Anda di halaman 1dari 39

I.

Komponen Elda dan Aplikasi

Elektronika Daya ilmu yang mempelajari dan membahas aplikasi


elektronika yang berkaitan dengan peralatan listrik yang berdaya cukup
besar. seperti motor listrik, pemanas, pendingin, fan, kompresor, pompa,
conveyor dan aplikasi-aplikasi lainnya.
Sejarah elektronika daya berawal dari diperkenalkannya penyearah
busur mercuri tahun 1900, metal tank, grid-cotrolled vacum tube, ignitron,
phanotron dan thyratron semua ini untuk kontrol daya hingga tahun 1950.
Tahun 1948 ditemukan transistor silikon , kemudian tahun 1956
ditemukan transistor pnpn triggering yang disebut dengan thyristor atau
silicon controlled rectifier. Tahun 1958 dikembangkan thyristor komersial
oleh general electric company.
Komponen Elektronika Daya:
1. Dioda : komponen yang memiliki 2 kutub dan bersifat semikonduktor.
Dioda juga bisa dialiri arus listrik ke satu arah dan menghambat arus dari
arah sebaliknya. Awal mulanya dioda adalah sebuah piranti kristal Cats
Wahisker dan tabung hampa. Sedangkan pada saat ini, dioda sudah
banyak dibuat dari bahan semikonduktor (Silikon dan Germanium).
Walaupun diode kristal (semikonduktor) dipopulerkan sebelum diode
termionik, diode termionik dan diode kristal dikembangkan secara
terpisah pada waktu yang bersamaan. Prinsip kerja dari diode termionik
ditemukan oleh Frederick Guthrie pada tahun 1873 sedangkan prinsip
kerja diode kristal ditemukan pada tahun 1874 oleh peneliti Jerman, Karl
Ferdinand Braun. Pada waktu penemuan, peranti seperti ini dikenal
sebagai penyearah (rectifier). Pada tahun 1919, William Henry
Eccles memperkenalkan istilah diode yang berasal dari di berarti dua,
dan ode (dari ) berarti "jalur".
2. Transistor : alat semikonduktor yang dipakai sebagai penguat, sirkuit
pemutus dan penyambung (switching), stabilisasi tegangan, modulasi
sinyal dan fungsi lainnya. Transistor dapat berfungsi seperti kran listrik,
dimana berdasarkan arus inputnya (BJT) atau tegangan inputnya (FET),
memungkinkan pengaliran arus listrik yang sangat akurat dari sirkuit
sumber listriknya. Memiliki 3 terminal : Basis (B), Emitor (E) dan Kolektor
(C). Arus input yang kecil pada Basis menyebabkan terjadinya aliran arus
yang cukup besar pada Kolektor, sampai beberapa kali arus Basis
3. Thyristor : komponen semikonduktor rangkaian elda. Digunakan
sebagai saklar, beroperasi antara keadaan non konduksi ke konduksi.

Pada banyak aplikasi,thyristor dapat diasumsikan sebagai saklar ideal


akan tetapi dalam prakteknya thyristor memiliki batasan dan karakteristik
tertentu.
Karakteristik Thyristor
- Thyristor sama seperti diode, tidak ada arus yang mengalir sampai
dicapainya batas tegangan tembus (Vr) atau Vbr.
- Arus tetap tidak akan mengalir sampai dicapainya batas tegangan
penyalaan (Vbo). Apabila tegangan mencapai tegangan penyalaan, maka
tiba tiba tegangan akan jatuh menjadi kecil dan ada arus mengalir
sehingga Thyristor menjadi ON.
- Pada saat ini thyristor mulai konduksi. Arus yang terjadi pada saat
thyristor konduksi, dapat disebut sebagai arus genggam (IH = Holding
Current) yang mempertahankan Thyristor tetap ON, jika arus forward dari
anoda menuju katoda harus berada di atas parameter ini. Arus IH ini
cukup kecil yaitu dalam orde miliampere. Pada kenyataannya, sekali SCR
mencapai keadaan ON maka selamanya akan ON, walaupun
tegangan gate dilepas atau di short ke katoda.
Membuat thyristor kembali OFF, : menurunkan arus thyristor tersebut
dibawah arus genggamnya (IH) dan selanjutnya diberikan tegangan
penyalaan. Pada gambar kurva , jika arus forward berada di bawah titik Ih,
maka Thyristor kembali pada keadaan OFF. Berapa besar arus holding ini?
Umumnya ada di dalam datasheet.
Perbedaan Thyristor dan TRIAC
- Thyristor mempunyai 3 kaki : Anoda (A), Katoda(K) dan Gate (G).
Dalam kondisi normal antara Anoda dan Katoda tidak menghantar seperti
dioda biasa. Anoda dan Katoda akan terhubung setelah pada Gate diberi
trigger minimal sebesar 0.6 Volt lebih positif dari Katoda. Thyristor akan
tetap menghantar walaupun trigger pada Gate telah dilepas. Thyristor
akan kembali ke kondisi tidak menghantar setelah masukan tegangan
pada Anoda dilepas.
- TRIAC (TRIode Alternating Current). Digambarkan seperti Thyristor
(SCR) yang disusun bolak-balik kedua gate-nya disatukan. TRIAC dapat
melewatkan arus bolak-balik. Dalam pemakaiannya digunakan sebagai
saklar AC tegangan tinggi (diatas 100 Volt). Bisa juga disebut SCR bidirectional (dua arah). Untuk memberi trigger pada TRIAC dibutuhkan
DIAC sebagai pengatur level tegangan yang masuk.
Fungsi Peralatan Semikonduktor
1. sebagai saklar /switching. Proses switching merupakan dasar dari
materi pada elektronika daya sehinga perlu dipahami dengan baik.

Switching dilakukan secara elektronik dengan kecepatan tinggi yang


dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
2. Pengubah / converting dari tipe sumber. Konversi dapat dilakukan
dari AC ke DC, AC ke AC, DC ke DC maupun dari DC ke AC. Proses
pengubahan besaran meliputi pengubahan bentuk gelombang arus,
tegangan maupun frekuensi.
3. Pengatur aplikasi elektronika industri sesuai dengan yang
dinginkan. Contoh pengaturan adalah pengaturan tegangan, pengaturan
arus, pengaturan daya listrik dan pengaturan besaran-besaran lainya.
Dengan melakukan pengaturan besaran listrik akan berpengaruh pada
sistem kerja pada sistem yang bekerja di industri seperti kecepatan
putaran, tekanan, suhu, kecepatan gerak, dan sistem kerja lainya.
Aplikasi elektronika daya memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Elda merupakan gabungan dari berbagai disiplin ilmu yaitu
Teknik Tenaga Listrik, Elektronika dan Teknologi Sistem Kontrol.
2. Elda menggunakan komponen elektronika daya (solid-state)
untuk mengontrol dan mengkonversi tenaga listrik.
3. Rangkaian elda terdiri dari input dan beban (load).
4. Rangkaian elda dapat terdiri dari satu atau lebih converter
untuk melakukan perubahan parameter listrik.
Perangkat
pensaklaran
daya
semikonduktor
dapat
diklasifikasikan secara mendasar menjadi:
1. Uncontrolled turn-on and off (contoh : diode)
2. Controlled turn-on and uncontrolled turn-off (contoh : SCR)
3. Controlled turn-on and turn off (contoh : BJT, MOSFET, GTO, SITH,
IGBT, SIT, MCT)
4. Continuous gate signal requirement (BJT, MOSFET, IGBT, SIT)
5. Pulse gate requirement (contoh : SCR, GTO, MCT)
6. Bipolar voltage-withstanding capability (SCR, GTO)
7. Unipolar voltage withstanding capability (BJT, MOSFET, GTO, IGBT,
MCT)
8. Bidirectional current capability (TRIAC, RCT)
9. Unidirectional current capability (SCR, GTO, BJT, MOSFET, MCT,
IGBT,SITH, SIT, diode)
Klasifikasi Rangkaian elekektronika daya
1. Penyearah Dioda
Digunakan untuk mengubah tegangan AC menjadi DC. Pada
umumnya, dari sumber tegangan AC dan frekuensi yang tetap menjadi
tegangan DC.

