Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah Sakit merupakan suatu organisasi yang bergerak dibidang

kesehatan yang selayaknya mempertimbangkan bahwa asuhan di Rumah

Sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan yang berfokus pada standar

pelayanan pasien. Kelompok Standar Pelayanan yang berfokus pada pasien

salah satunya adalah Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO) (Bina Upaya

Kesehatan, Kemenkes RI, Kars, 2011).

Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO) merupakan system dan

proses yang digunakan di Puskesmas dalam memberikan farmakoterapi pada

pasien.Salah satu upaya dalam MPO adalah pemberian obat (BUK,

Kemenkes RI, KARS, 2011). Pemberian obat pada pasien merupakan

tanggung jawab perawat. Perawat berkewajiban untuk mematuhi standar

prosedur tetap dalam pemberian obat sehingga kesalahan dalam

pemberian obat tidak terjadi (Potter dan Perry, 2009).

Kesalahan dalam pemberian obat dapat menimbulkan kecacatan

bahkan kematian pada pasien (Anief, 2007). Kesalahan dalam pemberian

obat sering ditemukan meliputi kekeliruan dalam mengidentifikasi pasien,

menetapkan jenis obat, order dosis yang salah, rute yang salah, waktu

pemberian yang tidak tepat, obat yang menimbulkan alergi atau kombinasi

yang bertentangan (Pujiastuti, 2007).

Supervisi dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu cara langsung dan

cara tidak langsung (Nursing & Midwifery Board of Australia, 2013).

1
2

Supervisi secara langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan

berbagai hambatan / permasalahan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di

ruangan (Suarli dan Bahtiar, 2009). Cara tidak langsung dapat dilakukan

melalui laporan baik tertulis maupun lisan, supervisor tidak melihat

secara langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan bawahan (Arwani dan

Supriyatno, 2009).

Pelaksananaan supervisi masih sering dianggap sebagai salah satu hal

yang membuat perawat tidak nyaman, masih menganggap mencari kesalahan

dari perawat itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut pelaksanaan supervisi perlu

dilakukan dengan baik dengan membina hubungan interpersonal. Supervisi

bertujuan untuk pengembangan staf dalam hal ini memberikan dukungan

kepada staf, membantu perawat untuk dapat bekerja lebih efektif dan

memberikan wawasan kepada perawat (Lynch dan Happel, 2008). Seorang

pelaksana supervisi harus memiliki kompetensi yang meliputi pengetahuan

dan keterampilan. Supervisor harus memahami konsep teoritis serta

bagaimana cara untuk menerapkannya.

Menurut Wegman dan McGee dalam Ledvak dan Buck (2008),

perawat yang kurang terlatih adalah merupakan masalah yang signifikan yang

mempengaruhi produktivitas kerja. Mengatasi hal ini manajer ataupun kepala

ruangan diharapkan mampu melaksanakan perannya sebagai perencana,

pelatih, pengarah dan pengevaluasi serta sebagai role model yang dapat

dilakukan pada saat pelaksanaan supervisi.

Menurut Deming dalam Robbins (2010) menyatakan bahwa manajer

bukan pekerja, manajer berperan melakukan supervisi sebagai sumber utama


3

peningkatan produktivitas. Supervisi merupakan salah satu standar dari

praktek profesional dalam organisasi. Supervisi adalah suatu strategi tata

kelola untuk meningkatkan kemampuan praktisi baik dari kualitas maupun

kompetensi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan

keperawatan (Dawson, Phillips dan Leggat, 2012 : 36).

Bush (2007) mengemukaan bahwa ada tiga fungsi utama supervisi

yaitu : (1) Fungsi formatif, meliputi proses edukatif untuk mengembangkan

keterampilan, (2) Fungsi restorative, yaitu memberikan dukungan

profesional yang terus-menerus untuk mengurangi stress dan kelelahan, (3)

Fungsi normative, meliputi fungsi manajerial untuk perbaikan, peningkatan

dan pengendalian kualitas praktek profesional pelayanan keperawatan.

Supervisi berperan untuk mempertahankan agar segala kegiatan yang

telah diprogram dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Supervisi secara

langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai

hambatan ataupun permasalahan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di

ruang perawatan (Suyanto, 2008).

Driscoll (2008), mengemukakan pandangan bahwa jika

pelaksanaannya benar maka supervisi klinis adalah pendorong terbesar dalam

memajukan keunggulan dalam perawatan. Meskipun demikian, kurangnya

pemahaman dikombinasikan dengan ketidak percayaan oleh perawat masih

dapat mengakibatkan hambatan dalam pelaksanaan supervisi kepada mereka

yang membutuhkannya.

Kepatuhan petugas profesional (perawat) adalah sejauh mana

perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan


4

pimpinan perawat ataupun pihak rumah sakit (Niven, 2007).

Niven (2007) mengungkapkan derajat ketidak patuhan ditentukan

oleh kompleksitas prosedur pengobatan, derajat perubahan gaya

hidup/lingkungan kerja yang dibutuhkan, lamanya waktu dimana perawat

mematuhi prosedur tersebut, apakah prosedur tersebut berpotensi

menyelamatkan hidup dan keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri

oleh pasien bukan petugas kesehatan. Pelaksanaan supervisi melibatkan

perawat manajer dan perawat pelaksana, kegiatan supervisi yang baik dapat

meningkatkan produktivitas kerja perawat. Kepala ruangan sebagai manajer

lini pertama harus mampu melaksanakan supervisi dengan baik..

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Dengan

Pelaksanaan Prinsip Delapan Benar Satu Waspada Pemberian Obat Yang

Dilakukan Perawat Di RS Atmedika Palopo Tahun 2017.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan

pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat yang

dilakukan perawat di RS Atmdika Palopo?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip delapan

benar pemberian obat yang dilakukan perawat di RS Atmedika Palopo.


5

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi supervisi kepala ruangan di RS Atmedika Palopo.

b. Mengidentifikasi pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada

pemberian obat yang dilakukan perawat di RS Atmedika Palopo.

c. Menganalisis hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan

prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat yang dilakukan

perawat di RS Atmedika Palopo.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada

berbagai pihak yang terkait yakni :

1. Manajemen Rumah Sakit

Sebagai masukan bagi Rumah Sakit dalam menyusun program

peningkatan kompetensi perawat dalam pelaksanaan prinsip delapan benar

satu waspada pemberian obat pada perawat di RS Atmedika Palopo.

2. Profesi Keperawatan

Sebagai bahan evaluasi pelaksanaan pemberian obat yang

dilakukan perawat serta pertimbangan untuk meningkatkan kualitas

perawat dalam melaksanakan pemberian obat dengan melakukan pelatihan

khusus di RS Atmedika Palopo.

3. Peneliti Selanjutnya

Sebagai informasi dan data tambahan dalam penelitian berikutnya

terutama yang berhubungan dengan penelitian supervisi kepala ruangan dan

pelaksanaan prinsip delapan benar pemberian obat.


6

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang terkait dengan penelitian adalah penelitian yang

dilakukan oleh Berggren dan Severinsson (2012) pada 15 perawat teregistrasi

menyatakan bahwa pelaksanaan supervisi dapat meningkatkan kemampuan

perawat dalam pengambilan keputusan. Penelitian yang juga dilakukan Gonge

dan Buus (2011), di Denmark dengan menggunakan Manchester Clinical

Supervision Scale (MCSS) pada 136 sampel di 9 bangsal psikiatri dan 4 pusat

kesehatan mental dinyatakan bahwa pelaksanaan supervisi berpengaruh

terhadap kepuasan kerja perawat psikiatri dan meningkatkan produktivitas

kerja. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tujuan penelitian ini untuk

mengidentifikasi hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan

prinsip delapan benar pemberian obat, sampel yang digunakan sebanyak 32

orang, dan tempat penelitian di RS At Medika Palopo.

Penelitian yang dilakukan oleh Mulyono, Hamzah dan Abdullah

(2013) di Rumah sakit Tingkat III 16.06.01 Ambon pada 32 sampel di ruang

rawat inap diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara

supervisi dengan kinerja perawat, sejalan dengan penelitian yang dilakukan di

RSUD Liunkendage Tahuna pada delapan ruang rawat inap dengan 69

responden dengan menggunakan uji chi-square diketahui bahwa ada

hubungan antara supervisi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana

(Tampilang, 2013). Perbedaan dengan penelitian ini adalah tujuan penelitian

ini untuk mengidentifikasi hubungan supervisi kepala ruangan dengan

pelaksanaan prinsip delapan benar pemberian obat, sampel yang digunakan

sebanyak 32 orang, dan tempat penelitian di RS At Medika Palopo.


7

Penelitian yang dilakukan oleh Zona Marlina Simarmata dengan

judul Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip

“Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr.

Pirngadi Medan, bertujuan untuk mengetahui hubungan supervisi kepala

ruangan dengan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat yang

dilakukan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan jumlah

perawat 74 orang. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif

korelasi dengan pengambilan sampel simple random sampling. Instrumen

penelitian berupa kuesioner data demografi, kuesioner supervisi kepala

ruangan dan kuesioner pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat.

Hasil penelitian diuji dengan spearman rank dan menunjukkan hasil

supervisi kepala ruangan mayoritas dalam kategori baik yaitu sebanyak

73% dan pelaksanaan prinsip “enam benar” pemberian obat mayoritas

dalam kategori baik sebanyak 91,9%. Hasil uji korelasi Spearman Rank

didapat nilai p sebesar 0,000 yang menunjukkan terdapat hubungan yang

bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan pemberian

obat, kekuatan korelasi r = 0,488 yang mengidentifikasikan bahwa

kekuatan hubungan dalam kategori sedang dan arah korelasi (+).

Perbedaan dengan penelitian ini adalah tujuan penelitian ini untuk

mengidentifikasi hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan

prinsip delapan benar pemberian obat, sampel yang digunakan sebanyak 32

orang dan tempat penelitian di RS At Medika Palopo.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Supervisi

1. Pengertian Supervisi

Supervisi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka pemantauan

disertai dengan pemberian bimbingan, penggerakan atau motivasi dan

pengarahan (Depkes, 2008). Supervisi adalah melakukan pengamatan

secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang

dilakukan bawahan dan jika ditemukan masalah, segera diberikan bantuan

yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli dan Bahtiar, 2009).

Supervisi merupakan suatu proses pemberian sumber-sumber yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dalam rangka pencapaian tujuan

yang telah ditetapkan. Supervisi memungkinkan seorang manajer dapat

menemukan berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas

bawahan (Arwani dan Supriyatno, 2007).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan

bahwa kegiatan supervisi adalah tindakan pengamatan ataupun

pengawasan yang dilakukan oleh atasan meliputi penilaian kinerja

bawahan sesuai standar prosedur, memberikan bimbingan dan bantuan

apabila terdapat masalah serta dukungan sehingga tujuan organisasi

yang sudah ditetapkan dapat tercapai.

2. Tujuan dan Manfaat Supervisi


9

Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja

yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja

dan jumlah sumber-sumber 8


yang dibutuhkan untuk memudahkan

pelaksanaan tugas. Tujuan supervisi diarahkan pada kegiatan

mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan, memberikan arahan

dalam pelaksanaan kegiatan sebagai upaya untuk menimbulkan kesadaran

dan mengert peran serta fungsinya sebagai staf dan difokuskan pada

pemberian pelayanan dan pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan

keperawatan (Arwani dan Supriyatno, 2007).

Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh

banyak manfaat. Manfaat tersebut adalah dapat lebih meningkatkan

efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan

peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan serta makin terbinanya

hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan

bawahan. Manfaat selanjutnya adalah dapat lebih meningkatkan

efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi kerja ini erat kaitannya dengan

makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga

pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan

dapat dicegah (Suarli dan Bahtiar, 2009).

3. Sasaran Supervisi

Arwani dan Supriyatno (2007) menyatakan bahwa supervisi

yang dilakukan memiliki target tertentu yang akan dicapai. Setiap

sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati

berdasarkan struktur dan hierarki tugas. Dengan demikian, sasaran yang


10

menjadi target dalam kegiatan supervisi adalah terbentuknya staf yang

berkualitas yang dapat dikembangkan secara sistematis dan

berkesinambungan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis,

tersedianya sistem dan prosedur yang tidak menyimpang, adanya

pembagian tugas dan wewenang yang proporsional dan tidak terjadinya

penyelewengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan.

Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang

dilakukan oleh bawahan serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Di

sini terlihat lebih jelas bahwa bawahan yang melaksanakan pekerjaan

akan disupervisi, tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja

pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli dan Bahtiar, 2009).

4. Prinsip-Prinsip Pokok Dalam Supervisi

Tobing dan Napitupulu (2011) menyatakan bahwa ada 8 prinsip-

prinsip pokok supervisi, yaitu:

a. Supervisor harus mengerti dengan jelas hal-hal yang diharapkan dari

pekerjaan tersebut seperti tujuan / sasaran, sifat / kriteria, anggaran

dan kualitas pekerjaan.

b. Supervisor harus mengetahui pedoman dan prosedur dalam

menjalankan pekerjaan.

c. Supervisor harus mengakui pekerjaan yang baik yang telah dilakukan

bawahannya dan memberikan pekerjaan kepada yang dipimpinnya.

d. Supervisor harus memberikan tanggung jawab pekerjaan kepada

bawahannya.
11

e. Supervisor harus memotivasi orang-orang yang dipimpinnya untuk

memperbaiki kesalahan-kesalahannya dan memberi kritik yang

konstruktif.

f. Supervisor harus mempunyai gaya dan fungsi kepemimpinan sebagai

teladan bagi bawahannya.

g. Supervisor harus mampu mengarahkan, berkomunikasi dengan baik

dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan diri.

h. Supervisor harus memberikan suasana bekerja dalam lingkungan

yang sehat, nyaman dan aman.

Arwani dan Supriyatno (2007) menyatakan bahwa seorang manajer

keperawatan yang melakukan kegiatan supervisi harus mengetahui prinsip-

prinsip supervisi yaitu didasarkan atas hubungan profesional dan bukan

hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat

edukatif, memberikan rasa aman pada perawat pelaksana, harus mampu

membentuk suasana kerja yang demokratis, dilakukan secara objektif dan

mampu memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation), dapat

mengembangkan potensi atau kelebihan masing- masing orang yang terlibat,

bersifat progresif, inovatif, fleksibel, konstruktif dan kreatif dalam

mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan dan supervisi harus

dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas

asuhan keperawatan.

Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan prinsip pokok supervisi

secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut.


12

a. Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan,

bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan

dengan melakukan pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan,

untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk

atau bantuan untuk mengatasinya.

b. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus

edukatif dan sportif, bukan otoriter.

c. Supervisi harus dilakukan secara teratur dan berkala.

d. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga terjalin

kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat

proses penyelesaian masalah dan untuk lebih mengutamakan kepentingan

bawahan.

e. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai

dengan kebutuhan masing-masing bawahan secara individu.

Penerapan strategi dan tata cara yang sama untuk semua kategori

bawahan, bukan merupakan supervisi yang baik.

f. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan

dengan perkembangan.

5. Pelaksana Supervisi

Depkes (2008) menyatakan bahwa pelaksana supervisi di rumah

sakit dapat dilakukan oleh:

a. Kepala Ruangan

Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan

untuk klien. Kepala ruangan sebagai ujung tombak penentu tercapai


13

tidaknya tujuan pelayanan keperawatan dan mengawasi perawat

pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan.

b. Pengawas Perawatan

Beberapa ruang atau unit pelayanan berada dibawah unit

pelaksana fungsional (UPF). Pengawas bertanggung jawab dalam

supervisi pelayanan keperawatan pada areanya yaitu beberapa kepala

ruangan yang di UPF bersangkutan.

c. Kepala Seksi

Beberapa UPF digabung dalam satu pengawasan kepala seksi

(Kasie). Kepala seksi mengawasi pengawas UPF dalam melaksanakan

tugasnya secara langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung.

d. Kepala Bidang

Kepala bidang bertanggung jawab untuk supervisi kepala

seksi secara langsung dan semua perawat secara tidak langsung. Jadi

supervisi berkaitan dengan struktur organisasi yang menggambarkan

garis tanggung jawab siapa yang menjadi supervisor dan siapa yang

disupervisi.

Pelaksana supervisi adalah manajer yang langsung mengelola

karyawan yang memiliki pengalaman dalam supervisi, mengikuti pelatihan

sistemik serta memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan. Apabila

supervisor tidak memiliki keterampilan tersebut dapat dipastikan kinerja

unit kerja mereka akan menjadi korban (Dharma, 2003).


14

Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa yang bertanggung

jawab untuk melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki kelebihan

dalam organisasi. Idealnya, kelebihan tersebut tidak hanya dari aspek

status dan kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Untuk

dapat menjadi pelaksana supervisi yang baik manajer juga perlu mengikuti

pendidikan dan pelatihan yang bersifat khusus. Pelaksana supervisi yang

baik membutuhkan bekal yang banyak, termasuk bekal dalam melakukan

komunikasi, motivasi, pengarahan, bimbingan dan juga kepemimpinan.

6. Teknik Supervisi

Supervisi dapat dilakukan melalui 2 cara dalam prosesnya, yaitu:

a. Cara Langsung

Supervisi langsung adalah ketika supervisor bertanggung jawab

secara langsung terhadap asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada

saat kegiatan berlangsung dan supervisor melakukan observasi kepada

perawat pelaksana saat melakukan asuhan keperawatan (Nursing and

Midwifery Board of Australia, 2013). Observasi dilakukan dengan

membandingkan hasil pengamatan dengan standar program (Muninjaya,

2009). Pada kondisi ini, umpan balik dan perbaikan dapat sekaligus

dilakukan dimana bawahan tidak merasakannya sebagai suatu beban dan

selama proses supervisi, supervisor dapat memberikan dukungan,

reinforcement dan petunjuk, kemudian supervisor dan perawat pelaksana

melakukan diskusi untuk menguatkan yang telah sesuai dengan apa

yang direncanakan dan memperbaiki segala sesuatunya yang dianggap

masih kurang (Arwani dan Supriyatno, 2007).


15

Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan 3 hal yang perlu

diperhatikan saat melakukan supervisi langsung, yaitu:

1) Sasaran pengamatan

Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya merupakan

pengamatan yang tidak efektif, karena pelaksana supervisi tidak

mengetahui tujuan dari supervisi tersebut.

2) Objektivitas pengamatan

Pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat

menggangu objektivitas. Pengamatan langsung perlu dibantu dengan

suatu daftar isian (check list) agar lebih objektivitas. Daftar tersebut

dipersiapkan untuk setiap pengamatan secara lengkap dan apa adanya.

Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan

kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang atau kesan

mengganggu kelancaran pekerjaan. Pengamatan langsung harus

dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau kesan negatif

tersebut tidak muncul. Pengamatan tersebut dapat dilakukan secara

edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas.

b. Cara Tidak Langsung

Supervisi tidak langsung memungkinkan terjadinya salah

pengertian (misunderstanding) dan salah persepsi (misperception) karena

supervisor tidak melihat secara langsung kegiatan-kegiatan yang

dilakukan (Arwani dan Supriyatno, 2007). Nursing and Midwifery Board


16

of Australia (2013) menyatakan bahwa supervisi tidak langsung

adalah ketika supervisor berada dalam fasilitas ataupun organisasi

yang sama dengan yang disupervisi namun tidak melakukan observasi

langsung. Supervisor harus tersedia saat dibutuhkan baik via telepon

ataupun email.

Muninjaya (2009) menyatakan bahwa supervisi tidak langsung

dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu:

1) Laporan lisan

Supervisor dapat memperoleh data langsung tentang

pelaksanaan suatu program dengan mendengarkan laporan lisan staf

atau pengaduan masyarakat. Supervisor hanya memperoleh informasi

terbatas tentang kemajuan program atau laporan kasus

penyalahgunaan wewenang oleh staf dari laporan masyarakat,

sehingga supervisor harus peka dengan raut wajah staf dan cara

mereka melapor, jika seandainya laporan yang diterima tidak benar

apalagi jika tidak ditunjang dengan data (fakta).

2) Laporan tertulis

Staf penanggung jawab program diminta membuat laporan

singkat tentang hasil kegiatannya. Informasinya hanya terbatas pada

hal-hal yang dianggap penting oleh staf. Format laporan staf harus

dibuat. Sistem pencatatan dan pelaporan program yang secara rutin

dibuat oleh staf dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan program

asalkan laporan tersebut sudah dianalisis dengan baik.


17

Wiyana (2008) menyatakan bahwa supervisi tidak langsung dapat

dilakukan dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik

perawat dengan memilih satu dokumen asuhan keperawatan kemudian

memeriksa dokumentasi asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit.

Setelah itu memberikan penilaian atas dokumentasi yang di supervisi dengan

memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan cacatan tertulis

pada perawat yang mendokumentasikannya.

B. Konsep Prinsip Delapan Benar Satu Waspada Pemberian Obat

1. Benar Pasien

Pemberian obat pada pasien yang benar dapat dipastikan dengan

memeriksa gelang identifikasi pasien dan meminta pasien menyebutkan

namanya sendiri, jika pasien tidak mampu berespon secara verbal, dapat

digunakan cara non-verbal seperti menganggukkan kepala (Kee dan

Hayes, 2007 ).

Ketika memberikan obat pada pasien perawat harus mengecek

program terapi pengobatan dari dokter, memanggil nama pasien yang

akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan/kardeks di

tempat tidur pasien (Kozier, Erb, Berman, Snyder, 2010).

Perawat harus memastikan obat diberikan kepada pasien yang tepat

dengan meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkapnya dan nomor

jaminan sosialnya atau nama lengkap dan tanggal lahirnya (Vaughans,

2013).

Pemberian obat pada pasien yang salah dapat terjadi pada saat

pemesanannya lewat telepon, pasien yang masuk bersamaan, kasus


18

penyakitnya sama, ataupun adanya pindahan pasien dari ruang yang satu

keruang yang lainnya. Perawat harus mengidentifikasi pasien dengan

menanyakan nama lengkap pasien, melihat identitas pasien dalam bracelet

ataupun mengidentifikasi melalui papan nama pada tempat tidur pasien

untukmengurangi kejadian pemberian obat pada pasien yang tidak tepat

(Wijayaningsih, 2013).

2. Benar Obat

Obat yang benar berarti pasien menerima obat yang telah

diresepkan. Label obat harus dibaca 3 kali untuk menghindari kesalahan,

yaitu: saat melihat botol atau kemasan, sebelum menuang obat,setelah

menuang obat. Perawat juga harus menyadari bahwa obat- obat tertentu

mempunyai nama yang bunyinya hamper sama dan ejaannya mirip. Jika

ada keraguan, perawat dapat menghubungi apoteker atau pemberi resep

(Kee dan Hayes, 2007).

Benar obat dapat dilakukan dengan mengecek program terapi

pengobatan dari dokter, menanyakan ada tidaknya alergi obat, mengecek

label obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan

obat, perawat juga harus mengetahui efek samping obat (Kozier, et al.,

2010).

Vaughans (2013) menyatakan bahwa perawat harus memastikan

obat yang akan diberikan kepada pasien benar dengan cara:

a. Mengecek inkonsistensi antara obat yang diresepkan dan riwayat

medis pasien, termasuk kontraindikasi, alergi, diagnosis medis dan

hasil laboratorium. Perawat harus memverifikasi ketidakjelasan


19

medikasi yang dipesan atau inkonsisten dengan penilaian informasi

yang diperoleh selama proses persiapan.

b. Mengecek adanya ketidakcocokan antara obat yang diresepkan dan

obat yang diberikan. Ada kesamaan tampilan, kesamaan bunyi dalam

medikasi (misal, Xanax dan Zantac) yang dapat berakibat pada

medikasi yang salah pada pasien.

c. Jika pasien tidak yakin untuk meminum obat yang telah diresepkan,

verifikasi bahwa pemberi resep telah memesan obat yang tepat.

Obat diberikan dengan benar dapat dipastikan dengan melihat label

atau etiket dan harus dibaca dengan teliti setiap akan memberikan obat.

Hal yang perlu diperhatikan antara lain : nama obat, sediaan, konsentrasi

dan cara pemberian serta expired date. Kesalahan pemberian obat sering

terjadi jika perawat memberikan obat yang disiapkan oleh perawat lain

atau pemberian obat melalui wadah (spuit) tanpa identitas atau label yang

jelas (Wijayaningsih, 2013).

3. Benar Dosis

Benar dosis diperhatikan melalui penulisan resep dengan dosis

yang disesuaikan dengan keadaan pasien. Beberapa kasus yang ditemui di

lapangan, terdapat banyak obat yang direkomendasikan dalam bentuk

sediaan. Perawat harus teliti menghitung dosis masing-masing obat dan

mempertimbangkan adanya perubahan dosis dari penulis resep. Yang

perlu diperhatikan oleh perawat dalam pemberian dosis yang benar

adalah tidak mengubah dosis asli, menghitung dan memeriksa dosis obat

dengan benar. Jika ada keraguan, dosis obat harus dihitung ulang dan
20

diperiksa oleh perawat lain serta menghubungi apoteker atau penulis resep

sebelum pemberian dilanjutkan. Jika pasien meragukan dosis, periksa

kembali dosis obat. Apabila sudah mengkonsultasikan dengan apoteker

atau penulis resep namun tetap rancu, obat tidak boleh diberikan, beritahu

penanggung jawab unit atau ruangan dan penulis resep beserta alasannya

(Kee dan Hayes, 2007).

Benar dosis dapat dipastikan dengan mengecek dosis yang

diresepkan sesuai dengan kebutuhan pasien, mencari tahu dosis obat yang

biasa digunakan pasien dan memeriksa kembali perhitungan dosis yang

menimbulkan pertanyaan (Kozier, et al., 2010).

Memberikan obat dengan dosis yang tepat pada pasien merupakan

hal yang harus dipastikan oleh perawat Memberikan jumlah yang lebih

sedikit dari yang diresepkan berakibat pada tidak memadainya perlakuan

terhadap pasien dan akan menunda pemulihan dari sakit, juga

menyebabkan resistensi terhadap obat tertentu di masa yang akan datang.

Memberikan obat dengan dosis yang berlebih dari yang seharusnya

dapat menciptakan masalah baru bagi pasien, beberapa diantaranya dapat

mengakibatkan kematian (Vaughans, 2013).

Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau

timbulnya efek berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada anak-anak,

lansia, atau pada orang obesitas. Perawat perlu memeriksa dosis obat

sesuai kebutuhan pasien dan jika ragu dapat berkonsultasi dengan dokter

yang menulis resep (Wijayaningsih, 2013).

4. Benar Waktu
21

Waktu yang benar adalah saat obat yang diresepkan harus

diberikan. Jika obat harus diminum sebelum makan untuk memperoleh

kadar yang diperlukan harus diberi satu jam sebelum makan, jika obat

harus dimakan sesudah makan maka harus diberi sesudah pasien

makan. Perawat juga harus memeriksa tanggal kadaluarsa obat (Kee dan

Hayes, 2007).

Benar waktu dapat diterapkan dengan memberikan obat pada

frekuensi yang tepat dan pada waktu yang diprogramkan oleh pemberi

resep. Obat yang diberikan dalam 30 menit sebelum atau sesudah waktu

yang dijadwalkan dianggap memenuhi waktu standar yang benar (Kozier,

et al., 2010).

Benar waktu meliputi interval yang benar dan juga waktu yang

tepat setiap harinya. Memberikan obat dengan frekuensi lebih sering atau

kurang dari yang telah diresepkan berpotensi mempengaruhi efek yang

diharapkan dari obat tersebut. Selain itu, beberapa obat harus diberikan

di waktu tertentu pada hari tersebut. Sebagai contoh, diueretik (obat yang

diberikan untuk mengurangi kelebihan cairan dari tubuh) biasanya

diberikan pagi hari. Pemberian jenis obat ini di malam hari akan

mengganggu pasien beristirahat (Vaughans, 2013).

Obat yang dikonsumsi secara berulang lebih berpotensi

menimbulkan kesalahan dalam waktu pemberiannya. Misalnya pada

kasus gawat darurat henti jantung, epinefrin diberikan setiap 3-5 menit,

jika tidak dipatuhi akan menghasilkan kadar obat yang tidak sesuai dan

dapat menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan. Selain itu,


22

perawat juga perlu memperhatikan dalam pemberian obat berupa injeksi

ataupun infus (Wijayaningsih, 2013).

5. Benar Rute

Rute yang benar perlu untuk absorbsi yang tepat dan memadai.

Obat diberikan melalui rute yang berbeda, tergantung keadaan umum

pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat obat (kimiawi dan fisik

obat) serta tempat kerja yang diinginkan. Rute pemberian obat dapat

dibagi menjadi:

a. Oral, obat yang masuk melalui mulut, dapat diabsorpsi melalui rongga

mulut (sublingual atau bukal).

b. Topikal, terdiri dari krim, salep, lotion, liniment dan sprei. Obat ini

digunakan pada permukaan luar badan untuk melindungi, melumasi,

atau sebagai vehikel untuk menyampaikan obat ke daerah tertentu

pada kulit atau membran mukosa,

c. Rektal, rute ini dapat diberikan melalui enema atau supositoria.

Pemberian obat pada rektal digunakan untuk efek lokal, seperti

konstipasi atau hemoroid.

d. Pesarri, obat ini menyerupai supositoria, tetapi bentuknya dirancang

khusus untuk vagina

e. Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan,

f. Parenteral, pemberian obat diluar usus atau saluran cerna, yaitu

melalui vena (Kee dan Hayes, 2007).


23

Perawat harus memberikan obat sesuai dengan rute yang telah

ditetapkan dan memastikan bahwa rute tersebut aman dan sesuai untuk

pasien. Perawat juga harus mengecek cara pemberian pada label /

kemasan obat (Kozier, et al., 2010).

Rute pemberian obat mempengaruhi tubuh memproses obat.

Perawat harus memastikan bahwa rute pemberian obat yang diresepkan

sesuai dan memastikan bahwa rute tersebut digunakan jika tidak terdapat

kontraindikasi untuk memastikan bahwa efek yang diharapkan tercapai.

Sebagai contoh, suatu obat yang diresepkan dengan rute mulut dapat

kontraindikatif jika pasien baru saja melakukan bedah mulut atau

mungkin tidak efektif jika pasien mengalami muntah. Selanjutnya, tidak

akan tepat untuk tetap memberikan obat tanpa lebih dahulu berkonsultasi

dengan pemberi resep atau mengecek untuk melihat jikalau obat tersebut

juga dipesan untuk suatu rute alternatif lain (Vaughans, 2013).

Jalur atau rute pemberian obat adalah jalur obat masuk ke dalam

tubuh. Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang

masuk ke dalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi

atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan (Wijayaningsih,

2013).

6. Benar Dokumentasi

Perawat harus segera mendokumentasi tindakanpemberian obat

pada pasien yang meliputi nama, dosis, rute, waktu dan tanggal pemberian

obat serta inisial dan tanda tangan perawat. Respon pasien terhadap

pengobatan juga perlu didokumentasikan. Penundaan dalam mencatat


24

dapat mengakibatkan lupa untuk mencatat pengobatan atau perawat lain

memberikan obat yang sama kembali (Kee dan Hayes, 2007).

Dokumentasikan pemberian obat setelah memberikan obat pada

pasien bukan sebelum memberikan obat. Apabila waktu pemberian obat

berbeda dari waktu yang ditentukan ataupun ada perubahan dari

pemberian obat yang sudah diresepkan dan yang diberikan pada pasien

segera didokumentasikan dan mencantumkan alasannya dengan jelas

(Kozier, et al., 2010).

Mendokumentasikan pemberian obat merupakan tambahan atas

lima benar pemberian obat, dan ini juga harus benar. Penting bagi

anggota tim kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien untuk

mengetahui jumlah, waktu dan rute medikasi yang diberikan pada pasien.

Penting juga bagi anggota tim kesehatan lain untuk mengetahui

bagaimana medikasi mempengaruhi pasien (Vaughans, 2013).

Dokumentasi meliputi nama pasien, nama obat, dosis, jalur

pemberian, tempat pemberian, alasan kenapa obat diberikan dan tanda

tangan orang yang memberikan. Hal ini diperlukan perawat sebagai

pertanggunggugatan secara legal tindakan yang dilakukan

(Wijayaningsih, 2013).

7. Benar Expired / Kadaluwarsa

Harus diperhatikan expired date / masa kadaluwarsa obat yang

akan diberikan. Biasanya pada ampul atau etiket tertera kapan obat

tersebut kadaluwarsa. Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi

keruh), tablet menjadi basah / bentuknya rusak.


25

8. Benar Informasi

Pasien harus mendapatkan informasi yang benar tentang obat

yang akan diberikan sehingga tidak ada lagi kesalahan dalam pemberian

obat.

9. Waspada Efek samping

Sebagai perawat kita harus mengetahui efek samping dari obat

yang akan kita berikan. Sehingga kita lebih berhati-hati terhadap obat

yang akan kita berikan ke pasien.

Efek samping obat dikelompokkan dalam 2 katagori yaitu efek

samping obat yang dapat diperkirakan dan efek samping yang tidak dapat

diperkirakan seperti reaksi alergi dan idiosikratik. Efek samping yang

dapat diperkirakan dapat timbul karena aksi farmakologi yang berlebihan

misalnya penggunaan obat antidiabetik oral menyebabkan efek samping

hipoglikemia dan hipotensi pada pasien stroke yang menerima obat

hipertensi dosis tinggi. Gejala penghentian obat dapat menimbulkan

munculnya kembali gejala penyakit semula atau menimbulkan reaksi

pembalikan terhadap efek farmakologi obat sehingga pasien memerlukan

dosis yang makin lama makin besar respon karena penghentian obat,

misalnya hipertensi berat karena penghentian klonidin. Efek samping

yang tidak berupa efek utama obat juga sering terjadi. Pada sebagian

besar obat munculnya efek samping ini sudah dapat diperkirakan sehingga

tenaga kesehatan sudah mewaspadai munculnya efek samping ini.

Sebagai contoh adalah adanya keluhan pedih,mual, muntah akibat


26

penggunaan obat-obat penghilang nyeri dan radang serta rasa ngantuk

setelah minum obat anti alergi atau obat mabuk perjalanan.

Pada kasus efek samping yang tidak diperkirakan seperti alergi

sulit diperkirakan sebelumnya karena sering tidak tergantung dosis dan

terjadi pada sebagian kecil populasi. Reaksi yang muncul juga bermacam-

macam mulai yang ringan seperti kulit kemerahan sampai yang berat dan

fatal seperti syok anafilaksis. Untuk mencegah dan mewaspadai

munculnya reaksi alergi perlu diperhatikan sifat-sifat khasnya, yaitu:

keluhan dan gejala ditandai reaksi imunologi seperti ruam kulit, gatal-

gatal dan sesak nafas; reaksi dapat terjadi pada kontak ulangan, seringkali

ada tenggang waktu antara minum obat dengan munculnya efek samping,

dan reaksi hilang bila obat dihentikan. Pada kasus efek samping karena

variasi genetik sulit dikenali secara spesifik, karena kelainan genetik

hanya diketahui dengan pemeriksaan spesifik contohnya pasien dengan

yang kekurangan enzim glukosa-6fosfat dehidrogenase mempunyai

potensi menderita anemia karena penggunaan obat malaria seperti

primakuin, antibakteri golongan sulfonamid dan obat jantung seperti

kinidin.

Faktor penyebab terjadinya efek samping obat dapat berasal dari

faktor pasien dan faktor obat. Faktor pasien meliputi umur, genetik dan

penyakit yang diderita. Pada pasien anak-anak (khususnya bayi) sistem

metabolisme belum sempurna sehingga kemungkinan terjadinya efek

samping dapat lebih besar, begitu juga pada pasien geriatrik (lansia) yang

kondisi tubuhnya sudah menurun. Pada pasien dengan penyakit tertentu


27

seperti gangguan hati dan ginjal penggunaan obat perlu perhatian khusus

karena dapat menyebabkan efek samping yang serius. Faktor obat yaitu

sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping seperti pemilihan

obat, jangka waktu penggunaan obat, dan adanya interaksi antar obat.

Masing masing obat memiliki mekanisme dan tempat kerja yang berbeda-

beda sehingga dapat menimbulkan efek samping yang berbeda.

Bagaimana mencegah munculnya efek samping obat?

a. Baca dosis dan aturan pakai penggunaan obat sesuai dengan yang

tertera di leafleat atau yang diresepkan dokter.

b. Pergunakan obat sesuai indikasi yang jelas dan tepat sesuai yang tertera

di leafleat atau yang diresep dokter.

c. Berikan perhatian khusus terhadap penggunaan dan dosis obat pada

bayi, pasien usia lanjut dan pasien dengan penyakit hati atau ginjal.

d. Perhatikan dan catat riwayat alergi akibat penggunaan obat

e. Beritahukan ke dokter apabila anda sedang hamil, menyusui, alergi obat

tertentu, memiliki penyakit diabetes, penyakit ginjal atau liver, sedang

meminum obat lain atau suplemen herbal

f. Hindari penggunaan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus

g. Mintalah dokter mengevaluasi penggunaan obat dalam jangka panjang


28

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-

konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan

(Notoatmodjo, 2007). Perawat bertanggung jawab dalam meningkatkan

keamanan pemberian obat pada pasien dengan mematuhi prinsip delapan

benar satu waspada pemberian obat sehingga kesalahan dalam pemberian

obat tidak terjadi (Kee dan Hayes, 2007). Suarli dan Bahtiar (2009)

menyatakan bahwa tujuan supervisi adalah terbentuknya staf yang berkualitas

yaitu sadar dan mengerti peran serta fungsinya sebagai staf dan difokuskan

pada pemberian asuhan keperawatan. Berdasarkan tinjauan teoritis yang telah

diuraikan pada tinjauan kepustakaan maka dapat digambarkan kerangka

konsep penelitian sebagai berikut:

Skema. 3.1
Kerangka Konsep Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Dengan
Pelaksanaan Prinsip Delapan Benar Satu Waspada Pemberian
Obat Yang Dilakukan Perawat Di RS Atmedika Palopo
Tahun 2017

Variabel Independen Variabel Dependen

Pelaksanaan Prinsip Delapan


Benar Satu Waspada Pemberian
Obat Yang Dilakukan Perawat.
Supervisi Kepala Ruangan
29

Keterangan :
28
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

B. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan

prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat yang dilakukan perawat

di RS Atmedika Palopo tahun 2017.

2. Hipotesis Nol (H0)

Tidak ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan

prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat yang dilakukan perawat

di RS Atmedika Palopo Tahun 2017.


30

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain Penelitian adalah pedoman atau prosedur serta teknik dalam

perencanaan penelitian yang berguna sebagai panduan untuk membangun

strategi yang menghasilkan model atau blue print penelitian. Jenis penelitian

ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain deskriptif

korelasi dengan metode cross sectional dimana pengukuran variabel

Independen dan variabel dependen dilakukan sekaligus. Penelitian ini

bertujuan untuk hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan

prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat yang dilakukan perawat

di RS Atmedika Palopo Tahun 2017.

B. Populasi dan Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana

yang ada di Ruang Rawat Inap RS Atmedika Palopo sebanyak 46 orang

(tidak termasuk kepala).

2. Sampel
31

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Hidayat, 2007). Sampel dalam penelitian

ini adalah perwat pelaksana yang berada di ruang rawat inap RS Atmedika

Kota Palopo.

Pengambilan sampel penelitian untuk perawat pelaksana

menggunakan metode 30
proporsi random sampling yaitu teknik

pengambilan sampel yang diurutkan ke dalam daftar dan dipilih secara

acak melalui daftar responden oleh peneliti. Besarnya sampel dalam

penelitian ini menurut rumus Slovin yang dikutip dari Nursalam (2007)

adalah :

N
n=
1+ N ( d) ²

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Tingkat ketepatan absolut yang diinginkan (d = 0,1)

Populasi terjangkau perawat pelaksana yang diperoleh di ruang

rawat inap terdapat 46 orang perawat, maka besar sampel penelitian

menggunakan rumus diatas adalah: Setiap ruangan instalasi rawat inap

diambil secara acak atau random dengan menggunakan rumus (Warsito,

2007):

46 46 46
n= = = =31,50=32orang responden
1+ 46(0,1)² 1+ 0 , 46 1,46

C. Variabel Penelitian
32

Variabel yang akan dioperasionalkan dalam penelitian ini adalah

semua variabel yang terkandung dalam hipotesis yang telah dirumuskan.

Variabel-variabel tersebut yaitu pelaksanaan prinsip delapan benar satu

waspada pemberian obat yang dilakukan perawat di ruang rawat inap RS

Atmedika (variabel terkait) dan supervisi kepala ruangan (variabel bebas).

D. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel (yang

diungkap dalam definisi konsep) tersebut, secara operasional, secara praktik,

secara nyata dalam lingkup obyek penelitian / obyek yang diteliti. Definisi

operasional variabel penelitian merupakan penjelasan dari masing-masing

variabel yang digunakan dalam penelitian terhadap indikator-indikator yang

membentuknya. Definisi operasional penelitian ini dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 4.2
Definisi Operasional Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Dengan
Pelaksanaan Prinsip Delapan Benar Satu Waspada Pemberian
Obat Yang Dilakukan Perawat Di RS Atmedika Palopo
Tahun 2017

Defenisi Skala
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
Variabel Independen
Supervisi Kepala ruangan Kuesioner dengan 1 = Kurang Ordinal
Kepala melakukan jumlah pernyataan Skor = <44
Ruangan pengawasan 21 item dengan
terhadap pilihan 2 = Baik
pemberian obat jawaban Skor = ≥44
yang dilakukan SL = 4
perawat baik SR = 3
secara langsung KK= 2
maupun tidak TP = 1
langsung.

Variabel Dependen
Pelaksanaan Perawat Kuesioner dengan 1 = Kurang Ordinal
33

prinsip memberikan obat jumlah pernyataan Skor = <94


delapan kepada pasien 46 item dengan
Benar satu sesuai dengan pilihan jawaban: 2 = Baik
waspada prinsip delapan SL = 4 Skor ≥94
dalam benar satu waspada SR = 3
pemberian pemberian obat. KK= 2
obat. TP = 1

E. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RS Atmedika Kota Palopo Kota

Palopo yang beralamat di Jl. Andi Djemma No.06 Kota Palopo. Alasan

pemilihan lokasi adalah dikarenakan RS Atmedika Kota Palopo

merupakan salah satu Rumah Sakit di Kota Palopo yang memiliki jumlah

perawat yang cukup banyak.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2017.

F. Instrumen Pengukuran

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibuat

dalam bentuk kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner yang digunakan

terdiri dari dua bagian yaitu, bagian pertama kuesioner data demografi

responden yang meliputi nama (inisial), usia, jenis kelamin, pendidikan

terakhir dan masa kerja.

Bagian kedua yaitu kuesioner supervisi kepala ruangan. Kuesioner ini

dibuat sendiri oleh peneliti sesuai dengan isi dari tinjauan pustaka dan jumlah

pernyataan 21, 12 supervisi langsung dan 9 supervisi tidak langsung dengan

pilihan jawaban yaitu selalu = 4, sering = 3, kadang-kadang = 2, dan tidak


34

pernah = 1.

Bagian ketiga yaitu lembar obsevasi pelaksanaan prinsip delapan benar

satu waspada pemberian obat yang dilakukan perawat, kuesioner ini juga

dibuat sendiri oleh peneliti sesuai dengan isi dari tinjauan pustaka dengan

jumlah pernyataan 46 dengan pilihan jawaban yaitu selalu = 4, sering = 3,

kadang-kadang = 2, dan tidak pernah = 1.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data, yaitu mengajukan

permohonan izin dari STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo kepada Kantor

Dinas Penananam Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Palopo,

kemudian peneliti mengajukan izin penelitian ke Puskesmas Wara Selatan

Kota Palopo, selanjutnya dilaksanakan penelitian.

Ketika melakukan pengumpulan data, kuesioner diberikan kepada

responden yang merupakan kriteria yang sudah ditentukan dan kuesioner

diberikan kepada responden yang ada di setiap ruangan yang diteliti.

Pada saat pengumpulan data di RS Atmedika Palopo peneliti

membagikan kuesioner secara langsung kepada responden sesuai dengan

yang telah direncanakan oleh peneliti. Pengumpulan kuesioner dilakukan

setelah responden mengisi semua kuesioner maka seluruh data yang

terkumpul dikelompokkan kembali oleh peneliti untuk mengidentifikasi

hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan prinsip delapan benar

satu waspada pemberian obat yang dilakukan perawat. Setelah data semua

terkumpul dengan jelas baru peneliti melakukan pengolahan / analisa data

(Arikunto, S. (2010).
35

H. Analisa Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan cara manual

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing

Proses editing ini dilakukan dengan melakukan pemeriksaan /

pengecekan terhadap kuesioner yang telah diisi oleh responden. Peneliti

memastikan bahwa tiap-tiap variabel telah diisi oleh responden dan

memberikan hasil terhadap masalah yang diteliti. Setelah selesai

dilakukan pengeditan / pengecekan data kemudian diklasifikasikan

berdasarkan aspek pengukuran (Azwar dan Prihartono, 2003).

b. Coding

Tahap coding adalah dimana peneliti memberikan simbol

tertentu dalam bentuk angka untuk setiap jawaban yang sesuai dengan

yang telah ditetapkan. Tujuan dari tahapan pengkodean ini adalah untuk

mempermudah pengolahan data sesuai dengan defenisi dan kategori

yang ditetapkan oleh peneliti.

c. Entry Data

Kegiatan pada proses ini adalah dimana peneliti memasukkan

data yang telah diberi kode kedalam komputer yang selanjutnya akan

dianalisis dengan menggunakan program komputer.

d. Cleaning

Tahap cleaning adalah proses pemeriksaan semua data yang

telah dimasukkan kedalam program komputer. Tujuan kegiatan ini


36

adalah untuk menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukkan data,

untuk selanjutnya dianalisis menggunakan komputer.

e. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data dikumpulkan oleh

peneliti dan diperiksa satu persatu. Setiap data dan pernyataan dalam

kuesioner diberi kode untuk mempermudah proses tabulasi dan analisa

data.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi

frekuensi yang berkaitan dengan karakteristik responden dan seluruh

variabel penelitian.

b. Analisis Bivariat

Analisa yang digunakan untuk mencari hubungan variabel

bebas (Independen) dan variabel terikat (dependen) dengan uji statistik

yang sesuai dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan

adalah Chi Square untuk menghubungkan variabel kategorik dengan

kategorik dengan menggunakan derajat kepercayaan 95%. Jika P Value

≤ 0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya

hubungan bermakna antara variabel Independen dengan dependen. Jika

P Value > 0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa

tidak adanya hubungan bermakna antara variabel Independen dengan

dependen.
37

I. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip etika

dan peneliti memegang prinsip scientific attitude / sikap ilmiah dan etika

penelitian keperawatan yang mempertimbangkan aspek sosioetika dan harkat

martabat kemanusiaan seperti beberapa prinsip berikut ini:

1. Hak perawat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan

penelitian serta kebebasan untuk menentukan pilihan untuk berpartisipasi

atau tidak dalam penelitian (autonomy and self determination).

2. Peneliti memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang rencana, tujuan,

manfaat dan dampak penelitian selama pengumpulan data, kemudian

perawat diberikan hak penuh untuk menyetujui atau menolak terlibat dalam

penelitian dengan cara menandatangani lembar persetujuan (informed

Consent).

3. Peneliti tidak mencantumkan nama perawat pada lembar kuesioner yang

diisi dan lembar tersebut hanya diberi nomor kode responden dan

kerahasiaan informasi yang diberikan perawat dijamin oleh peneliti dan

hanya digunakan dalam penelitian ini saja (confidentiality).

4. Keterbukaan dan keadilan (justice) dengan menjelaskan prosedur

penelitian

5. Kejujuran (honesty) serta ketelitian.


38

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

RS Atmedika Kota Palopo didirikan pada tanggal 06 Februari 2008,.

Berlokasi di Jl. Andi Djemma No. 6 Kota Palopo memiliki 21 kamar

dengan total 157 bed. RS Atmedika memiliki Visi “Menjadikan Rumah

Sakit Umum Atmedika Sebagai Rumah Sakit Dengan Pelayanan Prima,

Profesional, Terjangkau Dengan Tetap Berfungsi Sosial” dan Misi :

a. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif).

b. Mengupayakan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran

mutakhir dengan harga terjangkau.

c. Memberikan pelayanan profesional dengan semangat kekeluargaan,

menyelaraskan kesehatan jasmani dan rohani.

d. Mengupayakan managemen sehat dengan azas bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, disiplin, terbuka, jujur, mandiri, inovatif dan

profesional.
39

e. Memperhatikan kesejahteraan karyawan, mendukung program

pemerintah dan peduli sosial.

2. Ketersediaan Sumber Daya Manusia

Distribusi Ketenagaan Di RS Atmedika Kota Palopo dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.1
Distribusi Ketenagaan
38Di RS At Medika Palopo
Ketenagaan Jumlah Persen
Dokter Spesialis 17 9,82
Dokter Umum 12 6,93
Dokter Gigi 1 0,57
Perawat 82 47,39
Bidan 13 7,51
Apoteker 2 1,15
Asisten Apoteker 10 5,78
Laboran 3 1,73
Radiologi 3 1,73
Kesehatan Lingkungan 1 0,57
Informasi / SO 4 2,31
Administrasi 14 8,09
Wakil pelaksana Medik 1 0,57
Komite Medik 1 0,57
Pramusaji 9 5,20
Jumlah 173 100
Sumber : Sub Bagian Tata Usaha RS At Medika Palopo Tahun 2017

3. Program Peningkatan Kemanan Obat

Dalam meningkatkan kemanan obat, RS At Medika Palopo

melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Penyimpanan di lokasi khusus dengan akses terbatas dan diberi

penandaan yang jelas berupa stiker berwarna merah bertuliskan high

alert.

b. Khusus untuk elektrolit pekat harus ditempelkan stiker yang dituliskan

“elektrolit pekat, harus diencerkan sebelum diberikan”


40

c. Verifikasi ulang sebelum pemberian obat harus dilakukan yang meliputi

delapan benar satu waspada :

1) Benar pasien

2) Benar obat

3) Benar dosis

4) Benar cara / route pemberian

5) Benar waktu

6) Benar Dokumentasi

7) Benar expired

8) Benar informasi

9) Waspada efek samping

4. Karesteristik Demografi Responden

Data deskriptif karakteristik responden perawat mencakup usia,

jenis kelamin dan pendidikan terakhir.

Karakteristik responden perawat berdasarkan usia dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel 5.2
Distribusi Responden Perawat Berdasarkan Usia Di RS At Medika Palopo
Jumlah
Usia
Frekuensi Persen
24-30 Tahun 11 34,4
> 30 Tahun 21 65,6
Total 32 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.2 di atas, menunjukkan jumlah responden

perawat berdasarkan usia 24-30 tahun sebanyak 11 orang (34,4%) dan usia

> 30 tahun sebanyak 21 orang (65,6%).


41

Karakteristik responden perawat berdasarkan jenis kelamin dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.3
Distribusi Responden Perawat Berdasarkan Jenis Kelamin
Di RS At Medika Palopo
Jumlah
Jenis Kelamin
Frekuensi Persen
Laki-Laki 9 28,1
Perempuan 23 71,9
Total 32 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.3 di atas, menunjukkan jumlah responden

perawat berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 9 orang (28,1%) dan

perempuan sebanyak 23 orang (71,9%).

Karakteristik responden perawat berdasarkan pendidikan terakhir

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.4
Distribusi Responden Perawat Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Di RS At Medika Palopo
Jumlah
Pendidikan Terakhir
Frekuensi Persen
D3 Kep 6 18,8
S1 Kep 8 25,0
Ners 18 56,3
Total 32 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.4 di atas, menunjukkan jumlah responden

perawat berdasarkan pendidikan D3 Keperawatan sebanyak 6 orang

(18,8%), S1 Keperawatan sebanyak 8 orang (25,0%) dan Ners sebanyak 18

orang (56,3%).

5. Analisis Univariat

a. Supervisi Kepala Ruagan


42

Karakteristik supervisi kepala ruagan dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 5.5
Distribusi Supervisi Kepala Ruagan
Di RS At Medika Palopo
Jumlah
Supervisi Kepala Ruagan
Frekuensi Persen
Kurang 12 37,5
Baik 20 62,5
Total 32 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.5 di atas, menunjukkan supervisi kepala

ruangan kurang sebanyak 12 orang (37,5%) dan supervisi kepala ruangan

baik sebanyak 20 orang (62,5%).

b. Pelaksanaan Prinsip 8 Benar 1 Waspada Pemberian Obat

Karakteristik pelaksanaan prinsip 8 benar 1 waspada pemberian obat

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.6
Distribusi Pelaksanaan Prinsip 8 Benar 1 Waspada Pemberian Obat
Di RS At Medika Palopo
Pelaksanaan Prinsip 8 Benar 1 Jumlah
Frekuensi Persen
Waspada Pemberian Obat
Kurang 14 43,8
Baik 18 56,2
Total 32 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.6 di atas, menunjukkan pelaksanaan prinsip 8

benar 1 waspada pemberian obat kurang sebanyak 14 orang (43,8%) dan

pelaksanaan prinsip 8 benar 1 waspada pemberian obat baik sebanyak 18

orang (56,2%).

6. Analisis Bivariat

Pada bagian ini akan diuraikan hubungan hubungan supervisi kepala


43

ruangan dengan pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada

pemberian obat yang dilakukan perawat di RS Atmedika Palopo Tahun

2017. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.7
Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Dengan Pelaksanaan Prinsip Delapan
Benar Satu Waspada Pemberian Obat Yang Dilakukan Perawat Di RS
Atmedika Palopo Tahun 2017
Pelaksanaan Prinsip Delapan
Benar Satu Waspada Pemberian
Supervisi Kepala Total
Obat Yang Dilakukan Perawat
Ruangan
Kurang Baik
n % n % n %
Kurang 2 16,7 10 83,3 12 100
Baik 12 60,0 8 40,0 20 100
Total 14 43,8 18 56,2 43 100
X2 = 5,723 p = 0,017
Sumber : Data Primer

Dari tabel 5.7 diatas diketahui bahwa dari 12 responden perawat

yang mengatakan supervisi kepala ruangan kurang sebanyak 2 orang

(16,7%) yang mengatakan pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada

pemberian obat yang dilakukan perawat kurang dan 10 orang (83,3%)

responden perawat yang mengatakan mengatakan pelaksanaan prinsip

delapan benar satu waspada pemberian obat yang dilakukan perawat baik.

Dan dari 20 responden perawat yang mengatakan supervisi kepala ruangan

baik sebanyak 12 orang (60,0%) yang mengatakan pelaksanaan prinsip

delapan benar satu waspada pemberian obat yang dilakukan perawat

kurang dan 8 orang (40,0%) responden perawat yang mengatakan

mengatakan pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada pemberian

obat yang dilakukan perawat baik.

Hasil analisis statistik dengan uji chi-square diperoleh nilai P value

(0,017) < 0,05 maka Hipotesis Penelitian (H0) ditolak dan (Ha) diterima
44

artinya ada hubungan yang signifikan antara supervisi kepala ruangan

dengan pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat

yang dilakukan perawat di RS Atmedika Palopo Tahun 2017.

B. Pembahasan

1. Analisis Univariat

a. Supervisi Kepala Ruagan

Kegiatan supervisi diarahkan pada kegiatan mengorientasikan

dan memberikan arahan pada perawat sebagai upaya untuk menimbulkan

kesadaran dan mengerti peran serta fungsinya guna meningkatkan kinerja

perawat (Arwani dan Supriyatno, 2005). Kepala ruangan bertanggung

jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan

pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan

mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan

baik secara langsung maupun tidak langsung (Suyanto, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas

responden perawat di RS Atmedika Palopo yaitu sebanyak 20 orang

(62,5%) mengatakan supervisi kepala ruagan baik. Hal ini menunjukkan

bahwa kegiatan supervisi diarahkan pada kegiatan mengorientasikan

dan memberikan arahan pada perawat sebagai upaya untuk

menimbulkan kesadaran dan mengerti peran serta fungsinya guna

meningkatkan kinerja perawat. Kepala ruangan bertanggung jawab

untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan pada

pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan


45

mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan

baik secara langsung maupun tidak langsung (Suyanto, 2009).

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rumampuk

dkk (2013) mengenai supervisi kepala ruangan di ruang rawat inap RSU

Gunung Maria Tomohon bahwa 95,2% perawat menyatakan supervisi

kepala ruangan dilakukan dengan baik. Bertolak belakang dengan

Penelitian yang dilakukan oleh Supratman dan Sudaryanto (2008)

menyimpulkan bahwa pelaksanaan supervisi diberbagai rumah sakit di

Indonesia masih belum optimal. Penelitian Mua (2011) mengemukakan

bahwa tidak optimalnya supervisi kepala ruangan harus mendapat

perhatian yang serius dari bidang keperawatan, mengingat resiko dan

dampak yang dapat timbul berkaitan dengan supervisi kepala ruangan

yang tidak optimal yaitu pelayanankeperawatan yang tidak berkualitas.

Hasil penelitian juga didapatkan supervisi kepala ruangan kurang

sebanyak 12 orang (37,5%) hal ini disebabkan karena kepala ruangan

sering melakukan supervisi secara tidak langsung. Menurut asumsi

peneliti teknik supervisi yang baik adalah supervisi secara langsung dan

bila dilakukan secara terus menerus dan terprogram dapat memastikan

pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan standar praktik

keperawatan. Supervisi tidak langsung memungkinkan terjadinya salah

pengertian (misunderstanding) dan salah persepsi (misperception) karena

supervisor tidak melihat secara langsung kegiatan-kegiatan yang

dilakukan (Arwani dan Supriyatno, 2015).

b. Pelaksanaan Prinsip 8 Benar 1 Waspada Pemberian Obat


46

Pemberian obat pada pasien merupakan tanggung jawab perawat.

Perawat berkewajiban untuk mematuhi standar prosedur tetap dalam

pemberian obat sehingga kesalahan dalam pemberian obat tidak terjadi.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas

responden perawat di RS Atmedika Palopo yaitu sebanyak 18 orang

(56,2%) telah melaksanakan prinsip 8 benar 1 waspada pemberian obat.

Data tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan prinsip 8 benar 1

waspada pemberian obat di RS Atmedika Palopo sudah baik. Namun

masih ada sebanyak 14 orang (43,8%) perawat yang pelaksanaan prinsip

8 benar 1 waspada pemberian obat kurang. Menurut asumsi peneliti hal

ini disebabkan tingkat pendidikan dari perawat masih kurang sehingga

pelaksanaan prinsip 8 benar 1 waspada pemberian obat oleh beberapa

perawat yang melakukan dengan kurang. Hal ini perlu diperhatikan

agar perawat dapat meningkatkan kualitas kinerja dalam pelaksanaan

pemberian obat sehingga keselamatan pasien lebih terjamin.

Sesuai dengan data demografi menunjukkan bahwa 18,8%

pendidikan terakhir perawat adalah D3 Keperawatan, 25,0% adalah S1

Keperawatan dan 56,3% adalah Ners. Sejalan dengan pendapat Suhaeni

(2015) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang berpengaruh

dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.

Orang yang berpendidikan tinggi akan lebih rasional dan kreatif serta

terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha pembaharuan, ia

juga akan lebih dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan.

2. Analisis Bivariat
47

Pada bagian ini akan dibahas hubungan hubungan supervisi kepala

ruangan dengan pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada

pemberian obat yang dilakukan perawat di RS Atmedika Palopo Tahun

2017. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 12 responden

perawat yang mengatakan supervisi kepala ruangan kurang sebanyak 2

orang (16,7%) yang mengatakan pelaksanaan prinsip delapan benar satu

waspada pemberian obat yang dilakukan perawat kurang dan 10 orang

(83,3%) responden perawat yang mengatakan mengatakan pelaksanaan

prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat yang dilakukan

perawat baik. Dan dari 20 responden perawat yang mengatakan supervisi

kepala ruangan baik sebanyak 12 orang (60,0%) yang mengatakan

pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat yang

dilakukan perawat kurang dan 8 orang (40,0%) responden perawat yang

mengatakan mengatakan pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada

pemberian obat yang dilakukan perawat baik.

Hasil analisis statistik dengan uji chi-square diperoleh nilai P value

(0,017) < 0,05 maka Hipotesis Penelitian (H0) ditolak dan (Ha) diterima

artinya ada hubungan yang signifikan antara supervisi kepala ruangan

dengan pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat

yang dilakukan perawat di RS Atmedika Palopo Tahun 2017. Hal ini berarti

bahwa apabila supervisi kepala ruangan dilakukan dengan baik maka

pelaksanaan pemberian obat oleh perawat pun akan baik. Supervisi yang

dilakukan dengan baik, akan menghasilkan banyak manfaat yaitu

meningkatkan efektifitas kerja berupa peningkatan pengetahuan dan


48

keterampilan bawahan serta peningkatan efisiensi kerja ini erat kaitannya

dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan. Hasil

tersebut didukung oleh teori yang menyatakan bahwa pemberian obat

yang efektif oleh perawat pelaksana dapat dipengaruhi oleh supervisi yang

dilakukan kepala ruangan (Searl, 2009). Juga sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Zona Marlina Simarmata yang mengatakan

hubungan yang bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan

pelaksanaan pemberian obat.

Menurut asumsi peneliti supervisi yang dilakukan oleh kepala

ruangan yang meliputi penilaian kinerja perawat sesuai standar

prosedur, memberikan bimbingan, dukungan dan bantuan apabila

terdapat masalah sehingga tujuan organisasi yang sudah ditetapkan

dapat tercapai sehingga kesalahan dalam pemberian obat tidak terjadi.

Supervisi oleh kepala ruangan sudah dilakukan dengan baik sehingga

meningkatkan kualitas kerja perawat dalam pelaksanaan prinsip

pemberian obat delapan benar satu waspada di RS At Medika Palopo.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Kuntarti (2015)

menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi

pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat yang

dilakukan perawat dan salah satunya adalah faktor eksternal yaitu supervisi

atasan. Hasil penelitian dari 20 responden perawat yang mengatakan

supervisi kepala ruangan baik sebanyak 12 orang (60,0%) yang mengatakan

pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat yang

dilakukan perawat kurang hal ini berarti bahwa masih ada faktor-faktor
49

lain yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada

pemberian obat yang dilakukan perawat pemberian obat seperti yang

dinyatakan oleh Kuntarti (2015) bahwa faktor internal berupa tingkat

pengetahuan serta karakteristik perawat juga mempengaruhi prinsip

pelaksanaan delapan benar satu waspada pemberian obat yang dilakukan

perawat. Supervisi memungkinkan seorang kepala ruangan dapat

menemukan berbagai kendala yang dihadapi perawat dalam pelaksanaan

asuhan keperawatan sehingga dapat diatasi (Arwani dan Supriyatno,

2015). Sesuai dengan pernyataan perawat terkait dengan supervisi yang

dilakukan kepala ruangan bahwa perawat menyatakan kepala ruangan

sering menanyakan kesulitan dalam pelaksanaan prinsip enam benar

pemberian obat dan perawat menyatakan kepala ruangan selalu

mendiskusikan hal-hal yang belum dicapai dalam pelaksanaan prinsip

responden perawat yang mengatakan supervisi kepala ruangan baik

sebanyak 12 orang (60,0%) yang mengatakan pelaksanaan prinsip delapan

benar satu waspada pemberian obat yang dilakukan perawat.

Gillies (2015) bahwa supervisi keperawatan bertujuan untuk

melaksanakan inspeksi, evaluasi dan meningkatkan hasil kerja dengan

dilakukannya inspeksi dan evaluasi maka seorang pemimpin dapat

mengatasi masalah dengan cepat. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Nur dkk (2013) di ruang rawat inap RS Universitas

Hasanuddin bahwa supervisi (p=0.002) berhubungan dengan kinerja

perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety. Hasil lain seperti

yang dikemukakan oleh Nainggolan (2010) bahwa pelaksanaan supervisi


50

oleh kepala ruangan memiliki pengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana

di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memeliki keterbatasan sebagai berikut :

1. Waktu untuk meneliti cukup untuk melakukan satu silkus action research

sehingga peneliti tidak dapat menindaklanjuti dengan menyusun rencana

baru untuk memperbaiki kekurangan yang ada (revised plan).

2. Keadaan tersebut menyebabkan peneliti memiliki keterbatasan evidence

based dan sumber dalam membandingkan hasil penelitian yang didapatkan

dengan hasil penelitian sebelumnya. Solusi untuk mengatasi keterbatasan

tersebut adalah peneliti lebih banyak mencari literatur dari jurnal

internasional secara online.

D. Implikasi Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dalam rangka

menyusun rencana strategis dalam meningkatkan mutu pelayanan Rumah

Sakit.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

perkembangan ilmu keperawatan sebagai bahan kajian dan sosialisasi.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi perawat dalam

memberikan pelayanan kesehatan dengan pelaksanaan prinsip delapan

benar satu waspada pemberian obat.


51

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan terhadap 35 orang responden perawat di RS

Atmedika Palopo ditarik kesimpulan sebagai berikut :


52

1. Supervisi kepala ruangan kurang sebanyak 12 orang (37,5%) dan supervisi

kepala ruangan baik sebanyak 20 orang (62,5%).

2. Pelaksanaan prinsip 8 benar 1 waspada pemberian obat kurang sebanyak 14

orang (43,8%) dan pelaksanaan prinsip 8 benar 1 waspada pemberian obat

baik sebanyak 18 orang (56,2%).

3. Hasil analisis statistik dengan uji chi-square diperoleh nilai P value (0,017)

< 0,05 maka Hipotesis Penelitian (H0) ditolak dan (Ha) diterima artinya ada

hubungan yang signifikan antara supervisi kepala ruangan dengan

pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat yang

dilakukan perawat di RS Atmedika Palopo Tahun 2017. Hal ini berarti

bahwa apabila supervisi kepala ruangan dilakukan dengan baik maka

pelaksanaan pemberian obat oleh perawat pun akan baik. Supervisi yang

dilakukan dengan baik, akan menghasilkan banyak manfaat yaitu

meningkatkan efektifitas kerja berupa peningkatan pengetahuan dan

keterampilan bawahan serta peningkatan efisiensi kerja ini erat kaitannya

dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan.

B. Saran

1. Bagi Pendidikan Keperawatan


52
Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan para mahasiswa

keperawatan dapat meningkatkan motivasi dan pengetahuan tentang

pentingnya melaksanakan prinsip delapan benar satu waspada pemberian

obat yang dilakukan perawat pemberian obat sesuai indikasi di rumah


53

sakit. Membiasakan untuk berlatih melakukan prinsip delapan benar satu

waspada pemberian obat sejak masa pendidikan itu sangat penting, agar

dapat menerapkannya ketika sudah berada di lingkungan rumah sakit atau

pelayanan kesehatan lainnya dengan baik.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Bagi pelayanan kesehatan terutama bagi perawat agar

mengoptimalkan pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada

pemberian obat terkhusus pada saat mengidentifikasi pasien baik dari

gelang identitas, papan nama ataupun menanyakan langsung nama

lengkap pasien.

3. Bagi Manajemen Rumah Sakit

Pelaksanaan supervisi kepala ruangan harus lebih ditingkatkan

dengan melakukan pembinaan atau pelatihan supervisi bagi kepala ruangan

guna meningkatkan kompetensi supervisi kepala ruangan sehingga

tercapainya pelayanan rumah sakit yang berkualitas.

4. Bagi penelitian keperawatan

Pada penelitian ini peneliti tidak mengobservasi langsung

pelaksanaan prinsip delapan benar satu waspada pemberian obat maupun

supervisi yang dilakukan perawat dan kepala ruangan, untuk lebih

mengoptimalkan hasil penelitian diharapkan peneliti selanjutnya

melakukan observasi dalam penelitian supervisi kepala ruangan dan

pemberian obat.
54

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2007). Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.
55

Armiyat. Yunie, at al. (2007). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Lama


Kerja dengan Penerapan Prinsip “Enam Benar” dalam
Pemberian Obat di Ruang Rawat Inap RS Dr. Kariadi Semarang.
Jurnal UNIMUS 1 Oktober 2007.

Bina Upaya Kesehatan Kementerian Komisi Akreditasi Rumah Sakit.


(2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes RI.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Modul Manajemen dan Pemberian Asuhan


di Unit Ruang Rawat Rumah Sakit. Bandung: Depkes.

Dharma, A. (2007). Manajemen Supervisi: Petunjuk Praktis Bagi Para


Supervisor. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dwiprahasto (2008). Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko


Medication Error di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. Jurnal
Berkala Ilmu Kedokteran.

Gillies, D. A. (2008). Nursing Management: A System Approach. 2nd ed.


(Terj. Sukmana, Dika dan Rika. 2010). Jakarta: EGC.

Kongres PERSI . Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien. 2007.

Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


Konsep, Proses, dan Praktek. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Kuntarti. (2007). Tingkat Penerapan Prinsip ‘Enam Tepat’ dalam Pemberian


Obat oleh Perawat di Ruang Rawat Inap. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 9(1), 19-25.

Marquis dan Huston. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan


Teori dan Aplikasi. (Edisi 4). Jakarta: EGC.

Mua EL. (2011). Peningkatan Kepuasan dan Kinerja Perawat Melalui


Supervisi Kepala Ruangan. Jurnal Keperawatan Indonesia, 14(3), 171-
178.

Muhasidah. (2008). Hubungan Teknik dan Frekuensi Kegiatan Supervisi


Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Caring oleh Perawat Pelaksana
di Ruang Rawat Inap RS Sumber Waras Jakarta Barat. Tesis.
Program Magister FIK UI.

Muninjaya, A. (2009). Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC.


56

Nainggolan M.J. (2010). Pengaruh Pelaksanaan Supervisi Kepala Ruangan


terhadap Kinerja Perawat Pelaksanadi Rumah Sakit Islam Malahayati
Medan. Sripsi. Program FIK USU.

Nur M, H Noer, Irwandy. (2013). Hubungan Motivasi dan Supervisi terhadap


Kinerja Perawat Pelaksana dalam Menerapkan Patient Safety di
Rawat Inap RS Universitas Hasanuddin Tahun 2013.
http://repository.unhas.ac.id

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Edisi 2: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrument Penelitian.
Jakarta: Salemba Medika.

Potter & Perry. (2007). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
& Praktik. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Pujiastuti, N. (2007). Gambaran Pemberian Obat Berdasarkan Delapan benar


oleh Perawat di Paviliun Cendrawasih II Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Sardjito Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM

Ridwan LF. (2013). Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik


terhadap Kinerja Perawat Suatu Kajian Literatur. http://
pustaka.unpad.ac.id

Rumamumpuk, Budu, Nontji. (2013). Peran Kepala Ruangan Melakukan


Supervisi Perawat Dengan Penerapan Patient Safety Di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit. Diakses pada tanggal 7 Januari 2015

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Suhaeni, ani. (2007). Sikap Bidan Puskesma Pasca Pelatihan Poned


Pelayanan Emerjensi Dasar, Kabupaten Brebes (Tesis).

Supratman dan Sudaryanto A. (2008). Model-Model Supervisi Keperawatan


Klinik. Berita Ilmu Keperawatan, ISSN 1979-2697, 1(4), 193-196.

Suyanto (2009). Mengenal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di


Rumah Sakit. Jakarta : Mitra Cendikia Offset.

Tobing dan Napitupulu. (2011). Kiat Menjadi Supervisor Andal. Jakarta:


Erlangga.

Vaughans B. (2013). Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Andi Offset.

Wardhana, R. (2013). Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Penerapan


Prinsip Delapan benar Dalam Pemberian Obat Diruang Rawat Inap
57

RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Diakses pada tanggal 7 Januari 2015

Wiyana M. (2008). Supervisi dalam Keperawatan.


http://www.akpermadiun.ac.id Diakses pada tanggal 7 Januari 2015

Wibowo, A.P. (2013). Hubungan Pelaksanaan Supervisi Kepala Ruangan


Dengan Kinerja Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Di Rumah Sakit Tentara Wijayakusuma Purwokerto.
http://bapendik.unsoed.ac.id/ Diakses pada 3 Juli 2015.

Wijayaningsih, K S. (2013). Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa


Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

(Informed Consent)
58

Dengan menandatangani lembar persetujuan ini, saya bersedia turut serta

berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa

STIKES Kurnia Jaya Persada Palopo :

Nama : NURBAITI

NIM : 01.2015.098

Dengan judul: “Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Dengan Pelaksanaan

Prinsip Delapan Benar Satu Waspada Pemberian Obat Yang Dilakukan Perawat

Di RS Atmedika Palopo Tahun 2017”.

Setelah mendapatkan penjelasan akan tujuan, manfaat dan kerahasiaan penelitian

ini, maka saya bersedia dengan sukarela menjadi responden.

Demikian lembar persetujuan ini saya tanda tangani dan kiranya

dipergunakan dengan semestinya.

Palopo, September 2017


Responden

(………………………..)

Lampiran 2
INSTRUMEN PENELITIAN

Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Dengan Pelaksanaan Prinsip Delapan


Benar Satu Waspada Pemberian Obat Yang Dilakukan Perawat
59

Di Ruang Rawat Inap RS Atmedika Palopo Tahun 2017

5. Isilah dengan lengkap


6. Untuk data yang dipilih, beri tanda ( √ ) pada kotak yang tersedia dan atau isi
sesuai jawaban

A. Data Demografi
1. Nama (inisial) :
2. Jenis Kelamin : (1) Laki-Laki (2) Perempuan
3. Usia : (1) 20 – 30 Tahun (2) > 30 Tahun
4. Pendidikan Terakhir : (1) SPK (2) D3 Keperawatan
(3) S1 Keperawatan

B. Supervisi Kepala Ruangan


Berilah tanda (√) pada kolom jawaban yang tersedia. Alternatif jawaban :
SL : Selalu
SR : Sering
KD : Kadang-kadang
TD : Tidak pernah

No Pernyataan SL SR KD TP
1 Kepala ruangan mengawasi saya saat melakukan
pemberian obat pada pasien.
2 Kepala ruangan memberikan bimbingan tentang
prinsip delapan benar pemberian obat kepada saya
3 Kepala ruangan menyampaikan informasi pada
saya bila ada obat yang baru.
4 Kepala ruangan menyampaikan informasi pada
saya bila ada teknik baru dalam memberikan obat.
5 ada teknik
Kepala baru dalam
ruangan memberikan
mengontrol obat
kerja saya dalam
melakukan pemberian obat pada pasien.
6 Kepala ruangan menanyakan dengan jelas kepada
saya tentang kesulitan dalam pelaksanaan prinsip
delapan benar pemberian obat.
7 Kepala ruangan memberikan motivasi pada saya
untuk melakukan pemberian obat sesuai dengan
prinsip delapan benar pemberian obat.
8 Kepala ruangan dan saya berdiskusi tentang hal-
hal yang sudah saya capai dalam pelaksanaan
pemberian obat.
60

9 Kepala ruangan dan saya berdiskusi tentang hal-


hal yang belum saya capai dalam pelaksananaan
pemberian obat.
10 Kepala ruangan menegur saya jika pemberian
obat yang saya kerjakan tidak benar
11 Kepala ruangan mengajari saya jika pemberian
obat yang saya kerjakan tidak benar.
12 Kepala ruangan memberi saya pujian jika
saya
13 melakukan pemberian
Kepala ruangan obat dengan
ada ditempat benar.
saat dibutuhkan
14 Kepala ruangan mengecek hasil dokumentasi
saya dalam pelaksanaan pemberian obat pada
buku rekam medik.
15 Kepala ruangan memeriksa kelengkapan
dokumentasi pemberian obat yang saya kerjakan
16 Kepala ruangan memberikan penilaian atas
dokumentasi pemberian obat yang saya kerjakan
17 Kepala ruangan memberikan teguran pada saya
apabila terdapat kekurang pada lembar
dokumentasi pemberian
18 Obat
Kepala ruangan memberikan pujian bila
dokumentasi pemberian obat yang saya kerjakan
lengkap dan benar
19 Kepala ruangan meminta saya melaporkan
tindakan pemberian obat yang saya kerjakan
20 Kepala ruangan mengevaluasi laporan
pemberian obat
21 yang sayaruangan
Kepala kerjakan meminta pasien/keluarganya
untuk
memberikan masukan terhadap pemberian obat
yang saya kerjakan

C. Pelaksanaan Prinsip Delapan Benar Satu Waspada Pemberian Obat


Berilah tanda (√) pada kolom jawaban yang tersedia. Alternatif jawaban:
Berikut ini merupakan bentuk tindakan yang dilakukan perawat
dalam melaksanakan pemberian obat kepada pasien.
61

No Pernyataan SL SR KD TP
1. Benar Pasien
1 Saya mengecek identitas pasien berdasarkan
gelang identitas pasien.
2 Saya mengecek identitas pasien berdasarkan
papan.
3 nama pasien
Saya menanyakan secara langsung nama lengkap
pasien sebelum memberikan obat.
4 Saya meminta pasien / keluarga untuk
menyebutkan tanggal lahir pasien.
2. Benar Obat
1 Saya mengecek label obat 3 kali (saat melihat
kemasan) sebelum memberikan obat pada pasien.
2 Saya mengecek label obat 3 kali (sebelum
menuangkan obat) sebelum memberikan obat
pada pasien.
3 Saya mengecek label obat 3 kali (setelah
menuangkan obat) sebelum memberikan obat
4 pada
Saya pasien.
memastikan obat yang diresepkan sesuai
dengan indikasi pasien.
5 Saya menanyakan pasien ada tidaknya alergi
terhadap obat.
6 Jika pasien ragu terhadap obat yang diberikan,
saya memberitahu bahwa obat tersebut telah
diresepkan dengan benar.
7 Saya menjelaskan fungsi obat yang diberikan
pada pasien.
8 Saya menjelaskan efek samping obat yang
diberikan pada pasien.
3. Benar Dosis
1 Saya memastikan dosis obat yang diresepkan
sesuai dengan kebutuhan pasien.
2 Saya memberikan obat pada pasien dengan tidak
mengubah dosis yang telah ditentukan.
3 Saya memeriksa dosis obat yang telah ditentukan.
4 Saya menghitung kembali dosis obat yang telah
ditentukan.
5 Saya menanyakan pemberi resep jika ragu pada
dosis yang sudah ditentukan
4. Benar Waktu
62

1 Saya mengecek waktu pemberian obat


2 Saya memberikan obat sesuai dengan waktu
pemberian obat yang telah ditetapkan.
3 Saya mengecek tanggal kadaluarsa obat
4 Saya tidak mengubah waktu pemberian obat
tanpa mengkonfirmasi dengan pemberi resep.
5. Benar Rute
1 Saya mengecek rute pemberian obat
2 Saya memberikan obat dengan rute yang sudah
ditentukan.
3 Saya memastikan rute pemberian obat aman dan
sesuai dengan pasien tanpa adanya
4 kontraindikasi.
Saya mengecek rute pemberian obat pada label /
kemasan obat
6. Benar Dokumentasi
1 Saya mendokumentasikan tindakan pemberian
obat segera setelah memberikan obat pada
2 pasien.
Saya mencatat nama pasien di buku dokumentasi
3 Saya mencatat obat yang diberikan pada
pasien di buku dokumentasi.
4 Saya mencatat dosis obat yang diberikan pada
pasien di buku dokumentasi
5 Saya mencatat waktu pemberian obat pada
pasien di buku dokumentasi.
6 Saya mencatat rute pemberian obat pada pasien
di buku dokumentasi.
7 Saya mencantumkan nama / inisial saya di buku
dokumentasi.
8 Saya mencantumkan paraf saya di buku
dokumentasi.
9 Saya mencantumkan respon pasien terhadap
pengobatan di buku dokumentasi

.
7. Benar Expired / Kadaluwarsa
1 Saya harus dimemperhatikan expired date / masa
kadaluwarsa obat yang akan diberikan.
2 Biasanya pada ampul atau etiket tertera kapan
obat tersebut kadaluwarsa.
63

3 Saya memperhatikan perubahan warna (dari


bening menjadi keruh), tablet menjadi basah /
bentuknya rusak.
8. Benar Informasi
1 Pasien harus mendapatkan informasi yang benar
tentang obat yang akan diberikan sehingga tidak
ada lagi kesalahan dalam pemberian obat.
2 Saya memberikan informasi tentang obat kepada
pasien dengan nada suara yang keras.
9. Waspada Efek Samping
1 Saya selalu membaca dosis dan aturan pakai
penggunaan obat sesuai dengan yang tertera di
leafleat atau yang diresepkan dokter.
2 Saya selalau pergunakan obat sesuai indikasi
yang jelas dan tepat sesuai yang tertera di leafleat
atau yang diresep dokter.
3 Saya memberikan perhatian khusus terhadap
penggunaan dan dosis obat pada bayi, pasien usia
lanjut dan pasien dengan penyakit hati atau
4 ginjal.
Saya memperhatikan dan catat riwayat alergi
akibat penggunaan obat.
5 Saya memberitahukan ke dokter apabila anda
sedang hamil, menyusui, alergi obat tertentu,
memiliki penyakit diabetes, penyakit ginjal atau
liver, sedang meminum obat lain atau suplemen
6 herbal.
Saya menhindari penggunaan berbagai jenis obat
dan kombinasi sekaligus.
7 Saya meminta dokter mengevaluasi penggunaan
obat dalam jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai