Anda di halaman 1dari 3

Peran Pemuda Dalam Meniti Demokrasi Pancasila

Sejarah mencatat bahwa perubahan mendasar sejumlah negara di dunia, banyak diant
aranya digerakan oleh kaum muda. Demikian pula fase dan periodisasi sejarah perk
embangan bangsa Indonesia, yang diawali dari issu nasionalisme yang dimotori kau
m muda yang tergabung dalam kelompok studi Boedi Oetomo pada tahun 1908.
Kemudian pada fase selanjutnya, semangat nasionalisme ditindaklanjuti dengan kom
itmen penyatuan identitas kebangsaan, kebahasaan dan tanah air yang satu, sebaga
imana disumpah-ikrarkan pemuda pada tahun 1928 melalui Sumpah Pemuda. Dan sampai
pada puncaknya, pada tanggal 17 Agustus 1945, identitas ke-Indonesia-an diprokl
amirkan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. R
entetan fase pergerakan kaum muda di masa perjuangan, disatukan oleh komitmen un
tuk mencapai kemerdekaan, serta terbebas dari penjajahan yang dilakukan oleh kau
m kolonial.
Karya pemuda Indonesia tidak cukup sampai di situ, tahun 1966 dengan berbagai ke
satuan aksi yang dibentuk pemuda terutama dari golongan mahasiswa kembali menyer
ukan semangat perubahan. Jargon Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) menjadi seruan uta
ma, dengan desakan tersebut pada akhirnya rezim orde lama berganti menjadi orde
baru yang kelahirannya turut dibidani oleh pemuda terutama mahasiswa. Berlanjut
kemudian, gerakan mahasiswa juga yang meruntuhkan pemerintahan orde baru akibat
produk hukum yang dijalankan bersifat konservatif atau ortodoks, atau dengan kat
a lain politik yang dijalankan bersifat otoriter berbasis birokrasi dan militer.
Perubahan yang dipelopori oleh pemuda tersebut merupakan wujud dari bersatunya p
emuda karena memiliki kepentingan yang sama (common interest) yaitu untuk memaju
kan Indonesia. Kepentingan bersama tersebut akan semakin menjadi kekuatan yang b
esar jika diusung oleh pemuda yang memiliki komitmen moral yang tangguh dalam me
nyongsong negara demokrasi pancasila.
Kontribusi pemuda dalam momentum perubahan bangsa tersebut memiliki sisi lain ya
ng paradoks. Fenomena yang terjadi adalah bahwa pemuda hanya sebagai alat mobili
sasi politik semata, setelah awal perubahan dimulai maka pemuda pelopor perubaha
n tersebut seakan menghilang dan tidak memiliki peran dalam mengawal perubahan y
ang dipeloporinya. Bentuk-bentuk rintangan dan perjuangan pemuda dalam ranah keb
angkitan bangsa, tidak dapat dipungkiri tidak lebih merupakan sebuah perjuangan
yang hampa dalam perspektif upaya mengisi kemerdekaan. Ada pun pemuda yang turut
serta dalam pemerintahan, lebih kepada perwujudan simbol kepemudaan dan cenderu
ng jarang mampu mempertahankan visi dan misi yang sebelumnya diusung, dan yang t
erjadi tidak lebih dari sebuah regenerasi kepemimpinan bukan proses yang berada
pada titik fundamental, yaitu mewujudkan nilai-nilai demokrasi yang sebenar-bena
rnya.
Perjalanan Meniti Demokrasi
Sejak tahun 1945 hingga kini bangsa Indonesia terus bereksperimen mencari sosok
demokrasi yang efektif. Beberapa model demokrasi telah dicoba dan ternyata belum
mampu menciptakan stabilitas pemerintahan Negara yang amat diperlukan bangsa. A
kibatnya cukup fatal, setelah sekian puluh tahun bereksperimen belum ada tanda-t
anda bangsa ini telah menemukan demokrasi yang sepadan dengan fondasi sosok sosi
al-budaya Nusantara. Eksperimen terakhir dengan demokrasi mayoritas dan sistem p
emerintahan presidensial betul-betul membuat bangsa Indonesia semakin sial nasib
nya dan sering sekali menimbulkan ketidakstabilan politik nasional. Oleh karenan
ya, bangsa ini harus segera mengaktualisasikan sistem demokrasi yang sepadan unt
uk masyarakat majemuk.
Mengapa model demokrasi yang diterapkan pada beberapa periodeisasi masa kepresid
enan tidak berhasil menciptakan stabilitas politik-pemerintahan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan fungsi dan misi negara dengan sebaik-baiknya dalam mencap
ai tujuan nasional? Hanya satu jawabannya, kecuali pada awal pemerintahan dan se
lama Orde Baru, bangsa ini telah memilih demokrasi yang salah dan hanya cocok un