2. AC-DC Konverter
Mengubah tegangan AC menjadi tegangan DC yang dapat
dikendalikan/ diatur. Fungsinya menyearahkan listrik arus bolak-balik
menjadi listrik arus searah. Energi mengalir dari sistem listrik AC satu
arah ke sistem DC.
Penyearah / rectifier adalah pengubah sebuah tegangan arus listrik bolakbalik (AC) menjadi arus listrik searah (DC). Dalam mengubah tegangan AC
menjadi DC ini diperlukan suatu komponen dimana komponen tersebut
hanya memperbolehkan arus listrik mengalir hanya dari satu arah. Dan itu
bisa diperoleh dari rangkaian dioda semikonduktor. Jenis penyearah yang
paling sederhana adalah penyearah setengah gelombang. Hal ini berarti
hanya setengah gelombang AC yang diperoleh oleh beban.

3. AC-AC Konverter
Mengubah tegangan AC tetap menjadi tegangan AC yang dapat
dikendalikan/ diatur.
2 jenis konverter AC, yaitu:
pengatur tegangan AC (tegangan berubah, frekuensi konstan)
cycloconverter (tegangan dan frekuensi dapat diatur).
4. DC-DC Konverter
Mengubah sumber tegangan DC tetap menjadi sumber tegangan DC
yang dapat dikendalikan/diatur. Arus searah diubah menjadi arus
searah juga namun dengan besaran yang berbeda.
5. Konverter DC-AC (Inverter)
Mengubah sumber tegangan DC tetap menjadi sumber tegangan AC
yang dapat dikendalikan/diatur. Fungsinya mengubah listrik arus
searah menjadi listrik arus bolak-balik pada tegangan dan frekuensi
yang dapat diatur.
6. Saklar
Sebagai pemutus dan penyambung arus listrik dari sumber arus ke beban
listrik pada rangkaian listrik tertutup. Berbagai jenis saklar tersedia sesuai
dengan fungsi, jenis dan cara pemasangannya.

a. Saklar Tunggal
b. Saklar Majemuk
c. Saklar Tukar
a. Saklar tunggal

Menghidupkan dan mematikan satu buah atau satu kelompok beban


listrik. Dalam hal ini adalah beban penerangan atau lampu listrik.
b. Saklar Majemuk
Menghidupkan dan mematikan lebih dari satu buah atau satu kelompok
beban listrik.
c. Saklar tukar
Menghidupkan dan mematikan lampu dari tempat yang berbeda. Instalasi
saklar tukar adalah penggunaan dua buah saklar untuk meyalakan dan
menghidupkan satu buah lampu dengan cara bergantian. Rangkaian
instalasi penerangan saklar tukar banyak dijumpai di hotel-hotel atau di
rumah penginapan maupun di lorong-lorong yang panjang. Sehingga
dikenal juga sebagai saklar hotel maupun saklar lorong. Tujuan : untuk
efisiensi waktu dan tenaga karena penggunaan saklar ini sangat praktis.
1. Saklar SPST (Single Pole Single Throw Switch)
Terdiri dari satu kutub dengan satu arah, Fungsi : untuk memutus dan
menghubung saja. Saklar jenis ini hanya digunakan pada motor listrik
dengan daya kurang dari 1 PK.
Gambar 4. Sakelar SPST
2. Sakelar SPDT (Single Pole Double Throw Switch)
Saklar SPDT adalah saklar yang terdiri dari satu kutub dengan dua arah
hubungan. Saklar
ini dapat bekerja sebagai penukar. Pemutusan dan penghubungan hanya
bagian kutub
positif atau fasanya saja
3.Saklar DPDT (Double Pole Double Throw Switch)
Terdiri dari dua kutub dengan dua arah. Sakelar ini dapat bekerja sebagai
penukar. Pada instalasi motor listrik dapat digunakan sebagai pembalik
putaran motor listrik arus searah dan motor listrik satu fasa. Juga dapat
digunakan sebagai pelayanan dua sumber tegangan pada satu motor
listrik.

II.

DIODA

Pada umumnya dioda yang berada dalam kondisi on apabila arus yang keluar
dari sumber tegangan memiliki arah arus yang sesuai dengan arah panah yang
ditunjuk oleh simbol dioda. Selain arah arus yang sesuai, besar tegangan sumber
juga harus lebih besar dari tegangan turn on (V ) dari dioda (0.7 V untuk silikon
dan 0.3 V untuk germanium). Dioda yang memiliki kondisi on diganti dengan
sumber tegangan sebesar 0.7 V untuk dioda silikon dan 0.3 V untuk dioda
germanium. Apabila arah arus dari sumber berlawanan dengan dioda, maka
dioda menjadi off. Dioda yang off ini dapat diganti dengan open circuit.
JENIS JENIS DIODA

1. Light Emiting Diode (Dioda Emisi Cahaya)


Dioda ini merupakan salah satu piranti/komponen elektronik yang
menggabungkan dua unsur yaitu optik dan elektronik. Masingmasing elektrodanya berupa anoda (+) dan katroda (-). Dioda jenis
ini dikategorikan berdasarkan arah bias, diameter cahaya yang
dihasilkan, dan warnanya.

2. Diode Photo (Dioda Cahaya)


Dioda yang peka terhadap cahaya, yang bekerja pada pada daerah-daerah
reverse tertentu sehingga arus cahaya tertentu saja yang dapat melewatinya
Biasa digunakan sebagai
Alarm
Pita data berlubang yang berguna sebagai sensor,
Alat pengukur cahaya (Lux Meter).

3. Diode Varactor (Dioda Kapasitas)


Dioda ini memiliki kapasitas yang dapat berubah-ubah sesuai
dengan besar kecilnya tegangan yang diberikan kepada dioda ini.
Biasa digunakan sebagai :
Pengaturan suara pada televisi
Pesawat penerima radio

4. Diode Rectifier (Dioda Penyearah)

Dioda penyearah arus atau tegangan yang diberikan


contohnya seperti arus berlawanan (AC) disearahkan sehingga menghasilkan
arus searah (DC).
Dioda jenis ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan kapasitas
tegangan yang dimiliki.

5. Diode Zener
Dioda yang memiliki kegunaan sebagai penyelaras tegangan baik yang diterima
maupun yang dikeluarkan, sesuai dengan kapasitas dari diode

Bias pada diode


Bias Maju
Apabila tegangan baterai positip dihubungkan dengan diode tipe p dan tegangan
negatip baterai di hubungkan dengan diode tipe n, maka diode itu disebut diode
bias maju. Dengan demikian VD > 0
Bias Mundur
Apabila tegangan baterai positip dihubungkan dengan diode tipe n dan tegangan
negatip baterai di hubungkan dengan diode tipe p, maka diode itu disebut diode
bias mundur. Dengan demikian VD < 0. Di kondisi ini akan ada arus reverse
yang mengalir (leakage current).
kalau nilai dari tegangan reversenya melebihi dari tegangan breakdown (V Br)
maka arus reversenya akan meningkat secara cepat. Dengan lain kata diode
rusak VD < -VBr

JENIS DIODA DAYA


1. Dioda standart atau diode serbaguna
Waktu pemulihan yang tinggi, biasanya 25 s
Digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang tidak mementingkan waktu
pemulihan
Dapat mengatasi arus dari 1 A sampai ribuan Ampere dengan tegangan
50V 5kV
Secara umum pembuatan diode ini dengan cara difusi

2. Diode pemulihan cepat


Waktu pemulihan yang rendah, kurang dari 5 s
Digunakan untuk dc-dc dan dc-ac converter, dimana kecepatan pemulihan
waktu dipentingkan
Dapat mengatasi arus dari 1 A sampai ratusan Ampere dan tegangan
50kV 3kV

3. Diode shchottky
Masalah muatan pn junction dapat diminimalkan bahkan dihilangkan
Diode schottky memiliki tegangan jatuh yang lebih kecil
Arus bocor lebih tinggi daripada diode pn junction, oleh karena itu
tegangan maksimum yang dibatasi sampai 100V
Tingkat arus bervariasi antara 1 A 400A
Ideal digunakan untuk arus tinggi dengan tegangan rendah catu daya dc.
Meskipun demikian diode ini juga diterapkan pada catu daya arus kecil

untuk meningkatkan efisiensi.


Gambar 3 Dioda yang on diganti dengan sumber tegangan dengan polaritas
yang sesuai dengan dioda

Arus I yang dihasilkan oleh sumber tegangan ternyata sesuai dengan arah panah
dioda (gambar 2). Karena tegangan sumber E > V , maka dioda pada rangkaian
tersebut berada dalam kondisi on. Lalu rangkaiannya digambar ulang pada
gambar 3. Pada rangkaian gambar 3, dioda diganti dengan sumber tegangan
sebesar VD. Apabila dioda tersebut berbahan silikon, maka nilai V D adalah 0.7 V.
Polaritas dari tegangan VD sesuai dengan polaritas dioda. Kutub positif
VD menempati kaki anoda, dan kutub negatif VD menempati kaki katoda. Maka
hasil persamaannya
VD = VT

persamaan 1

VR = E V

persamaan 2

ID = IR = VR/R

persamaan 3

a.Gambar 4 Membalik arah dioda pada rangkaian gambar 1


b. Gambar 5 Menentukan kondisi dioda. Karena arus dari sumber tegangan
berlawanan dengan arah dioda, maka dioda off
c. Gambar 6 Mengganti dioda yang off dengan open circuit
Lalu dioda pada gambar 1 dibalik arahnya sehingga menjadi rangkaian pada
gambar 4. Dengan cara yang sama, kita tentukan kondisi dioda. Ternyata arus I
yang dihasilkan oleh sumber tegangan E berlawanan arah dengan arah panah
simbol dioda (gambar 5) sehingga dioda pada rangkaian tersebut berada dalam
kondisi off. Dioda yang off ini diganti dengan open circuit seperti ditunjukkan
pada gambar 6. Karena open circuit, maka arus pada rangkaian tersebut sama
dengan nol. Begitu juga arus resistor juga sama dengan nol
VR = IRR = (0A) R = 0 V
Dengan menggunakan hukum Kirchoff tegangan (KVL), tegangan dioda yang
mengalami off ini sama dengan tegangan sumber, yaitu sebesar E.
CONTOH SOAL
Dari rangkaian dioda pada gambar 7, hitunglah V o dan ID.

Jawab:
Vo = E V 1 V 2 = 12 V 0.7 V 0.3 V = 11 V
karena rangkaian seri, maka arus pada tiap-tiap komponen adalah sama, arus
yang mengalir dalam rangkaian dapat dihitung dengan hukum Ohm

ID = IR = VR/R = Vo/R = 11V/5.6k = 1.96 mA

Gambar 8 Kedua dioda mengalami bias maju (on) sehingga dapat diganti
dengan sumber tegangan
Soal 2.
Tentukan ID, VD2, dan Vo dari rangkaian pada gambar 9

Gambar 9 Contoh soal rangkaian dioda seri

(a) Menentukan kondisi dari kedua diode


(b)Mengganti komponen dioda yang off dengan open circuit
(c) Rangkaian ekivalen dari dioda dari gambar 10
Vo = IRR = IDR = (0 A) R = 0 V
VD2 = Vopencircuit = E = 12 V
Gunakan hukum Kirchoff tegangan (KVL) maka kita dapatkan
E VD1 VD2 Vo = 0
VD2 = E VD1 Vo = 12 V 0 0
VD2 = 12 V
Vo = 0 V
Soal 3.
Hitunglah tegangan Vo dari rangkaian dioda paralel pada gambar 15

Gambar 13 Rangkaian paralel dioda

Jawab :
Vo = 12 V 0.3 V = 11.7 V

Gambar 14 Kondisi rangkaian ekivalen dari gambar 15


LATIHAN SOAL

1. hitunglah arus I1, I2, dan ID pada rangkaian gambar 15

Gambar 17 Contoh soal rangkaian dioda

2. THYRISTOR
PENDAHULUAN

Pengertian Thyristor
Thyristor merupakan devais semikonduktor 4 lapisan berstruktur pnpn dengan
tiga pn-junction. Devais ini memiliki tiga terminal yaitu : anode, katode, dan
gerbang. Thyristor biasanya digunakan sebagai saklar/bistabil, beroperasi antara
keadaan non konduksi ke konduksi. Pada banyak aplikasi thyristor dapat
diasumsi sebagai saklar ideal, akan tetapi dalam prakteknya thyristor memiliki
batasan dan karakteristik tertentu.
Konsep thyristor
Apabila 2 (dua) buah transistor NPN dan PNP mempunyai karakteristik yang sama,
maka kedua transistor tersebut dikatakan complementary (komplemen). Misalnya,
transistor-transistor 2N3904 (NPN) dan 2N3096 (PNP). Kedua transistor ini memiliki
nilai-nilai , tegangan breakdown, arus nominal dan lain-lain yang sama. Karena itu,
keduanya dikatakan komplemen.
Gambar berikut menunjukkan suatu complementary latch, yaitu cara khusus untuk
menghubungkan transistor-transistor yang komplemen. Suatu complementary latch
dapat berada dalam keadaan menghantar atau tidak menghantar. Dalam keadaan
menghantar dia akan berfungsi sebagai saklar tertutup dan akan tetap tertutup
sampai ada suatu kekuatan dari luar untuk membukanya. Dalam keadaan tidak
menghantar dia akan berfungsi sebagai suatu saklar terbuka dan akan tetap terbuka
sampai ada kekuatan dari luar menutupnya.

Untuk menjelaskan konsep suatu complementary latch, marilah kita ikuti uraian
berikut ini! Pada gambar di bawah ditunjukkan suatu susunan (gambar a dan b) dan
simbol (gambar c) dioda empat lapis (four layer diode). Komponen ini
diklasifikasikan sebagai dioda karena memiliki dua terminal, yaitu anoda dan katoda.
Karena dioda ini memiliki empat daerah, maka sering disebut dioda PNPN.

Jika diperhatikan pada gambar b, tampak bahwa sebelah kiri merupakan susunan
transistor PNP dan sebelah kanan susunan transistor NPN. Karena itu dioda empat
lapis adalah sama dengan complementary latch.
Dioda empat lapis ini sering disebut dengan Thyristor.
Ciri utama thyristor adalah komponen yang terbuat dari bahan semikonduktor
silikon. Walaupun bahannya sama, namun struktur P-N junction yang dimilikinya
lebih kompleks dibanding transistor bipolar atau MOS. Komponen thyristor lebih
digunakan sebagai saklar (switch) daripada sebagai penguat arus atau tegangan
seperti halnya transistor.
Struktur dasar thyristor adalah struktur 4 layer PNPN seperti yang ditunjukkan pada
gambar (a) di atas. Jika dipilah, struktur ini dapat dilihat sebagai dua struktur
junction PNP dan NPN yang tersambung di tengah seperti pada gambar (b) di atas.
Ini tidak lain adalah dua buah transistor PNP dan NPN yang tersambung pada
masing-masing kolektor dan base. Jika divisualisasikan sebagai transistor Q1 dan
Q2, maka struktur thyristor ini dapat diperlihatkan seperti pada gambar berikut.

Terlihat di sini kolektor transistor Q1 tersambung pada base transistor Q2 dan


sebaliknya kolektor transistor Q2 tersambung pada base transistor Q1. Rangkaian
transistor yang demikian menunjuk-kan adanya loop penguatan arus di bagian
tengah. Seperti yang kita ketahui bahwa IC = . IB, atau arus kolektor adalah
penguatan dari arus base.
Jika, misalnya, ada arus sebesar IB yang mengalir pada base transistor Q2, maka

akan ada arus IB yang mengalir pada kolektor Q2. Arus kolektor ini merupakan arus
base IB pada transistor Q1, sehingga akan muncul penguatan pada arus kolektor
transistor Q1. Arus kolektor transistor Q1 tidak lain adalah arus base bagi transistor
Q2. Demikian seterusnya sehingga makin lama sambungan PN dari thyristor ini di
bagian tengah akan mengecil dan hilang yang tertinggal hanyalah lapisan P dan N di
bagian luar.
Jika keadaan ini tercapai, maka struktur ini merupakan struktur dioda PN (anodakatoda) yang sudah dikenal. Pada saat yang demikian, thyristor disebut dalam
keadaan ON dan dapat mengalirkan arus dari anoda menuju katoda seperti layaknya
sebuah dioda.
Bagaimana kalau pada thyristor ini kita beri beban lampu dc dan diberi suplai
tegangan dari nol sampai tegangan tertentu seperti pada gambar di bawah? Apa
yang terjadi pada lampu ketika tegangan dinaikkan dari nol? Ya, betul. Tentu saja
lampu akan tetap padam karena lapisan N-P yang ada di tengah akan mendapatkan
reverse-bias (teori dioda). Pada saat ini thyristor disebut dalam keadaan OFF karena
tidak ada arus yang bisa mengalir atau sangat kecil sekali. Arus tidak dapat mengalir
sampai pada suatu tegangan reverse-bias tertentu yang menyebabkan sambungan
NP ini jenuh dan hilang. Tegangan ini disebut tegangan breakdown. Pada saat itu
arus mulai dapat mengalir melewati thyristor sebagaimana dioda umumnya.
Tegangan ini disebut tegangan breakover (Vbo).

Garis putus-putus menunjukkan peralihan antara daerah cutt-off dan jenuh. Dibuat
putus-putus untuk menujukkan bahwa thyristor berubah secara cepat antara
keadaan ON dan OFF.
Pada saat dalam kondisi OFF, arus sama dengan nol. Apabila tegangan dioda
melebihi Vbo, maka breakover beralih sepanjang garis putus-putus menuju ke
daerah jenuh. Dioda akan beroperasi pada garis sebelah atas. Selama arus yang
melalui lebih besar dari arus genggam (holding current) Ih, dioda akan terkunci
pada kondisi ON. Sebaliknya bila arus yang melewati dioda lebih kecil dari Ih, maka
dioda akan putus (OFF).

Thyristor memiliki kemampuan untuk mensaklar arus searah (DC) yaitu jenis
SCR, maupun arus bolak-balik (AC), jenis TRIAC.

JENIS-JENIS THYRISTOR

1.

Silicon Controlled Rectifier (SCR)


Silicon Controlled Rectifier disingkat SCR dirancang untuk mengendalikan daya
ac 10 MW dengan rating arus sebesar 2000 A pada tegangan 1800 V dan
frekuensi kerjanya dapat mencapai 50 kHz. Tahanan konduk dinamis suatu SCR
sekitar 0,01 sampai 0,1 Ohm sedangkan tahanan reversenya sekitar 100.000
Ohm atau lebih besar lagi. Untuk membuat thyristor menjadi ON adalah
dengan memberi arus trigger lapisan P yang dekat dengan katoda. Yaitu
dengan membuat kaki gate pada thyristor PNPN seperti pada gambar dibawah
(kiri). Karena letaknya yang dekat dengan katoda, bisa juga pin gate ini disebut
pin gate katoda (cathode gate). Beginilah SCR dibuat dan simbol SCR
digambarkan seperti gambar dibawah (kanan). SCR dalam banyak literatur
disebut Thyristor saja.
SCR mempunyai tiga buah elektroda, yaitu Anoda, Katoda dan Gate dimana
anoda berpolaritas positip dan katoda berpolaritas negatip sebagai
layaknya sebuah dioda penyearah (rectifier). Kaki Gate juga berpolaritas
positip. Gambar dibawah ini memperlihatkan pengembangan konstruksi dan
diekuivalenkan dengan rangkaian kaskade transistor.

1.1. Penyulutan SCR


SCR dapat dihidupkan dengan arus penyulut singkat melalui terminal Gate,
dimana arus gate ini akan mengalir melalui junction antara gate dan katoda dan
keluar dari katodanya. Arus gate ini harus positif besarnya sekitar 0,1 sampai 35
mA sedangkan tegangan antara gate dan katodanya biasanya 0,7 V.

Jika arus anoda ke katoda turun dibawah nilai minimum (Holding Current = IHO),
maka SCR akan segera mati (Off). Untuk SCR yang berkemampuan daya sedang,
besar IHO sekitar 10 mA. Tegangan maksimum arah maju (UBRF) akan terjadi
jika gate dalam keadaan terbuka atau IGO = 0. Jika arus gate diperbesar dari
IGO, misal IG1, maka tegangan majunya akan lebih rendah lagi.
Gambar dibawah ini memperlihatkan salah satu cara penyulutan SCR dengan
sumber searah (dc), dimana SCR akan bekerja dengan indikasi menyalanya
lampu dengan syarat saklar PB1 dan PB2 di ONkan terlebih dahulu.
Triggering untuk penyulutan SCR dengan sumber dc ini tidak perlu dilakukan
secara terus menerus, jika saklar PB1 dibuka, maka lampu akan tetap menyala
atau dengan perkataan lain SCR tetap bekerja. Dibawah ini Memperlihatkan cara
penyulutan SCR dengan sumber bolak-balik (ac).
Dengan mengatur nilai R2 (potensiometer), maka kita seolah mengatur sudut
penyalaan (firing delay) SCR. Untuk penyulutan SCR dengan sumber arus bolakbalik, harus dilakukan secara terus menerus, jadi saklar S jika dilepas, maka SCR
akan kembali tidak bekerja.
Gambar dibawah ini memperlihatkan bentuk tegangan dan pada terminal SCR
dan beban. Pengendalian sumber daya dengan SCR terbatas hanya dari 0 0

sampai 900.

1.2. Pengujian SCR


Kondisi SCR dapat diuji dengan menggunakan sebuah ohmmeter seperti
layaknya dioda, namun dikarenakan konstruksinya pengujian SCR ini harus
dibantu dengan penyulutan kaki gate dengan pulsa positip. Jadi dengan
menghubung singkat kaki anoda dengan gate, kemudian diberikan
sumber positip dari meter secara bersama dan katoda diberi sumber
negatipnya, maka akan tampak gerakan jarum ohmmeter yang menuju
nilai rendah penunjukkan ohm dan kondisi ini menyatakan SCR masih layak
digunakan.

Sedangkan

jika

penunjukkan

jarum

menunjuk

pada

nilai

resistansi yang tinggi, maka dikatakan kondisi SCR menyumbat atau rusak.
SCR (Silicon Controlled Rectifier)
Telah dibahas, bahwa untuk membuat thyristor menjadi ON kita harus memberi arus
trigger lapisan P yang dekat dengan katoda. Caranya dengan membuat kaki gate
pada thyristor PNPN seperti pada gambar di bawah. Karena letaknya yang dekat

dengan katoda, pin gate ini bisa juga disebut pin gate katoda (cathode gate).
Beginilah SCR dibuat dan simbol SCR digambarkan seperti ilustrasi di bawah. SCR
dalam banyak literatur disebut Thyristor saja.
Susunan SCR hampir sama dengan susunan dioda empat lapis, hanya saja pada SCR
terdapat tambahan satu terminal keluar pada basis transistor PNP yang disebut
Gate.

Karakteristik Kurva SCR


Melalui kaki (pin) gate tersebut memungkinkan komponen ini ditrigger atau dipicu
menjadi ON, yaitu dengan memberi arus gate. Ternyata dengan memberi arus gate
Ig yang semakin besar dapat menurunkan tegangan breakover (Vbo) sebuah SCR.
Tegangan ini merupakan tegangan minimum yang diperlukan SCR untuk menjadi
ON. Sampai pada suatu besar arus gate tertentu, ternyata akan sangat mudah
membuat SCR menjadi ON. Bahkan dengan tegangan forward yang kecil sekalipun.
Misalnya 1 volt saja atau lebih kecil lagi. Kurva tegangan dan arus dari sebuah SCR
dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Pada gambar tertera tegangan breakover Vbo, yang jika tegangan forward SCR
mencapai titik ini, maka SCR akan ON. Lebih penting lagi adalah arus Ig yang dapat
menyebabkan tegangan Vbo turun menjadi lebih kecil. Pada gambar ditunjukkan
beberapa arus Ig dan hubungannya dengan tegangan breakover. Pada datasheet
SCR, arus trigger gate ini sering ditulis dengan notasi IGT (gate trigger current).
Pada gambar ditunjukkan juga arus Ih, yaitu arus holding yang mempertahankan
SCR tetap ON. Jadi, agar SCR tetap ON, arus forward dari anoda menuju katoda
harus berada di atas parameter ini.
Sejauh ini yang dikemukakan adalah bagaimana membuat SCR menjadi ON. Pada
kenyataannya, sekali SCR mencapai keadaan ON maka selamanya akan ON,
walaupun tegangan gate dilepas atau di short ke katoda. Satu-satunya cara untuk
membuat SCR menjadi OFF adalah dengan membuat arus anoda-katoda
turun di bawah arus Ih (holding current). Pada gambar kurva SCR, jika arus
forward berada di bawah titik Ih, maka SCR kembali pada keadaan OFF. Berapa
besar arus holding ini? Umumnya ada di dalam datasheet SCR.
Cara membuat SCR menjadi OFF dengan menurunkan tegangan anodakatoda ke titik nol. Karena inilah SCR atau thyristor pada umumnya tidak cocok
digunakan untuk aplikasi DC. Komponen ini lebih banyak digunakan untuk aplikasi
tegangan AC, karena SCR bisa OFF pada saat gelombang tegangan AC berada di titik
nol.
Ada satu parameter penting lain dari SCR, yaitu VGT. Parameter ini adalah tegangan
trigger pada gate yang menyebabkan SCR ON. Kalau dilihat dari model thyristor
pada gambar, tegangan ini adalah tegangan Vbe pada transistor Q2. VGT seperti
halnya Vsub>be, besarnya kira-kira 0.7 volt (bahan silikon). Seperti contoh
rangkaian gambar berikut ini sebuah SCR diketahui memiliki IGT = 10 mA dan VGT
= 0.7 volt. Maka dapat dihitung tegangan VIN yang diperlukan agar SCR ini ON,
yaitu sebesar:

Untuk memudahkan pemahaman prinsip SCR, berikut terminologi parameter SCR.


Ig = Gate Current (arus gate)'
Ih = Holding Current (arus genggam)'

Vbo= Breakover Voltage (tegangan breakover)'


VGT= Gate Trigger Voltageikut (tegangan pemicuan gate)'
IGT = Gate Trigger Current (arus pemicuan gate)'
Sudut Penyulutan (Firing Angle) SCR
Telah dikemukakan di awal bahwa SCR atau thyristor pada umumnya tidak cocok
digunakan untuk aplikasi DC. Komponen ini lebih banyak digunakan untuk
aplikasi-aplikasi tegangan AC, karena SCR bisa OFF pada saat gelombang
tegangan AC berada di titik nol.
Sudut penyulutan adalah sudut yang diperlukan agar SCR tersulut, artinya
ketika SCR diaplikasikan dengan tegangan AC. Untuk membuat ON, SCR harus
disulut dengan sudut tertentu. Sudut ini disebut dengan sudut penyulutan (firing
angle).
Beberapa aplikasi menggunakan pengendali sudut fasa untuk mendapatkan sudut
penyulutan yang tepat agar SCR ON. Berikut adalah contoh aplikasi pengendalian
sudut SCR.

Pada rangkaian tersebut, variabel resistor R1 dan kapasitor C menggeser sudut fasa
sinyal gate. Saat R1 = 0 , tegangan gate (VGT) memiliki fase yang sama dengan
tegangan catu dan SCR hanya berfungsi sebagai penyearah setengah gelombang, R2
membatasi arus (IGT) pada batas yang aman.
Pada saat R1 naik, tegangan gate akan tertinggal dibanding tegangan catu dengan
sudut antara 0 sampai 90 derajat.
Sebelum tegangan gate mencapai titik pemicuan, SCR tidak aktif dan arus beban
sama dengan nol. Pada titik pemicuan, tegangan kapasitor cukup besar untuk
memicu SCR. Saat ini terjadi hampir seluruh tegangan catu diberikan pada beban
dan arus beban menjadi tinggi. Secara ideal, SCR akan tetap ON atau terkunci
sampai polaritas tegangan catu terbalik.

Bagian yang diarsir menunjukkan sudut penghantaran atau saat SCR sedang ON.
Karena R1 tidak tetap, sudut fase tegangan dapat diubah. Hal ini akan
memungkinkan kita untuk mengatur bagian yang diarsir pada tegangan catu.
Artinya, kita dapat mengatur arus rata-rata yang melalui beban dan sangat berguna
untuk, misalnya, mengubah kecepatan motor, terangnya lampu, atau temperatur
pemanas.
Pada rangkaian pengendali fase RC seperti rangkaian di atas, jangkauan arus yang
dapat dibatasi karena sudut fase hanya bervariasi dari 00 sampai 900, yang berarti
sudut penghantaran berubah dari 1800 ke 900. Tetapi beberapa rangkaian, kita
dapat mengubah sudut fase dari 00 sampai 1800, yang memungkinkan kita untuk
mengubah arus rata-rata dari nol sampai maksimum.

2.

Fast-Switching Thyristor
Thyristor yang memiliki waktu turn off yang cepat, umunya dalam daerah 5
sampai 50 s bergantung pada daerah tegangannya. Tegangan jatuh forward
pada keadaan on berfariasi kira-kira seperti fungsi invers dari turn off time t q.
Biasanya digunakan pada penerapan teknologi pensaklaran kecepatan tinggi
dengan forced-commutation.
Thyristor ini memiliki dv/dt yang tinggi, biasanya 1000V/s dan di/dt sebesar
1000 A/ s. Turn-off yang cepat dan di/dt yang tinggi akan sangat penting untuk
mengurangi ukuran dan berat dari komponen rangkaian reaktif dan/atau
commutating. Tegangan keadaan on dari thyristor 2200 A, 1800 V, dan waktu
turn off sangat cepat, sekitar 3 sampai 5 s, biasa dikenal sebagai asymmetrical
thyristor (ASCRT).

3.

Gate-Turn-Off Thyristor (GTO)


Gerbang ini dapat dihidupkan dengan memberikan sinyal gerbang positif dan
dapat dimatikan dengan memberikan gerbang sinyal negative. GTO dihidupkan
dengan memberikan sinyal pulsa pendek positif pada gerbang dan dimatikan
dengan memberikan sinyal pulsa pendek negative pada gerbang.
GTO memiliki penguatan rendah selama turn-off dan memerlukan pulsa arus
negative yang relative besar untuk turn-off. Tegangan keadaan on untuk ratarata GTO 550 A, 1200 V besarnya 3,4 V.

4.

Bidirectional Triode Thyristor (TRIAC)


TRIAC
Boleh dikatakan SCR adalah thyristor yang uni-directional (satu arah), karena ketika
ON hanya bisa melewatkan arus satu arah saja, yaitu dari anoda menuju katoda.

Struktur TRIAC sebenarnya sama dengan dua buah SCR yang arahnya bolak-balik
dan kedua gate-nya disatukan. Simbol TRIAC ditunjukkan pada gambar di bawah.
TRIAC biasa juga disebut thyristor bi-directional (dua arah).

TRIAC bekerja mirip seperti SCR yang paralel bolak-balik, sehingga dapat
melewatkan arus dua arah. Kurva karakteristik dari TRIAC seperti tampak pada
gambar berikut ini.

Pada data sheet akan lebih rinci diberikan besar parameter-parameter seperti Vbo
dan -Vbo, lalu IGT dan -IGT, Ih serta -Ih dan sebagainya. Umumnya besar

parameter ini simetris antara yang plus dan yang minus. Dalam perhitungan desain,
bisa dianggap parameter ini simetris sehingga lebih mudah dihitung.
Sudut Penyulutan (Firing Angle) TRIAC
Rangkaian di bawah menunjukkan rangkaian RC yang memberikan variasi sudut fase
penyulutan gerbang TRIAC. Rangkaian ini dapat mengatur arus melalui sebuah
beban yang besar.

Ilustrasi berikut menunjukkan tegangan catu dan tegangan gate yang tertinggal.
Saat tegangan kapasitor cukup besar untuk mencatu arus trigger, TRIAC akan
menghantar. Sekali menghantar, TRIAC akan terus menghantar sampai tegangan
catu kembali ke nol.

5.

Revers-Conducting Thyristor (RCT)


Pada banyak rangkaian chopper atau inverter, diode anti parallel dihubungkan secra SCR untuk
memperbolehkan aliran arus reverse karena beban induktif dan untuk meningkatkan kinerja saat turn off dari
rangkaian commutation. Diode memotong tegangan balik blocking dari SCR ke-1 atau 2 V pada kondisi tunak.
Akan tetapi pada kondisi transien, tegangan balik dapat meningkat hingga 30 V karena tegangan induksi pada
rangkaian karena induktansi stray dalam devais.
Suatu RCT dapat dipandang sebagai suatu kompromi antara karakteristik devais dan kebutuhan dari rangkaian
RCT dapat dianggap sebagai suatu thyristor dengan built-in diode anti paraler. RCT juga dikenal sebagai
aymmetrical thyristor (ASCR). Tegangan forward blocking berfariasi antara 400 sampai dengan 2000 V dan
rating arus bergerak hingga 500 A. Tegangan blocking revers biasanya sekitar 30 sampai dengan 40 V. karena
rasio arus maju yang melalui thyristor terhadap arus reverse dari diode tetap untuk suatu devais, aplikasinya
dibatasi oleh perancangan rangkaian tertentu.

6.

Static Induction Thyristor (SITH)


SITH biasanya dihidupkan dengan memberikan tegangan gerbang positif seperti thyristor biasa dan dimatikan
dengan memberikan tegangan negatif pada gerbangnya. SITH merupakan devais dengan pembawa muatan
minoritas. Akibatnya, SITH memiliki resistansi/tegangan jatuh keadaan on yang rendah dan dapat dibuat dengan
rating tegangan dan arus yang lebih tinggi.

SITH memiliki kecepatan switching yang tinggi dengan kemampuan dv/dt dan di/dt yang tinggi. Waktu
switchingnya berada pada orde 1 sampai dengan 6 s. Rating tegangan dapat mencapai 2500 V dan rating arus
dibatasi 500 A. Devais ini sangat sensitive terhadap proses produksi, gangguan kecil pada proses produsi akan
menghasilkan perubahan yang besar pada karakteristik devais.
7.

Light-Activated Silikon-Controlled Rectifier (LASCR)


Devais ini dihidupkan dengan memberikan radiasi cahaya langsung ke wafer silicon. Pasangan electron-hole
yang terbentuk selama proses radiasi akan menghasilkan arus trigger pada pengaruh medan elektris. Struktur
gerbang dirancang untuk menghasilkan sensitivitas gerbang yang cukup untuk triggering dengan sumber cahaya
praktis.
LASCR digunakan untuk pemakaian arus dan tegangan yang tinggi. LASCR menyediakan isolasi elektris penuh
antara sumber cahaya pen-trigger dan devais switching dari converter daya, dengan potensial mengambang
tinggi hingga beberapa kilovolt. Rating tegangan dari LASCR dapat setinggi 4 kV, 1500 A dengan daya cahaya
pen-trigger kurang dari 100 mW. Di/dt yang umum adalah 250 A/s dan dv/dt dapat setinggi 2000 V/s.

8.

FET-Controlled Thyristor (FET-CTH)


Devais ini mengkombinasikan MOSFET dan Thyristor secara paraler. Jika tegangan tertentu diberikan pada
pada gerbang dari MOSFET biasanya, 3 V arus pen-trigger dari thyristor akan dibangkitkan secara internal.
Devais ini dapat dihidupakan seperti thyristor konvensional, akan tetapi tidak dapat dimatikan oleh kendali
gerbang. Hal ini akan sangat diperlukan pada aplikasi yang optical firing digunakan untuk menghasilkan isolasi
elektrik antara masukan atau sinyal control dan devais pensaklaran dari converter daya.

9.

MOS-Controlled Thyristor (MCT)


MOS Controlled Thyristor (MCT) adalah tegangan yang sepenuhnya dikontrol thyristor. MCT serupa yang
beroperasi dengan thyristor GTO, tetapi telah dikendalikan dengan terisolasi tegangan gerbang. Memiliki dua
MOSFET dalam rangkaian ekuivalen. Satu yang bertanggung jawab untuk turn-on dan yang lain bertanggung
jawab untuk turn-off. Sebuah thyristor dengan hanya satu MOSFET dalam rangkaian ekuivalen, yang hanya
dapat diaktifkan (seperti biasa SCRs), disebut MOS gated thyristor.
MCT dapat beroperasi sebagai devais yang dikontrol oleh gerbang jika arusnya lebih kecil dari arus maksimum
yang dapat dikontrol. Usaha untuk membuat MCT off pada arus yang melebihi itu akan mengakibatkan
kerusakan devais, untuk arus yang tinggi thyristor harus dimatikan sebagaimana thyristor biasa.

DIAC
Kalau dilihat strukturnya seperti gambar di bawah, DIAC bukanlah termasuk
keluarga thyristor, namun prinsip kerjanya membuat ia digolongkan sebagai
thyristor. DIAC dibuat dengan struktur PNP mirip seperti transistor. Lapisan N pada
transistor dibuat sangat tipis sehingga elektron dengan mudah dapat menyeberang
menembus lapisan ini. Pada DIAC, lapisan N dibuat cukup tebal sehingga elektron
cukup sukar untuk menembusnya. Struktur DIAC yang demikian dapat juga
dipandang sebagai dua buah dioda PN dan NP, sehingga dalam beberapa literatur
DIAC digolongkan sebagai dioda.

Sukar dilewati oleh arus dua arah, DIAC memang dimaksudkan untuk tujuan ini.
Hanya dengan tegangan breakdown tertentu barulah DIAC dapat menghantarkan
arus. Arus yang dihantarkan tentu saja bisa bolak-balik dari anoda menuju katoda
dan sebaliknya. Kurva karakteristik DIAC sama seperti TRIAC, tetapi yang hanya
perlu diketahui adalah berapa tegangan breakdown-nya.
Simbol DIAC seperti tampak pada gambar. DIAC umumnya dipakai sebagai pemicu
TRIAC agar ON pada tegangan input tertentu yang relatif tinggi. Contohnya adalah
aplikasi dimmer lampu yang berikut pada gambar di bawah.

Jika diketahui IGT dari TRIAC pada rangkaian di atas 10 mA dan VGT = 0.7 volt.
Lalu diketahui juga yang digunakan adalah sebuah DIAC dengan Vbo = 20 V, maka
dapat dihitung TRIAC akan ON pada tegangan:
V = IGT(R)+Vbo+VGT = 120.7 V

Pada rangkaian dimmer, resistor R biasanya diganti dengan rangkaian seri resistor
dan potensiometer. Di sini kapasitor C bersama rangkaian R digunakan untuk
menggeser phasa tegangan VAC. Lampu dapat diatur menyala redup dan terang,
tergantung pada saat kapan TRIAC di picu.

Prinsip Kerja Thyristor :


Ketika tegangan anode dibuat lebih positif dibandingkan dengan tegangan
katode, sambungan J1 dan J3 berada pada kondisi forward bias. Sambungan
J2 berada pada kondisi ini thyristor dikatakan pada kondisi reverse bias, dan akan
mengalir arus bocor yang kecil anatar anaode ke katode. Pada kondisi ini
thyristor dikatakan pada kondisi forward blocking atau kondisi offpstate, dan arus
bocor dikenal sebagai arus off-state I D. Jika tegangan anode ke katode
VAKditingkatkan hingga suatu tegangan tertentu, sambungan J 2 akan bocor. Hal
ini dikenal dengan avalance breakdown dan tegangan V AK tersebut dikenal
sebagai forward breakdown voltage, VBO. Dan karena J1 dan J3 sudah berada pada
kondisi forward bias, maka akan terdapat lintasan pembawa muatan bebas
melewati ketiga sambungan, yang akan menghasilkan arus anode yang besar.
Thyristor pada kondisi ini disebut berada pada keadaan konduksi atau keadaan
hidup. Tegangan jatuh yang terjadi dikarenakan oleh tegangan ohmic antara
empat layer dan biasanya cukup kecil sekitar 1 V. Pada keadaan on, arus anode
dibatasi oleh resistansi atau impedansi luar RL, seperti terlihat pada gambar
1(a). Arus anode harus lebih besar dari suatu nilai yang disebut Latching current
IL, agar diperoleh cukup banyak aliran pembawa muatan bebas yang melewati
sambungan-sambungan ; jika tidak devais akan kembali ke kondisi blocking
ketika tegangan anode ke katode berkurang. Latching current ( IL ) adalah arus
anode minimum yang diperlukan agar membuat thyristor tetap kondisi hidup,
begitu thyristor dihidupkan dan sinyal gerbang dihilangkan. Karakteristik v-i
umum dari suatu thyristor diberikan pada gambar 1(b).

Ketika berada pada kondisi on, thyristor bertindak sebagai diode yang tidak
terkontrol. Devais ini terus berada pada kondisi on karena tidak adanya lapisan
deplesi pada sambungan J2 karena pembawa-pembawa muatan yang bergerak
bebas. Akan tetapi, jika arus maju anode berada dibawah suatu tingkatan yang
disebut holding current IH, daerah deplesi akan terbentuk disekitar J 2 karena
adanya pengurangan banyak pembawa muatan bebas dan thyristor akan berada
pada keadaan blocking. Holding current terjadi pada orde miliampere dan lebih
kecil dari latching current IL, IH>IL. Holding current IH adalah arus anode minimum
untuk mempertahankan thyristor pada kondisi on. Ketika tegangan katode lebih
positif dibanding dengan anode, sambungan J 2 terforward bias, akan tetapi
sambungan J1 dan J3 akan ter-reverse bias. Hal ini seperti diode-diode yang
terhubung secara seri dengan tegangan balik bagi keduanya. Thyrstor akan
berada pada kondisi reverse blocking dan arus bocor reverse dikenal
sebagai reverse current IR.Thyristor akan dapat dihidupkan dengan
meningkatkan tegangan maju VAK diatas VBO, tetapi kondisi ini bersifat merusak.
dalam prakteknya, tegangan maju harus dipertahankan dibawah V BO dan
thyristor dihidupkan dengan memberikan tegangan positf antara gerbang
katode. Begitu thyristor dihidupkan dengan sinyal penggerbangan itu dan arus
anodenya lebih besar dari arus holding, thyristor akan berada pada kondisi
tersambung secara positif balikan, bahkan bila sinyal penggerbangan
dihilangkan . Thyristor dapat dikategorikan sebagai latching devais.
3. Persyaratan apa yang menyebabkan thyristor mengalirkan arus
(turned on)?
Jawab:
Thyristor mempunyai 3 terminal yaitu anoda, katoda don gerbang (gate). Arus
yangmengalir dan anoda ke katoda disebut arahnya positif. Seperti diode,
thyristor tidak dapat mengalirkanrus dengan arah negatif, thyristor mengalirkan
rus dan anoda ke katoda hanya bila thyristor afungsikan.Thyristor akan berfungsi
apabila sejumjah, Tegangan tertentu mengalir pada gerbangnya gate.
Sekalithyristor berfungsi tidak diperlukan untuk menambah tegangan pada
gerbangnya, dan karakteristiknyamenjadi identik dengan diode biasa. Pada
prinsipnya thyristor atau disebut juga dengan istilah SCR (Silicon Controlled

Rectifier) adalah suatu dioda yang dapat menghantar bila diberikan arus
gerbang(arus kemudi).Arus gerbang ini hanya diberikan sekejap saja sudah
cukup dan thyristor akan terusmenghantar walaupun arus gerbang sudah tidak
ada.
4. Bagaimana thyristor dapat turned off?
Jawab:
Sebelum saya menjelaskan tentang bagaimana Thyristor dapat turn off, saya
akan menjelaskan beberapa karakteristik dari Thyristor itu sendiri,
Karakteristik Thyristor dapat dilihat pada Gambar. Karaktristik tegangan versus
arus ini diperlihatkan bahwa thyristor mempunyai 3 keadaan atau daerah, yaitu :
1.

Keadaan pada saat tegangan balik (daerah I)

2.

Keadaan pada saat tegangan maju (daerah II)

3.

Keadaan pada saat thyristor konduksi (daerah III

Pada daerah I, thyristor sama seperti diode, dimana pada keadaan ini tidak ada
arus yang mengalir sampai dicapainya batas tegangan tembus (Vr). Pada daerah
II terlihat bahwa arus tetap tidak akan mengalir sampai dicapainya batas
tegangan penyalaan (Vbo). Apabila tegangan mencapai tegangan penyalaan,
maka tiba tiba tegangan akan jatuh menjadi kecil dan ada arus mengalir. Pada
saat ini thyristor mulai konduksi dan ini adalah merupakan daerah III. Arus yang
terjadi pada saat thyristor konduksi, dapat disebut sebagai arus genggam (IH =
Holding Current). Arus IH ini cukup kecil yaitu dalam orde miliampere.
Untuk membuat thyristor kembali off, dapat dilakukan dengan menurunkan arus
thyristor tersebut dibawah arus genggamnya (IH) dan selanjutnya diberikan
tegangan penyalaan.
5. Apa yang dimaksud dengan komutasi sendiri (line commutated)?
Jawab:

tegangan masukannya bersifat bolak balik, tegangan balik muncul pada


thyristor seketika setelah arus maju menuju ke nol.
6. Apa yang dimaksud dengan komutasi paksa (forced commutated)?
Jawab:
Kondisi komutasi paksa (forced commuted) akan terjadi jika Thyristor dalam
keadaan Off menggunakan komponen eksternal.
Jika sebuah thyristor digunakan di dalam rangkaian DC, saat pertama kali
diaktifkan (turn On), Thyristor tersebut akan tetap menyala sampai arusnya
menjadi nol. Rangkaian DC tersebut menciptakan tegangan balik melewati
Thyristor ( dan juga sedikit Arus balik) dalam waktu yang singkat, tetapi cukup
lama untuk menonaktifkan thyristor.
Rangkaian sederhana biasanya terdiri dari kapasitor dan switch (thyristor
lainnya) yang dihubungkan secara pararel dengan thyristor. Saat switch
tertutup,Arus akan terisi oleh kapasitor dalam waktu yang singkat. Hal ini
menyebabkan tegangan balik melewati thyristor, dan thyristor menjadi Off.
Aplikasi Thyristor

Aplikasi Thyristor

contoh aplikasi thyristor digunakan sebagai alarm.

4. TRANSISTOR
Berasal dari dua kata, yaitu transfer yang artinya pemindahan dan
resistor yang artinya penghambat. Dengan demikian dapat diartikan
sebagai suatu pemindahan atau peralihan bahan setengah penghantar
menjadi penghantar pada suhu atau keadaan tertentu.
Transistor terbuat dari bahan semikonduktor dan mempunyai 3 elektroda
(terminal) yaitu dasar (basis), pengumpul (kolektor) dan pemancar (emitor).
Dengan ketiga elektroda (terminal) tersebut, tegangan atau arus yang
dipasang di satu terminalnya mengatur arus yang lebih besar yang melalui 2
terminal lainnya. Tegangan yang di satu terminalnya misalnya Emitor dapat
dipakai untuk mengatur arus dan tegangan yang lebih besar dari pada arus
input Basis, yaitu pada keluaran tegangan dan arus output Kolektor. Simbol
dari masing-masing elektroda yaitu Basis (B), Emitor (E) dan Kolektor (C).

Jenis transistor adalah Transistor NPN dan PNP

FUNGSI TRANSISTOR
1) Sebagai penguat yang diaplikasikan dalam pengeras suara, sumber listrik
stabil dan penguat sinyal radio
2) Sebagai sirkuit pemutus dan penyambung (switching)
3) Stabilisasi tegangan
4) Modulasi sinyal
5) Sebagai saklar dengan kecepatan tinggi.

TRANSISTOR NPN
Transistor NPN merupakan transistor positive yang dapat bekerja
mengalirkan arus listrik apabila basis dialiri tegangan arus positif
Transistor mempunyai dua junction, antara emiter dan basis, dan yang lain
antara basis dan kolektor. Karenanya, transistor seperti dua dioda yang
berlawanan untuk npn.

TRANSISTOR PNP
Merupakan Transistor negatif yang dapat bekerja mengalirkan arus apabila
basis dialiri tegangan negatif.
transistor PNP seperti dua buah dioda yang saling berhadapan. Transistor PNP
adalah komplemen dari transistor NPN, ini berarti transistor pnp diperlukan arus
dan tegangan yang berlawanan.

APLIKASI TRANSISTOR
Amplifier, Saklar, General Purpose, Audio,
Tinggi, dan lain-lain

Tegangan

JENIS TRANSISTOR
1. TRANSISTOR BIPOLAR
Transistor Bipolar dinamakan demikian karena kanal konduksi
utamanya menggunakan dua polaritas pembawa muatan: elektron dan
lubang, untuk membawa arus listrik. Dalam BJT, arus listrik utama harus
melewati satu daerah/lapisan pembatas dinamakan depletion zone, dan
ketebalan lapisan ini dapat diatur dengan kecepatan tinggi dengan tujuan
untuk mengatur aliran arus utama tersebut.

Cara kerja BJT dapat dibayangkan sebagai dua diode yang terminal
positif atau negatifnya berdempet, sehingga ada tiga terminal.
Ketiga terminal tersebut adalah emiter (E), kolektor (C), dan basis
(B).
Perubahan arus listrik dalam jumlah kecil pada terminal
basis dapat menghasilkan
perubahan arus listrik dalam jumlah
besar pada terminal kolektor. Prinsip inilah yang
mendasari
penggunaan transistor sebagai penguat elektronik. Rasio antara
arus pada
koletor dengan arus pada basis biasanya
dilambangkan dengan atau . biasanya berkisar sekitar 100 untuk

transistor-transisor BJT.

2. FET

FET (juga dinamakan transistor unipolar) hanya menggunakan


satu jenis pembawa muatan (elektron atau hole, tergantung dari tipe FET).
Dalam FET, arus listrik utama mengalir dalam satu kanal konduksi sempit
dengan depletion zone di kedua sisinya (dibandingkan dengan transistor
bipolar dimana daerah Basis memotong arah arus listrik utama). Dan
ketebalan dari daerah perbatasan ini dapat diubah dengan perubahan
tegangan yang diberikan, untuk mengubah ketebalan kanal konduksi
tersebut.
FET dibagi menjadi dua keluarga: Junction FET (JFET) dan
Insulated Gate FET (IGFET) atau juga dikenal sebagai Metal Oxide Silicon
(atau Semiconductor) FET (MOSFET). Berbeda dengan IGFET, terminal gate
dalam JFET membentuk sebuah diode dengan kanal (materi semikonduktor
antara Source dan Drain).

FET lebih jauh lagi dibagi menjadi tipe enhancement mode dan depletion
mode. Mode menandakan polaritas dari tegangan gate dibandingkan dengan
source saat FET menghantarkan listrik. Jika kita ambil N-channel FET sebagai
contoh: dalam depletion mode, gate adalah negatif dibandingkan dengan
source, sedangkan dalam enhancement mode, gate adalah positif. Untuk
kedua mode, jika tegangan gate dibuat lebih positif, aliran arus di antara
source dan drain akan meningkat. Untuk P-channel FET, polaritas-polaritas
semua dibalik. Sebagian besar IGFET adalah tipe enhancement mode, dan
hampir semua JFET adalah tipe depletion mode

3. IGBT
IGBTs piranti semikonduktor yang setara dengan gabungan sebuah
BJT dan sebuah MOSFET. Jenis peranti baru yang berfungsi sebagai
komponen saklar untuk aplikasi daya ini muncul sejak tahun 1980an.
IGBT mempunyai sifat kerja yang menggabungkan keunggulan sifatsifat kedua jenis transistor tersebut. Saluran gerbang dari IGBT,
sebagai saluran kendali juga mempunyai struktur bahan penyekat
(isolator) sebagaimana pada MOSFET.
Terminal masukan IGBT mempunyai nilai impedansi yang sangat tinggi,
sehingga tidak membebani rangkaian pengendalinya yang umumnya
terdiri dari rangkaian logika. Ini akan menyederhanakan rancangan
rangkaian pengendali dan penggerak dari IGBT.
Masukan dari IGBT adalah terminal Gerbang dari MOSFET, sedang terminal
Sumber dari MOSFET terhubung ke terminal Basis dari BJT.

Dengan demikian, arus cerat keluar dan dari MOSFET akan menjadi arus
basis dari BJT. Karena besarnya resistansi masukan dari MOSFET, maka terminal
masukan IGBT hanya akan menarik arus yang kecil dari sumber. Di pihak lain,
arus cerat sebagai arus keluaran dari MOSFET akan cukup besar untuk membuat
BJT mencapai keadaan jenuh.
Dengan gabungan sifat kedua unsur tersebut, IGBT mempunyai perilaku
yang cukup ideal sebagai sebuah saklar elektronik. Di satu pihak IGBT tidak
terlalu membebani sumber, di pihak lain mampu menghasilkan arus yang besar
bagi beban listrik yang dikendalikannya.

Di samping itu, kecepatan pensaklaran IGBT juga lebih tinggi


dibandingkan peranti BJT, meskipun lebih rendah dari peranti MOSFET
yang setara. Di lain pihak, terminal keluaran IGBT mempunyai sifat
yang menyerupai terminal keluaran (kolektor-emitor) BJT. Dengan kata
lain, pada saat keadaan menghantar, nilai resistansi-hidup ( ) dari IGBT
sangat kecil, menyerupai pada BJT.
Dengan demikian bila tegangan jatuh serta borosan dayanya pada saat
keadaan menghantar juga kecil. Dengan sifat-sifat seperti ini, IGBT
akan sesuai untuk dioperasikan pada arus yang besar, hingga ratusan
Ampere, tanpa terjadi kerugian daya yang cukup berarti. IGBT sesuai
untuk aplikasi pada perangkat Inverter maupun Kendali Motor Listrik
(Drive).
Sifat-sifat IGBT :
Komponen utama di dalam aplikasi elekronika daya dewasa ini adalah
saklar peranti padat yang diwujudkan dengan peralatan semikonduktor
seperti transistor dwikutub (BJT), transistor efek medan (FET), maupun
Thyristor. Sebuah saklar ideal di dalam penggunaan elektronika daya
akan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Pada saat keadaan tidak menghantar (off), saklar


mempunyai tahanan yang besar sekali, mendekati nilai tak

berhingga. Dengan kata lain, nilai arus bocor struktur saklar


sangat kecil
2. Sebaliknya, pada saat keadaan menghantar (on), saklar
mempunyai tahanan menghantar ( ) yang sekecil mungkin.
Ini akan membuat nilai tegangan jatuh (voltage drop)
keadaan menghantar juga sekecil mungkin, demikian pula
dengan besarnya borosan daya yang terjadi, dan kecepatan
pensaklaran yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai