Anda di halaman 1dari 4

Rumah Tangga SAMARADA

Jumat, 08 Juli 05 - oleh : ghodiy


Oleh : H. Syamsul Balda, SE. MM. MBA. MSc.
[ usahamulia.net ] Sakinah, mawaddah wa rahmah (Samara) adalah seuntai kata yang
didamba setiap keluarga. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang melangkah memba
ngun mahligai perkawinan tanpa mengharapkan terwujudnya ketenteraman, cinta dan
kasih sayang dalam rumah tangganya kelak.
Maka demi harapan itu pulalah orang berlomba mencarinya dengan visi dan persepsi
nya masing-masing. Ada yang beranggapan bahwa samara akan diperoleh apabila terp
enuhinya aspek material, sehingga mereka berlomba mencarinya dalam rumah-rumah m
egah, dalam mobil-mobil mewah atau dalam tumpukan harta yang melimpah. Sementara
yang lain mengira bahwa samara ini hanya akan terwujud dengan lantunan dzikir d
an untaian do'a yang tak kenal lelah, sehingga mereka tak jemu menunggunya denga
n hanya bermunajat di dalam rumah.
Namun ternyata mereka tidak mendapatkan samara di dalam itu semua. Kalaupun terk
adang muncul perasaan bahagia, kebahagiaan itu dirasakan semu belaka. Sebab rasa
bahagia, sedih, tenang, gelisah, tenteram, galau, cinta dan kasih sayang, itu s
emua terletak di di dalam kalbu.
Kalbu adalah tempat bersemayamnya perasaan sakinah, mawaddah wa rahmah. Oleh kar
enanya, untuk mendapatkan samara, setiap pasangan perlu melakukan pra-kondisi te
rhadap kalbu agar siap menerima kehadirannya. Tanpa pengondisian hati atau kalbu
, niscaya ia tidak mendapatkannya sama sekali.
Resep rumah tangga samara
Apabila setiap pasangan menginginkan terbentuknya rumah tangga yang penuh dengan
nuansa sakinah, mawaddah dan rahmah, maka ia perlu mengikuti resep yang diberik
an Allah swt dalam untaian ayat-Nya berikut ini:
"Di antara tanda- tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu pasangan da
ri jenismu sendiri, sehingga kamu merasa tenteram (sakinah) dengannya, dan dijad
ikan-Nya diantara kalian rasa cinta dan kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Dan d
i dalam itu semua terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (QS. Ar-Ruum:21
).
Ayat ini menarik, sebab bukan saja mengandung tuntutan normatif, tetapi juga sek
aligus merupakan tuntunan metodologis dalam mewujudkan rumah tangga yang sakinah
, mawaddah wa rahmah.
Ayat ini memberikan sebuah pelajaran, bahwa untuk mendapatkan samara setiap musl
im harus mengikuti rumusan Rabbaniyah,
yaitu: zawaj ---> sakinah ---> Mawaddah wa rahmah. Maksudnya, sakinah yang bersi
fat thabi'i itu hendaknya dicari di dalam, atau setelah zawaj (pernikahan), buka
nnya di luar pernikahan. Karena itu Islam tidak mengenal konsep pacaran atau per
selingkuhan. Sehingga mahligai rumah tangga terjaga kebersihan dan kesuciannya.
Dengan demikian, barulah Allah swt. menganugerahkan mawaddah dan rahmah-Nya kepa
da pasangan ini. Sebab, pemberian mawaddah dan rahmah ini adalah hak prerogatif
Allah, dan merupakan kado istimewa yang hanya diberikan Allah swt. kepada rumah
tangga yang diridloi-Nya.
Formulasi inilah yang disebut dengan resep taqwa. Artinya, rumah tangga samara h
anya bisa terwujud apabila para pelakunya tetap berada dalam bingkai taqwa, bing
kai ketaatan kepada tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dan taqwa itu letaknya di hati
, sebagaimana sabda Rasulullah: "At-taqwa ha huna" (taqwa itu letaknya di sini,
sambil menunjuk dadanya). Dan hati yang akan dianugerahi samara oleh Allah , han

yalah hati yang telah ter-shibghah oleh nilai-nilai taqwa.


Antara taqwa dan samara
Dalam setiap khutbah nikah, Rasulullah saw. selalu membaca rangkaian dari tiga a
yat Al-Qur'an yang begitu padat berisi pesan-pesan untuk menggapai kesuksesan be
rumah tangga. Di dalam kesuksesan ini tentu terkandung nilai-nilai sakinah, mawa
ddah wa rahmah.
"Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar ta
qwa kepada-Nya, dan janganlan kalian sekali-kali mati melainkan dalam keadaan mu
slim (tunduk dan patuh)". (Qs. Ali Imran:102).
"Wahai sekalian manusia bertaqwalah kepada Rabb mu yang telah menciptakan kalian
dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya
Allah memberikan keturunan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah
kepada Allah yang dengan (menggunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama
lain , dan (peliharalah) hubungan kasih sayang. Sesungguhnya Allah selalu menja
ga dan mengawasi kalian". (Qs. An-nisa:1).
"Wahai orang-orang yang beriman , bertaqwalah kalian kepada Allah, dan berkatala
h dengan perkataan yang benar, niscaya Allah meningkatkan kualitas amalan-amalan
kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barang siapa menta'ati Allah dan Ra
sul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan (kesuksesan) yang besar"
. (Qs. Al-Ahzab: 70-71).
Rangkaian ayat-ayat diatas merupakan paradigma dalam membentuk rumah tangga sama
ra. Ketiga ayat tersebut sarat muatan taqwa. Tidak mungkin sebuah rumah tangga m
endapatkan samara, kecuali apabila sejak awal proses pernikahannya (bahkan prose
s pra nikah) hingga mendapatkan keturunan, selalu berjalan di atas rel taqwa.
Dalam Surat Ali Imran ayat 102, terkandung pesan hendaknya setiap mu'min, khusus
nya yang berniat membangun rumah tangga, mengokohkan kembali status keimanannya.
Bahkan meningkatkan kualitasnya hingga mencapai derajat taqwa yang sebenarnya.
Persiapan ini diperlukan bukan saja hanya untuk melaksanakan sunnah Nabi tersebu
t, tetapi juga untuk menjalankan proses pernikahan yang sesuai dengan tuntunan A
llah dan Rasul-Nya. Sekaligus untuk menjaga kesucian ibadah.
Di surat An-Nisa ayat pertama, mengandung pesan yang lebih khusus mengenai tuntu
tan sekaligus tuntunan membina rumah tangga samara.
Pertama, Taqwa dalam hal terkait dengan aspek Rububiyah. Bahwa Allah swt. telah
menciptakan semua makhluk (termasuk manusia) berikut pasangannya. Karena itu man
usia tidak perlu galau dan gelisah dalam masalah jodoh, apalagi melakukan tindak
an-tindakan yang tidak disukai Allah dan Rasul-Nya. Yang diperlukan adalah persi
apan diri untuk menerima jodoh dari Allah sesuai kufu-nya pada saat itu.
"Maha suci Rabb yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik segala y
ang ditumbuhkan bumi, diri mereka (manusia), maupun apa-apa yang tidak mereka ke
tahui". (Qs. Yaasin: 36).
Kalau seorang ingin mendapat pasangan yang shalih atau shalihat, maka dia harus
mengondisikan diri untuk menjadi pribadi yang shalih atau shalihat. Sebab Allah
swt tidak mungkin menzhalimi hamba-hamba-Nya. Dia Maha Adil, dan hanya mempertem
ukan jodoh dengan kualitas yang sesuai dengan kualitas ketaqwaan pasangannya pad
a waktu itu. Pasangan kita adalah cermin diri kita sendiri. Bagaimana kondisi ke
shalihan atau keshalihatan pasangan kita, begitulah kondisi kita ketika mendapat
kannya.
Allah swt memaparkan aksioma ini dalam ayat-Nya yang indah: "Laki-laki pezina ti
dak akan menikah (mendapatkan jodoh) kecuali dengan perempuan pezina, atau perem

puan musyrik; dan perempuan pezina tidak akan dinikahi kecuali oleh laki-laki pe
zina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang m
u'min" (QS. An-Nur, 24:3).
"Wanita-wanita yang jahat adalah untuk laki-laki yang jahat, dan laki-laki yang
jahat adalah untuk wanita yang jahat pula; dan wanita-wanita yang baik adalah un
tuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanitwanita yang b
aik pula" (QS. An-Nur, 24:26).
Disamping itu, Allah lah yang berkehendak apakah seseorang itu akan diberi ketur
unan atau tidak. Sehingga, rumah tangga tidak perlu goyah hanya lantaran suara t
angisan bayi belum juga kunjung terdengar. Dia pula yang menentukan apakah rumah
tangga itu dikaruniai keturunan berupa anak laki-laki atau anak perempuan. Semu
a sama dimata Allah. Tidak ada hak bagi anggota rumah tangga itu untuk kecewa.
"Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehe
ndaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan me
mberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahi
kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang Dia kehendaki), dan Dia m
enjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
lagi Maha Kuasa" (QS. Asy-Syura, 42:49-50).
Kedua, adalah taqwa yang berkait dengan aspek uluhiyyah. Bahwa ketenteraman bati
n dan kasih sayang yang hakiki yang dirasakan seseorang di dalam perkawinan meru
pakan kepuasan psikologis yang tidak mungkin didapatkan diluar perkawinan. Keten
teraman ini bukanlah seperti ketenteraman yang diperoleh seseorang ketika terlep
as dari bermacam kesulitan atau beban pikiran, atau ketenteraman yang datang kar
ena mendapatkan benda-benda yang menyenangkan. Tetapi diperoleh karena kepuasan
hati yang dilandasi cinta kasih yang hakiki.
Ikatan cinta
. Ikatan ini
i orang yang
hwa sakinah,
an hati yang

kasih antara suami-isteri, berbeda dengan ikatan cinta antara teman


mengandung rahasia yang hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Bag
mau menghayati tanda-tanda kebesaran Allah, akan dapat merasakan ba
mawaddah, wa rahmah betul-betul merupakan pengejawantahan dari ikat
telah dipadukan Allah dalam selimut kasih sayang-Nya.

Allah swt adalah Sang Penyatu hati. Maka kepada-Nyalah kita memohon dipadukan ha
ti, dan memohon mawaddah dan rahmah-Nya.
"Dan Allah-lah yang mempersatukan hati mereka. Walaupun kamu membelanjakan semua
(kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mer
eka, akan tetapi Allah-lah yang mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS. Al-Anfal, 8:63).
Tetapi untuk mempersatukan hati di antara manusia, memerlukan syarat. Syaratnya,
hati itu telah ter-shibghah dengan nilai-nilai taqwa. Surat An-Nisa' ayat perta
ma di atas ditutup dengan kalimat: "Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengaw
asi kalian". Ini mengandung pesan bahwa, hendaknya manusia jangan sekali-kali be
rani melakukan tindak pelanggaran syari'at Allah dalam proses membangun rumah ta
ngga ini, sebab Dia Maha Melihat lagi Maha Mengetahui.
Sedangkan di dalam surat Al-Ahzab ayat 70-71, terkandung pesan agar selalu menja
ga perkataan dan sikap atau perilaku yang benar dalam berumah tangga. Inilah res
ep membangun rumah tangga samara yang dibingkai oleh nilai-nilai taqwa.
Fungsionalisasi peran suami isteri
Setelah meletakkan paradigma yang benar, langkah selanjutnya dalam mewujudkan ru
mah tangga samara adalah melakukan fungsionalisasi peran suami dan isteri secara
proporsional dan adil. Secara tersirat Allah swt telah menggariskan masalah ini
dalam salah satu ayat-Nya:

"Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemamp
uanmu, dan janganlah kamu menyusahkan mereka hingga menyempitkan (hati) mereka".
(QS. Ath-Thalaq:6).
Sebagai penjelas ayat tersebut, Allah swt menjabarkan fungsi-fungsi yang harus d
itegakkan suami isteri untuk terwujudnya samara, dalam ayat berikut:
"Kaum laki-laki adalah pemimpin (qawwam) bagi kaum wanita, oleh karena Allah tel
ah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka wan
ita yang shalihat, adalah yang tunduk dan taat (qanitat) serta mampu menjaga (ha
fizhat) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka". (
QS. An-Nisa':34).
Apabila diilustrasikan secara singkat, maka membangun rumah tangga samara itu se
perti layaknya membangun rumah yang proses pembangunannya meski dikerjakan secar
a berurutan, dan menempatkan bagian-bagian rumah tersebut secara tepat dan harmo
nis. Sebagai fondasinya adalah taqwa. Kemudian, di atas fondasi itu dibangun pil
ar-pilar atau tiang-tiang utama yang berupa sifat qawwam suami. Tegak atau condo
ngnya pilar qawwam ini akan mempengaruhi tegak atau condongnya bangunan yang nan
tinya akan berdiri.
Setelah itu, di atas fondasi yang sama dan bersandar pada tiang-tiang utama tadi
, dibangunlah dinding yang berfungsi sebagai pembentuk bangunan tadi, pembatas d
ari area luar dan penyekat antara ruangan. Cantik atau tidaknya bangunan, tergan
tung dari penempatan dan pengaturan dinding tadi. Dinding ini adalah sifat shali
hat seorang isteri.
Pada dinding tadi, dibuat pula jendela yang berfungsi sebagai pengatur keluar ma
suknya cahaya matahari dan udara segar. Makin baik jendela tadi berfungsi, tentu
makin lancar pula sirkulasi cahaya dan udara segar. Jendela inilah sifat qanita
t isteri.
Pada dinding itu pula tentu dibuat pintu, yang berfungsi sebagai tempat lalu lal
angnya orang-orang yang keluar masuk rumah. Pada saat-saat tertentu pintu itu di
buka, dan di saat-saat tertentu ditutup. Inilah fungsi hafizhat seorang isteri.
Tetapi walaupun itu semua telah dibuat dan ditegakkan, belumlah bangunan tadi di
sebut rumah. Sebab ia membutuhkan atap sebagai pelindung dari panas maupun hujan
. Ketika panas, ia berfungsi sebagai peneduh dan penyejuk. Ketika hujan ia berfu
ngsi sebagai pemayung dan penghangat. Inilah yang disebut Al-Qur'an sebagai Mu'a
syarah bil-ma'ruf, yang harus ditegakkan di dalam kehidupan berumah tangga.
"Dan pergaulilah pasanganmu dengan ma'ruf (baik). Apabila kamu tidak menyukai (s
alah satu sifat) mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai s
esuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (di sisi lain)". (
QS. An-Nisa:19).
Manakala setiap pasangan menjalankan fungsi-fungsi tadi dengan baik, yakinilah b
ahwa Allah swt pasti akan memberikan kado istimewa-Nya berupa rumah tangga yang
sakinah, mawaddah wa rahmah. Wallahu a'lam bish-shawab.
Index Rubrik |

kirim

Anda mungkin juga menyukai