Prospek Serat Daun Nanas
Prospek Serat Daun Nanas
Nur Asbani*)
ABSTRAK
Nanas (Ananas comosus L.) umumnya dikenal sebagai sumber bahan pangan berupa buah nanas. Selain itu daun
nanas mengandung serat yang cukup potensial sebagai bahan baku tekstil maupun non-tekstil. Potensi produksi serat
nanas di Indonesia cukup besar mengingat luas penanaman nanas mencapai 80 ribu hektar. Proses ekstraksi serat nanas
dilakukan secara manual maupun dengan mesin dekortikator. Tekstil dari serat nanas memiliki sifat-sifat: sangat kuat,
tipis, halus, dan perawatannya mudah. Pemanfaatan serat daun nanas dapat memberikan nilai tambah tanaman nanas
sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan petani.
Kata kunci: nanas, serat daun, tekstil
PENDAHULUAN
Ketergantungan industri tekstil dan produk
tekstil (TPT) Indonesia terhadap bahan baku serat
impor sangat tinggi. Indonesia mengimpor serat
kapas 99,5% dari kebutuhan serat kapas dalam negeri. Keadaan seperti ini berisiko tinggi pada waktu terjadi fluktuasi yang tajam pada harga dan suplai kapas dunia sehingga dapat mengancam kelangsungan industri TPT yang menyerap banyak
tenaga kerja. Pemasok kapas utama adalah Amerika dan Australia yang proporsinya lebih dari setengah (51,8%) kebutuhan kapas Indonesia (BPS,
2004).
Perundingan WTO tahun 2005 di Hongkong
menghasilkan kesepakatan penting yang berkaitan
dengan pencabutan subsidi serat kapas di negaranegara maju (Ferguson et al., 2006). Kesepakatan
ini akan menyebabkan kenaikan harga kapas dunia
dan terjadinya fluktuasi ketersediaan kapas di pasaran sebagai akibat dari kurang berminatnya petani kapas di negara maju untuk menanam kapas karena tidak adanya insentif dari pemerintah. Padahal
kedua negara pengekspor utama kapas ke Indonesia termasuk dalam negara maju yang akan terpengaruh oleh peraturan ini.
Hal penting lainnya terkait dengan bahan baku tekstil adalah kenaikan harga minyak bumi dunia yang mencapai lebih dari US$60 per barrel.
Keadaan ini juga meningkatkan harga serat sintetis
yang berbahan baku dari minyak bumi. Kondisi ini
secara tidak langsung akan meningkatkan permintaan tekstil berbahan alami termasuk kapas.
Ketergantungan terhadap bahan baku impor
perlu dikurangi dengan peningkatan produksi di
dalam negeri. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan perluasan areal tanam dan peningkatan
produktivitas nasional kapas. Cara lainnya adalah
dengan usaha diversifikasi dari bahan lain terutama
yang berasal dari dalam negeri. Beberapa jenis tanaman dapat menghasilkan serat yang dapat digunakan untuk tekstil, antara lain: rami, abaka, dan
nanas.
Nanas atau Ananas comosus sebagai salah
satu alternatif tanaman penghasil serat yang selama
ini hanya dimanfaatkan buahnya sebagai sumber
bahan pangan. Buah nanas dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan berupa jus, selai, dan
buah kaleng, sedangkan daun nanas selama ini hanya menjadi limbah. Sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu tanaman alternatif penghasil
serat dengan ekstraksi dari daunnya. Makalah ini
174
menyajikan tinjauan mengenai tanaman nanas, proses pengambilan serat, sifat serat, dan prospeknya
sebagai tanaman penghasil serat.
175
ton, 1987). Serat nanas ini digunakan sebagai tekstil kasar, sepatu, topi, jaring, dan pakaian dalam.
Serat yang bermutu baik dihasilkan dari daun yang
sudah matang. Daun matang ini ditandai dengan
kemasakan pada buahnya, yaitu pada waktu tanaman berumur 12 sampai 18 bulan.
Proses penyeratan secara tradisional dilakukan dalam beberapa tahapan. Pertama kali daun digosok-gosok atau dikerok lapisan luarnya dengan
pecahan porselen untuk mengupas lapisan epidermis daun yang berwarna hijau. Proses selanjutnya
adalah penggosokan dengan tempurung kelapa
yang menghasilkan serat kasar dan halus. Pencucian hasil serat di dalam air mengalir sambil digosok-gosok dengan cangkang kerang laut. Perlakuan
ini akan menghasilkan serat yang lebih putih dan
membersihkan dari sisa jaringan daun berwarna hijau. Serat yang basah kemudian dijemur selama 2
hari sambil dipukuli untuk memisahkan serat yang
satu dengan yang lainnya. Serat ini kemudian memasuki proses pemintalan menjadi benang dan penenunan untuk menjadi kain. Proses secara tradisional ini tidak dapat menghasilkan serat dan tekstil yang bermutu bagus serta dalam volume besar.
Oleh karena itu proses pengambilan serat dapat dilakukan secara mekanis dengan menggunakan mesin dekortikator.
SIFAT SERAT
Sifat serat yang penting terkait dengan pemintalannya menjadi benang adalah keuletan (tenacity), daya mulur (elongation), kehalusan (fineness), kebersihan (cleanliness), kekakuan (stiffness), panjang (length), dan permukaan (surface)
(Nebel, 1995). Sifat-sifat dasar benang dan kain
yang baik adalah memiliki panjang cukup dan ke-
176
halusan baik, kekuatan tarik sedang, dan dapat dilipat. Selain itu masih ada persyaratan lain untuk pemakaian yaitu memiliki daya serap terhadap zat
warna yang baik, tahan terhadap kondisi asam dan
alkali, serta tahan terhadap perubahan suhu dan sinar matahari (Hartanto dan Watanabe, 2003).
Kandungan serat nanas terdiri dari selulose
(56 62%), hemiselulose (16 19%), pektin (2
2,5%), lignin (9 13%), lemak dan lilin (4 7%),
air terlarut (1 1,5%), dan abu (2 3%) (Chongwen, 2001). Kandungan pektin, hemiselulose, dan
lignin sangat menentukan kemudahannya dalam
pemisahan bundel serat (Kessler et al., 1999). Lignin dan pektin merupakan bahan yang lengket dan
berpengaruh terhadap sifat keuletan sehingga tidak
dikehendaki keberadaannya (Nebel, 1995)
Sel tunggal serat nanas memiliki diameter
7 18m dan panjang 3 8 mm (Chongwen,
2001), jika dilihat dari kebutuhan untuk penggunaan umum dalam industri tekstil diameternya sekitar
10 30 m serat ini sudah memenuhi persyaratan
(Hartanto dan Watanabe, 2003). Sifat-sifat fisik serat nanas sebagai dalam bundel serat memiliki kehalusan 2,5 5,5 tex, panjang 10 90 mm, daya
mulur 3,42%, keuletan 42,6 CN/tex, modulus 10,2
CN/tex, dan masa jenis 1,543 g/cm3 (Chongwen,
2001). Daya mulur serat nanas lebih rendah dibandingkan serat kapas (8,5%) (Nebel, 1995).
Serat nanas lebih higroskopies jika dibandingkan serat dari kapas, abaka, dan yute. Sifat ini
menunjukkan kemampuan serat untuk mengikat
uap air yang pada akhirnya menentukan kenyamanan pada pakaian. Kapas hanya mampu menyerap sekitar 7 8% sedangkan nanas lebih dari 10%
(Chongwen, 2001; Kerr, 2006).
Kain dari serat daun nanas memiliki sifatsifat kenampakan yang baik, mirip linen atau sutera, berwarna putih, lembut dan ringan, kuat, elegan, mudah dalam perawatan, dapat menyerap pewarna kain, dan sangat kuat.
PROSPEK
Prospek serat nanas di Indonesia cukup bagus mengingat luas panen yang begitu besar yaitu
sekitar 80 ribu hektar (FAO, 2004). Berat biomassa
daun yang dihasilkan dari setiap hektar adalah
100 130 ton pada populasi 50 60 ribu tanaman
(Sobir-Pusat Kajian Buah Tropika Institut Pertanian Bogor (PKBT-IPB), komunikasi pribadi).
Chongwen (2001) menyatakan kandungan serat
pada daun nanas adalah sekitar 3%. Berdasarkan
kedua hal tersebut maka jumlah serat yang dapat
dihasilkan adalah sekitar 3 3,9 ton/ha. Angkaangka tersebut memperlihatkan besarnya potensi
nanas sebagai sumber bahan baku serat.
Daun nanas merupakan limbah dari budi
daya nanas sehingga harga bahan bakunya murah.
Pada sisi yang lain pemanfaatan serat daun tanaman ini dapat meningkatkan pendapatan petani dengan memberikan nilai tambah terhadap bahan
yang biasanya belum memiliki nilai ekonomi. Sebagai gambaran misalnya produk kain batik serat
nanas dari perajin di Pekalongan mencapai harga
1,5 3 juta rupiah untuk kain berukuran 2,56 m x
1,15 m. Harga mahal ini disebabkan keterbatasan
bahan baku dan permasalahan teknis pemrosesan
menjadi kain yang masih tradisional (Trinugroho,
2004). Disini terlihat bahwa nilai ekonomi kain dari serat nanas cukup bagus.
Ketersediaan teknologi untuk pengolahan
serat nanas dari proses ekstraksi serat, pemintalan,
dan penenunan belum memadai. Teknologi yang
ada pada saat ini pada umumnya dirancang untuk
serat kapas. Serat nanas memerlukan perlakuan kimiawi terlebih dulu berupa degumming atau modifikasi untuk menghilangkan bahan nonselulose
agar dapat terikat serat tunggal menjadi bundel serat. Setelah mengalami perlakuan kimiawi, maka
serat ini dapat dipintal pada mesin pintal rami maupun kapas menjadi benang yang baik (Chongwen,
2001).
PENUTUP
Serat daun nanas memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan di Indonesia sebagai bahan baku tekstil. Usaha budi daya nanas perlu diikuti dengan pemuliaan varietas yang sesuai dan
pengembangan teknologi prosesing serat. Pemanfaatan daun nanas dapat memberikan nilai tambah
dan meningkatkan daya saing tanaman nanas.
DAFTAR PUSTAKA
Asbani, N. 1994. Laporan kerja lapangan di perkebunan
nanas PT GGPC. Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.
BPS (Badan Pusat Statistik). 2004. Statistik perdagangan luar negeri Indonesia, Impor. Jakarta: BPS.
CABI (Centre for Agriculture and Bioscience International). 2003. Crop protection compendium. Wellingford, CABI.
177
Kessler, R.W., R. Kohler, and M. Tubach. 1999. Strategy for sustainable future of fiber crops. Natural
Fiber Performance Forum. Copenhagen 27 28
May 1999. http://www.ienica.net/ ibresseminar/
kessler.pdf.
178