Anda di halaman 1dari 7

Sistem Pendidikan Jepang

Dalam hal ini, mungkin kalian tidak akan merasa asing, karena pola pendidikan di Jepang bisa
dibilang sama persis dengan pola pendidikan di Indonesia, yaitu pola 6-3-3-4. Penjelasan dari pola ini
yaitu:
- 6 tahun di Shogakko () alias SD
- 3 tahun di Chugakko ( ) alias SMP
- 3 tahun di Kotogakko () alias SMA
- 4 tahun di Daigaku () alias universitas/perguruan tinggi
Di Jepang juga diterapkan dengan istilah wajib belajar 9 tahun. Karena sifatnya yang wajib,
jadi jika ada warga negara yang melanggar, maka akan dikenakan sanksi. Untuk mendukung program ini,
semua biaya pendidikan akan DIGRATISKAN baik dari segi biaya pendidikan maupun fasilitasnya
seperti buku-buku dan lainnya.
Tidak ada sistem kenaikan kelas dan ujian kenaikan kelas atau kelulusan di SD, SMP dan SMA.
Sehingga dalam program Wajib Belajar setiap anak secara otomatis naik ke jenjang berikutnya. Prestasi
akademik dinilai melalui tes yang dilakukan secara bertahap pada setiap semester, tetapi bukan menjadi
parameter kenaikan kelas atau kelulusan.
Setiap tahun ajaran memiliki tiga istilah kelas: kelas musim panas, kelas musim dingin dan kelas
musimsemi, yang masing-masing diikuti dengan periode liburan. Tahun ajaran dimulai pada bulan April
dan berakhir pada bulan Maret tahun berikutnya.
Statistik
Melihat statistik Jepang pada 10 tahun yang lalu (2003), mereka sudah memiliki: 23.633 SD;
11.134 SMP; 5.450 SMA; 995 sekolah untuk penyandang cacat; 702 universitas; 525 junior college;
14.174 taman kanak-kanak
Sekitar 20,7 juta siswa yang terdaftar di lembaga pendidikan yang disebutkan diatas. Rasio ratarata ukuran kelas di sekolah-sekolah pinggiran kota sekitar 35-40 siswa, meskipun rasio rata-rata nasional
turun menjadi 28,4 murid per kelas pada tahun 1995.
Dari usia 12 tahun, anak-anak melanjutkan ke sekolah menengah. Pada titik ini, sekitar 5,7% dari
siswa akan menghadiri sekolah swasta. Menurut survey 2005, alasan para orangtua memasukkan anaknya
ke SMP swasta adalah:
- Mereka ingin anak-anak mereka untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam prestasi
akademik.
45% melaporkan bahwa kriteria sangat penting yaitu bullying dan pembolosan. Angka ini
menunjukkan bahwa bullying adalah pertimbangan penting. Kriteria yang penting dalam seleksi lainnya
adalah jarak ke sekolah, lingkungan, dan apakah teman-teman yang baik juga menghadiri sekolah.
98% dari lulusan SMP akan melanjutkan ke SMA. Sebuah ijazah SMA adalah syarat minimum
untuk mendapatkan pekerjaan yang paling dasar dalam masyarakat Jepang. Seperempat dari mereka akan
memilih SMA swasta.
Tingkat siswa yang melanjutkan ke universitas dan perguruan tinggi junior adalah 44,8%, dan
hampir 75% akan terdaftar sebagai mahasiswa di perguruan tinggi swasta. Untuk lembaga pendidikan
khusus terdapat 70 sekolah untuk orang tuli (rougakko), 107 sekolah untuk orang buta (mougakko), dan
790 sekolah untuk mereka yang cacat (yougogakko). Dan jumlah ini dianggap kurang memadai.
Kurikulum
Kurikulum SD meliputi Jepang, ilmu sosial, matematika, ilmu pengetahuan, musik, seni dan
kerajinan, kerumahtanggaan, dan pendidikan jasmani. Penekanan lebih difokuskan kepada musik, seni
rupa dan pendidikan jasmani.
Kelas pendidikan moral juga termasuk dalam kurikulum yang diadakan sekali dalam seminggu
dengan penekanan pada sisi non-akademis dan dijalankan melalui rutinitas sekolah dan interaksi seharihari seperti pembersihan kelas dan kegiatan makan siang di sekolah.
