Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran penerapan etika keperawatan di RS GPI Depok ,
sebuah rumah sakit swasta, tipe C yang berlokasi di dekat Universitas Indonesia dan Universitas
Gunadharma. Penelitian ini bersifat Cross sectional, dengan pendekatan concurrent mixed methods,
dengan menyatukan data kuantitatif dan kualitatif untuk memperoleh analisis komprehensif, strategi
yang digunakan Embedded Konkuren. Fokus penelitian adalah penerapan etika keperawatan di ruang
rawat inap. Prediksi yang mempengaruhi adalah kepemimpinan kepala ruangan dan tim kerja.Sampel
30 orang perawat pelaksana (PP), 3 orang Kepala Ruangan (Ka Ru) dan 30 orang pasien. Hasil
Univariat menunjukkan bahwa seluruh perawat belum pernah mendapatkan pelatihan etika. PP
mempersepsikan bahwa kepemimpinan masih perlu ditingkatkan, capaian target 72.00%, Tim Kerja
67.00% dan etika 73.00%. Ka Ru mempersepsikan kepemimpinan sebesar 86.40%, Tim Kerja 78.85%
dan etika 91.60%. Sedangkan pasien mempersepsikan etika masih kurang (65.40%). Hasil bivariat
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kepemimpinan dengan etika (p:1.000). Tidak ada
hubungan antara Tim Kerja dengan Etika (p:0.069) Faktor-faktor lain yang diduga ada hubungannya
dengan penerapan etika antara lain adalah : komunikasi, kolaborasi diantara tim kesehatan dan juga
pendidikan perawat. Saran dari penelitian ini adalah pelatihan etika, meningkatkan komunikasi dan
kolaborasi serta meningkatkan pendidikan perawat
ABSTRACT
This research was conducted to find out the description of nursing application at GPI Hospital Depok,
a private hospital, type C located near Universitas Indonesia and Universitas Gunadharma. This
research is a cross sectional method, with concurrent mixed methods approach, by integrating
quantitative and qualitative data to obtain analysis, strategy used Embedded Concurrent. The focus of
research is the application of nursing ethics in the inpatient room. Developing predictions are
leadership of the head unit and team leads. Samples of 30 staff nurses (PP), 3 Heads nurse (Ka Ru)
and 30 patients. Univariate results show all that all nurses had not received ethics training. PP that
perceive leadership should still be improved, achievement of target is 72.00%, 67.00% for team work,
and 73.00% for ethics. Ka Ru perceives leadership as 86.40%, Team Work 78.85% and for ethics as
91.60%. While the patient perceives ethics is still less (65.40%). Bivariate results show no association
between leadership and ethics (p: 1,000). There is no relationship between teamwork and Ethics (p:
0,069) Other factors include communication, collaboration between health teams and nurse education.
Suggestions from this research are ethical training, and improving communication, and collaboration
Keywords: Nurse, Leadership, Team Work and Ethics
b. Tim Kerja
Penilaian rata-rata Tim Kerja
dapat dilihat pada table 1. Penilaian
terendah PP dan Ka Ru terhadap
tim kerja sama yakni pada sub
komponen kepercayaan. Apabila
diukur dengan cut of 90% dari nilai
maksimal rata-rata, maka Tim Kerja
yang dipersepsikan oleh PP
(67.00%) lebih rendah dari Ka Ru,
masih termasuk kurang
Menurut Trenholm,1986,
kelompok kerja yang baik adalah
kelompok yang secara konsisten
berinteraksi, mempunyai persepsi yang
sama, melaksanakan kegiatan
terstruktur, saling percaya dan saling
tergantung diantara anggotanya.
Apabila kepercayaan masih dipandang
kurang, maka kolaborasi dengan
profesi lainpun masih kurang , hal ini
sesuai dengan pendapat Virginia
Henderson, 1991, kolaborasi
2. Penerapan Etika Keperawatan di RS.GPI
Dari table tersebut diatas terlihat bahwa informasi yang tepat, simpatik dan
capaian nilai rata-rata terendah pada sub mudah dimengerti.( PP.PPNI,2010)
variable etika keperawatan yang dinilai
oleh PP dan Ka Ru sama, yakni pada sub b. Kesetiaan ( Fidelity )
komponen Beneficence & Mal-Eficience . Persepsi pasien terhadap kesetiaan
Sedangkan capaian nilai rata-rata terendah perawat di RS.GPI (table 2) masih
oleh pasien pada otonomi Nilai capaian kurang, pasien mengharapkan
rata-rata akhir etika yang disampaikan keramahan, kenyamanan dan rasa
oleh PP lebih tinggi dari pasien , tetapi aman. Kesetiaan berkaitan dengan
lebih rendah jika dibandingkan dengan kewajiban untuk selalu setia atau
KaRu loyal pada kesepakatan dan tanggung
jawab yang telah dibuat. Kewajiban
a. Otonomi (Autonomy ) ini meliputi menepati janji dan
Penilaian rata-rata etika dapat menyimpan rahasia serta perhatian
dilihat pada table 2. Persepsi pasien terhadap pasien. Perawat
terhadap otonomi paling rendah jika berkewajiban untuk berperilaku
dibandingkan dengan penilain PP dan caring dalam memberikan asuhan
Ka Ru, diasumsikan bahwa pasien keperawatan antara lain dengan
masih merasakan belum optimalnya memberikan perhatian kepada pasien,
penghargaan perawat terhadap memberi pengharapan dan membuat
haknya sebagai pasien. Perawat harus pasien sejahtera.( PP.PPNI,2010)
menghargai hak-hak pasien seperti
hak untuk terhindar dari bahaya dan c. Kebaikan (Beneficence) dan tidak
mendapatkan penjelasan secara membahayakan ( Nonmaleficence)
benar. Penerapan ”informed- PP masih merasa bahwa
consent” secara tidak langsung penerapan prinsip Beneficence &
menyatakan suatu trilogi hak pasien Mal-Eficience masih dirasakan
yaitu hak untuk dihargai, hak untuk kurang optimal ( table 2).
menerima dan menolak terapi. dipersepsikan bahwa kesadaran PP
Penghargaan perawat terhadap pasien terhadap keamanan pasien paling
diwujudkan dalam pemberian asuhan tinggi, artinya PP merasa bahwa
keperawatan yang bermutu secara belum sepenuhnya melakukan tugas
ramah dan penuh perhatian. Karena tersebut dengan baik. Perawat
perawat merupakan tenaga kesehatan melakukan tindakan untuk kebaikan
yang mempunyai kontak paling lama klien/pasien ketika memberikan
dengan pasien , maka perawat suntikan, mengganti balutan dan
dituntut untuk dapat memberikan memberikan dukungan emosional
bila klien/pasien cemas Prinsip ini (table 2) masih kurang.Prinsip ini
berkaitan dengan kewajiban perawat berkaitan dengan penghargaan
untuk tidak membahayakan dan tidak perawat terhadap semua informasi
menimbulkan kerugian atau cedera tentang klien/pasien yang dirawatnya.
pada klien/pasien. Kerugian atau klien/pasien harus diyakinkan bahwa
cidera dapat diartikan adanya informasi yang diberikan kepada
kerusakan fisik seperti nyeri, tenaga profesional kesehatan akan
kecacatan. kematian atau adanya dihargai dan tidak disampaikan
gangguan emosi antara lain adalah kepada pihak lain secara tidak tepat.
perasaan tidak berdaya , merasa Perlu dipahami bahwa menjelaskan
terisolasi dan adanya kekesalan. informasi tentang klien/pasien
Kerugian juga dapat berkaitan dengan dengan anggota kesehatan lain yang
ketidak adilan , pelanggaran atau ikut merawat klien/pasien dapat
berbuat kesalahan. Persepsi pasien dilakukan ” selama informasi
pada penerapan prinsip beneficence tersebut relevan dengan kasus yang
dan mal-eficence juga masih kurang ditangani ” .( PP.PPNI,2010) Apabila
dibandingkan dengan penilaian Ka diukur dengan cut of 90% dari nilai
Ru, hal ini membuktikan bahwa maksimal rata-rata, maka etika yang
pasien sudah menyadari resiko yang dipersepsikan oleh PP baru mencapai
dihadapi apabila tindakan seperti 72.90 %, capaian yang dipersepsikan
memberikan suntikan, pemasangan Ka Ru sudah 91.60% dan capaian
infuse, dll bisa berdampak buruk yang dipersepsikan oleh pasien masih
apabila tidak dilakukan dengan benar. paling rendah 65.40% . Hal ini
.( PP.PPNI,2010) dipersepsikan bahwa pasien sudah
menuntut hak-haknya yang harus
d. Kerahasiaan (Confidentiality) dipenuhi oleh perawat
Persepsi pasien terhadap
kerahasiaan perawat di RS.GPI
3. Distribusi responden menurut kategori skor kepemimpinan, tim kerja dan etika
Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Kategori Skor Kepemimpinan , Tim Kerja dan Etika
Bagi perawat, etika adalah peraturan atau dianut, maka secara konsisten orang tersebut
norma yang dapat digunakan sebagai acuan akan mencerminkan pola perilakunya
perilaku seseorang yang berkaitan dengan karena telah mempunyai kontrol internal.
tindakan yang baik dan buruk , dilakukan Etika adalah ilmu pengetahuan yang terkait
guna memenuhi kewajiban dan tanggung dengan nilai-nilai moral, sedangkan nilai
jawab moralnya sebagai perawat (Darr K, adalah keyakinan pribadi tentang kebenaran
1997) dan manfaat dari pemikiran, objek atau
Nilai adalah identitas individu, profesi perilaku. Jadi nilai sangat erat hubungannya
dan masyarakat. Perawat setiap hari dengan etika, bahkan penerapan etika sangat
ditantang dalam hubungan dan pengambilan tergantung dari nilai-nilai yang dianut
keputusan yang dipengaruhi oleh nilai seseorang. ( PP.PPNI,2010:3)
tersebut. Selain nilai pribadinya sendiri, Dengan demikian dapat dipahami
perawat juga merasa harus menerapkan bahwa kepemimpinan tidak dapat langsung
sejumlah nilai yang disandang karena memberikan dampak pada perubahan nilai
profesinya sebagai perawat. Perawat pemula atau penerapan etika dalam praktik , tetapi
secara bertahap akan tersosialisasi dengan menjadi perantara bagaimana individu
nilai-nilai yang diacu oleh profesinya mewujudkan tata nilai, aturan, atau norma
melalui lingkungan, dengan nilai – nilai hidup dan kesadaran diri setiap manusia
yang dianut perawat belajar dan bekerja sebagai anggota kelompok keperawatan ,
untuk memberikan asuhan keperawatan sehingga tidak terjadi benturan kepentingan
kepada pasiennya. (Potter & Perry,1997), dari berbagai pihak, dengan demikian akan
dengan demikian peran dari perawat senior terjadi keserasian. Agar norma-norma
dalam menerapkan etika keperawatan tersebut dapat diformulasikan dengan baik,
menjadi penting karena dapat dijadikan tepat, jelas, dapat dipahami dan diterima,
sebagai role model serta dapat dijunjung tinggi oleh setiap
Selain belajar dari lingkungan perawat anggota masyarakat maka perlu adanya
juga mengembangkan nilai dari seorang pemimpin yang berkualitas ,
kehidupannya, nilai didapat dari budaya mampu mendiagnosa dan memahami
individu, adat istiadat, agama, tradisi dan situasi, adaptasi dengan berbagai budaya,
juga kelompok seumat serta keluarga. Nilai mampu menutup kesenjangan yang ada serta
akan mendasari perilaku. Jika seseorang melakukan komunikasi yang efektif (
telah menyadari tentang nilai-nilai yang
Whitehead.D.K, Sally.A.W & Ruth.M.T,
2007) 2. Hubungan Tim Kerja dengan Etika
Burn menggunakan teori Terdapat perbedaan proporsi antara
kepemimpinan transformasional, yang responden yang memiliki nilai tim kerja
menitik beratkan kekuatan pada kebutuhan kurang dengan responden yang memiliki
anak buah, nilai serta moral yang dianut. nilai tim kerja baik terhadap penerapan
Kepemimpinan transformasional adalah etika. Terdapat 20 dari 21 orang (95.20%)
pimpinan yang mencoba untuk mengikut responden dengan nilai tim kerja kurang
sertakan anak buah dalam menggerakkan yang juga kurang dalam penerapan etika,
tanggung jawab moral dan standar kerja sedangkan sebanyak 6 dari 9 orang
yang tinggi. Pola kepemimpinan ini (66.70%) responden dengan nilai tim kerja
dianggap paling baik dalam pendekatannya baik yang juga kurang dalam penerapan
karena terlihat pimpinan berada pada etika. Dengan demikian dapat dikatakan
dimensi moral secara jelas. pimpinan bahwa terbukti secara bermakna tidak ada
membujuk individu untuk mengikuti dan perbedaan antara PP yang mempunyai
membantu memecahkan permasalahan persepsi baik dan yang mempunyi persepsi
yang dihadapi anak buahnya. Selama kurang dalam penerapan etika (nilai p
berinteraksi antara pimpinan dan anak buah, 0,069), dengan kata lain dapat dikatakan
keduanya akan menjunjung tinggi nilai dan bahwa tidak ada hubungan antara tim kerja
moral yang dianut (Northouse.P.G, 2005) dengan penerapan etika . Hal tersebut
dapat dilihat pada table 5. sebagai berikut