tuk masyarakat homogen yang menerapkan sistem dua partai. Ketika sistem demokras
i mayoritas diterapkan sejak 1949, dalam waktu 4 tahun terjadi 33 kali pergantia
n Kabinet.
Setelah itu Indonesia bereksperimen dengan demokrasi terpimpin ala Bung Karno, y
ang mengandalkan koalisi 3 kekuatan politik nasional yang menerapkan idiologi Na
sionalis, Agamis, dan Komunis. Nasakom, dalam kosakata Bung Karno, dipandang dap
at bekerjasama dalam mencapai tujuan nasional. Koalisi Nasakom yang menjadi land
asan demokrasi terpimpin ternyata tak mampu menciptakan stabilitas, sehingga pad
a 1969 berakhirlah pemerintahan Orde Lama di bawah pimpinan Presiden Soekarno da
n naiklah Pemeritahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.
Untuk menciptakan stabilitas pemerintahan, Pemerintah Orde Baru meluruskan kemba
li pelaksanaan UUD 1945 dan menerapkan sistem demokrasi permusyawaratan perwakil
an. Kedaulatan berada ditangan rakyat dan MPR secara konstitusional ditetapkan s
ebagai lembaga pelaksana kedaulatan rakyat. MPR terdiri dari DPR yang dipilih se
cara semi-proposional oleh rakyat ditambah dengan wakil daerah dan utusan-utusan
golongan. MPR pada dasarnya adalah pemegang kekuasaan legislatif dan sekaligus
kekuasaan eksekutif. Kekuasaan legislatif dilaksanakan oleh DPR yang merupakan b
agian dari Majelis, dan kekuasaan eksekutif dilaksanakan oleh Presiden sebagai m
andataris dari Majelis. Konsep ini sebenarnya berasal dari sistem Parlementer ya
ng dipandang lebih mampu menciptakan stabilitas politik pada masyarakat majemuk.
Demokrasi Azas Tunggal yang diterapkan oleh Pemerintahan Orde Baru selama 32 tah
un ternyata tidak mampu menciptakan stabilitas politik yang diperlukan. Sentrali
sasi pemerintahan yang terlalu kuat telah menghasilkan konsentrasi kekuasaan pad
a mandataris MPR sehingga kehidupan demokrasi tersumbat, sistem ekonomi menjadi
kolutif, dan terjadi politisasi birokrasi negara. Pada 1998 didorong oleh krisis
keuangan yang melanda Asia Tenggara, bergulirlah Gerakan Reformasi yang hampir
mayoritas digerakkan oleh kaum muda dan berawal dari kampus ke kampus di berbaga
i kota, serta kemudian menjadi gelombang besar yang menggulung dan menjatuhkan P
emerintahan Orde Baru.
Sejak 1998 telah terjadi 4 kali pergantian pemerintahan di Indonesia, pemerintah
an Presiden B.J. Habibie hanya berlangsung hanya 17 bulan, pemerintahan Presiden
Abdurahman Wachid hanya bertahan 22 bulan, dan pemerintahan Gotong Royong di ba
wah Presiden Megawati Soekarno Putri, hanya bertahan selama 28 bulan. Instabilit
as pemerintahan terjadi karena program demokratisasi yang dilakukan sejak masa p
emerintahan Presiden B.J. Habibie telah menghasilkan dewan perwakilan multiparta
i tanpa ada partai yang dominan.
Pemerintahan dibawah pimpinan Presiden SBY dan Wapres JK adalah yang pertama men
erapkan sistem pemerintahan presidensial dengan demokrasi mayoritas. Akibatnya t
erjadi mismatch antara masyarakat plural dengan sistem demokrasi dan sistem peme
rintahan Negara. Kondisi bangsa dan Negara semakin parah karena budaya politik p
ara elit nasional dan daerah bukannya membangun kerjasama untuk mencari solusi a
tas masalah-masalah mendasar bangsa dan Negara. Para elit partai bahkan cenderun
g kontradiktif yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam partai.
Kombinasi budaya kontradiktif yang dianut para elit politik dan masyarakat majem
uk telah melahirkan demokrasi sentrifugal yang saling akan menyebabkan Indonesia
terpecah-pecah baik karena tarikan kekuatan global mau pun karena kekuatan etno
-nasionalisme. Pendek cerita, model demokrasi mayoritas yang diterapkan dalam ma
syarakat majemuk yang memiliki sistem politik multi-partai yang dibentuk karena
kemajemukan agama, etnisitas, daerah, dan idiologi politik, tidak akan mampu men
ciptakan stabilitas politik yang justru sangat diperlukan oleh bangsa.
Internalisasi Demokrasi Pancasila
Sejatinya demokrasi yang secara resmi mengkristal di dalam UUD 1945 dan yang saa

t ini berlaku di Indonesia dapat disebut sebagai Demokrasi Pancasila . Meskipun seb
enarnya dasar-dasar konstitusional bagi demokrasi di Indonesia sebagaimana yang
berlaku sekarang ini sudah dan berlaku jauh sebelum tahun 1965, tetapi istilah d
emokrasi pancasila itu baru dipopulerkan sesudah lahirnya Orde Baru. Dalam perja
lanannya demokrasi pancasila pada orde baru memiliki kencenderungan watak otorit
er, sehingga nilai-nilai demokrasi pancasila tidak dapat terlembaga secara konso
lidatif.
Secara historis lahirnya demokrasi pancasila ialah bentuk ketidakpercayaan terha
dap "Demokrasi Terpimpin" pada era orde lama. Soekarno mencetuskan demokrasi ter
pimpin sebagai usaha pemusatan kekuasaan berada di tangannya. Gagasan demokrasi
terpimpin pada prinsipnya mengenal mekanisme "musyawarah untuk mufakat" yang apa
bila jika kata mufakat tidak dicapai maka persoalannya akan diserahkan sepenuhny
a kepada pemimpin untuk mengambil kebijaksanaan. Sedangkan konsep demokrasi panc
asila juga mengutamakan musyawarah untuk mufakat, tetapi pemimpin tidak diberi h
ak untuk mengambil keputusan sendiri, maka jalan voting (pemungutan suara) menja
di pilihan.
Demokrasi pancasila tidaklah hanya dipahami dalam hal teknis prosedural seperti
itu saja, secara subtansial demokrasi pancasila mengandung arti kedaulatan rakya
t yang mana dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila lainnya. Hal ini berarti
bahwa dalam menggunakan hak-hak demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa
tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinan agama masing-masing,
haruslah menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan martabat dan ha
rkat manusia, haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, serta harus dimanfaatk
an untuk mewujudkan keadilan sosial.
Demokrasi pancasila memiliki etika diskursus yang bertolak dari keyakinan jati d
iri bangsa, yaitu asas gotong-royong yang berdiri tegak dalam dimensi kemajemuka
n. Dengan demikian demokrasi pancasila merupakan konsensus moral bangsa yang tak
dapat ditawar lagi, akan tetapi merupakan keharusan dalam mengamalkannya. Jika
elite partai politik dan elite pemerintahan amnesia atau rabun terhadap nilai de
mokrasi pancasila, justru disinilah peran pemuda agar lebih responsif dapat mend
orong prinsip-prinsip demokrasi pancasila agar terinternalisasi dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa.
Mengawal demokrasi pancasila tentu bukan hal yang mudah, akan tetapi memahami de
mokrasi pancasila yang berpusat pada ideologi bangsa ini (pancasila) sudah baran
g tentu bukan hal sulit. Oleh karena, demokrasi pancasila memiliki landasan prin
sip-prinsip ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan, serta keadilan sosial menjadi
tujuan akhir dari perjalanan demokrasi bangsa.
Diperlukan kepeloporan dari generasi muda untuk selalu merawat demokrasi melalui
ideologi bangsa yaitu Pancasila. Sehingga demokrasi bangsa ini tidak terkesan h
anya menjadi teks-teks normatif tanpa makna, dan harapan kita bersama mewujudkan
demokrasi subtantif yang berkeadilan sosial serta mensejahterakan rakyat. Semog
a .!!!!!!

Ditulis Oleh : Faisal, SH.MH.Dosen Fakultas Hukum UBB

Anda mungkin juga menyukai