PENDAHULUAN
1.1. latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan pernah lepas dari komunikasi. Dari mulai kita
bangun tidur sampai kemudian tertidur kembali, komunikasi selalu menjadi kegiatan utama kita
entah itu komunikasi verbal atau non verbal, entah itu komunikasi antar pribadi atau komunikasi
organisasi.
Hal seperti ini memang telah menjadi kodrat kita sebagai seorang manusia yang memang tidak
dapat hidup sendiri. Kita selalu membutuhkan orang lain disekitar kita, walaupun hanya untuk
sekedar melakukan obrolan basa-basi karena manusia adalah makhluk sosial dan dari dalam
interaksi itulah manusia lambat laun menciptakan nilai-nilai bersama yang kemudian disebut
sebagai kebudayaan.
Dalam nilai-nilai yang terbentuk tersebut terdapat beberapa kaidah yang bertujuan mengatur tata
cara kita berkomunikasi antar sesama tanpa menyakiti hati dan menjunjung tinggi etika sebagai
sebuah tanda penghargaan pada lawan bicara kita. Namun terkadang pemakaian sesuatu yang
kita anggap sebuah etika dapat berakibat pada sesuatu yang tidak menyenangkan dan
menimbulkan kesalahpahaman antar sesama. Mengapa hal itu bisa terjadi? Padahal tujuan kita
menggunakan etika adalah untuk mencoba menghargai khalayak.
1.2.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian berkomunikasi
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur tentang tata cara manusia
bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling menghormati biasa kita kenal dengan sebutan sopan
santun, tata krama, protokoler, dan lain-lain.
Tata cara pergaulan bertujuan untuk menjaga kepentingan komunikator dengan komunikan agar
merasa senang, tentram, terlindungi tanpa ada pihak yang dirugikan kepentingannya dan
perbuatan yang dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku serta tidak bertentangan
dengan hak asasi manusia secara umum.
Tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam bermasyarakat dan
menentukan nilai baik dan nilai tidak baik, dinamakan etika.
Istilah etika berasal dari kata ethikus (latin) dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos yang berarti
kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran baik dan buruk tingkah
laku manusia.
Jadi, etika komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran tingkah laku baik dalam kegiatan
komunikasi di suatu masyarakat.
Beberapa pendpat para ahli mengenai pengertian etika antara lain sebagai berikut:
1.
Etika Deskriptif
Merupakan usaha menilai tindakan atau perilaku berdasarkan pada ketentuan atau norma baik
buruk yang tumbuh dalam kehidupan bersama di dalam masyarakat. Kerangka etika ini pada
hakikatnya menempatkan kebiasaan yang sudah ada di dalam masyarakat sebagai acuan etis.
Suatu tindakan seseorang disebut etis atau tidak, tergantung pada kesesuaiannya dengan yang
dilakukan kebanyakan orang.
2.
Etika Normatif
Etika yang berusaha menelaah dan memberikan penilaian suatu tindakan etis atau tidak,
tergantung dengan kesesuaiannya terhadap norma-norma yang sudah dibakukan dalam suatu
masyarakat.
Norma rujukan yang digunakan untuk menilai tindakan wujudnya bisa berupa tata tertib, dan
juga kode etik profesi.
1.
Aliran Deontologis
Deon berasal dari bahasa Yunani yaitu yang harus atau wajib melakukan penilaian atas
tindakan dengan melihat tindakan itu sendiri, artinya suatu tindakan secara hakiki mengandung
nilai sendiri apakah baik atau buruk. Kriteria etis ditetapkan langsung pada jenis tindakan itu
sendiri ada tindakan atau perilaku yang langsung dikategorikan baik, tetapi juga ada perilaku
yang langsung dinilai buruk. Misalnya perbuatan mencuri, memfitnal, mengingkari janji. Adapun
alasannya perbuatan itu tetap dinilai sebagai perbuatan yang tidak etis dengan demikian ukuran
dari tindakan ada didalam tindakan itu sendiri.
2.
Aliran Teologis
Aliran ini melihat nilai etis bukan pada tindakan itu sendiri, tetapi dilihat dari tujuan atas
tindakan itu. Jika tujuannya baik, dalam arti sesuai dengan norma moral, maka tindakan itu
digolongkan sebagai tindakan etis.
3.
Aliran ini menetapkan norma moral pada akibat yang diperoleh oleh pelakunya sendiri. Artinya,
tindakan diketegorikan etis atau baik, apabila menghasilkan yang terbaik bagi diri sendiri.
4.
Aliran yang memandang suatu tindakan itu baik jika akibatnya baik bagi orang banyak. Dengan
demikian, tindakan itu tidak diukur dariv kepentingan subyektif individu, melainkan secara
obyektif pada masyarakat umum. Semakin universal akibat baik dari tindakan itu, maka
dipandang semakin etis.
2.3.
Berikut di bawah ini adalah beberapa etika dan etiket dalam berkomunikasi antar manusia dalam
kehidupan sehari-hari :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Mampu menempatkan diri dan menyesuaikan gaya komunikasi sesuai dengan karakteristik
lawan bicara.
11. Menggunakan volume, nada, intonasi suara serta kecepatan bicara yang baik.
12. Menggunakan komunikasi non verbal yang baik sesuai budaya yang berlaku seperti berjabat
tangan, merunduk, hormat, ces, cipika cipiki (cium pipi kanan - cium pipi kiri)
BAB III
PENUTUP
3.1. kesimpulan
Tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam bermasyarakat dan
menentukan nilai baik dan nilai tidak baik, dinamakan etika.
Istilah etika berasal dari kata ethikus (latin) dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos yang berarti
kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran baik dan buruk tingkah
laku manusia.
etika komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran tingkah laku baik dalam kegiatan komunikasi
di suatu masyarakat.
Etika Komunikasi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Komunikasi merupakan sarana untuk terjalinnya hubungan antar seseorang dengan orang lain.
Dengan adanya komunikasi, maka terjadilah hubungan sosial karena bahwa manusia itu adalah
sebagai makhluk sosial, diantara satu dengan yang lainnya saling membutuhkan, sehingga
terjadinya interaksi timbal balik.
Dalam hubungan seseorang dengan orang lain terjadi proses komunikasi diantaranya. Tetapi
ketika sedang melakukan komunikasi terkadang tidak memperhatikan etika-etika komunikasi
dengan baik. Hal ini yang terkadang orang salah menafsirkan isi dari informasi yang diberikan
atau pun yang didengarkannya. Terlebih lagi ketika berkomunikasi dalam ruang lingkup
perkantoran. Cara yang paling mudah menerapkan etika komunikasi dalam perkantoran ialah,
semua anggota dan pimpinan perkantoran perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1.
2.
3.
Dalam suatu organisasi penerapan etika komunikasi dibutuhkan untuk semua bentuk kegiatan
kerja. Etika komunikasi yakni etika komunikasi yang terjadi dan berlangsung dalam kantor
(office communication). Dengan terciptanya etika komunikasi timbal balik yang baik antara
pimpinan dan karyawan, akan menimbulkan produktivitas kerja yang baik. Dengan kata lain
tanpa adanya komunikasi, maka pekerjaan kantor akan menjadi tidak sesuai dengan rencana
yang sudah ditetapkan sehingga tujuan-tujuan yang diharapkan tidak akan tercapai. Pada
dasarnya komunikasi kantor dapat berlangsung secara lisan maupun tulisan. Secara lisan, dapat
terjadi secara langsung (tatap muka atau face to face) tanpa melalui perantara. Setiap individu
berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh setiap
individu atau apa yang seharusnya dijalankan individu, dan apa tindakan yang seharusnya
dilakukan.
B.
1.
Rumusan Masalah
Jelaskan pengertian komunikasi!
2.
3.
4.
5.
6.
C.
Tujuan
Bagi Pembaca:
1.
2.
Bagi Penulis:
1.
2.
D.
Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap semua pihak dalam
mempelajari tentang Etika Komunikasi. Selain itu dapat menambah wawasan kita semua
mengenai berkomunikasi dengan baik yang selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Komunikasi
Meskipun komunikasi merupakan kegiatan yang sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari,
namun tidaklah mudah memberikan definisi yang dapat diterima semua pihak. Sebagaimana
layaknya ilmu sosial lainnya, komunikasi mempunyai banyak definisi sesuai dengan persepsi
ahli-ahli komunikasi yang memberikan batasan pengertian. Beberapa contoh definisi komunikasi
menurut beberapa tokoh antara lain:
1.
Komunikasi merupakan tindakan melaksanakan kontak antara pengirim dan pengirim, dengan
bantuan pesan, pengirim dan penerima memiliki beberapa pengalaman bersama yang memberi
arti pada pesan dan simbol yang dikirim oleh pengirim dan diterima serta ditafsirkan oleh
penerima.
2.
Komunikasi ialah proses yang didalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan khusus.
3.
Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui
lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima
pesan.
Dari beberapa pengertian komunikasi menurut beberapa tokok diatas, dapat kita kemukakan
pengertian yang sederhana, bahwa komunikasi ialah suatu proses pengiriman pesan atau simbolsimbol yang mengandung arti dari seseorang komunikator kepada komunikan dengan tujuan
tertentu.
Agar komunikasi dapat berjalan secara efektif, maka komponen-komponen komunikasi adalah
sebagai berikut:
1.
Komunikator ialah individu atau orang yang mengirim pesan. Seorang komunikator menciptakan
pesan, untuk selanjutnya mengirimkannya dengan saluran tertentu kepada orang atau pihak lain.
2.
Pesan adalah informasi yang diciptakan komunikator dan akan dikirimkan kepada komunikan.
Pesan ini dapat berupa pesan verbal maupun non-verbal. Pesan verbal ialah pesan yang
berbentuk ungkapan kata/kalimat baik lisan maupun tulisan. Pesan non-verbal ialah pesan
isyarat, baik berupa isyarat gerakan badan, ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya.
3.
Media ialah suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari seorang komunikator
kepada komunikan. Ada berbagai macam media, meliputi media cetak, audio, audio visual.
4.
Komunikan adalah pihak penerima pesan. Selain menerima pesan, komunikan juga bertugas
untuk menganalisis dan menafsirkan sehingga dapat memahami makna pesan tersebut.
5.
Umpan balik atau feedback disebut pula respon, dikarenakan komponen ini merupakan respon
atau tanggapan dari seorang komunikan setelah mendapatkan pesan dari komunikator.
6.
Gangguan komunikasi sering kali terjadi, baik gangguan yang bersifat teknis maupun semantis.
Gangguan teknis bisa saja terjadi karena saluran tidak berfungsi secara baik. Sementara itu
gangguan semantis bermula dari perbedaan dalam pemaknaan arti lambang atau simbol dari
seorang komunikator dengan komunikan.
2.
3.
4.
5.
Terhindar dari Tekanan dan Ketegangan (Free From Pressure and Stress)
B.
Pengertian Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional
diperlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem
pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan
santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat
agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin
agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya
etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan
etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ethos yang berarti norma-norma,
nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik.
Selain itu dari segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin ethicus yang berarti
kebiasaan. Sesuatu dianggap etis atau baik, apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat.
Pengertian lain tentang etika ialah sebagai studi atau ilmu yang membicarakan perbuatan atau
tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik dan mana pula yang dinilai buruk. Etika juga
disebut ilmu normatif, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan
sebagai acuan untuk menilai tingkah laku apakah baik atau buruk, seperti yang dirumuskan oleh
beberapa ahli berikut ini :
a.
Drs. O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.
b.
Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
c.
Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai
dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
2.
Etika normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku
ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang
akan diputuskan.
Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b.
Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai
anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain
dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia
saling berkaitan.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun
secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan
dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah
menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah
sebagai berikut :
1.
2.
Etika keluarga
3.
Etika profesi
4.
Etika politik
5.
Etika lingkungan
6.
Etika idiologi
c.
Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk.
C.
Aliran Etika
Suatu ukuran baik dan buruk sifatnya individual yakni akan dilihat dari orang yang menilainya,
karena baik dan buruk itu terikat pada ruang dan waktu, sehingga ia tidak berlaku secara
universal. Suatu perbuatan dinilai baik atau buruk dapat dilihat dari beberapa aliran-aliran dari
berbagai sudut pandang, antara lain:
1.
Adat Kebiasaan
Ukuran baik atau buruk menurut adat kebiasaan yakni tergantung kepada kesetiaan dan ketaatan
seseorang (loyal) terhadap ketentuan adat istiadat. Namun demikian, ukuran menurut adat ini
tidak dapat digunakan sepenuhnya karena ketentuan-ketentuan dari Hukum Adat yang berasal
dari adat istiadat banyak yang irasional (tidak dapat diterima oleh akal sehat).
2.
Kebahagiaan (Hedonisme)
Yang menjadi ukuran baik atau buruk menurut paham ini yaitu apakah suatu perbuatan tersebut
melahirkan kebahagiaan dan kenikmatan / kelezatan. Dalam paham ini terbagi lagi menjadi:
a.
Maksud dari aliran ini yaitu suatu kebahagiaan yang bersifat individualistis (egoistik hedonism),
jika suatu keputusan baik bagi pribadinya maka disebutlah baik, dan sebaliknya.
b.
Aliran ini berpendapat, bahwa kebahagiaan atau kelezatan individu itu haruslah berdasarkan
pertimbangan akal sehat.
c.
Lain halnya dengan aliran ini, yang menjadi tolak ukur apakah suatu perbuatan baik atau buruk
dapat melihat kepada suatu akibat perbuatan tersebut apakah melahirkan kesenangan atau
kebahagiaan terhadap seluruh makhluk (bukan untuk diri sendiri/pribadi).
3.
Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran hedonisme, yakni menilai suatu perbuatan baik
atau buruk adalah dengan kekuatan batin tanpa melihat terlebih dahulu akibat yang ditimbulkan
dari perbuatan itu, akan tetapi tujuannya kepada kebaikan budi pekerti.
4.
Evolusi
Paham ini berpendapat bahwa segala sesuatunya yang ada di alam ini selalu (secara berangsurangsur) mengalami perubahan yakni berkembang menuju ke arah kesempurnaan. Adapun
seorang Filsuf Herbert Spencer (1820-1903) mengemukakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh
secara sederhana kemudian dengan berlakunya (evolusi) akan menuju ke arah cita-cita , dan citacita inilah yang dianggap sebagai tujuan. Yang menjadi tujuan dari cita-cita manusia adalah
kebahagiaan dan kesenangan, sehingga suatu kesenangan atau kebahagiaan itu akan selalu
berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi sosial.
5.
Paham eudaemonisme
Kata eudaemonisme di ambil dari istilah Gerika, yaitu eudaemonia dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
dengan kebahagiaan, untuk bahagia. Prinsip pokok paham ini adalah kebahagiaan bagi diri sendiri
dan kebahagiaan bagi orang lain. Menurut Aristoteles, untuk mencapai eudaemonia ini
diperlukan 4 hal, yakni:
a.
b.
Kemauan
c.
Perbuatan baik
d.
Pengetahuan batiniah
6.
Aliran Vitalisme
Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran Naturalism, sebab menurut penganut paham ini
ukuran baik atau buruk itu bukanlah alamtetapi vitae yakni yang sangat diperlukan untuk hidup.
Tokoh terpenting dari aliran ini yaitu F. Niettsche, dia banyak sekali memberi pengaruh terhadap
tokoh revolusioner seperti Hitler. Pada akhir hayatnya ia menjadi seorang ateis dan mati dalam
keadaan gila, diamemproklamirkan gagasan God is dead, Tuhan telah mati, Tuhan itu tidak ada lagi,
maka jauhkanlah diri (putuskan hubungan dengan Tuhan). Aliran vitalisme ini dikelompokkan
menjadi:
a. Vitalisme Pessimistis (Negatif Vitalistis). Disebut pesimis karena manusia yang dilahirkan
adalah celaka, maksudnya karena ia telah dilahirkan dan hidup, sedangkan lahir dan hidupnya
manusia itu tiada guna. Terdapat ungkapan yakni homohomini lupus, artinya manusia yang satu adalah
segala bagi manusia yang lainnya.
b.
Vitalisme Optimisme. Menurut aliran ini, hidup atau kehidupan adalah berarti pengorbanan
diri karena itu hidup yang sejati adalah kesediaan dan kerelaan untuk melibatkan diri dalam
setiap kesusahan, yang paling baik adalah segala sesuatu yang menempa kemauan manusia untuk
berkuasa. Oleh karena itu, perang adalah halal, sebab orang yang berperang itulah (yang
menang) yang akan memegang kekuasaan.
7.
Aliran Pragmatisme
Aliran ini menitikberatkan pada hal yang berguna dari diri sendiri,baik yang bersifat moril
maupun materil. Serta menitikberatkan padapengalaman, oleh karena itu penganut ini tidak
mengenal istilah kebenaran, sebab kebenaran itu bersifat abstrak dan tidak diperoleh dalam dunia
empiris.
8.
Aliran Gessingnungsethik
Aliran ini diprakarsai oleh Albert Schweitzer. Yang terpenting menurut ajaran ini adalah
penghormatan akan kehidupan, yaitu sedapat mungkin setiap makhluk harus saling menolong dan
berlaku baik. Ukuran kebaikannya yakni pemeliharaan akan kehidupan, dan yang buruk yakni
setiap usaha yang berakibat binasa dan menghalang-halangi hidup.
9.
Aliran Idealisme
Istilah tersebut berasal dari bahasa Gerika (Yunani), yaitu dari kata idea yang secara etimologis
berarti: akal, pikiran, atau sesuatu yang hadir dalam pikiran, atau dapat juga disebut sesuatu bentuk
yang masih ada dalam alam pikiran manusia. Aliran ini berpendapat bahwa segala yang ada
hanyalah tiada, sebab yang ada itu hanya gambaran dari alam pikiran (bersifat tiruan), sebaik apa
pun suatu tiruan tentunya tidak akan seindah aslinya (ide). Dengan demikian, yang baik itu hanya
apa yang ada di dalam ide itu sendiri.
Selain itu, aliran etika lainnya diuraikan oleh John C. Merill (1975:79-88) yang dapat digunakan
sebagai standar menilai tindakan etis, antara lain deontologis, teleologis, egoisme,
dan utilitarisme.
Aliran deontologis (deon = yang harus/wajib, Yunani) melakukan penilaian atas tindakan dengan
melihat tindakan itu sendiri. Artinya, suatu tindakan secara hakiki mengandung nilai sendiri
apakah baik atau buruk. Kriteria etis ditetapkan langsung pada jenis tindakan itu sendiri. Ada
tindakan/perilaku yang langsung dikategorikan baik, tetapi juga ada perilaku yang langsung
dinilai buruk.
Ukuran etis yang berbeda, dikemukakan oleh aliran teleologis(telos berarti tujuan). Aliran ini
melihat nilai etis bukan pada tindakan itu sendiri, tetapi dilihat atas tindakan itu. Jika tujuannya
baik dalam arti sesuai dengan norma moral, maka tindakan itu digolongkan sebagai tindakan etis.
Jadi apabila suatu tindakan betujuan jelek, akan dikategorikan tidak etis.
Etika egoisme menetapkan norma moral pada akibat yag diperoleh oleh pelakunya sendiri.
Artinya tindakan dikategorikan etis dan baik, apabila menghasilkan terbaik bagi diri sendiri.
Etika utilitarisme (utilitis = berguna) adalah kebalikan dari pahamegoisme, yaitu yang
memandang suatu tindakan itu baik jika akibatnya baik bagi orang banyak. Dengan demikian,
tindakan itu tidak diukur dari kepentingan subyektif individu, melainkan secara obyektif pada
masyarakat umum. Semakin universal akibat baik dari tindakan itu, maka dipandang semakin
etis.
D.
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang
yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja
tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum
cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek
pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan
tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik
ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang
khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran,
guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti
manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu,
menurut De George, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan
dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang
profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. Berikut pengertian profesi
dan profesional menurut De George :
Profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan
nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup
dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional
adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat
dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang
sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Yang harus kita ingat dan fahami benar bahwa pekerjaan/profesi dan profesional terdapat
beberapa perbedaan, yaitu:
Profesi :
a.
b.
c.
d.
Profesional :
a.
b.
c.
d.
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1.
Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat
pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2.
Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku
profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3.
Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4.
Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan,
kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih
dahulu ada izin khusus.
5.
Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum
profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas rata-rata.
Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada suatu
kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat. Seandainya
semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu standar profesional yang tinggi,
bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin baik.
Prinsip-prinsip etika profesi :
1.
Tanggung jawab
a.
b.
Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada
umumnya.
2.
Keadilan.
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
3.
Otonomi.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam
menjalankan profesinya.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.
3.
4.
5.
Menjadi anggota asosiasi atau organisasi profesi tertentu sebagai wadah komunikasi,
membina hubungan baik dan saling tukar-menukar informasi sesama para anggotanya,
6.
7.
Kode etik merupakan standar moral bagi setiap anggota profesi yang dituangkan secara formal,
tertulis dan normatif dalam suatu bentuk aturan main. Disusunnya kode etik profesi ialah
merupakan komitmen terhadap tanggung jawab pelaksanaan tugas dan kewajiban. Fungsi kode
etik profesi ialah memandu, mendampingi, memberi arah tingkah laku anggota profesi agar tidak
keluar dari etika yang menjadi panutan. Kode etik profesi memberi gambaran nyata tentang:
1.
2.
3.
4.
5.
Untuk mendapatkan atau melakukan kebenaran tindakan, maka kita harus taat etika. Untuk
mendapatkan kebenaran hukum, para profesional di bidang ini harus taat pada kode etik hukum.
Untuk melaksanakan kebenaran jurnalistik, maka para anggota profesi wartawan harus
memperhatikan kode etik profesinya.
Pada hakikatnya tindakan yang benar hanya satu, tetapi yang tidak benar banyak tidak terhingga.
Oleh karena itu, tindakan profesional perlu dipandu oleh etika profesi. Melalui pemahaman,
penghayatan dan pengamalan etika profesi, diharapkan semua anggota perkantoran memiliki
kualifikasi etis yang meliputi:
1.
Memiliki pengetahuan, wawasan dan cara berpikir yang sesuai dengan norma etika yang berlaku
bagi prefesinya. Ia perlu memahami dan mengetahui ketentuan-ketentuan etis yang menyangkut
tindakan profesi. Pengetahuan ini menjadi beka; penting untuk kualifikasi selanjutnya yang
dituntut, ialah kesadaran etis. Apabila orang mengetahui norma etika, diharapkan memiliki
kesadaran yang tinggi untuk mematuhinya.
2.
Memiliki sikap sadar dan taat terhadap norma etika. Kesadaran etis ini menjadi landasan utama
bagi seorang profesional untuk lebih sensitif dalam memperhatikan kepentingan profesi untuk
kepentingan obyektif profesi, dan bukan kepentingan subyektif individu. Yang bersangkutan
dengan senang hati menempatkan etis profesi sebagai acuan dalam bersikap.
3.
Memiliki perilaku yang sesuai dengan tuntutan etika profesi. Dalam setiap tindakannya,
senantiasa mempertimbangkan norma etika, moral dan tata krama profesi. Dia dengan cermat
dapat memperhatikan hak-hak orang lain, sesuai dengan hak dan kewajiban anggota.
a.
Tanggung jawab
Setiap orang yang menyandang profesi tertentu harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap
profesinya. Dalam hal ini tanggung jawab yang dimaksud mengandung dua arti, antara lain:
Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan atau fungsinya (by function), artinya
keputusan yang diambil dan hasil dari pekerjaan tersebut harus baik serta dapat
dipertanggungjawabkan, sesuai dengan standar profesi, efisien dan efektif.
Tanggung jawab terhadap dampak atau akibat dari aktivitas pelaksanaan profesi (by
profession) terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi, perkantoran atau perusahaan dan
masyarakat umum, serta keputusan atau hasil pekerjaan tersebut dapat memberikan manfaat dan
berguna baik bagi dirinya maupun bagi perkantoran dan orang lain.
b.
Kebebasan
Para profesional memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya tanpa merasa takut atau
ragu-ragu, tetapi tetap memiliki komitmen dan bertanggung jawab dalam batas-batas aturan main
yang telah ditentukan oleh kode etik sebagau standar perilaku profesional.
c.
Kejujuran
Kejujuran merupakan prinsip profesional yang penting. Ditunjukkan oleh sifat jujur dan setia
serta merasa terhormat pada profesi yang disandangnya, tidak menyombongkan diri serta
berusaha terus untuk mengembangkan diri dalam peningkatan keahlian dan keterampilan
profesional. Dengan demikian merupakan perbuatan tabu apabila seorang profesional secara
sengaja melancurkan profesinya untuk tujuan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan demi
keuntungan materiil atau kepentingan pribadi.
d.
Keadilan
Dalam menjalankan profesinya, maka setiap profesional memiliki kewajiban untuk memelihara
pelaksanaan hak dan kewajiban secara seimbang. Seorang profesional bertindak objektif, tidak
mengganggu orang lain, tidak mencermarkan nama perkantoran.
e.
Otonomi
Dalam prinsip ini, seorang profesional memiliki kebebasan secara otonom dalam menjalankan
profesinya sesuai dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuannya. Kebebasan otonom
merupakan peluang bagi profesional untuk meningkatkan kinerja dan kreativitasnya. Akan tetapi
dia harus bertanggung jawab tidak menyalahgunakan otonomi kreatif ini untuk kepentingan
pribadi yang tidak sejalan dengan kaidah kode etik profesi.
Demikianlah etika profesi merupakan pemandu agar para anggota mengetahui dan memiliki
pegangan yang kokoh untuk menilai pekerjaan atau tindakannya. Apabila seseorang melanggar
kode etik profesi, sedah barang tentu akan ada sanksi yang diterimanya. Jenis sanksi itu sesuai
dengan kelaziman dan ketentuan yang telah disepakati oleh para profesional itu sendiri. Jadi
kode etik dibuat dan disusun oleh para anggota profesi itu sendiri, dan ditujukan untuk mengatur
tindakan seluruh anggota.