Kurikulum SMP meliputi Jepang, matematika, ilmu sosial, ilmu pengetahuan, bahasa Inggris,
musik, seni, pendidikan jasmani, kunjungan lapangan, klub ekskul, dan waktu wali kelas. Para siswa kini
menerima pengajaran dari guru masing-masing mata pelajaran. Disini mereka akan dipersiapkan untuk
ujian masuk SMA.
Untuk masuk ke SMA terdapat tes tertulis yang harus diikuti. Tes tersebut berbeda-beda sesuai
dengan sekolah. Ada tiga macam jenis pendidikan menengah atas, yaitu sistem full-time, part-time, dan

korespondensi. Sistem full time membutuhkan waktu 3 tahun, sedangkan dua sistem yang lainnya
memerlukan waktu lebih dari 3 tahun.
Ada 3 macam jenis sekolah menengah atas yaitu SMA, SMK dan SMA Terpadu yang
memadukan antara pendidikan umum dan kejuruan. Sebagian besar SMA juga menawarkan program
kejuruan. Jenis SMK adalah pertanian, teknik, bisnis dan perdagangan, home economics, kesejahteraan
dan pelayanan masyarakat, perikanan, kesehatan, Bahasa Inggris, musik, seni, olahraga, dan intercultural
studies.
Program kejuruan ini selalu diperbaharui mengikuti perkembangan dan permintaan industri.
Selain ini, SMA dapat digolongkan menjadi:
- SMA Elite, disini para siswa akan difokuskan untuk dapat memasuki ke universitas-universitas
papan atas nasional.
- SMA Standar, sekolah-sekolah ini merupakan SMA utama.
- SMA Korespondensi, menawarkan bentuk fleksibelitas pendidikan.
- SMA Sore, kelas untuk siswa miskin (atau sambil bekerja) tapi ambisius untuk memperbaiki
kekurangan pendidikan mereka.
Kehidupan di Sekolah
Sejak dini, para siswa diajarkan untuk menjaga hubungan kerjasama dengan rekan-rekan mereka.
Mereka didorong untuk mengembangkan loyalitas yang kuat untuk kelompok sosial mereka, misalnya
kelas atau tim olahraga mereka. Kepemimpinan serta keterampilan berorganisasi juga diimplementasikan
melalui peran yang ditugaskan untuk makan siang (kyushoku touban), atau ketua kelas, dan lainnya.
Budaya mengajar di Jepang sangat berbeda dari sekolah-sekolah di barat. Guru sangat prihatin
tentang pengembangan anak secara holistik dan menganggapnya sebagai tugas mereka, seperti pada halhal kebersihan pribadi, nutrisi, bahkan jam tidur. Siswa juga diajarkan sopan santun yang tepat,
bagaimana berbicara sopan, bagaimana menghadapi orang dewasa, serta bagaimana berhubungan dengan
rekan-rekan mereka dengan cara yang tepat.
Mereka juga diajarkan keterampilan berbicara di depan umum melalui pertemuan kelas serta
banyak kegiatan sekolah lainnya. Kehidupan sekolah di Jepang juga tidak jauh dari masalah, seperti
kenakalan, intimidasi/bulying (ijime) atau masalah perilaku.
Kehidupan siswa di SD pada umumnya adalah masa paling menyenangkan, kecuali untuk
beberapa siswa yang diatur dalam masa transisi menuju SMP. Kerasnya usaha belajar demi lulus ujian
masuk dapat dikatakan sebagai ciri kehidupan siswa di sekolah Jepang dimulai tepat sebelum masuk ke
SMP.
Akibat dari tingkat daya saing yang tinggi (dan stres) sering dialami para siswa (dan ibu mereka).
Dalam rangka untuk lulus ujian masuk ke lembaga pendidikan terbaik, banyak siswa menghadiri
sesi belajarafterschool (juku atau Gakken) yang dimulai setelah kelas reguler di sekolah. Gaya pendidikan
SMA mulai bergeser ke mode pengajaran yang berpusat dan sistematis, alternatif ini dipuji karena tingkat
prestasi yang tinggi dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan dan dikritik karena monoton dan
kurangnya kreativitas.
