Disusun oleh :
Muhammad Syaifudin
13051061
13051119
Suiswanto
14052040
14052216
FAKULTAS EKNOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, yang
kiranya patut penulis ucapkan, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dari Ibu
Sumiyarsih selaku dosen pengampu.
Penulis menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. hal
ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki,
namun demikian banyak pula pihak yang telah membantu dengan menyediakan dokumen
atau sumber informasi, memberikan masukan pemikiran.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kami pada khusunya dan pembaca pada umumnya.
Penulis
PENDAHULUAN
Awal mula PT.Freeport Indonesia berdiri pada tahun 1990 suatu lembaga swasta dari
Belanda (KNAG) yaitu geografi kerajaan Belanda, menyelenggarakan suatu ekspedisi ke
Papua yang tujuan utamanya adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang berada di Papua.
PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC), yaitu perusahaan
internasional atau transnasional yang berpusat di satu negara tetapi cabang ada di berbagai
negara maju dan berkembang.
Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari freeport McMoran
CopperPT & Gold Inc. PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan
eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah
dataran tinggi provinsi Papua. Freepot Indonesia memasarkan hasilnya di seluruh penujuru
dunia.
pelanggaran hukum atas nama kepentingan ekonomi dan desakan politis yang
menggambarkan digdayanya kuasa korporasi.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI Indonesian Forum for Environment)
adalah forum organisasi lingkungan hidup non-pemerintah terbesar di Indonesia dengan
perwakilan di 26 propinsi dan lebih dari 430 organisasi anggota.WALHI bekerja membangun
transformasi sosial, kedaulatan rakyat, dan keberlanjutan kehidupan.
Telah lalai dalam pengelolaan limbah batuan, bertanggung jawab atas longsor
berulang pada
Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage): Hampir semua limbah batuan dari tambang
Grasberg sejak tahun 1980an sampai 2003 yang berjumlah kira-kira 1.300 juta ton
berpotensi membentuk asam. Limbah batuan ini dibuang ke sejumlah tempat di
sekitar Grasberg dan menghasilkan ARD dengan tingkat keasaman tinggi mencapai
rata-rata pH = 3. Kandungan tembaga pada batuan rata-rata 4.500 gram per ton (g/t)
dan eksperimen menunjukkan bahwa sekitar 80% tembaga ini akan terbuang (leach)
dalam beberapa tahun. Bukti menunjukkan
kandungan tembaga sekitar 800 mg/L telah meresap ke air tanah di pegunungan tanah
dan lahan basah yang sangat vital bagi suku Kamoro untuk berburu, mencari ikan dan
berkebun.
Tingkat racun tailing dan dampak terhadap perairan: Sebagian besar kehidupan air
tawar telah hancur akibat pencemaran dan perusakan habitat sepanjang daerah aliran
sungai yang dimasuki tailing. Total Padatan Tersuspensi (TSS) dari tailing secara
langsung berbahaya bagi insang dan telur ikan, serta organisme pemangsa, organisme
yang membutuhkan sinar matahari (photosynthetic), dan organisme yang menyaring
makanannya (filter feeding).Tembaga menghambat kerja insang ikan.Uji tingkat racun
(toxicity) dan potensi peresapan biologis (bioavailability) di daerah terkena dampak
operasi Freeport-Rio Tinto menunjukkan bahwa sebagian besar tembaga larut dalam
air sungai terserap oleh mahluk hidup dan ditemukan pada tingkat beracun.
Logam berat pada tanaman dan satwa liar: Dibandingkan dengan tanah alami hutan,
tailing Freeport mengandung tingkat racun logam selenium (Se), timbal (Pb), arsenik
(As), seng (Zn), mangan (Mn) dan tembaga (Cu) yang secara signifikan lebih tinggi.
Konsentrasi dari beberapa jenis logam tersebut yang ditemukan dalam tailing
melampaui acuan US EPA dan pemerintah Australia dan juga ambang batas ilmiah
phytotoxicity. Hal ini menunjukkan kemungkinan timbulnya dampak racun pada
pertumbuhan tanaman.Pengujian dan pengambilan sampel lapangan menunjukkan
bahwa tanaman yang tubuh di tailing mengalami penumpukan logam berat pada
jaringan (tissue), menimbulkan bahaya pada mahluk hutan yang memakannya.Semua
spesies hewan di tanah Papua disekitar Freeport terkena dipastikan terkena racun yang
pengendapan tailing kami adalah ekosistem yang berfungsi dan beraneka ragam
dengan ikan dan udang yang melimpah. Berbanding terbalik dengan kenyataan
bahwa bagian luar Muara Ajkwa, termasuk daerah pantai Laut Arafura, mengalami
penurunan jumlah hewan yang hidup dasar laut (bottom-dwelling animals) sebesar
meski pembuangan tailing berhenti. Spesies asli yang 13 bisa tumbuh kembali di
tumpukan tailing tidaklah berguna bagi masyarakat setempat, juga tidak bisa
menggantikan keberagaman spesies asli yang dulunya hidup di wilayah rimba asli dan
Tailing sungai Freeport-Rio Tinto akan merusak hutan bakau seluas 21 sampai 63 km 2
akibat sedimentasi. Kanal-kanal muara sudah tersumbat tailing dan dengan cepat menjadi
sempit dan dangkal. Kekeruhan air muara pun telah jauh melampaui standar yang diterapkan
di Australia, sehingga menghambat proses fotosintesa perairan.
Logam dari tailing menyebabkan kontaminasi pada rantai makanan di Muara Ajkwa.
Daerah yang dimasuki tailing Freeport menunjukkan kandungan logam berbahaya yang
secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan muara-muara terdekat yang tak terkena
dampak dan dijadikan acuan.Logam berbahaya tersebut adalah tembaga, arsenik, mangan,
timbal, perak dan seng. Satwa liar di daerah hutan bakau terpapar logam berat karena mereka
makan tanaman dan hewan tak bertulang belakang yang menyerap logam berat dari endapan
tailing, terutama tembaga.
Freeport sempat menyatakan bahwa Muara di hilir daerah pengendapan tailing kami
adalah ekosistem yang berfungsi dan beraneka ragam dengan ikan dan udang yang
melimpah. Berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa bagian luar Muara Ajkwa,
termasuk daerah pantai Laut Arafura, mengalami penurunan jumlah hewan yang hidup dasar
laut (bottom-dwelling animals) sebesar 40% hingga 70%.
Taman Nasional Lorenz yang terdaftar sebagai Warisan Dunia wilayahnya
mengelilingi daerah konsesi Freeport. Untuk melayani kepentingan tambang, luas taman
nasional telah dikurangi. Kawasan pinus pada situs Warisan Dunia ini terkena dampak air
tanah yang sudah tercemar buangan limbah batuan yang mengandung asam dan tembaga dari
tailing Freeport-Rio Tinto. Sementara, kawasan pesisir situs Warisan Dunia ini juga terkena
dampak pengendapan tailing.Sekitar 250 juta ton tailing dialirkan melalui Muara Ajkwa dan
masuk ke Laut Arafura.
Tailing tambang pada akhirnya akan meliputi 230 km 2 daerah ADA, pada kedalaman
hingga 17 meter. Daerah tailing ini kekurangan karbon organik dan gizi kunci lainnya,
dengan kapasitas menahan air yang sangat buruk.Kawasan ADA yang luas yang telah
mengalami kematian tumbuhan akibat tailing takkan pernah bisa kembali ke komposisi
species semula meski pembuangan tailing berhenti. Spesies asli yang 13 bisa tumbuh kembali
di tumpukan tailing tidaklah berguna bagi masyarakat setempat, juga tidak bisa menggantikan
keberagaman spesies asli yang dulunya hidup di wilayah rimba asli dan hutan hujan
bersungai dalam ADA yang telah rusak.
Freeport-Rio Tinto beroperasi tanpa tranparansi atau pemantauan peraturan yang
layak. Tak ada informasi atau diskusi publik tentang pengelolaan saat ini dan masa depan di
tambang. Juga tak ada pembahasan mengenai alternatif pengelolaan limbah dan rencana
proses penutupan tambang. Terlepas dari keharusan legal untuk menyediakan akses publik
terhadap informasi terkait lingkungan, perusahaan belum pernah mengumumkan dokumendokumen pentingnya, termasuk ERA. Freeport juga tak pernah mengumumkan laporan audit
eksternal independen sejak 1999. Dengan demikian perusahaan melanggar persyaratan ijin
lingkungan.ERA yang dihasilkan meremehkan risiko lingkungan yang penting, gagal
memberi pilihan untuk mengurangi dampak pembuangan limbah, serta independensi dari
para pengkaji ERA pun patut dipertanyakan.
Alternatif Solusi
Tambang Freeport adalah bukti kesalahan pengurusan pada sektor pertambangan di
Indonesia dan bukti tunduknya hukum dan wewenang negara terhadap korporasi. Pemerintah
menganggap emas hanya sebatas komoditas devisa yang kebetulan berada di tanah Papua.
Telah sekian lama pemerintah menutup mata terhadap daya rusak industry pertambangan di
tanah Papua. Tak hanya sebatas itu, pemerintah juga tidak pernah mampu mengontrol
perusahaan pertambangan agar lebih bertanggung jawab. Itulah sebab nya pemerintah terus
membiarkan Freeport membuang miliyaran limbahnya ke alam. Meskipun belakangan
diketahui bahwa Freeport belum memiliki izin pembuangan limbah B3. Kementrian
Lingkungan Hidup bahkan sudah menemukan sejumlah bukti pelanggaran ketentuan hukum
lingkungan sejak tahun 1997 hingga 2006. Pemerintah juga tidak berani memaksa Freeport
melakukan renegosiasi Kontrak Karya, meskipun banyak pihak mendukung dan berbagai
basis argumentasi telah dimiliki.
Oleh karena itu, ada beberapa solusi dapat dilakukan oleh pemerintah antara
lain : melakukan evaluasi terhadap seluruh aspek pertambangan Freeport terutama aspek
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, melakukan perubahan Kontrak Karya
Freeport yang lebih menguntungkan bagi negara pada umumnya dan bagi rakyat Papua
pada khususnya, memfasilitasi sebuah konsultasi penuh dengan penduduk asli Papua
terutama yang berada di wilayah operasi Freeport dan pihak berkepentingan lainnya
mengenai masa depan pertambangan tersebut serta memetakan dan mengkaji sejamlah
skenario bagi masa depan Freeport, termasuk kemungkinan penutupan, kapasitas produksi
dan pengolahan limbah.
Konsep pembangunan berkelanjutan harus dikedepankan oleh pemerintah, dengan
memelihara kelestarian lingkungan. Maka, pemerintah dapat menghentikan secara sepihak
kegiatan korporasi asing yang dapat merusak lingkungan selama melakukan penambangan
sumberdaya alam Indonesia. Perusakan lingkungan oleh asing merupakan utang lingkungan.
Seluruh pajak, royalty dan pembagian keuntungan yang diperoleh Indonesia melalui
korporasi pertambangan asing, niscaya tidak akan dapat membangun kembali lingkungan
yang telah rusak total tersebut. Oleh karena itu, penanganan kasus ini merupakan agenda
mendesak yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah.
dasar
laut.
Berbagai cara untuk menangani limbah asam tambang oleh industri pertambangan
adalah sebagai berikut :
3. Menetralisir limbah yang bersifat masam dengan bahan yang bersifat basa, misal
CaCO3.
4. Melapisi batuan yang berpotensi munculnya sifat asam dengan tanah liat,
minimalisir kontak dengan air dan udara.
5. Menimbun lapisan limbah asam dengan tanah kemudian dilakukan penanaman
untuk mencegah erosi dan penguapan.
6. Penambahan surfaktan atau penambahan biosida untuk mematikan Thiobacillus
ferrooxidans.
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan materi diatas, kami menyimpulkan bahwa PT. Freeport
Indonesia telah mengabaikan norma dan etika lingkungan dengan tidak memperhatikan
limbah hasil tambang yang menyebabkan beberapa kerusakan lingkungan. Meski pemerintah
telah menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan beberapa pelanggaran dan memberikan
peringatan, namun pemerintah kurang mampu memberi tindakan tegas, hal ini diakibatkan
oleh hak saham perusahaan mayoritas dipegang oleh asing. Hal ini harusnya mampu menjadi
bahan koreksi bagi pemerintah pada masa yang akan datang sebelum menandatangani
kontrak kerja dengan perusahaan baik asing maupun dalam negeri.