dilakukan dengan mengatur
kelembaban pada areal tanam, menanam varietas unggul atau varietas tahan
terhadap penyakit, melakukan sanitasi pada areal pertanaman jagung, secara
kimiawi dengan menggunakan pestisida seperti Daconil 75 WP, Difolatan 4
(Pangasara dan Rahmawati, 2007).
Pengaruh Pemberian Pupuk N Terhadap Tanaman Jagung
Tanaman jagung agar bisa mendapatkan hasil panen yang maksimal, maka
perlu diberi pupuk secukupnya. Manfaat pupuk unsur Nitrogen (N) untuk tanaman
jagung ini adalah :
a.

Unsur hara N merupakan faktor yang menentukan dalam usaha peningkatan


produksi

b.

Tanaman jagung yang masih muda lebih banyak menyerap N dalam bentuk
amonium dan setelah tua menyerap nitrat

c.

Unsur hara N diperlukan dari mulai tanaman muda sampai tanaman tua

d.

Untuk jagung hibrida pupuk N yang dianjurkan adalah pupuk urea

(Warisno, 2007).

Universitas Sumatera Utara

35

Nitrogen merupakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman, yang pada


umumnya sangat diperlukan untuk pertumbuhan atau pembentukan bagian-bagian
vegetatif tanaman seperti daun, batang, dan akar. Tetapi kalau terlalu banyak
dapat menghambat pembungaan dan pembuahan bahkan mengundang hama dan
penyakit (Sutejo, 1995).
Kesehatan tanaman secara langsung berhubungan dengan serangan hama
dan penyakit. Tanaman yang kekurangan unsur hara akan mudah terserang hama
dan penyakit, sebaliknya pemupukan yang berlebihan juga akan memudahkan
tanaman terserang hama dan penyakit. Pemberian pupuk yang berlebihan
memberikan daya tarik bagi hama dan mendorong populasi hama berkembang
lebih besar, pertumbuhan tanaman akan berlebihan tetapi rapuh terhadap serangan
hama (Sutanto, 2002).
Pupuk itu harus disesuaikan dengan keadaan tanah yang bersangkutan.
Pemupukan dengan pupuk N dilakukan 3 kali, yaitu yang pertama pada saat
penanaman benih sebagai persediaan makanan di dalam tanah setelah
berkecambah, yang kedua setelah tanaman kira-kira berumur 1 bulan dengan
tujuan memacu pertumbuhan tanaman, dan yang ketiga dilakukan setelah tanaman
berumur kira-kira 2 bulan, terutama ditujukan untuk pengisian biji (AAK, 2006).
Tanaman jagung mengambil N sepanjang hidupnya. Karena nitrogen
dalam tanah sudah tercuci, maka pemberian dengan cara bertahap sangat
dianjurkan. Nitrogen diserap tanaman selama masa pertumbuhan sampai
pematangan biji, sehingga tanaman ini menghendaki tersedianya N secara terus
menerus pada semua stadia pertumbuhan sampai pembentukan biji (Patola, 2008).

Universitas Sumatera Utara

36

Nitrogen diserap oleh tanaman sebagai NO3- dan NH4+ kemudian


dimasukkan ke dalam semua gas amino dan Protein (Indrana, 1994).

Ada juga

bentuk pokok nitrogen dalam tanah mineral, yaitu nitrogen organik, bergabung
dengan humus tanah ; nitrogen amonium dapat diikat oleh mineral lempung
tertentu, dan amonium anorganik dapat larut dan senyawa nitrat. Nitrogen yang
tersedia tidak dapat langsung digunakan, tetapi harus mengalami berbagai
proses terlebih dahulu.

Pada tanah yang immobilitasnya rendah nitrogen yang

ditambahkan akan bereaksi dengan pH tanah yang


nitrogen.

mempengaruhi

proses

Begitu pula dengan proses denitrifikasi yang pada proses ini

ketersediaan nitrogen tergantung dari mikroba tanah yang pada umumnya lebih
menyukai

senyawa

dalam

bentuk

ion

amonium

daripada

ion

nitrat

(Anonimus, 2009).
Kekahatan

atau

defisiensi

nitrogen

menyebabkan

proses

pembelahan sel terhambat dan akibatnya menyusutkan pertumbuhan. Selain itu,


kekahatan senyawa protein menyebabkan

kenaikan

nisbah

C/N,

dan

kelebihan karbohidrat ini akan meningkatkan kandungan selulosa dan lignin.


Ini menyebabkan tanaman jagung yang kahat nitrogen tampak kecil, kering, tidak
sukulen, dan sudut terhadap batang sangat runcing. Urea termasuk pupuk nitrogen
yang higroskopis. Urea termasuk pupuk yang higroskopis (mudah menarik
uap air).

Pada kelembaban 73%, pupuk ini sudah mampu menarik uap air dan

udara. Oleh karena itu urea mudah larut dan mudah diserap oleh tanaman. Urea
mudah larut dalam air dan jika diberikan ke tanah maka mudah berubah
menjadi

amoniak

dan karbondioksida. Pemberian urea pada

tanah bias

Universitas Sumatera Utara

37

dilakukan 2-3 kali

lebih efisien dengan dosis yang tidak terlalu tinggi karena

jika demikian akan mengakibatkan daun akan terbakar (Anonimus, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai