Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)

oleh :
Cahya Daris Tri Wibowo
H2A008008

Pembimbing :
dr. Haryadi Ibnu Junaedi, SpB

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD DR. ADHYATMA SEMARANG
2013
BAB I

PENDAHULUAN
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada
pria yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya
merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel
kelenjar prostat1,2,3
Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
yang bergejala pada pria berusia 4049 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat
dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 5059 tahun prevalensinya mencapai hampir
5% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia
sebagai gambaran hospital prevalensi di dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan
Sumberwaras selama 3 tahun (19941999) terdapat 1040 kasus.1
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan
dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat
yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai
bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran
kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO)1,5. Obstruksi ini lama
kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga
menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk
mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling
ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu
pembedahan.1
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari
kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan
adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu
tanda dari keganasan prostat5. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur,
ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas
pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%.

BAB II
2

PEMBAHASAN
I.

ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan
kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan
lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram.

Gambar 1. Alat Reproduksi Pria


Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3
a

Lobus medius

Lobus lateralis (2 lobus)

Lobus anterior

Lobus posterior

Pada kelenjar prostat juga dibagi dalam 5 zona : 3


a

Zona Anterior atau Ventral .


Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
terbanyak.
c

Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.

Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi
dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH).

Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Gambar 2. Zona Kelenjar Prostat


II.

FISIOLOGI PROSTAT
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret
dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi
sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan
enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain
dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.
kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan
cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi.
4

Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan
pemberian Stilbestrol. 3
III.

DEFINISI
Hiperplasia Prostat Benigna sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar
periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli
ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak
yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. 4

Gambar 3. Benign Prostat Hyperplasia


IV.

ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) .
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak
adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogentestosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya
kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.5
a Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel
prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang
telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks
DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
5

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas
enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal
ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel
lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 5
b

Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron


Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat jadi lebih besar. 5

Interaksi stroma epitel


Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin,
serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. 5

Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)


Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis
kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin
meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon
androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah

dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.1


Teori stem cell

Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada
kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada
hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel
akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada
androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung
secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan
berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
V.

PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini
sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat
hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim 5 reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. 5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5

VI.

MANIFESTAS KLINIK
a

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)5


Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :
Obstruksi

Iritasi

Hesistansi
7

Frekuensi

Pancaran miksi lemah

Intermitensi

Nokturi

Miksi tidak puas

Urgensi

Distensi abdomen

Disuria

Terminal dribbling (menetes)

Volume urine menurun

Mengejan saat berkemih

Urgensi dan disuria jarang terjadi,


jika ada disebabkan oleh
ketidakstabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter.

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih


tergantung tiga faktor, yaitu:

Volume kelenjar periuretral

Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

Kekuatan kontraksi otot detrusor

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk


mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue)
sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin
akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :
1

Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang


mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)

Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi


prostat)

Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor


(golongan antikolinergik atau adrenergic-)
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan

jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah
suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya
skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor
8

American Urological Association (AUA). Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien
diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala
0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35
berat.

b Gejala pada saluran kemih bagian atas5


Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis).
c

Gejala di luar saluran kemih


Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti penyakit
hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia,
mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth,
2001). Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
9

Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok


dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.

Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi
kurang dari 100 ml.

Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan
sisa urin lebih dari 100 ml.

VII.

Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

PEMERIKSAAN FISIK
Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan
pertanda dari inkontinensia paradoksa.
1

Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )


Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikangambaran
tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain sepertibenjolan di dalam
rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal
Adakah asimetri
Adakah nodul pada prostat
Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba
biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr.

10

Gambar 4. Pemeriksaan Colok Dubur

Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal, permukaan
licin dan konsistensi kenyal.12 Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada
traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah
terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli penuh
(ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi. Daerah inguinal
harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus
pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior,
fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus1.

Derajat berat obstruksi

11

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat
keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan
ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya
dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi
prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin
pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih ratarata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada
obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 8 ml/detik, sedangkan maksimal
pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1

Pemeriksaan laboratorium 5,7,9:


a

Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau

glukosa.
Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan

sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan


Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal

kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.
Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat

menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)


e Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
2 Pemeriksaan Patologi Anatomi 9
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di
prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni,
meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia

12

Gambar 5. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:


a

Foto polos5
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang

penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine


Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)5,7,10
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke
dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang
suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk
menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor,
digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor
yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk
pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang
dicurigai memiliki keganasan prostat.
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur
volume prostat, caranya antara lain :

Metode step planimetry.

Yang menghitung volume rata-rata area

horizontal diukur dari dasar sampai puncak.

Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar


(W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L)

Sistoskopi 7,11
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan
urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian
dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah
cystoscope , berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat
bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk
menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

13

Gambar 6. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia


d

Ultrasonografi trans abdominal 10,11

Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran


bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona
transisi hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang
memisahkan hyperplasia dengan zona perifer adalah surgical capsule.

USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun


kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Gambar 7. Gambaran Sonografi Prostat Normal

14

Gambar 8. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia


e.Sistografi buli11

Gambar 9.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat


Hiperplasia
4

Pemeriksaan lain5,12 :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:

Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG
setelah miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang
lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin.
Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam
kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum
menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100
sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk
buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau
kateterisasi.

15

Gambar 10. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH


Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,
terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien
ini urin residunya 100 mL.
IX.

KOMPLIKASI

Retensi urine akut ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi

kandung kemih, nyeri suprapubik


Retensi urine kronik residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak
nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter
Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal
Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat

Buli-buli:

Ginjal dan ureter:


Hipertrofi otot detrusor
Trabekulasi
Selula
Divertikel buli-buli

16

Refluks VU
Hidroureter
Hidronefrosis
Gagal ginjal

Hidronefrosis

Hidroureter
Hipertofi otot detrusor
Benigna prostat hiperplasi

X.

PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan
medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat
sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya
dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya
semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan
miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi
intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,
(5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah
progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Observasi

Watchful
waiting

Medikamento
sa
Penghambat
adrenergik
Penghambat
reduktese
Fisioterapi

Operasi

Prostatektomi
terbuka
Endourologi

1 TURP
17

Invasive minimal

TUMT

TUBD

Stent uretra

TUNA

2 TUIP
3 TULP

Hormonal

Elektovaporas
i
Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)

Indeks gejala
AUA
Gejala ringan
(AUA7)/
tdk ada

Gejala sedang
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid

Retensi urinaria+gejala yang


berhubungan dg BPH
Hematuria persistent
Batu buli
Infeksi saluran urinaria
berulang
Insufisiensi renal
Operasi

Pilihan terapi

Terapi non-invasif

Watchful waiting

Terapi invasif

Terapi medis

Tes diagnostic
Pressure flow
Uretrosistoskopi
USG prostat

Terapi minimal invasif

18

Operasi

Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia14


Penatalaksanaan
Wactfull waiting

Nilai indeks gejala BPH


Gejala hilang/timbul

Efek samping
Risiko kecil , dapat terjadi retensi
urinaria

Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers

Sedang 6-8

5 alpha-reductase inhibitors

Ringan 3-4

Terapi kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave heat

Sedang 6-7

Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
Masalah ereksi-8%
Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
kombinasi

TUNA

Sedang 9

Operasi
TURP, laser & operasi
sejenis

Berat 14-20

Operasi terbuka

Berat

Sedang-berat 9-11

Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-1016%
Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-23%
Retensi urinaria-1-21%
Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Inkontinensia 6%

Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat Hiperplasia 15


a

Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi
penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol
setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman
yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat19

obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi


makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu
lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang
baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin,
atau

uroflometri.

Jika

keluhan

miksi

bertambah

jelek

daripada

sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

b Medikamentosa
Tujuan

terapi

medikamentosa

adalah

berusaha

untuk

(1)

mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik


penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat
adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume
prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar
hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat
5-reduktase.
1 Penghambat reseptor adrenergik . 5,
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang
membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh
pembesaran prostat di BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau
ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin
(Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua
seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan
ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan

20

perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh


pada ukuran prostat.

Gambar 14. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)

2 Penghambat 5 reduktase

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan


dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh
enzim 5 reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar
DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat
menurun.
tergantung

Pembesaran
pada

DHT,

prostat

di

sehingga

BPH
obat

secara
ini

langsung

menyebabkan

pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai


12 bulan.
c

Terapi Invasif Minimal


Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan
1

Microwave transurethral.

21

Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang


mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih.
Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT),
perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan
bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem
pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara
rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan
disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak
menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi,
tegang, dan intermitensi.

Gambar 11. Microwave Transurethral

Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral
jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem
TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar
untuk region prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan
akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala
dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi

22

transurethral

dari

prostat

(TURP).

Gambar 12. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk


menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung
beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di
tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon
dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di
wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih
dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin

Gambar 13. Thermotherapy dengan Air

23

Bedah
1

Operasi transurethral. 5,11,13,16,17


Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan
anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui
uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan
untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan
TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The
resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu,
katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong
jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah
sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan
menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal
dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen
dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi,
pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk
mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri
untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan baru memasang sistostomi
terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke
sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope
untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu.
Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan
kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang
traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan
lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi
retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke
dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.

24

Selama operasi

Pasca bedah dini

Pasca bedah lanjut

Perdarahan

Perdarahan

Inkontinensi

Sindrom TURP

Infeksi lokal/sistemik

Dinsfungsi ereksi

Perforasi

Ejakulasi retrograde
Striktur uretra

Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan

(a)

(b)
(c)

25

Gambar 14. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di
mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang
tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya
masih muda.

26

Open surgery. 5,12


Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat
digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan.
Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram),
ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu
diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik
transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat
terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde
(60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85100%.

Operasi laser

5, 7,11

Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada
suhu yang lebih dari 100 oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan
lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2%
setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak
menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak
langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah
daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan
cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang
berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat
dan menyebabkan penyusutan.

Gambar 16. Operasi Laser pada Prostat

27

Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi


laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat
untuk menghancurkannya.

Gambar 17. Interstitial laser coagulation


b Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama
dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik
dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat
vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan
perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada
prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu
operasi yang lebih lama.

Gambar 18. Potoselectif vaporisasi prostat


e

Kontrol berkala 5

Watchfull waiting
28

Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah


terdapat perbaikan klinis

Pengobatan penghambat 5-reduktase


Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6

Pengobatan penghambat 5-adrenegik


Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi

Terapi invasive minimal


Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin

Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit.

BAB III
KESIMPULAN
29

Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada


populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat bertambah karena
terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur epitel kelenjar (jaringan dalam
kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran prostat ini terdiri dari gejala obstruksidan gejala
iritatif.
Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah
konvensional, dan terapi minimal invasif. Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan
tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun
BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang
menjadi kanker prostat.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

30

Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery 8 th Edition.


Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005

Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam: Kapita


selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-344.

Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran Prostat
Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.5.

Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.

Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Binarupa


aksara, Jakarta ; 161-703.

Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas KedokteranUniversitas


Padjajaran ; 2002: 203-75.

Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC.
1994.

Sjafei, M. 1995. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak. Dalam : Pembesaran Prostat


Jinak. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta ; 6-17

Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah,
EGC, Jakarta, 1997; 1058-64.

10 Umbas, R. 1995. Patofisiologi dan Patogenesis Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan


penerbit IDI, Jakarta ; 1-52.

31

Anda mungkin juga menyukai