Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR-FALTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN BURNOUT PERAWAT

DI RSUD HAJI MAKASSAR

Ika Kasmita Sari


Jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan Administrasi Rumah Sakit
Jl. Sultan Alauddin No. 36, Samata, Kab. Gowa, Sulawesi Selatan
E-mail: tyagitamandasari@gmail.com1), psti.choiri@yahoo.com2),
rath.ardia@gmail.com3)
Profesi perawat vital sebagai ujung tombak kesehatan masyarakat, peran perawat
sangat stategis menjadi tulang punggung dalam membantu tugas-tugas dokter dan balai
pengobatan dalam melayani pasien dan masyarakat pada umumnya. Perawat mengalami
kondisi dilematis, di satu sisi pihak rumah sakit cenderung menekan perawat untuk
menunjukkan kinerja, namun tanpa diiringi dengan perbaikan kesejahteraan. Di sisi lain
pasien selalu menuntut pelayanan maksimal tanpa memperhatikan kondisi perawat. Hal ini
dapat berdampak munculnya stres pada perawat. Perawat yang tidak dapat menangani stres
dengan segera, maka stres akan berlarut dan mengakibatkan dampak jangka panjang,
sehingga muncul kecenderungan burnout pada perawat Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan burnout perawat di RSUD Haji
Makassar.
Jenis penelitian ini adalah analisis deskriptif korelasional dengan pendekatan metode
cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 56 orang. Pengambilan sampel
yang digunakan yaitu dengan tekhnik purposive sampling. Pengambilan data dilakukan
dengan menggunakan kuesioner. Penelitian ini menggunakan uji Chi-square.
Hasil uji korelasi Chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara usia dengan burnout perawat (p = 0,002), jenis kelamin dengan dengan burnout
perawat (p = 0,000), masa kerja dengan burnout perawat (p = 0,000), pendidikan dengan
burnout perawat (p = 0,041), status perkawinan dengan burnout perawat (p = 0,005).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti merekomendasikan agar pihak
manajemen RSUD Haji Makassar lebih memperhatikan tingkat burnout perawat karena
kinerja perawat memegang peranan penting dalam perawatan pasien.
Kata Kunci : burnout, jenis kelamin, usia, masa kerja, pendidikan, status perkawinan
Kata kunci: Perawat, Burnout, jenis kelamin, usia, masa kerja, pendidikan, status
perkawinan
1. Pendahuluan
2.

Perawat merupakan ujung

ada), dan bertugas merawat dan menjaga

tombak baik tidaknya pelayanan kesehatan

pasien selama 24 jam sehari. Pelayanan

yang di berikan kepada pasien. Hal ini

yang baik dengan demikian tidak terlepas

disebabkan

yang

dari adanya komitmen dari perawat untuk

dominan (50-60% dari seluruh tenaga yang

memberikan pelayanan yang baik kepada

karena

jumlahnya

pasien. Sikap ini akan tumbuh jika perawat

profesi perawat rentan mengalami burnout

merasa puas bekerja bersama rumah sakit,

(Lailani 2012).

tempat dimana individu yang bersangkutan


bekerja (Runtu dan Widyarini, 2009).
3.

Profesi

Dari

sebuah

studi

di

Amerika Serikat, menemukan bahwa 49%


vital

dari perawat yang berusia dibawah 30

kesehatan

tahun 40% perawat berusia diatas 30 tahun

masyarakat, peran perawat sangat stategis

yang berpengalaman mengalami burnout.

menjadi

dalam

Menurut sebuah studi dalam Journal of

membantu tugas-tugas dokter dan balai

American Medical Association, bahwa

pengobatan dalam melayani pasien dan

setiap penambahan pasien per perawat,

masyarakat

menambah resiko terjadi tingkat kelelahan

sebagai

ujung

perawat

5.

tombak

tulang

punggung

pada

umumnya.

Perawat

mengalami kondisi dilematis, di satu sisi

sebesar

23%,

dan

pihak rumah sakit cenderung menekan

sebesar

15%

dalam

perawat

(Departement

untuk

menunjukkan

kinerja,

namun tanpa diiringi dengan perbaikan


kesejahteraan. Di sisi lain pasien selalu
menuntut

pelayanan

maksimal

tanpa

memperhatikan kondisi perawat. Hal ini


dapat berdampak munculnya stres pada
perawat.

Perawat

yang

tidak

dapat

menangani stres dengan segera, maka stres


akan berlarut dan mengakibatkan dampak
jangka

panjang,

kecenderungan

sehingga

burnout

pada

muncul
perawat

(Khotimah, 2010).
4.

Pekerjaan perawat memiliki


kerja

penurunan

kepuasan

for

kerja.

Proffesional

Employees, 2012).
6.
Perawat selalu dituntu dapat
menjadi figur

yang

dibutuhkan

oleh

pasiennya, dapat bersimpati kepada pasien,


selalu menjaga perhatiannya, fokus dan
hangat kepada pasien (Taylor, 1999 dalam
Supriatna, 2011). Sebagian besar tenaga
keperawatan didominasi oleh tenaga kerja
perempuan.
7.
pekerja

Peran

maupun

ganda
ibu

sebagai

rumah

tangga

mengakibatkan tuntutan yang lebih dari

beberapa karakteristik yang menciptakan


tuntutan

terjadi

yang

tinggi,

seperti

pekerjaan yang rutin, jadwal kerja yang


ketat, tanggung jawab atas keselamatan
dan kesehatan diri sendiri dan orang lain,
serta dituntut untuk mampu bekerja dalam
tim. Kompleksnya tuntutan pekerjaan dan
tanggung jawab perawat menyebabkan

biasanya terhadap wanita karena terkadang


para wanita menghabiskan waktu tiga kali
lipat dalam mengurus rumah tangga
dibandingkan dengan pasangannya yang
bekerja pula. Penelitian yang dilakukan
oleh Tera dan Eko (2009) menunjukkan
bahawa wanita pekerja yang menikah
cenderung

lebih

tinggi

mengalami

kelelahan kerja (burnout) dibanding wanita


pekerja yang masih lajang.
8.
Perawat

dengan

yang mempunyai kesempatan melanjutkan


pendidikan, mengalami burnout rendah,
pendidikan

keperawatan

profesional merupakan salah satu faktor


untuk

mencegah

burnout

(Koivula,

Paunonen dan Laippala, 1999).


9.
Hasil data yang di himpun
PPNI

pada

Mei

2009

di

Makassar

menunjukkan 51% perawat mengalami


stres kerja, pusing, lelah, kurang istirahat
karena beban kerja terlalu tinggi. Beberapa
rumah sakit di Makassar menempatkan
perawat tidak sesuai keahlian (Khotimah,
2010).
10.

Fenomena

Menurut

Dardin

(2013),

dari hasil wawancara dengan 10 orang

pengalaman kerja pendek dan perawat

melanjutkan

11.

yang

telah

dijelaskan sebelumnya juga dialami oleh


perawat wanita yang berkerja di RS Haji
Makassar dimana saat ini mayoritas (85 %)
tenaga perawatnya adalah perawat wanita

perawat wanita yang dilakukan secara acak


didapatkan informasi bahwa kebanyakan
mengeluh merasakan lelah karena beban
kerja yang terlalu berat, mengeluh sering
sakit kepala dan mudah marah, kesulitan
mengatur jadwal dinas dengan urusan
rumah tangga, sebagian memikirkan untuk
pindah kepoliklinik atau ke puskesmas dan
sebagian mengatakan masih menggunakan
waktu

dinas

melakukan

tugas-tugas

dirumah yang belum tuntas.


12.
Diharapkan,
penelitian ini mampu memberikan
manfaat bagi RSUD Haji Makassar
dalam memberikan informasi terkait
burnout

perawat

dengan

terutama

terkait

faktor-faktor

berhubungan

dengan

yang

burnout

itu

sendiri.
13. METODE PENELITIAN
14.
Penelitian ini merupakan

dan sebagian besar sudah berkeluarga.

penelitian

Menurut Dardin (2013), fenomena yang

dengan menggunakan desain cross

temukan dari hasil wawancara dengan

sectional. Penelitian dilakukan di

kepala

Haji

ruang rawat inap, IGD dan ICU

Makassar, diketahui pada tahun 2012 dari

RSUD Haji Makassar. Penelitian ini

7 perawat yang pindah ke tugas ke

akan

puskesmas dan poliklinik 2 diantaranya

November 2015. Jumlah populasi

karena alasan beban kerja yang terlalu

dalam penelitian ini perawat di ruang

tinggi, 3 orang karena alasan kesulitan

ICU dan UGD RSUD Haji Makassar

membagi waktu mengurus rumah tangga, 2

yang berstatus PNS berjumlah 133

orang karena ikut suami yang ditugaskan

orang.

ke daerah lain (Dardin, 2013).

penelitian

seksi

keperawatan

RS

deskriptif

dilaksanakan

Jumlah
ini

korelasional

pada

sampel
adalah

56

bulan

dalam
orang.

Penarikan

sampel

dengan

menggunakan tekhnik pengambilan


purposive sampling dengan Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Bersedia menjadi responden
b. Berstatus PNS
c. Pengalaman kerja > 6 bulan
15.
Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah:
a. Perawat
sedang

cuti

saat

pelaksanaan penelitian
b. Perawat sakit saat pelaksanaan

dengan

pernyataan

berupa

24.
burnout
27.
Burnout
ringan
30.
Burnout
sedang
33.
Total
36.

dari

14

32.

25,0

34.

56

35.

100

Data

burnout

perawat

kuesioner

tidak mengalami burnout sebanyak 15 orang

MBI

(26,8%) dan responden yang mengalami


depresi kategori sedang sebanyak 14 orang
(25,0%).

b. Hubungan usia dengan

untuk

38. Tabel 4.3


39. Hubungan antara usia dengan tingkat
burnout perawat di RSUD Haji Makassar
pada bulan November 2015
41.
40.

U
sia

digunakan

untuk melihat apakah ada hubungan


antara usia, jenis kelamin, pendidikan,
masa kerja dan status pernikahan
dengan Burnout pada perawat di
RSUD Haji Makassar
17.
.
18. HASIL
a. Tingkat burnout
19.
Tabel 4.2
20.
Distribusi frekuensi responden
berdasarkan tingkat burnout perawat di RSUD
Haji Makassar pada Bulan November 2015
(n=56)

burnout

perawat

pertanyaan.

ini

31.

sebanyak 27 orang (48,2%), responden yang

diungkapkan

teknik

48,2

dan berat. Hasil pengukuran tingkat burnout

analisis data adalah teknik korelasi


Chi-square,

29.

digolongkan menjadi burnout ringan, sedang

jenis data yang ada maka metode


yang

27

dideskripsikan menggunakan nilai skoring dan

Berdasarkan tujuan penelitian dan


statistik

28.

mengajukan

kuesioner
22

Persen
tase (%)
26.
26,8

Sumber : Data Primer, 2015

37.

(Maslach Burnout Inventory) yang


terdiri

23.

responden mengalami burnout kategori ringan

dan tingkat burnout perawat yang


dengan

22.
Frek
uensi (n)
25.
15

data

mengenai karakteristik data demografi


diukur

Kategor
i
Tidak

pada perawat menunjukkan bahwa mayoritas

penelitian
16.
Pengumpulan
dilakukan

21.

45.

ewasa awal
70.
D
ewasa
tengah
80.

otal
90.
91.
92.

idak
51. 52.

46.

47.

48.
57.

58.

%
62.

n
63.

%
64.

n
65.

%
66.

n
67.

%
68.

11,4

19

54,3

12

34,3

35

71.

72.

73.

74.

75.

76.

77.

11

52,4

81.

82.

8
83.

38,1
84.

2
85.

15
26,8
27
48,2
14
*Uji Chi-square
Sumber : Data Primer, 2015

93. Berdasarkan

hasil

p
49.

edang
55. 56.

43.

otal

ingan
53. 54.

n
D 61.

60.

42.

Tingkat burnout

9,5

21

86.

87.

25,0

56

analisis

hubungan usia dengan burnout perawat


menunjukkan bahwa proporsi responden
yang temasuk kelompok dewasa awal
(20-30 tahun) yang mengalami bunout

59.

100
78.
100
88.
100

69.
0,002

ringan sebesar 37,9% dan bunout sedang

disimpulkan bahwa terdapat hubungan

sebesar 34,3% lebih tinggi daripada

yang signifikan antara jenis kelamin

responden yang temasuk dalam kelompok

perawat dengan burnout yang dialami

dewasa tengah (>30-65 tahun) yang

perawat.
152.

mengalami bunout ringan sebesar 38,1%

d. Hubungan masa kerja dengan


burnout perawat

dan burnout sedang sebesa 9,5%.


94. Berdasarkan hasil uji Chi-

153.
Tabel 4.5
154.
Hubungan antara masa kerja
dengan tingkat burnout perawat di RSUD
Haji Makassar pada bulan November 2015

square diperoleh nilai p = 0,002, maka


dapat

disimpulkan

bahwa

terdapat

hubungan yang signifikan antara usia

155.

perawat dengan burnout yang dialami

asa kerja

perawat.
95.

c. Hubungan
jenis
kelamin
dengan burnout perawat
96.

99.

104.

Tingkat burnout
105.
R 106.

156.
T

Tingkat burnout
161.
R 162.

157.

otal

idak
166. 167.

ingan
168. 169.

edang
170. 171.

172. 173.

n
%
178. 179.

n
%
180. 181.

n
%
182. 183.

1
6

3
9,4
188. 189.

17
53,1
190. 191.

12
37,5
192. 193.

32
100
194. 195.

184.
185.

-10 tahun
197.
T

12
50,0
198. 199.

10
41,7
200. 201.

2
8,3
202. 203.

24
100
204. 205.

0,001
186.

otal

15
26,8
27
48,7
14
25,0
207.
*Uji Chi-square
208.
Sumber : Data Primer, 2015

56

100

209.
210.

101.
otal

analisis

Berdasarkan

hubungan

status

hasil

perkawinan

edang
114. 115.

116. 117.

n
%
120. 121.

n
%
122. 123.

n
%
124. 125.

n
%
126. 127.

13
56,5
130. 131.

8
34,8
132. 133.

2
8,7
134. 135.

23
100
136. 137.

kerja selama 1-5 tahun yang mengalami

erempuan
139.
T

2
61,1
140. 141.

19
57,6
142. 143.

12
36,4
144. 145.

33
100
146. 147.

burnout ringan sebesar 66,7% dimana

56

lebih tinggi daripada responden dengan

119.
aki-laki
129.

otal
149.
150.

15
26,8
27
48,2
14
*Uji Chi-square
Sumber : Data Primer, 2015

151.

25,0

100

dengan burnout perawat menunjukkan


bahwa proporsi responden dengan masa

masa keja 6-10 tahun yang mengalami


hasil

burnout

analisis hubungan jenis kelamin dengan

burnout

burnout perawat menunjukkan bahwa

Berdasarkan

proporsi responden yang berjenis kelamin

diperoleh nilai p = 0,001, maka dapat

perempuan yang mengalami

burnout

disimpulkan bahwa terdapat hubungan

ringan sebesar 57,6% dan burnout sedang

yang signifikan antara masa kerja dengan

36,4% lebih tinggi daripada responden

burnout yang dialami perawat.


211.

berjenis

Berdasarkan

kelamin

laki-laki

yang

mengalami burnout ringan sebesar 34,8%


dan

bunout

Berdasarkan

sedang
hasil

sebesar
uji

8,7%.

Chi-square

diperoleh nilai p = 0,000, maka dapat

174.

-5 tahun
187.

ingan
112. 113.

kelamin

175.

idak
110. 111.

enis

158.

n
%
176. 177.

97. Tabel 4.4


98. Hubungan antara jenis kelamin dengan
tingkat burnout perawat di RSUD Haji
Makassar pada bulan November 2015
100.
T

160.

ringan

sebesar

sedang
hasil

41,7%

sebesar
uji

dan
8,3%.

Chi-square

e. Hubungan pendidikan dengan


burnout perawat
212.
213.
Tabel 4.6
214.
Hubungan antara pendidikan
dengan tingkat burnout perawat di RSUD
Haji Makassar pada bulan November 2015

215.
216.

*Uji
Chisquare
Sumber : Data
Primer, 2015

2.
1.

217.

6.

endidikan

218.

7.

idak

ingan

12. 13. 14. 15.


n

21.

33. 34. 35. 36.

43. 44. 45. 46.

otal

Berdasarkan

22. 23. 24. 25.

1/Ners

42.

32.

10,0

25,0

13

36,1

22

61,1

15

26,8

hasil

27

48,2

analisis

hubungan tingkat pendidikan dengan


burnout perawat menunjukkan bahwa
proporsi responden dengan pendidikan
terakhir D3 yang mengalami burnout

230.

perkawinan

tinggi dibandingkan responden dengan

elum

pendidikan S1/Ners yang mengalami

menikah
260.

burnout sedang sebesar 2,8%. Sedangkan

enikah
270.

S1/Ners dan tidak mengalami burnout


36,1%

dimana

lebih

tinggi

dibandingkan dengan responden dengan


pendidikan

terakhir

D3

yang

tidak

mengalami burnout hanya sebesar 10%.


Berdasarkan

hasil

uji

Chi-square

diperoleh nilai p = 0,000, maka dapat


disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat pendidikan
dengan burnout yang dialami perawat.
219.
220.
221.
222.
223.
224.
225.
226.

f. Hubungan status pernikahan


dengan burnout perawat
227.
228.

Tabel 4.7

235.

otal

231.
T

idak
241. 242.
n

250.

responden dengan pendidikan terakhir

tatus

ringan sedang sebesar 65% dimana lebih

sebesar

229.
229.
otal
p
229.
8.
S
229.
9.
10.
edang
229.
229.
16. 17. 18. 19.
20.
229.
n
%
n
%
229.
26. 27. 28. 29.
229.
13
65,0
20
65,0
229.
37. 38. 39. 40.
229.
1
2,9
36
100
229.
30.
229.
47. 48. 49. 50. 0,000
229.
14
25,0
56
100
31.
229.
Hubungan antara status perkawinan
dengan tingkat burnout perawat di RSUD
Haji Makassar pada bulan November 2015

3.

Tingkat burnout

4.

Tingkat burnout
236.
R 237.
ingan
243. 244.

251. 252.
9

253. 254.

40,9

11

50,0

edang
245. 246.
n
%
255. 256.
2

9,1

232.

otal
247. 248.
n

22

100

265. 266.

267. 268.

6
17,6
271. 272.

16
47,1
273. 274.

12
35,3
275. 276.

34
100
277. 278.

26,8
27
48,2
14
25,0
*Uji Chi-square
Sumber : Data Primer, 2015

56

100

282.
283.
analisis

Berdasarkan

hubungan

status

249.

257. 258.

263. 264.

15
280.
281.

m 261. 262.
T

233.

hasil

perkawinan

dengan burnout perawat menunjukkan


bahwa proporsi responden yang telah
menikah yang mengalami burnout sedang
sebesar 35,3% lebih tinggi dibandingkan
responden yang belum menikah yang
mengalami burnout sedang sebesar 9,1%.
Sedangkan responden yang telah menikah
yang tidak mengalami burnout lebih
rendah dibandingkan responden yang
belum menikah dan tidak mengalami
burnout sebesar 40,9%. Berdasarkan hasil
uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,041,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara status

259.
0,041

perkawinan dengan burnout yang dialami

dibidang

pekerjaan

perawat.

melayani

orang

yang

lain,

berorientasi

seperti

bidang

pelayanan kesehatan, bidang pelayanan

284. PEMBAHASAN

sosial ataupun bidang pendidikan. Cherniss

a. Tingkat burnout perawat


285. Berdasarkan hasil penelitian

(dalam Jaya dan Rahmat, 2005).

menunjukkan bahwa mayoritas responden

288. Dijelaskan oleh Windayanti

mengalami burnout ringan (48,2%) dan

dan Cicilia (2007) bahwa gejala yang dapat

sisanya mengalami burnout sedang (25%)

ditunjukkan

dan tidak mengalami burnout ( 26,8%). Hal

mengalami kejenuhan kerja antara lain

ini

yang

resistensi yang tinggi untuk melaksanakan

dilakukan Erlina (2010) di Rumah Sakit

kegiatan, terdapat perasaan gagal didalam

Daerah Dr. Haryoto Lumajang dengan

diri, cepat marah dan sering kesal, rasa

sampel yakni

32 perawat rawat inap

bersalah dan menyalahkan, keengganan dan

menunjukkan hasil bahwa 27,78% perawat

ketidakberdayaan, negatifisme, isolasi dan

memiliki tingkat burnout rendah, 51,85%

penarikan diri, perasaan capek dan lelah

dengan tingkat burnout sedang dan 20,37%

setiap hari, sering memperhatikan jam

memiliki tingkat burnout tinggi.


286. Penelitian yang dilakukan

ketika

oleh Sumarna (2012) di Rumah Sakit

kontak dengan klien, membatasi telepon

Hasan Sadikin Bandung dengan subyek

dari klien dan kunjungan dari tempat kerja,

dalam penelitian tersebut adalah para

menyamaratakan

perawat di ruang intensif yang dinilai

menyimak apa yang klien ceritakan, merasa

memiliki tugas yang kompleks dalam

tidak aktif, sinisme terhadap klien dan

menangani

tersebut

sikap menyalahkan, gangguan tidur atau

menggunakan teknik total sampel, yaitu

sulit tidur, asyik dengan diri sendiri,

berjumlah 104 subyek. Berdasarkan data

mendukung tindakan untuk mengontrol

yang diperoleh ditemukan hasil 61 (58,6%)

lingkungan misalnya menggunakan obat

perawat memiliki sindrom burnout pada

penenang, sering demam dan flu, sering

kategori ringan, 37 (36,6%) perawat berada

sakit kepala dan gangguan pencernaan,

pada kategori sedang, dan sisanya sebanyak

kaku dalam berfikir dan resisten terhadap

5,7% atau sekitar 6 perawat mengalami

perubahan, rasa curiga yang berlebihan dan

burnout pada kategori tinggi.


287. Tingginya
perawat

paranoid, penggunaan obat-obatan yang

sejalan

dengan

pasien.

penelitian

Penelitian

yang

mengalami burnout dijelaskan oleh Pines


dan Aronson (dalam Sutjipto, 2001) bahwa
kecenderungan burnout memiliki resiko
tinggi dialami oleh seseorang yang bekerja

oleh

seseorang

melaksanakan

kegiatan,

yang

hilang

perasaan positif terhadap klien, menunda

klien,

tidak

mampu

berlebihan, atau sangat sering membolos.

289.
b. Hubungan usia dengan burnout
perawat

290. Berdasarkan hasil penelitian

293.

Burnout

tinggi

menunjukkan proporsi responden yang

cenderung dialami oleh perawat yang

mengalami burnout sedang dan termasuk

berusia lebih muda. Menurut asumsi

dalam kelompok usia dewasa awal (20-30

peneliti, hal ini terjadi karena perawat

tahun) (34,3%) lebih tinggi dibandingkan

yang

responden yang mengalami burnout sedang

perawat baru yang bekerja di RSUD

dan termasuk dalam kelompok usia dewasa

Haji

tengah

(9,5%).

mengalami proses adaptasi dengan

Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh

pekerjaan dan lingkungan kerjanya

nilai p = 0,002, maka dapat disimpulkan

dan proses

bahwa terdapat hubungan yang signifikan

penyebab

antara usia perawat dengan burnout yang

terjadinya burnout. Hasil penelitian ini

dialami perawat.
291.
Hasil penelitian ini sejalan

didukung oleh teori Ericksson dan

(>30-65

tahun)

dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari


(2015) di RSUP Sanglah dengan sampel yaitu
53 orang perawat pelaksana Ruang IRD yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara variabel usia dengan burnout
syndrome nilai p value sebesar 0,033 (p value
< 0,05). Sebagian besar responden kurang dari
30 tahun cenderung mengalami burnout
syndrome ringan yaitu sebanyak 30 orang
(56,6%) sedangkan usia 30 tahun cenderung
mengalami burnout syndrome sedang yaitu
sebanyak 5 orang (9,5%).
292.
tua

biasanya

berusia

muda

Makassar.

ini

merupakan

Perawat

baru

merupakan

yang

suatu

mengakibatkan

Grove menemukan bahwa perawat


muda mengalami tingkat burnout lebih
tinggi daripada rekan rekan kerja
yang lebih tua. Perawat muda kurang
efisien dalam menghalangi perasaan
pribadi dalam situasi mengendalikan
stres sedangkan perawat yang lebih
tua dan lebih berpengalaman diduga
lebih efisien. Kilfedder et.al (dalam
Spooner-Lane,

2004)

menemukan

bahwa tingkat depersonalisasi yang


lebih tinggi terkait dengan usia muda
atau perawat baru. Burnout umumnya

Perawat yang lebih


lebih

menguasai

terjadi pada karyawan yang lebih


muda mungkin karena belum siap

pekerjaan yang mereka lakukan dan

menjalani

keinginan agar mencapai kinerja lebih

adaptasi, ketidakamanan di lingkungan

baik daripada perawat yang berusia

kerja

lebih muda juga lebih tinggi.Tuntutan

ambiguitas peran.
294.
Umur

dalam diri perawat yang berusia lebih


tua cenderung membuat stres hingga
terjadinya kelelahan fisik, emosional
dan psikologi (Sumawidanta, 2013).

pekerjaan,

ataupun

terhadap
masalah

kurangnya

persepsi

berpengaruh

kemampuan
dalam

tentang

mengatasi

pekerjaan

yang

berpengaruh terhadap birnout seperti


yang

dikemukakan

oleh

Maslach

(1982

dalam

1991)

kecenderungan burnout antara laki-laki dan

mengatakan orang usia muda memiliki

perempuan.
298. Hal yang serupa diungkapkan

kemungkinan

Caputo
mengalami

burnout

lebih daripada usia di bawah 30 tahun,


yang

mempunyai

pengalaman

pekerjaan yang relatif sedikit oleh


Maslach (1996 dalam Cooper et al.,
2003).

Para

pekerja

pemberi

pelayanan di usia muda dipenuhi


dengan harapan yang tidak realistik,
jika

dibandingkan

dengan

pertambahan usia pada umumnya


individu menjadi lebih matang, lebih
stabil, lebih teguh sehingga memiliki
pandangan yang lebih realistis.
295.

c. Hubungan jenis
burnout perawat
296.

kelamin

Berdasarkan

analisis

hubungan jenis kelamin dengan burnout


perawat

menunjukkan

bahwa

Prihantoro (2014) di Rumah Sakit Islam


Surakarta dengan jumlah sampel dalam
penelitian ini sebanyak 100 perawat yang
menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan
kecenderungan burnout Ada perbedaan
kecenderungan burnout antara laki-laki dan
perempuan.
299. Ivancevich,
menyatakan

bahwa

dkk

wanita

(2005)
cenderung

mengalami burnout daripada pekerja pria.


Wanita yang telah menikah, tidak mudah
untuk menjalani karier ganda, membagi

dengan

hasil

dalam penelitian yang dilakukan oleh

proporsi

responden yang mengalami burnout sedang


dan berjenis kelamin perempuan (36,4%) lebih
tinggi daripada responden yang mengalami
burnout sedang dan berjenis kelamin laki-laki
(8,7%). Berdasarkan hasil uji Chi-square
diperoleh nilai p = 0,000, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin perawat dengan

pikiran,

tenaga

dan

perhatian

pada

pekerjaan kantor dan domestik rumah


tangga.
300. Anoraga (2005) menyatakan
bahwa

dalam

meniti

karier,

wanita

mempunyai beban dan hambatan lebih


berat dibanding rekan prianya. Dalam arti,
wanita harus lebih dahulu mengatasi urusan
keluarga-suami, anak dan halhal lain yang
menyangkut domestik. rumah tangganya.
Oleh karena itu tidak jarang seorang yang
telah menikah sekaligus bergelut dalam
dunia kerja mengalami kelelahan fisik,
mental, dan emosional, yang dalam dunia

burnout yang dialami perawat.


297.
Hal yang serupa diungkapkan

psikologi disebut sebagai burnout.

dalam

d. Hubungan masa kerja dengan


burnout perawat

penelitian

yang

dilakukan

oleh

Prihantoro (2014) di Rumah Sakit Islam


Surakarta

dengan

jumlah

sampel

penelitian ini sebanyak 100 perawat yang


menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan
kecenderungan

burnout

Ada

301. Berdasarkan hasil uji Chi-

dalam

perbedaan

square diperoleh nilai p = 0,001, maka


dapat

disimpulkan

bahwa

terdapat

hubungan yang signifikan antara masa


kerja

dengan

burnout

yang

dialami

perawat. Artinya bahwa perawat yang

syndrome (Pangastiti, 2011). Pendapat lain

semakin lama bekerja, maka semakin

mengatakan adanya hubungan antara masa

merasakan kelelahan dan kejenuhan dalam

kerja dengan tingkat stres kerja yaitu

menangani pasien.
302. Hal ini

perawat dengan masa kerja 1-3 tahun


sejalan

dengan

penelitian yang dilakukan oleh Mandasari,


dkk (2014) bahwa perawat yang masa
kerjanya kurang dari 10 tahun memiliki
nilai

rata-rata

burnout

lebih

tinggi

dibandingkan dengan perawat dengan masa


kerja lebih dari 10 tahun.
303. Hal yang sama diungkapkan
dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari
(2015) yang menunjukkan bahwa hasil
analisis antara masa kerja dengan burnout
syndrome adalah terdapat hubungan yang

mengalami stres yang lebih tinggi karena


selama

masa

tersebut

mereka

membutuhkan waktu yang banyak untuk


upaya pembangunan karir sehingga kadang
kebutuhan

personal

dan

mentalnya

terabaikan (Dimunova, 2012). Perawat


dengan masa kerja yang lebih sedikit lebih
rentan mengalami stres dibandingkan masa
kerja yang lebih lama yang sudah bisa
beradaptasi (Peterson, 2009).
306.

bermakna antar variabel dengan nilai p

e. Hubungan masa kerja dengan


burnout perawat

value sebesar 0,000 (p value<0,05).


304. Masa kerja adalah panjangnya

307. Berdasarkan hasil uji Chi-

waktu terhitung mulai pertama kali masuk


kerja hingga saat penelitian. Tekanan
melalui fisik (beban kerja) pada suatu
waktu

tertentuk

mengakibatkan

berkurangnya kinerja otot, gejala yang


ditunjukkan juga

berupa

pada

makin

rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak


hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal
seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun
juga

oleh

tekanantekanan

yang

terakumulasi setiap harinya pada suatu


masa yang panjang (Anoraga, 2005).
305.
Walaupun
dengan
masa kerja yang lama seorang perawat
mendapatkan

pengalaman

kerja

yang

banyak, namun pola pekerjaan perawat


yang monoton dan bersifat human service
justru menimbulkan kelelahan fisik, emosi
dan psikologi yang mengarah pada burnout

square diperoleh nilai p = 0,000, maka


dapat

disimpulkan

hubungan

bahwa

yang

terdapat

signifikan

antara

pendidikan dengan burnout yang dialami


perawat.
308.

Hal ini tidak sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sari (2015)


yang menunjukkan bahwa hasil analisis antara
tingkat pendidikan dengan burnout syndrome
adalah

tidak

terdapat

hubungan

yang

bermakna antar variabel dengan nilai p value


sebesar

0,752

(p

value>0,05).

Tingkat

pendidikan responden didominasi oleh tingkat


pendidikan DIII Keperawatan yaitu sebanyak
52 orang (98,1%) dan hanya 1 orang (1,9%)
dengan tingkat pendidikan S1 Keperawatan.
Tidak

adanya

pendidikan
kemungkinan

hubungan

dengan

antara

burnout

disebabkan

karena

tingkat
syndrome
perawat

pelaksana

yang

menjadi

sampel

dalam

nilai nilai organisasi, karyawan tersebut jauh

penelitian tersebut sebagian besar memiliki

lebih mungkin untuk meningkatkan gejala

tingkat pendidikan yang sama yaitu DIII

burnout (Mbuthia, 2009).

Keperawatan sehingga tidak mampu membuat


hasil yang general. Namun, Siagian (2009)

f. Hubungan masa
burnout perawat
311.

mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat

kerja

Berdasarkan

dengan

hasil

analisis

pendidikan seseorang maka semakin besar

hubungan status perkawinan dengan burnout

keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan

perawat

dan keterampilan yang dimilikinya serta

responden

semakin

besar

pekerjaan

mengalami burnout sedang sebesar 35,3%

sehingga

berpengaruh

perilaku

lebih tinggi dibandingkan responden yang

kerjanya. Hasil ini sejalan dengan penelitian

belum menikah yang mengalami burnout

yang dilakukan oleh oleh Chakaborty (2012)

sedang sebesar 9,1%. Sedangkan responden

yaitu tidak terdapat hubungan antara tingkat

yang telah menikah yang tidak mengalami

pendidikan dengan burnout syndrome (p

burnout lebih rendah dibandingkan responden

value=0,285, p value>0,05).
309.
Kemampuan kerja seseorang

yang belum menikah dan tidak mengalami

pula

tuntutan
terhadap

berkaitan erat dengan tingkat pendidikan yang


telah

ditetapkan

untuk

ditempuh

oleh

seseorang sebagai tenaga perawat. Tenaga


perawat yang memiliki tingkat pendidikan

menunjukkan
yang

bahwa

telah

proporsi

menikah

yang

burnout sebesar 40,9% Berdasarkan hasil uji


Chi-square diperoleh nilai p = 0,029, maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara status perkawinan

yang memadai sesuai dengan profesinya akan

dengan burnout yang dialami perawat.


312.
Hasil ini sejalan dengan hasil

mempunyai kemampuan yang baik dalam

yang

melaksanakan

atau

Mandasari, dkk (2014) menunjukkan bahwa

terhadap

perawat yang belum menikah lebih rentan

melakukan

pelayanan

tindakan

medis

perawatan

pasien (Astriana, 2014).


310.
Penyesuaian

diungkapkan

dalam

penelitian

mengalami burnout karena nilai rata-rata


antara

pendidikan dengan tugas yang diberikan perlu


diperhatikan. Tingkat pendidikan yang rendah

burnout perawat yang belum menikah lebih


tinggi dibandingkan dengan perawat yang

jika dihadapkan dengan tugas dan beban kerja

telah menikah.
313.
Annual Review of Psychology

yang melebihi kapabilitasnya cenderung akan

(dalam Nurjayadi, 2004) melaporkan bahwa

meningkatkan stres dan mengalami burnout.

individu yang belum menikah (khususnya laki-

Teori Pearlman dan Hartman yang mengatakan

laki) dilaporkan lebih rentan terhadap sindrom

hubungan antara persepsi dengan dampak stres

burnout dibandingkan individu yang sudah

kerja pada karyawan. Teori ini memprediksi

menikah. Namun perlu penjelasan lebih lanjut

bahwa ketika harapan dan nilai nilai

untuk status perkawinan. Mereka yang sudah

karyawan tidak sesuai dengan harapan dan

menikah bisa saja memiliki resiko untuk

mengalami

burnout

jika

perkawinannya

Kesehatan Masyarakat
Hasanuddin

kurang harmonis atau mempunyai pasangan


yang tidak dapat memberikan dorongan sosial

321.

Caputo, J.S. 1991. Stress and Burnout


in Library Service. Phoenix : Oryx
Press.

322.

Chakraborty, C. (2012). Internal


Predictors of Burnout in Psychiatric
Nurses: An Indian Study. Industrial
Psychiatry Journal, 21(2): 119-124

323.

Dardin. 2013. Hubungan Konflik


Peran Ganda, Stress Kerja Dan Beban
Kerja dengan Burn Out Perawat
Wanita Di RS Haji Makassar Tahun
2013.
Tesis.
Program
Studi
Keperawatan Universitas Hasanuddin

324.

Erlina, Qorisa Ifa. 2010. Hubungan


Antara Persepsi Beban Kerja dengan
Burnout pada Perawat di Rumah Sakit
Daerah Dr. Haryoto Lumajang.
Skripsi. Program Studi Psikologi
Universitas Negeri Malang

325.

Jaya, E.D.G. dan Rahmat I. 2005.


Burnout Ditinjau dari Locus of
Control Internal dan Eksternal.
Majalah Kedokteran Nusantara, 38,
(3), 213-218.

326.

Khotimah, Kusnul. 2010. Hubungan


antara Persepsi terhadap Lingkungan
Kerja Psikologis dengan burn out pada
Perawat
RSU
Budi
Rahayu
Pekalongan. Semarang: FPUNDIP

327.

Mandasari, Tyagita. 2014. Analisa


Beban
Kerja
Perawat
Ugd
Menggunakan
Maslach
Burnout
Inventory Dan Modifikasi Heart (Studi
Kasus: RSU. X). Jurnal Universitas
Brawijaya.

328.

Mbuthia, M. N. (2009). An
Investigation Into The Factors that
Nurses Working in Critical Care Units
Perceive
as
Leading
to
Burnout.Dissertation. University Of
South Africa

329.

Nurjayadi, D.R. 2004. Kejenuhan


Kerja (Burnout) Pada Karyawan.
Pronesis. Vol. 6(40-54).

(Nurjayadi, 2004).
314.
Tingkat burnout tinggi yang
lebih banyak perawat yang sudah menikah.
Hal ini dimungkinkan terjadi karena seseorang
yang sudah menikah lebih banyak memiliki
tanggung

jawab

dan

tuntutan

daripada

seseorang yang belum menikah, sehingga


orang yang sudah menikah lebih banyak
memiliki beban pikiran. Orang yang sudah
menikah akan memiliki tanggung jawab
terhadap keluarga dan pekerjaan berbeda
dengan seseorang yang belum menikah yang
bisa fokus terhadap pekerjaannya (Prayanto,
2014).
315.
KESIMPULAN
316.
Penelitian ini menyimpulkan
ada hubungan antara usia (p=0,002), jenis
kelamin

(p=0,000),

tingkat

pendidikan

keperawatan (p=0,000), masa kerja (p=0,000)


dan status pernikahan (p=0,041) dengan
burnout perawat di RSUD Haji Makassar.
Saran untuk RSUD Haji Makassar adalah agar
memperhatikan tingkat burnout perawat dan
faktor-faktor

yang

berhubungan

dengan

burnout sehingga dapat dilakukan upaya


dalam hal pencegahan maupun perbaikan
dalam sistem manajemen rumah sakit.
317.
318.
DAFTAR PUSTAKA
319.

Anoraga, Pandji. 2005. Psikologi


Kerja. Jakarta: Rineka Cipta

320.

Astriana, dkk. 2014. Hubungan


Pendidikan, Masa Kerja Dan Beban
Kerja dengan Keselamatan Pasien
RSUD Haji Makassar. Artikel.
Manajemen Rumah Sakit Fakultas

Universitas

330.

Pangastiti, N.K. (2011). Analisis


Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga
Terhadap Burnout Pada Perawat
Kesehatan
Di
Rumah
Sakit
Jiwa.Skripsi
tidak
diterbitkan.Semarang
Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro

331.

Runtu, Delon. Y. N & Widyarini,


Nilam M.M. 2009. Iklim Organisasi,
Stres Kerja, Dan Kepuasan Kerja
Pada Perawat. Jurnal Psikologi
Volume 2, No. 2, Juni 2009

332.

Sari, Ni Luh Putu Dian Yunita. 2012.


Hubungan Beban Kerja, Faktor
Demografi, Locus Of Control Dan
Harga Diri Terhadap Burnout
Syndrome Pada Perawat Pelaksana
IRD Rsup Sanglah. Jurnal COPING
Ners Jurnal Vo. 3 No.2, Mei-Agustus
2015

333.

Spooner-Lane, R. (2004). The


Influence Of Work Stress and Work
Support on Burnout in Public Hospital
Nurses.Thesis. Queensland University
of Technology: School Of Learning
And Professional Studies.

334.

Sumarna, Endang. 2012. Gambaran


Tingkat Burnout Perawat Ruang
Perawatan Intensif Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin
Bandung.Skripsi.
Fakultas
Ilmu
Keperawatan Universitas Padjadjaran.

335.

Sumawidanta, W. 2013.Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kinerja
Perawat dalam Pemberian Proses
keperawatan di Ruang Rawat inap
Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Kabupaten Badung Tahun 2013.
Skripsi tidak diterbitkan. Denpasar
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Udayana

336.
337.

Windayanti dan Prawasti, Cicilia Yetti.


2007. Burnout Pada Perawat Rumah
Sakit Pemerintah dan Perawat Rumah
Sakit Swasta. JPS. VoL. 13 No. 02

338.
339.
340.

Anda mungkin juga menyukai