Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Fenomena alam merupakan hal yang tidak akan pernah habis untuk dikaji secara
mendalam. Pernakah anda ,elihat air laut, secara alami mengalir ke gunung ?
Mangga dari atas tanah tiba-tiba melompat dan menempel pada ranting
pohonnya ? Atau, mesin motor dapat hidup tanpa ada energi uyang masuk ke
dalamnya ? Jawaban yang pasti adalah tidak pernah dan tidak mungkin terjadi.
Proses-proses tersebut baru berjalan bila ada energi yang bekerja padanya.
Berbicara mengenai energi, tentunya tidak akan pernah lepas dengan pembahasan
beberapa konsep yang dikenal dengan istilah termodinamika. Hukum-hukum yang
dikembangkan oleh ilmuwan merujuk kedalam hal-hal yang spesifik, sehingga
apabila konsep tersebut tidak dikaji secara menyeluruh, maka tidak akan
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat pula.
Dalam hukum termodinamika 1 yang lalu, telah membahas bahwa energi alam
semesta selalu sama sebelum dan sesudah berlangsungnya perubahan, tidak
pernah membahas spontanitas proses itu berlangsung. Oleh karena itu, perlu
rasanya, untuk membuat makalah yang mengandung beberapa konsep lanjutan
dari hukum pertama termodinamika.

Entropi dalam sistem tertutup


ENTROPI SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR DAN VOLUME
Apabila entropi merupakan fungsi suhu dan volume, secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut :
S = S(T,V)
Differensial totalnya dinyatakan dalam bentuk persamaan :
dS = (

S
T )vdT + (

S
V )vdV .. (1)

Persamaan diatas menyatakan perubahan entropi jika suhu dan volume berubah,
masing-masing sebesar dT dan dV. Evaluasi terhadap kedua kuosien pada
persamaan pertama, sangat diperlukan untuk menghitung nilai perubahan entropi
secara keseluruhan, sebagai akibat dari perubahan kedua variable tersebut.
Untuk mengevaluasi kedua kuosien tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
bantuan rumus hukum termodinamika pertama, yakni :
dU = dQrev + dWrev
Jika prosesnya reversible dan kerja yang dilakukan hanya merupakan kerja volume,
maka :

dQrev = dU + PdV (2)


Untuk memperoleh perubahan entropi, persamaan diatas dibagi dengan suhu,
sehingga dihasilkan :
dS = (1/T)dU + (P/T)dV (3)
dU sebagai fungsi T dan V dinyatakan sebagai :
dU = CvdT + (

U
V )TdV

subtitusi persamaan ini untuk dU ke dalam persamaan 3 menghasilkan persamaan :


dS = (Cv/T) dT + 1/T (

S
T )vdV + (P/T)dV

= (Cv/T)dT + 1/T [ P + (

U
V )T]dV . (4)

Berdasarkan persamaan 3 dan persamaan 4 diperoleh hubungan-hubungan kedua


kuosien yang sedang dicari, yaitu :
(

S
T )v = Cv/T .. (5)

Evalusai lebih lanjut terhadap kuosien tersebut masih diperlukan, terutama untuk
persamaan , agar dapat menghitung perubahan entropinya secara keseluruhan.
Jika proses berlangsung pada volume tetap, maka persamaan 4 menjadi
dS = (Cv/T)dT .(6)
persamaan tersebut digunakan untuk menghitung perubahan entropi sistem pada
volume tetap.
Jika proses berlangsung pada suhu tetap, maka persamaan 4 menjadi :
dS = 1/T [ P + (

U
V )T]dV . (7)

Berbeda dengan persamaan 6 , persamaan 7 masih haru dievaluasi, karena masih


memiliki kuosien lain yang sulit ditemukan secara eksperimen. Untuk
mengevaluasinya ditempuh dengan jalan mengambil turunan persamaan 5 dan
Persamaan 6.
Jika persamaan 6 diturunkan terhadap volume, maka diperoleh persamaan sebagai
berikut :

S
T )V = Cv/T
2

Cv
V )

S
V T = (1/T) (

Dengan menggunakan hubungan dU = C vdT,atau Cv= (

U
T )v diperoleh

persamaan :
2

S
V T = (1/T) (

U
V )

Jika persamaan diturunkan terhdap suhu, maka diperoleh persamaan sebagai


berikut
(

S
V )T = (1/T) [ P + (
2

S
V T

U
V )T]

P
= (1/T) [( T )v + (

U
2
V T )] (1/T ) [P +(

U
V )T] ..(7)

Karena S merupakan fungsi keadaan, maka dS merupakan diferensial eksak,


sehingga turunan S terhadap T dan V memiliki nilai yang sama dengan turunan S
terhadap T dan V.

2 S
V T

2 S
V T

. (8)

Dengan menggunakan persamaan 8 , subtitusi persamaan 6 kedalam persamaan 7


menghasilkan
1/T [(

P
T )V + (

2 U
2
V T )] 1/T [P +(

P
T )V = 1/T [P +(

U
V )T] = 1/T (

2 U
V T )

U
V )T]

Dengan membandingkan persamaan 7 dan persamaan 8 diperoleh hubungan


berikut :
(

P
T )V = (

S
V )T

Dengan bantuan aturan siklik, yang diterapkan pada variable-variabel V, P, dan T


didapat hubungan
(

P
T )V (

V
T )P (

V
P )T = -1

P
) (-V ) = -1
T )V (1/V

Dengan menggunakan hubungan :

= 1/V (

V
T )P

= -1/V (

V
T )P

Diperoleh hubungan : (

V
T )P = alfa/Beta

Dengan alfa dan beta masing-masing adalah koefisien ekspansi termal dan
koefisien komprebilitas, yang nillainya masing-masing dapat ditentukan dengan
eksperimen.
Melalui subtitusi persamaan-persamaan diatas ternyata didapat bahwa kuosien ((

S
V )T) tidak lain adalah perbandingan nilai koefisien ekspansi termalterhadap
koefisien kompresibilitas.
Dari paparan diatas, differsnsila total untuk emtropi sebagai funsi suhu dan volume,
dengan subtitusi persamaan-persamaan diatas :
dS = (Cv/T) dT + alfa/beta dV
Untuk mengetahui perubahan entropi sistem sebagai akibat dari perubahan suhu
dan volume dapat dilakukan dengan cara integrasi persamaan.

HUKUM TERMODINAMIKA 3
Hukum termodinamika terkait dengan temperature nol absolute. Hukum ini
menyatakan bahwa pada saat suatu system mencapai temperature nol absolute,
semua proses akan berhenti dan entropi system akan mendekati nilai minimum.
Hukum ini juga menyatakan bahwa entropi benda berstruktur Kristal sempurna
pada temperature nol absolute bernilai nol.

Hukum Termodinamika Ketiga menyatakan bahwa pada suhu 0 K (-273 C) sistem


ada dalam kondisi diam atau statis. Kondisi suhu lingkungan kita, anggap saja suhu
ruang (25 C- 298 K) berada pada suhu yang tidak memungkinkan sistem untuk
diam. Muncul lah Entropi.
Entropi merupakan derajat ketidakteraturan sistem. Dimana, semakin
tidakteraturnya sistem, maka entropinya semakin besar. Dalam kondisi suhu
lingkungan tadi, kita diminta alam untuk terus bergerak.
Namun, ingat ketidakteraturan pun akan mengantarkan kita pada sesuatu yang
tidak baik, maka perhatikan gerak kita. Buatlah gerak yang lebih berirama, gerak
yang lebih terarah, sehingga entropi yang terjadi dapat minimal. Tidak terjadi
tabrak menabrak hingga timbul korban.
perubahan entropi suatu zat dapat mencapai nilai absolutnya pada suhu tertentu,
sehingga pengukuran perubahan entropi dari satu suhu tersebut ke suhu lainnya.
Hukum ketiga termodinamika memberikan dasar untuk menetapkan entropi absolut
suatu zat, yaitu entropi setiap kristal sempurna adalah nol pada suhu nol absolut
atau nol derajat Kelvin (K). Pada keadaan ini setiap atom pada posisi yang pasti dan
memiliki energi dalam terendah.
Entropi dan energi bebas Gibbs juga merupakan fungsi keadaan sehingga kedua
besaran ini memiliki nilai pada keadaan standart, seperti halnya dengan entalphi.
Hasil pengukuran standart untuk entropi dan Energi bebas Gibbs juga dilakukan
pada keadaan 25 C dan dengan tekanan 1 atm.
Energi bebas Gibbs pembentukan standart memiliki arti perubahan energi bebas
yang menyertai reaksi pembentukan satu mol senyawa dari unsur-unsur
penyusunnya. Demikian pula untuk entropi standar yang dapat dipergunakan untuk
menentukan entropi reaksi sebagai harga pembandingnya.

Anda mungkin juga menyukai