E.
Etika Komunikasi
Etika komunikasi perkantoran merupakan suatu rangkuman istilah yang mempunyai pengertian
tersendiri, yakni norma, nilai atau ukuran tingkah laku yang baik dalam kegiatan komunikasi
dalam kegiatan komunikasi di suatu perkantoran. Pada dasarnya komunikasi perkantoran dapat
berlangsung secara lisan maupun tertulis. Secara lisan dapat terjadi secara langsung (tatap muka),
maupun dengan menggunakan media telepon. Secara tertulis misalnya dengan mempergunakan
surat. Baik komunikasi langsung maupun tidak langsung, norma etika perlu diperhatikan.
Komunikasi perkantoran merupakan proses komunikasi antara pimpinan dengan anggota, antar
anggota, maupun antar unsur pimpinan. Untuk menjaga agar proses komunikasi tersebut berjalan
baik, agar tidak menimbulkan dampak negatif, maka diperlukan etika berkomunikasi. Cara
paling mudah menerapkan etika komunikasi perkantoran ialah, semua anggota dan pimpinan
perkantoran perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1.
2.
3.
Apabila etika dan tata krama berlaku di mana saja dan kapan saja, maka dalam ruang lingkup ini
komunikasi dengan orang lain dalam pergaulan masyarakat maupun dalam kehidupan
perkantoran merupakan arena yang benar-benar menuntut jatah diterapkannya etika. Karena itu
ada orang yang mengatakan bahwa antara etika dan komunikasi dalam pergaulan merupakan dua
hal yang tidak dapat dipisahkan. Dimanapun orang berkomunikasi, selalu memerlukan
pertimbangan etis, agar lawan bicara dapat menerima dengan baik. Berkomunikasi tidak
selamanya mudah, apalagi jika kita tidak mengetahui jati diri mereka yang kita hadapi, tentu kita
akan menebak-nebak dan merancang persiapan komunikasi yang sesui dengan tuntutan etis
kedua belah pihak. Ketika kita paham tentang karakter orang yang kita hadapi kita akan lebih
mudah berusaha menamppilkan diri sebaik-baiknya dalam berkomunikasi.
Hak untuk berkomunikasi di ruang publik merupakan hak yang paling mendasar. Jika hak itu
tidak dijamin akan memberi kebebasan berpikir sehingga tidak mungkin bisa ada otonomi
manusia. Hak untuk berkomunikasi di ruang publik ini tidak bisa dilepaskan dari otonomi
demokrasi yang didasarkan pada kebebasan untuk berekspresi (B. Libois, 2002:19). Jadi, untuk
menjamin otonomi demokrasi ini hanya merupakan bagian dari upaya untuk menjamin otonomi
demokrasi tersebut.
Etika komunikasi selalu dihadapkan dengan berbagai masalah, yaitu antara kebebasan
berekspresi dan tanggung jawab terhadap pelayanan publik. Etika komunikasi memiliki tiga
dimensi yang terikat satu dengan yang lain, yaitu:
1.
Aksi komunikasi
Aksi komunikasi yaitu dimensi yang langsung terikat dengan perilaku aktor komunikasi
(wartawan, editor, agen iklan, dan pengelola rumah produksi). Perilaku aktor komunikasi hanya
menjadi salah satu dimensi etika komunikasi, yaitu bagian dari aksi komunikasi. Aspek etisnya
ditunjukkan pada kehendak baik ini diungkapkan dalam etika profesi dengan maksud agar ada
norma intern yang mengatur profesi.
2.
Sarana
Dalam masalah komunikasi, keterbukaan akses juga ditentukan oleh hubungan kekuasaan.
Penggunaan kekuasaan dalam komunikasi tergantung pada penerapan fasilitas baik ekonomi,
budaya, politik, atau teknologi (bdk. A. Giddens, 1993:129). Semakin banyak fasilitas yang
dimilki semakin besar akses informasi, semakin mampu mendominasi dan mempengaruhi
perilaku pihak lain atau publik.
3.
Tujuan
Dimensi tujuan menyangkut nilai demokrasi, terutama kebebasan untuk berekspresi, kebebasan
pes, dan juga hak akan informasi yang benar. Dalam negara demokratis, para aktor komunikasi,
peneliti, asosiasi warga negara, dan politis harus mempunyai komitmen terhadap nilai kebebasan
tersebut.
Komunikasi merupakan salah satu bidang yang sangat penting dalam kegiatan kantor melihat
hakikat kantor sebagai kumpulan orang yang bersama-sama menyelenggarakan kegiatan kantor
atau kegiatan ketatusahaan. Seorang manajer harus dapat berkomunikasi secara efektif dengan
semua pegawai kantor baik sacara horizontal maupun vertikal atau secara diagonal. Pengurusan
informasi (information handling) yakni menyampaikan dan penerimaan berita akan berjalan
dengan baik bila dalam kantor itu terdapat komunikasi yang efektif.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Komunikasi ialah suatu proses pengiriman pesan atau simbol-simbol yang mengandung arti dari
seseorang komunikator kepada komunikan dengan tujuan tertentu. Komunikasi mempunyai
komponen-komponen agar komunikasi dapat berjalan dengan baik, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Gangguan
Etika menurut para ahli adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara
sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Pengertian lain tentang
etika ialah sebagai studi atau ilmu yang membicarakan perbuatan atau tingkah laku manusia,
mana yang dinilai baik dan mana pula yang dinilai buruk. Etika dalam perkembangannya sangat
mempengaruhi kehidupan manusia. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil
keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama
bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita.
Aliran etika menurut John C. Merill (1975: 79-88) antara laindeontologis, teleologis, egoisme,
dan utilitarisme. Deontologis artinya suatu tindakan secara hakiki mengandung nilai sendiri
apakah baik atau buruk. Aliran teleologis melihat nilai etis bukan pada tindakan itu sendiri, tetapi
dilihat atas tindakan itu. Aliran egoisme artinya tindakan dikategorikan etis dan baik, apabila
menghasilkan terbaik bagi diri sendiri. Aliran utilitarisme yaitu yang memandang suatu tindakan
itu baik jika akibatnya baik bagi orang banyak.
Profesi menurut De George adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk
menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Kode etik merupakan
standar moral bagi setiap anggota profesi yang dituangkan secara formal, tertulis dan normatif
dalam suatu bentuk aturan main. Disusunnya kode etik profesi ialah merupakan komitmen
terhadap tanggung jawab pelaksanaan tugas dan kewajiban. Fungsi kode etik profesi ialah
memandu, mendampingi, memberi arah tingkah laku anggota profesi agar tidak keluar dari etika
yang menjadi panutan.
Etika komunikasi perkantoran merupakan suatu rangkuman istilah yang mempunyai pengertian
tersendiri, yakni norma, nilai atau ukuran tingkah laku yang baik dalam kegiatan komunikasi
dalam kegiatan komunikasi di suatu perkantoran. Untuk menjaga agar proses komunikasi
tersebut berjalan baik, agar tidak menimbulkan dampak negatif, maka diperlukan etika
berkomunikasi. Cara paling mudah menerapkan etika komunikasi perkantoran ialah, semua
anggota dan pimpinan perkantoran perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:
4.
5.
6.
Etiket Menelpon
Cara menelpon yang menyenangkan dan efisien sangat berpengaruh terhadap nilai sekretaris
yang baik. Telepon merupakan sarana yang penting untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Oleh karena itu seorang sekretaris dalam menangani baik telepon masuk maupun telepon keluar
hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :
melatih suaranya agar enak didengar
suara diatur agar tidak terlalu tinggi dan rendah
ucapan yang jelas
perlihatkan sikap dan kata-kata yang baik
Etiket Menelpon yang perlu diperhatikan oleh seorang sekretaris, yaitu :
Bersikaplah wajar dan ramah dalam pembicaraan telepon
Berhati-hatilah jangan sampai nada kesal kentara dalam pembicaraan telepon anda
Suara Anda mewakili pimpinan, sikap anda mencerminkan pimpinan dan perusahaan anda.
Jangan sekali-kali membicarakan informasi rahasia, kecuali kalau anda yakin pengamanannya
sempurna
Pembicaraan telepon jangan keras, karena akan mengganggu rekan kerja anda. Tetapi harus
ringkas dan terbatas soal yang penting saja, dan jangan menggunakan telepon untuk bergunjing.
Siapa yang berhubungan dengan pimpinan harus menyebutkan namanya.
Diwaktu menelepon jangan berbicara dengan orang ketiga.
Batasi pembicaraan pribadi sedikit mungkin, urusan pribadi di kantor sangat tidak
menyenangkan bagi siapapun yang ikut mendengar.
Jangan membuang suku kata yang seharusnya diucapkan, misalnya "mengerjakan" menjadi
"ngerjakan".
Menyampaikan pembicaraan harus lancar, dan nada suara jangan datar.
Pakailah nama pembicara : "Selamat pagi, Bapak Falah ...".
Bertanya dengan baik : "Boleh saya mengetahui siapa yang berbicara?", jangan "ini siapa?"
Jika pimpinan tidak ada, anda tidak mampu mengatasi persoalan, jangan memberitahukan
dimana pimpinan berada (mungkin pimpinan merasa terganggu).
Kita menjanjikan pimpinan akan menelepon kembali karena tidak bisa maka kita perlu
menelepon pembicara dan menjelaskan persoalannya serta yakinkan anda akan melakukannya
begitu kesempatan memungkinkan.
Jangan berkata, : "tunggu sebentar", atau "tunggu" sebaiknya tanyakan kepadanya apakah ia mau
menunggu sementara, tawarkan untuk menelepon kembali.
Menutup pembicaraan, beri kesan ke pembicara bahwa anda senang bicara dengan dia, "Selamat
pagi Pak Falah, terima kasih" atau "senang berbicara dengan Bapak, terima kasih". Tunggu
pembicara mengucapkan "sampai bertemu lagi" lalu letakkan telepon perlahan-lahan.
Menjawab telepon hendaknya dengan singkat, jelas, dan sopan. Ucapkan salam misalnya
"Selamat pagi PT. Mahakam Trade". Hindari penggunaan kata "halo".
Mencatat segala pesan atau permintaan penelepon dengan penuh perhatian.
Bila perlu, sekretaris dapat meminta penelepon agar mengeja kata-kata asing atau nama yang
sulit.
Nomor-nomor telepon, angka-angka, dan pesan-pesan penting harus diulang agar dapat dicek
kebenarannya.
Menutup telepon setelah penelepon memutuskan hubungan terlebih dahulu.
A. PENGERTIAN
Pada pengertian yang paling dasar, etika adalah sistem nilai pribadi yang digunakan memutuskan
apa yang benar, atau apa yang paling tepat, dalam suatu situasi tertentu; memutuskan apa yang
konsisten dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi. Dalam membahas etika
dalam organisasi, sejumlah pakar membedakan antara etika perorangan (personal ethics) dan
etika organisasi (organizational ethics).
? Etika perorangan menentukan baik atau buruk perilaku individual seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain dalam organisasi.
? Etika organisasi menetapkan parameter dan merinci kewajiban kewajiban (obligations)
organisasi, serta menggariskan konteks tempat keputusan keputusan etika perorangan itu
dibentuk (Vasu, Stewart dan Garson, 1990).
B. ETIKA KOMUNIKASI ORGANISASI
Para peneliti dan konsultan organisasi menganalogikan bahwa organisasi adalah bagian dari
sebuah budaya yang memiliki komponen-komponen berupa nilai dasar organisasi, asumsi yang
diterima, kaidah pengambilan keputusan, gaya manajerial, cerita kesuksesan dan keberhasilan,
makna tradisi dan loyalitas, serta topik dan metode komunikasi yang diterima. Dalam
berkomunikasi harus mempertimbangkan pendekatan positif tentang moral dan etika
penyampaian informasi oleh individu maupun oleh organisasi itu sendiri dalam hubungannya
dengan individu lain maupun dengan organisasi lain.
Masalah etika selalu muncul dalam situasi yang melibatkan orang lain, tetapi seringkali
organisasi lebih banyak menyoroti masalh etika ini daripada pihak pihak lainnya. Pelanggaran
terhadap etika yang telah diterima secara umum merupakan masalah yang harus diwaspadai
dalam organisasi. Bagi sebagian orang perilaku etis dalam organisasi tidak selalu penting.
Charles Saxon, kartunis majalah The New Yorker, menerbitkan serial kartun bisnis berjudul
kejujuran adalah salah satu kebijakan yang lebih baik, Tampaknya Saxon berpendapat bahwa
dikusi etika dalam organisasi bisnis diperlukan, dan mungkin bermanfaat bagi kita untuk
mempelajari beberapa masalah etika dalam konteks pembuatan keputusan mengenai pekerjaan
dalam organisasi. Bidang karier apapun yang anda putuskan untuk anda tekuni, pasti mencakup
sejumlah dilemma dan paradoks mengenai etika kehidupan yang sesunguhnya. Lantas apakah
yang dimaksud dengan etika ? Sekelompok teoritis (Solomon & Hanson, 1985) mengemukan
bahwa etika berkaitan dengan pemikiran dan cara bersikap, pemikiran mengenai etika terdiri dari
evaluasi masalah dan keputusan dalam arti bagaimana kedua hal ini memberi andil pada
kemungkinan penigkatan seseorang seraya menghindari akibat yang merugikan orang lain dan
diri sendiri. Perilaku etis berhubungan dengan tindakan yang sesuai dengan keputusan yang
relevan, yang sejalan dengan seperangkat pedoman yang menyangkut perolehan yang mungkin
dan akibat yang merugikan orang lain.
Masalah etika dalam organisasi dapat dibagi dalam dua kategori :
1. yang menyangkut praktik praktik organisasi di tempat kerja, dan
2. yang menyangkut keputusan perorangan
Praktik praktik Organisasi
1. Rasa hormat, martabat, dan kebebasan perorangan. Masalah ini berhubungan dengan cara
organisasi memperlakukan anggotanya. Dari sudut pandang sebagian besar anggota oraganisasi,
kepentingan organisasi didahulukan dan kepentingan anggota dijadikan yang paling akhir.
2. Kebijakan dan praktik personel. Masalah ini berkenaan dengan etika kepegawaian, pemberian
gaji, kenaikan pangkat, pendisiplinan, pemberhinetian dan masalah pension anggota organisasi.
Kewajiban umum organisasi adalah berlaku adil pada anggota organisasi yang prospektif disetiap
jenjang karirnya.
3. Keleluasaan (privacy) dan pengaruh terhadap keputusan pribadi. Perjanjian eksplisit dan
implicit antara pegawai dengan organisasi yang memperkerjakan mereka, memberi peluang
kepada organisasi untuk memperhatikan faktor faktor yang secara jelas mempengaruhi prestasi
kerja pegawai. Namun masalah etika muncul bila organisasi menaruh perhatian khusus pada
masalah kehidupan pribadi anggotanya yang tidak secara langsung mempengaruhi prestasi kerja
mereka dalam organisasi, misalnya segala sesuatu yang terjadi selama cuti yang mungkin
mempengaruhi citra organisasi, keikutsertaan dalam masalah masalah public seperti kegiatan
masyarakat dan organisasi pelayanan, kontribusi pada badan badan amal, dan keterlibatan
dalam kelompok kegiatan politik.
Etika Kelompok (Komunikasi Kelompok)
ETIKA KELOMPOK
A. Definisi etika komunikasi.
Belum ada secara pasti definisi yang tepat dalam menggambarkan apa itu etika komunikasi. Bila
dilihat dari terminologinya, Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter,
watak kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu
atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah
dilakukan. Sedangkan, komunikasi menurut Prof. Onong Cahyana Effendi Komunikasi adalah
proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah
sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui
media).
Maka bisa disimpulkan dari terminologi diatas, etika komunikasi dikaitkan dengan watak atau
kesusilaan yang menentukan benar atau tidaknya cara penyampaian pesan kepada orang lain
yang dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik secara lisan ataupun tidak langsung.
Etika yang akan dibahas pada bab selanjutnya berkaitan dengan etika komunikasi dalam
kelompok. Namun, sebelum kita membahas langsung mengenai ulasan etikanya kita akan
terlebih dahulu memahami mengenai sifat komunikasi kelompok.
B. Sifat Komunikasi Kelompok
Bila dibandingkan antara komunikasi antar pribadi dengan komunikasi kelompok memiliki
persamaan. Kedua bidang tersebut ,memiliki kesamaan dalam hal keterlibatan pelaku
komunikasi, baik komunikasi antarpribadi maupun komunikasi kelompok melibatkan dua atau
lebih individu yang secara fisik berdekatan dan yang menyampaikan serta menjawab pesan
pesan baik secara verbal maupun non verbal. akan tetapi, ada yang membedakan antara
komunikasi antarpribadi dengan komunikasi kelompok. Komunikasi antarpribadi biasanya
dikaitkan dengan pertemuan antara dua, tiga, atau mungkin empat orang yang terjadi secara
spontan dan tidak berstruktur, sedangkan komunikasi kelompok terjadi dalam suasana yang lebih
bertstruktur di mana para pesertanya lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta
mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama. komunikasi kelompok lebih cenderung
dilakukan secara sengaja dibandingkan segan komunikasi antarpribadi, dan umumnya para
pesertanya lebih sadar akan peranan dan tanggung jawab mereka masing-masing. dalam
kelompok tatap muka yang lebih besar dan kelompok-kelompok tersebut lebih bersifat permanen
daripada kelompok-kelompok yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi.
Dengan demikian kriteria pokok dalam membedakan komunikasi antarpribadi dengan
komunikasi kelompok adalah kadar spontan,strukturalisasi, kesadaran akan sasarana, ukuran
kelompok, relativitas sifat permanen dari kelompok serta identitas diri.
BAB II
A. Suasana Etika Komunikasi
Jenis suasana keetikaan yang ada dalam suatu organisasi atau kelompok mempengaruhi
pertentangan etika apa yang dipertimbangkan, proses untuk menyelesaikan konflik, dan
karakteristik penyelesaiannya. Sejumlah elemen dikemukakan bahwa, secara besama sama,
akan meningkatkan pengembangan suasana keetikaan yang sehat, bersemangat.
B. Standar Etika Komunikasi Kelompok
Kini kita beralih kepada perangkat-perangkat kriteria etika yang secara khusus telah disarankan
guna meningkatkan komunikasi etis dalam kelompok. Maksud dari perangkat-perangkat ini
adalah kriteria etika yang biasa dan standar dalam etika komunikasi. Cheney dan Tompskins
merujuk pada Henry W. Johnstone Jr., untuk mengigat standar-standar etika yang mereka
anjurkan guna memandu komunikasi kelompok. Empat tugas keetikaan Johnstone: Keteguhan
hati, keterbukaan, kelemah lembutan, dan keharuan , dimodifikasi oleh Cheney dan Tompkins
untuk diterapkan dalam konteks komunikasi kelompok antara lain:
Kehati-hatian, Komunikator dalam kelompok seharusnya menggunakan kemampuan
persuasifnya sendiri untuk menilai secara menyeluruh pesan-pesan yang jelas dan yang
tersembunyi dari organisasi tersebut dan harus menghindari penerimaan atas pandangan
konvensional secara otomatis dan tanpa berpikir.
Mudah untuk dicapai, Komunikator dalam organisasi harus terbuka terhadap kemungkinan
diubahnya pesan dari orang lain dari orang yang dibujuk. Keyakinan yang kita pegang secara
dogmatis atau pandangan berfokus sempit yang membutakan kita terhadap informasi yang
berguna,pandangan yang berbeda tentang suatu masalah, atau penyelesaian alternatif,perlu
diseimbangkan atau dikurangi.
