Refarat BPH
Refarat BPH
oleh :
Cahya Daris Tri Wibowo
H2A008008
Pembimbing :
dr. Haryadi Ibnu Junaedi, SpB
PENDAHULUAN
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada
pria yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya
merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel
kelenjar prostat1,2,3
Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
yang bergejala pada pria berusia 4049 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat
dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 5059 tahun prevalensinya mencapai hampir
5% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia
sebagai gambaran hospital prevalensi di dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan
Sumberwaras selama 3 tahun (19941999) terdapat 1040 kasus.1
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan
dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat
yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai
bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran
kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO)1,5. Obstruksi ini lama
kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga
menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk
mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling
ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu
pembedahan.1
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari
kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan
adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu
tanda dari keganasan prostat5. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur,
ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas
pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%.
BAB II
2
PEMBAHASAN
I.
ANATOMI PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan
kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan
lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram.
Lobus medius
Lobus anterior
Lobus posterior
Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
terbanyak.
c
Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi
dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH).
Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
FISIOLOGI PROSTAT
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret
dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi
sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan
enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain
dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.
kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan
cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi.
4
Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan
pemberian Stilbestrol. 3
III.
DEFINISI
Hiperplasia Prostat Benigna sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar
periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli
ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak
yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. 4
ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) .
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak
adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogentestosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya
kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.5
a Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel
prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang
telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks
DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
5
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas
enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal
ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel
lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 5
b
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada
kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada
hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel
akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada
androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung
secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan
berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
V.
PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini
sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat
hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim 5 reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. 5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5
VI.
MANIFESTAS KLINIK
a
Iritasi
Hesistansi
7
Frekuensi
Intermitensi
Nokturi
Urgensi
Distensi abdomen
Disuria
jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah
suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya
skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor
8
American Urological Association (AUA). Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien
diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala
0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35
berat.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi
kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan
sisa urin lebih dari 100 ml.
VII.
PEMERIKSAAN FISIK
Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan
pertanda dari inkontinensia paradoksa.
1
10
Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal, permukaan
licin dan konsistensi kenyal.12 Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada
traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah
terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.
Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli penuh
(ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi. Daerah inguinal
harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus
pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior,
fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus1.
11
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat
keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan
ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya
dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi
prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin
pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih ratarata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada
obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 8 ml/detik, sedangkan maksimal
pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.
Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau
glukosa.
Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.
Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
12
Foto polos5
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang
Sistoskopi 7,11
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan
urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian
dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah
cystoscope , berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat
bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk
menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.
13
14
Pemeriksaan lain5,12 :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG
setelah miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang
lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin.
Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam
kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum
menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100
sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk
buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau
kateterisasi.
15
KOMPLIKASI
Buli-buli:
16
Refluks VU
Hidroureter
Hidronefrosis
Gagal ginjal
Hidronefrosis
Hidroureter
Hipertofi otot detrusor
Benigna prostat hiperplasi
X.
PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan
medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat
sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya
dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya
semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan
miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi
intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,
(5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah
progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Observasi
Watchful
waiting
Medikamento
sa
Penghambat
adrenergik
Penghambat
reduktese
Fisioterapi
Operasi
Prostatektomi
terbuka
Endourologi
1 TURP
17
Invasive minimal
TUMT
TUBD
Stent uretra
TUNA
2 TUIP
3 TULP
Hormonal
Elektovaporas
i
Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Indeks gejala
AUA
Gejala ringan
(AUA7)/
tdk ada
Gejala sedang
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid
Pilihan terapi
Terapi non-invasif
Watchful waiting
Terapi invasif
Terapi medis
Tes diagnostic
Pressure flow
Uretrosistoskopi
USG prostat
18
Operasi
Efek samping
Risiko kecil , dapat terjadi retensi
urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers
Sedang 6-8
5 alpha-reductase inhibitors
Ringan 3-4
Terapi kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave heat
Sedang 6-7
Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
Masalah ereksi-8%
Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
kombinasi
TUNA
Sedang 9
Operasi
TURP, laser & operasi
sejenis
Berat 14-20
Operasi terbuka
Berat
Sedang-berat 9-11
Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-1016%
Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-23%
Retensi urinaria-1-21%
Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Inkontinensia 6%
Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi
penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol
setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman
yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat19
uroflometri.
Jika
keluhan
miksi
bertambah
jelek
daripada
b Medikamentosa
Tujuan
terapi
medikamentosa
adalah
berusaha
untuk
(1)
20
2 Penghambat 5 reduktase
Pembesaran
pada
DHT,
prostat
di
sehingga
BPH
obat
secara
ini
langsung
menyebabkan
Microwave transurethral.
21
Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral
jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem
TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar
untuk region prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan
akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala
dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi
22
transurethral
dari
prostat
(TURP).
23
Bedah
1
24
Selama operasi
Perdarahan
Perdarahan
Inkontinensi
Sindrom TURP
Infeksi lokal/sistemik
Dinsfungsi ereksi
Perforasi
Ejakulasi retrograde
Striktur uretra
(a)
(b)
(c)
25
Gambar 14. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di
mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang
tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya
masih muda.
26
Operasi laser
5, 7,11
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada
suhu yang lebih dari 100 oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan
lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2%
setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak
menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak
langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah
daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan
cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang
berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat
dan menyebabkan penyusutan.
27
Kontrol berkala 5
Watchfull waiting
28
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit.
BAB III
KESIMPULAN
29
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
30
Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran Prostat
Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.5.
Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.
Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC.
1994.
Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah,
EGC, Jakarta, 1997; 1058-64.
31