Anda di halaman 1dari 9

No.

ID dan Nama Peserta :


No. ID dan Nama Wahana:
Topik: Kejang Demam
Tanggal (kasus) : 12 Juni 2013
Nama Pasien : An. AK
Tanggal presentasi : Agustus 2013

/ dr. Amalia Ridhayana. Z


/ UGD RSUD Massenrempulu Enrekang
No. RM : 054637
Pendamping: dr. Hj. Sitti Syuwarni Silipu,

M.Kes
dr. Hj. Indrawati Kaelan
Tempat presentasi: RSUD Massenrempulu Enrekang
Obyek presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: Seorang anak 2 tahun datang dengan keluhan utama demam dialami sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit terus menerus, disertai kejang 3 kali di rumah. Kejang dialami lebih
dari 15 menit dan terjadi pada sebagian tubuh saja. Pasien tidak pernah mengalami hal serupa
sebelumnya. Batuk tidak ada pilek tidak ada, BAB: biasa BAK: lancar
Tujuan: memberikan penanganan pertama pada pasien dengan Kejang demam
Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus
Audit
bahasan:
Cara
membahas:
Data Pasien:
Nama klinik

pustaka
Diskusi

Presentasi dan

E-mail

Pos

diskusi
Nama: an. AK
UGD RSUD Massenrempulu

No.Registrasi: 054637

Enrekang
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/gambaran klinis: Seorang anak 21 bulan datang dengan keluhan utama
demam dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit terus menerus, disertai kejang
4 kali di rumah. Kejang dialami kurang dari 5 menit dan terjadi pada sebagian tubuh
saja. Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Batuk tidak ada pilek tidak
ada, BAB; Biasa BAK: lancar. tanda-tanda vital N = 125 kali/menit, P = 32 kali/menit, S =
38.8 C.
2. Riwayat pengobatan: Pasien belum pernah minum obat penurun panas.
3. Riwayat kesehatan/penyakit: pasien belum pernah menderita penyakit serupa
sebelumnya.
4. Riwayat keluarga: Tidak ada keluarga yang menderita penyakit sama dengan pasien
5. Riwayat pekerjaan: pasien belum bekerja
6. Lain-lain:
Daftar Pustaka:
a. Mansjoer, A., dkk. Kejang Demam. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Jilid
2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000 : 4341

437
b. ocw.usu.ac.id/course/...brain.../bms166_slide_kejang_demam.pdf
c. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf
Hasil pembelajaran:
1. Menegakkan diagnosis kejang demam
2. Memberikan penanganan awal kejang demam di unit gawat darurat

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif:
Seorang anak 21 bulan datang dengan keluhan utama demam dialami sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit terus menerus, disertai kejang 4 kali di rumah. Kejang
dialami kurang dari 5 menit dan terjadi pada sebagian tubuh saja. Pasien tidak pernah
mengalami hal serupa sebelumnya. Batuk tidak ada pilek tidak ada, BAB; Biasa BAK:
lancar.
2. Obyektif:
Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh, N = 125 kali/menit, P = 32 kali/menit, S = 38.8 C.
Kepala
: bibir sianosis (-), tanda-tanda trauma (-)
Leher
: Nyeri tekan (-), Massa tumor (-), kaku kuduk (-)
Dada
: dalam batas normal
Jantung
: Dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Genital
: tidak ada kelainan
3. Assesment
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat.
Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang
selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis.
Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat.
Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan
lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status
epileptikus.
Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah
atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol,
depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang
adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bu kan. Selanjutnya melakukan
identifikasi kemungkinan penyebabnya..
Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus
Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau
anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam
tetapi tidak pemah terbukii adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang
pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk.
3

Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang
berulang tanpa demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda
dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan
saraf pusat. Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang
demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
(epilepsi triggered of by fever). Defmisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif
epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang
tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.
Akhir-akhir ini, kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam
sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam
kompleks, yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal, atau multipel (lebih dari 1 kali kejang
dalam 24 jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neuroiogi atau riwayat
kejang demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.
Epidemiologi.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa
Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kej
ang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.
Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat,
problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi
atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, Risiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga
epilepsi.
Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
4

pemapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi
dapat menyebabkan kejang.
Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonikklonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas
dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului
kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurng dari 8% berlangsung
lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis
sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.
Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang
yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang
dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Elektroensefalografi
(EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan
untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian
hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi.
Diagnosis Banding
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau
ensefalitis. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber
infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah
mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.

Penatalaksanaan
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu: (1) pengobatan fase akut; (2) mencari dan mengobati
penyebab; dan (3) pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
1. Pengobatan fase akut. Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien
dimiringkah untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar
oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu,
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air
dingin dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena
atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2
mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis,
hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila
diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit,
gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB < 10 kg) atau 10 mg (BB > 10 kg). Bila kejang tidak
berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit.
Setelah pemberian fenitoin, hams dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena
fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung
setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke
atas 75 mg secara intramuskular. Empat jam kemudian berikan fenobarbital dosis rumat.
Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk bari-hari
berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum
membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa
dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan
kesadaran, dan depresi pernapasan.
Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/kgBB/ hari, 1224 jam setelah dosis awal.
2. Mencari dan mengobati penyebab. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila
kejang demam berlangsung lama.
6

3.

Pengobatan profilaksis. Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat

demam dan (2) profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari.


Untuk profilaksis intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan
secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg) dan 10 mg (BB > 10 kg) setiap
pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5C. Efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk, dan hipotonia.
Profilaksis terus-menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang
dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di
kemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis
15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun
setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2)
yaitu:
1.

Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal).


2.

Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis

sementara atau menetap.


3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
4.

Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang

multipel dalam satu epidose demam.


Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang,
maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral
atau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik.
Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50%, umumnya terjad pada 6
bulan pertama. Risiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
Penanganan pada pasien ini:
Oksigen 1 lpm
IVFD D5% 16 tpm
Antrain 1/4 amp/8jam/IV
Cefotaxime 250 mg/12 jam/IV ST
7

Kompres NaCl 0,9%

4. Plan:
Diagnosis:
Pemeriksaan Darah
Hasil Laboratorium Darah Rutin

WBC : 24.500 /mL


RBC : 5.600.000/mL
8

Hb : 13.0 g/dL
HT :35.3 %
PLT : 277.000
MCV: 69.5 f
MCH: 23.0 pg
MCHC: 33.1 g/dL

Pemeriksaan Punksi lumbal untuk menegakkan diagnosis (membedakan


antara meningitis dan encefalitis)
Pendidikan:
Kita menjelaskan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.
Konsultasi:
Dijelaskan adanya indikasi rawat ICU dan konsultasi dengan spesialis anak untuk
penanganan lebih lanjut.
Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasarana yang lebih memadai.

Enrekang, Agustus 2013


Peserta

Pendamping

dr. Amalia Ridhayana. Z

dr. Hj. Sitti Syuwarni Silipu, M.Kes

Anda mungkin juga menyukai