Demi mengejar prestasi akademik, sejak menduduki bangku SMP, para siswa akan menyibukan
dirinya dengan juku. 59,55% dari para siswa akan menghadiri juku.
Peran Sekolah
Sekolah negeri cenderung berbeda dari sekolah swasta, karena masing-masing menjalankan
filosofi yang berbeda, didasarkan pada tradisi dan karakter kepala sekolah dan guru yang menjalankan
sekolah.
Namun demikian, terdapat beberapa kesamaan dan generalisasi pada peran dari sekolah Jepang.
Masih ada konsensus relatif kuat di Jepang bahwa sekolah adalah saluran utama untuk transmisi
keaksaraan dasar dan keterampilan berhitung, sarana pengetahuan yang berguna, mempersiapkan
masyarakat untuk lebih dewasa. Ini adalah peran perkembangan kognitif.
Proses pendidikan dan interaksi dalam kehidupan sekolah dianggap penting untuk menanamkan
nilai-nilai positif yang diinginkan oleh masyarakat Jepang. Banyak sekali studi yang menekankan fiturfitur sosialisasi dalam kehidupan sekolah di Jepang.
Sekolah dianggap menjadi persiapan untuk mendapatkan posisi yang tepat dalam bekerja dan
kehidupan bermasyarakat. Pada umumnya, sebagian besar orang Jepang percaya bahwa sekolah
menawarkan kesempatan bagi semua anak untuk naik strata sosial jika mereka bersedia bekerja

keras(dalam hal belajar tentunya). Hal ini bisa dilihat dari proses seleksi ke sekolah-sekolah yang
jenjangnya lebih tinggi, mereka akan bekerja keras agar diterima sekolah favorit.
Sekolah adalah tempat yang sah, benar, dan netral bagi siswa untuk mendapatkan pengetahuan.
Karena pendidikan yang didapat di sekolah bebas dari tekanan politik maupun kontroversi sejarah.
Pendidikan Tinggi
Jepang kini mulai mengalami penurunan populasi, secara tidak langsung mempengaruhi
universitas dalam mempertahankan populasi mahasiswa mereka, untuk masuk ke universitas papan atas
tetap sangat kompetitif.
Masalah ini, membuat banyak universitas mencoba untuk menarik perhatian dari calon
mahasiswa asing. Jepang memiliki sekitar tiga juta mahasiswa yang terdaftar di 1.200 universitas dan
perguruan tinggi junior, hal ini membuat sistem pendidikan tinggi Jepang sebagai terbesar kedua di antara
negara maju.
Jepang juga merupakan salah satu pemilik sistem pendidikan tinggi swasta terbesar di dunia.
Terdapat 710 universitas di Jepang yang dapat dibedakan menjadi 3 kategori: sangat kompetitif, agak
kompetitif dan non-kompetitif. Di Jepang, universitas negeri umumnya lebih bergengsi daripada
universitas swasta.
Lebih dari 65% lulusan SMA melanjutkan studi mereka ke jenjang kuliah, sekitar 70% akan
terdaftar di perguruan tinggi atau universitas swasta.
Meskipun memiliki statistik yang mengesankan, pendidikan universitas di Jepang dianggap
sebagai link terlemah dalam sistem pendidikan negara itu. Pendidikan pascasarjana di Jepang bisa
dibilang sedikit tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Ini disebabkan penawaran pendidikan pascasarjana yang lemah dan sejumlah universitas yang
menawarkan program pascasarjana dengan jumlah yang kecil, dibandingkan dengan di negara-negara
barat lainnya.
Well, setiap kelebihan pasti ada kekurangan, termasuk juga sistem pendidikan di Jepang. Terlepas
dari itu semua, kita harus mengakui bahwa Jepang memiliki sistem pendidikan yang bisa dibilang nyaris
sempurna.
Ini bisa dilihat kalo Jepang adalah negara yang mencapai hingga 100% melek huruf dan memiliki
tingkat melek huruf tertinggi di dunia sejak zaman Edo. Sistem pendidikan Jepang sangat dihargai oleh
banyak negara, termasuk menjadi tujuan favorit calon mahasiswa dari Indonesia.
http://salmaknowledge.blogspot.co.id/2014/02/sistem-pendidikan-di-jepang.html

Pendidikan Jepang
1. Struktur pendidikan

-----------------------------Sama dengan Indonesia, di Jepang juga ada program Wajib Belajar (pendidikan dasar dan
menengah) yang berlaku untuk penduduk berusia 6 hingga 15 tahun.
Tahun ajaran biasanya dimulai bulan April. Satu tahun ajaran dibagi menjadi 3 semester yang
dipisahkan oleh liburan singkat musim semi dan musim dingin, serta liburan musim panas yang lebih
panjang (lama liburan sekolah bergantung kepada iklim tempat sekolah tersebut berada). Di Hokkaido
dan tempat-tempat yang banyak turun salju, libur musim dingin lebih panjang dan libur musim panas
lebih pendek.
2. Preschool & Taman Kanak-kanak
------------------------------------------------------Pendidikan anak usia dini dimulai di rumah. Ada banyak buku dan acara televisi yang ditujukan
untuk membantu ibu & ayah untuk mendidik anak-anak mereka dan metode ini dianggap lebih efektif.
Sebagian besar pelatihan rumah dikhususkan untuk mengajar tata krama, perilaku sosial yang tepat, dan
bermain terstruktur, meskipun jumlah verbal dan keterampilan juga tema populer. Orang tua sangat
berkomitmen untuk pendidikan awal dan sering mendaftarkan anak-anak mereka di TK. Selain TK
terdapat sistem yang dikembangkan dengan baik pusat penitipan anak yang diawasi pemerintah
(hoikuen ).
Berikut ini kegiatan anak-anak di tingkat Tk (mulai dari jam 8.50 15.00) antara lain: masuk
kelas, menaruh barang di loker, duduk di bangku masing-masing, absen, salam, materi hari ini, istirahat
(ke toilet latihan cara buang air sendiri, cebok, dan mencuci tangan dengan sabun), menyanyi, senam
pagi, kembali ke kelas, mencopot kaus kaki, bermain (di luar kelas/di kebun/halaman sekolah), merapikan
alat bermain, bersiap makan (cuci tangan dan ugai = memasukkan air ke tenggorokan tapi tidak ditelan,
untuk mencegah batuk/pilek), kembali ke kelas untuk makan siang (bento =bekal makan masing-masing),
menggosok gigi, bermain di kelas (permainan tradisional atau modern), bersiap untuk pulang, menyanyi
lagu/salam perpisahan, baris per kelas di depan sekolah, pulang.
3. Sekolah Dasar
----------------------Lebih dari 99% dari Jepang anak-anak usia sekolah dasar terdaftar di sekolah. Semua anak-anak
memasuki kelas 1 pada usia 6 tahun, dan sekolah mulai dianggap sebagai peristiwa yang sangat penting
dalam kehidupan seorang anak.
Hampir semua pendidikan dasar berlangsung di sekolah umum; kurang dari 1% dari sekolah
swasta (karena sekolah swasta cenderung mahal).
Kebanyakan sekolah negeri, tidak mewajibkan seragam, namun harus mengenakan name tag di
saku kiri baju. Lalu, biasanya ada juga badge di bahu kirinya, yang warnanya disesuaikan dengan
tingkatan kelas (misalnya kuning untuk kelas 1).
Biasanya tas anak SD dilengkapi dengan peluit kecil (yang dibagikan gratis dari sekolah). Peluit
ini diajarkan kpd anak-anak untuk ditiup kalo bertemu dengan orang asing (tdk dikenal) yang
mengganggu.
Kemudian juga harus bawa thermos air minum tiap hari (karena gak ada pedagang kaki lima yang
nongkrong di pagar sekolah). Mereka juga diwajibkan untuk membawa mug kecil (wadah air sbg tmpt
kumur2 pada saat sikat gigi sehabis makan siang). Lalu lap tangan dan serbet untuk alas makan siang.
Semua alat itudibawa bolak balik ke sekolah, kecuali sikat gigi dan mug (tapi harus dicuci dahulu setiap
kali pulang). Siswa SD di Jepang memiliki tugas melayani makan siang (menuangkan makanan ke piring)
teman-temannya (beregu bergantian sesuai piket). Hal ini dilakukan atas dasar untuk mengajarkan
kerjasama tim dari mulai usia dini.
Pelajaran di tingkat SD biasanya hanya ada 4 yaitu : Huruf Jepang (menulis dan membaca),
Matematika, Olahraga dan BudiPekerti.
Pendidikan dasar di Jepang tidak mengenal ujian kenaikan kelas, tetapi siswa yang telah
menyelesaikan proses belajar di kelas satu secara otomatis akan naik ke kelas dua, demikian seterusnya.
Ujian akhir pun tidak ada, karena SD dan SMP masih termasuk kelompok "compulsoy education,
sehingga siswa yang telah menyelesaikan studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP.

Tentu saja guru tetap melakukan ulangan sekali2 untuk mengecek daya tangkap siswa. Dan
penilaian ulangan pun tidak dengan angka tetapi dengan huruf : A, B, C, kecuali untuk matematika. Dari
kelas 4 hingga kelas 6 juga dilakukan test IQ untuk melihat kemampuan dasar siswa. Data ini dipakai
bukan untuk mengelompokkan siswa berdasarkan hasil test IQ-nya, tetapi untuk memberikan perhatian
lebih kepada siswa dengan kemampuan di atas normal atau di bawah normal. Perlu diketahui, siswa2 di
Jepang tidak dikelompokkan berdasarkan kepandaian, tetapi semua anak dianggap `bisa` mengikuti
pelajaran, sehingga kelas berisi siswa dengan beragam kemampuan akademik.
Compulsary Education (dalam bahasa Jepang disebut gimukyouiku) atau istilah dalam bahasa
Indonesia adalah "program wajib belajar".
Compulsory Education di Jepang dilaksanakan dengan prinsip memberikan akses penuh kepada
semua anak untuk mengenyam pendidikan selama 9 tahun (SD dan SMP) dengan menggratiskan tuition
fee, dan mewajibkan orang tua untuk menyekolahkan anak (ditetapkan dalam Fundamental Law of
Education). Untuk memudahkan akses, maka di setiap distrik didirikan SD dan SMP walaupun daerah
kampung dan siswanya minim (per kelas 10-11 siswa). Orang tua pun tidak boleh menyekolahkan anak
ke distrik yang lain, jadi selama masa compulsory education, anak bersekolah di distrik masing-masing.
Tentu saja mutu sekolah negeri di semua distrik sama, dalam arti fasilitas sekolah, bangunan
sekolah, tenaga pengajar dengan persyaratan yang sama (guru harus memegang lisensi mengajar yang
dikeluarkan oleh Educational Board setiap prefecture). Oleh karena itu mutu siswa SD dan SMP di
Jepang yang bersekolah di sekolah negeri dapat dikatakan `sama`, sebab Ministry of Education
mengondisikan equality di semua sekolah. Saat ini tengah digalakkan program reformasi yang memberi
kesempatan kepada sekolah untuk berkreasi mengembangkan proses pendidikannya, tetapi tetap saja
dalam pantauan MOE.
Dalam pengertian negara maju, compulsory education mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) adanya unsur paksaan agar peserta didik bersekolah,
2) diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar,
3) ada sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak sekolah
4) tolok ukur keberhasilan Wajar adalah tidak adanya orang tua yang terkena sanksi karena telah
mendorong anaknya bersekolah.
Dengan adanya peraturan ini, maka kewajiban orang tua adalah memberikan pendidikan kepada
putra-putrinya baik di sekolah maupun jika dia tidak mau, pendidikan di rumah pun (home schooling)
bisa ditempuh.
4. Sekolah Menengah Pertama
----------------------------------------Tidak seperti siswa SD, siswa SMP memiliki guru yang berbeda untuk mata pelajaran yang
berbeda. Instruksi di SMP cenderung mengandalkan metode ceramah. Guru juga menggunakan media
lain, seperti televisi dan radio, dan ada beberapa pekerjaan laboratorium. Semua orang harus belajar karya
klasik sejak SMP. Karya tertua yang terkenal adalah GENJI MONOGATARI atau HIKAYAT GENJI yang
umurnya 1000 tahun! Tidak hanya sebatas informasi saja yang diberikan di SMP dan SMU Jepang,
namun mereka juga diajari Tata Bahasa Jepang Klasik yang dipakai pada saat HIKAYAT GENJI ini
dibuat.
Di tingkat SMP dan SMA, sama seperti di Indonesia, ada dua kali ulangan, mid test dan final test,
tetapi tidak bersifat wajib atau pun nasional. Di beberapa prefecture yang melaksanakan ujian, final test
dilaksanakan serentak selama tiga hari, dengan materi ujian yang dibuat oleh sekolah berdasarkan standar
dari Educational Board di setiap prefektur. Penilaian kelulusan siswa SMP dan SMA tidak berdasarkan
hasil final test, tapi akumulasi dari nilai test sehari2, ekstra kurikuler, mid test dan final test. Dengan
sistem seperti ini, tentu saja hampir 100% siswa naik kelas atau dapat lulus.
Selanjutnya siswa lulusan SMP dapat memilih SMA yang diminatinya, tetapi kali ini mereka
harus mengikuti ujian masuk SMA yang bersifat standar, artinya soal ujian dibuat oleh Educational Board
di setiap prefektur. Di Aichi prefecture, SMA-SMA dikelompokkan dengan pengelompokan A, B.
Pengelompokan tersebut dibuat dalam proses memilih SMA. Setiap siswa dapat memilih satu sekolah di
kelompok A dan satu sekolah di kelompok B. Jika si siswa lulus dalam kelompok A, maka secara
otomatis dia gugur dari kelompok B. Dalam memilih SMA, siswa berkonsultasi dengan guru, orang tua
atau disediakan lembaga khusus di Educational Board yang bertugas melayani konsultasi dalam memilih
sekolah. Ujian masuk pun hampir serentak di seluruh jepang dengan bidang studi yang sama yaitu,

Bahasa Jepang, English, Math, Social Studies, dan Science. Di level ini siswa dapat memilih sekolah di
distrik lain.
5. Sekolah Menengah Atas
------------------------------------Meskipun SMA tidak wajib di Jepang, 94% dari semua lulusan SMP melanjutkan ke tingkat
SMA. Di tingkat ini, mulai banyak sekolah milik swasta (mencapai sekitar 55% ).
Siswa SMA tidak mengikuti ujian kelulusan secara nasional, tetapi ada beberapa prefecture yang
melaksanakan ujian. Penilaian kelulusan siswa berbeda di setiap prefecture. Mengingat angka Drop out
siswa SMA meningkat di tahun 1990-an, maka beberapa sekolah tidak mengadakan ujian akhir, jadi
kelulusan hanya berdasarkan hasil ujian harian.
Untuk masuk universitas, siswa lulusan SMA diharuskan mengikuti ujian masuk universitas yang
berskala nasional. Ini yang dianggap `neraka` oleh sebagian besar siswa SMA. Ujian masuk PT dilakukan
dua tahap. Pertama secara nasional- soal ujian disusun oleh Ministry of education, terdiri dari lima
subject, sama seperti ujian masuk SMA-, selanjutnya siswa harus mengikuti ujian masuk yang dilakukan
masing2 universitas, tepatnya ujian masuk di setiap fakultas. Skor kelulusan adalah akumulasi ujian
masuk nasional dan ujian di setiap PT. Seperti halnya di Indonesia, skor hasil UMPTN tidak diumumkan,
tetapi jawaban ujian diberitakan via koran, TV atau internet, sehingga siswa dapat mengira2 sendiri
berapa total score yg didapat. Siswa yang memilih Universitas dg skor tinggi, tapi ternyata skornya tidak
memadai, dapat mengacu ke pilihan universitas ke-2. Namun jika skornya tidak mencukupi, maka siswa
tidak dapat masuk Universitas. Selanjutnya dia dapat mengikuti ujian masuk PT swasta atau menjalani
masa ronin (menyiapkan diri untuk mengikuti ujian masuk di tahun berikutnya) di prepatory school
(yobikou)
6. Perguruan Tinggi
-----------------------Secara umum sistem pendidikan tinggi di Jepang dapat dikategorikan ke dalam 4 bagian,
universitas (Daigaku), akademi teknologi (Tanki-daigaku), sekolah tinggi teknik (Koto-senmon-gakko)
dan sekolah kejuruan (Senmon-gakko).
Hampir sama dengan Indonesia, lama masa studi untuk pendidikan tinggi (sarjana) adalah 4 tahun
kecuali bidang pendidikan kedokteran yang relatif menghabiskan 6 tahun. Untuk tingkat studi lanjutan,
biasanya dibutuhkan waktu 2 tahun (program master) dan 3 tahun (program doktor).
Tahun akademik dimulai sekitar bulan April dan berakhir Maret tahun berikutnya. Perkuliahan
dibagi dalam dua semester, semester pertama berlangsung dari Maret sampai dengan September dan
semester kedua dimulai dari bulan oktober dan berakhir Maret.
Bahasa yang umum digunakan dalam proses belajar mengajar adalah bahasa Jepang. Namun, ada
beberapa program tertentu yang menggunakan bahasa Inggris sebagai perantara. Oleh karena itu setiap
mahasiswa asing yang ingin melanjutkan studi ke Jepang perlu mempersiapkan kemampuan bahasa ini
dengan sebaik mungkin.
================
NOTE:
1. Di Jepang, Orangtua sudah menetapkan masa depan anak sejak kecil (sblm anak mulai sekolah). Di
rumah ibu mengawasi anaknya belajar, mengirim ke tempat les/mendatangkan guru les ke rumah.
Sekolah yang elit sejak SD hingga Universitas akan mendatangkan masa depan yg cerah, karena
banyak perusahaan Jepang yg memilih pegawainya dr universitas-universitas ternama (bahkan sudah
dipilih n dipesan sejak org itu masih berstatus mahasiswa yg lulusnya nanti akan bekerja di
perusahaan itu). Maka, ortu menyuruh anaknya untuk bisa kuliah di universitas terkenal, agar bisa
masuk universitas terkenal maka harus pintar dan biasanya sekolah di SD-SMA yg terkenal. Disiplin
pendidikan sangat ketat, jadi banyak anak stress. Akibatnya banyak yang bunuh diri/menindas
teman-temannya. Hal ini berlaku dari zaman dulu hingga tahun 2000.
2. Untuk mengatasinya, maka pendidikan Jepang dirubah yg disebut "Yutori Kyouiku, yaitu
pendidikan yang lebih longgar. Misalnya hari Sabtu diliburkan dan buku pelajaran lbh tipis. Namun
akibatnya siswa jd bodoh. Sistem ini pun dihapus, lalu diganti dgn istilah "datsu yutori kyouiku, yg

hr Sabtu tetap libur, tp buku jadi tebal kembali. Selain itu, di jaman sekarang lulusan Todai
(Universitas Tokyo) sdh tdk menjadi favorit lg. Mengapa? Karna image mahasiswa Todai itu terlalu
rajin belajar, terlalu pintar, kurang gaul, cupu, dsb. Jd banyak perusahaan yg lbh suka memilih
pegawai baru dr universitas favorit ke 2, ke 3, dst. Jaman sekarang juga kemungkinan untuk bisa
diterima di sekolah favorit sangat besar, karna sensus penduduk Jepang (koureika shakai)
menyatakan bahwa jumlah anak muda lbh sedikit drpd jumlah org tua. Oleh karena itu, Jmlh murid
yang sedikit menyebabkan pesaingnya pun sedikit. Bahkan ada sekolah ditutup karna kekurangan
murid.
3. Pendidikan umum di Jepang tentang dunia internasional itu sangat minim, mereka tdk diajarkan
bahasa asing yang benar sesuai standar, peta dunia, sejarah dunia, politik, ekonomi, dsb. Pendidikan
mereka hanya berpusat di Jepang saja. Kalau pun org Jepang tau tentang dunia luar, itu hanya orang
yg sering keluar negeri, kuliah bahasa asing/internasional, yang jumlahnya sedikit. Sejarah mereka
pun ada yang tidak sebenarnya (ditutup-tutupi). Contohnya mereka tidak tahu kalau mereka pernah
menjajah bangsa asing yaitu Indonesia.
Untuk informasi lebih detail mengenai studi dan tinggal di Jepang, bisa kunjungi
http://www.studyjapan.go.jp atau http://www.id.emb-japan.go.jp/expljp.html
http://japanlunatic.do.am/index/pendidikan_di_jepang/0-296

Anda mungkin juga menyukai