Tanpa kekerasan, penipuan ,terang-terangan atau pun tidak, terhadap orang lain berdasarkan
etika tidak diinginkan. Apa bentuk-bentuk penipuan yang tersembunyi yang mungkin terjadi
dalam konteks kelompok? anggota juga harus menghindari penggunaan sudut pandang persuasif
yang menganjurkan suatu sikap yang masuk akal.
Empati, Komunikator empatis benar-benar mendengarkan argumen, opini, nilai dan asumsi
orang lain, terbuka terhadap perbedaan pendapat, mengesampingkan cetusan streosip
berdasarkan julukan atau isyarat non verbal, dan menghargai hak semua orang sebagai person
untuk memegang pandangan yang berbeda. Dalam latar kelompok Empati melibatkan
keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan kelompok.
Gary Kreps menganjurkan apa yang ia sebut tiga prinsip penutup banyak hal yang ia anggap
berguna untuk mengevaluasi etika relative komunikasi organisasi internal dan eksternal. prinsip
penutup ini berakar pada nilai kejujuran, menghindari dan menyakiti, dan keadilan.
Anggota kelompok tidak boleh dengan sengaja menipu satu sama lain, seperti contohnya
memalsukan laporan dan menyembunyikan informasi yang relevan dari badan-badan pengaturan
pemerintah.
Komunikasi anggota kelompok tidak boleh dengan sengaja menyakiti anggota kelompok lain
atau anggota lingkungan organisasi yang relevan.
Anggota kelompok harus diperlukan secara adil. Pepatah perlakuan yang sama bagi semua
mungkin tidak cocok dengan setiap situasi. kreps menyatakan, keadilan, seperti prinsip
kejujuran dan menghindari kerusakan, merupakan prinsip etika relative yang harus dievaluasi
dalam konteks organisasi tertentu.
C. Dimensi Etika Komunikasi.
Etika komunikasi selalu dihadapkan dengan berbagai masalah, yaitu antara kebebasan
berekspresi dan tanggung jawab terhadap pelayanan publik itu. Etika komunikasi memilik tiga
dimensi yang terkait satu dengan yang lain, yaitu
1. Aksi komunikasi
Aksi komunikasi yaitu dimensi yang langsung terkait dengan perilaku aktor komunikasi.
Perilaku aktor komunikasi hanya menjadi salah satu dimensi etika komunikasi, yaitu bagian dari
aksi komunikasi. Aspek etisnya ditunjukkan pada kehendak baik ini diungkapkan dalam etika
profesi dengan maksud agar ada norma intern yang mengatur profesi. Aturan semacam ini
terumus dalam deontologi jurnalisme.
Mudah sekali para aktor komunikasi mengalihkan tanggung jawab atau kesalahan mereka pada
sistem ketika dituntut untuk mempertanggungjawabkan elaborasi informasi yang manipulatif,
menyesatkan publik atau yang berbentuk pembodohan.
2. Sarana
Pada tingkat sarana ini, analisis yang kritis, pemihakan kepada yang lemah atau korban, dan
berperan sebagai penengah diperlukan karena akses ke informasi tidak berimbang, serta karena
besarnya godaan media ke manipulasi dan alienasi. Dalam masalah komunikasi, keterbukaan
akses juga ditentukan oleh hubungan kekuasaan. Pengunaan kekuasaan dalam komunikasi
tergantung pada penerapan fasilitas baik ekonomi, budaya, politik, atau teknologi (bdk. A.
Giddens, 1993:129). Semakin banyak fasilitas yang dimiliki semakin besar akses informasi,
semakin mampu mendominasi dan mempengaruhi perilaku pihak lain atau publik. Negara tidak
bisa membiarkan persaingan kasar tanpa bisa membiarkan persaingan kasar tanpa penengah
diantara para aktor komunikasi maupun pemegang saham. Pemberdayaan publik melalui asosiasi
warga negara, class action, pembiayaan penelitian, pendidikan untuk pemirsa, pembaca atau
pendengar agar semakin mandiri dan kritis menjadi bagian dari perjuangan etika komunikasi.
3. Tujuan
Dimensi tujuan menyangkut nilai demokrasi, terutama kebebasan untuk berekspresi, kebebasan
pers, dan juga hak akan informasi yang benar. Dalam negara demokratis, para aktor komunikasi,
peneliti, asosiasi warga negara, dan politisi harus mempunyai komitmen terhadap nilai kebebasan
tersebut. Negara harus menjamin serta memfasilitasi terwujudnya nilai tersebut.
D. Etika Group think
Groupthink (berpikir kelompok) adalah penamaan kolektif yang digunakan psikolog sosial
irving Janis untuk mendeskripsikan sifat kelompok kecil yang proses penyelesaian masalah dan
penentuan kebijakannya secara khas menghasilkan ketidakefektifan, keputusan yang bermutu
rendah, dan gagal mencapai sasaran. Janis menganalisis catatan-catatan historis, laporan-laporan
pengamat tentang pembicaraan tentang sejumlah keputusan sebenarnya yang menimbulkan
bencana-bencana semacam itu. dia mengidentifikasi delapan gejala utama yang menandai
berpikir kelompok
hindari ilusi kekebalan yang mendukung optimisme yang berlebihan dan mendorong
pengambilan risiko yang ekstrem.
hindari rasionalisasi yang menghalangi anggota menilai kembali asumsi dasar mereka sebelum
menegaskan lagi komitmen terhadap keputusan sebelumnya.
hindari kepercayaan tanpa keraguan terhadap moralitas yang melekat pada kelompok,
kepercayaan yang mencondongkan anggota untuk mengabaikan konsekuensi-konsekuensi etika
dan moral dari keputusan mereka.
hindari menstereotipkan pandangan lawan sebagai terlalu jahat untuk menjamin upaya-upaya
sejati untuk bernegosiasi, atau sebagai terlalu lemah dan bodoh untuk mengagalkan usaha anda
melawan mereka.
hindari tekanan yang membuat para anggota merasa tidak loyal jika mereka mengungkapkan
argument-argumen yang kuat terhadap setiap stereotip, ilusi, atau komitmen kelompok.
hindari penyensoran sendiri yang meminimumkan pentingnya keraguan atau argument
bandingan mereka sendiri bagi setiap orang.
hindari ilusi kebulatan suara bersama mengenai penilaian yang sesuai dengan pandangan
meyoritas. Ilusi ini hasil dari penyensoran sendiri atas penyimpangan dan dari asumsi yang
Berikut ini adalah beberapa teknik dan etika dalam mengirim email: