Anda di halaman 1dari 8

Pada poin ini akan dibahas mengenai hasil penelitian secara distribusi frekuensi

karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, status perkawinan, lama bekerja,
pendidikan dan ruang dinas di RSU Mayjen Haji Ahmad Thalib Kabupaten Kerinci.
Karakteristik responden berdasarkan usia pada tabel 4.1 didapatkan paling sedikit
berada pada rentang usia 45-65 tahun atau berada pada fase lansia awal sebanyak 1 responden
(2.1%) sedangkan yang paling banyak pada rentang usia 25-35 tahun atau berada pada fase
dewasa awal yaitu sebanyak 27 responden (56.3%). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat
bahwa sebanyak 56.3% perawat berada pada fase dewasa awal. Dewasa awal merupakan
masa dimana individu siap berperan dan bertanggung jawab serta masa dimana individu
mulai untuk bekerja yang mana seseorang banyak dihadapkan dengan ketegangan emosional,
isolasi sosial, komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan
penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.41
Selanjutnya pada karakteristik jenis kelamin yang paling banyak berjenis kelamin
perempuan yaitu 32 responden (66.7%). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Malara. R.T, et All, (2016) dalam (Martyastuti et al., 2019) bahwa rasio jumlah perawat perempuan
lebih banyak dibanding laki-laki. Karena, jumlah perawat secara umum lebih banyak pada
perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh dauglas (1994) dalam Septiyan,
A. (2015) menyatakan bahwa dunia keperawatan sangat didominasi oleh perempuan, hal ini yang
menyebabkan potensi untuk mengalami stres kerja. 42
Pada karakteristik status perkawinan diperoleh sebanyak 45 responden (93.8%) sudah
menikah. Hal ini dikarenakan lebih dari 50% responden berada pada usia di atas 25 tahun.
Menurut BKKBN dan UU No 16 tahun 2019 menyatakan usia ideal bagi seseorang baik laki-
laki maupun perempuan untuk menikah yaitu pada rentang usia 21-35 tahun.
Pada karakteristik lama bekerja diperoleh sebanyak 28 responden memilki
pengalaman kerja kurang dari 10 tahun yaitu sebanyak 28 responden (58.3%). Hal ini
disebabkan karena pada beberapa tahun terakhir di RSU Mayjen Haji Ahmad Thalib
Kabupaten Kerinci melakukan perekrutan untuk tenaga kontrak dan mayoritas pelamarnya
adalah perawat yang baru lulus kuliah sehingga pada karakteristik lama bekerja di peroleh
perawat yang memilki pengalaman kerja kurang dario 10 tahun yang terbanyak.
Pada karakteristik pendidikan lebih dari separuh perawat (81.2%) memilki riwayat
pendidikan sebagai perawat vokasi atau D III. Hal ini dikarenakan lulusan perawat D III lebih
banyak dibandingkan dengan lulusan perawat S1/Ners dan beberapa rumah sakit masih
menerapkan kebijakan untuk penerimaan perawat D III. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Fatie & Felle, 2018) bahwa sebanyak 92% perawat berlatar belakang
pendidikan D III di Ruang Pearawatan RSUD DOK II Jayapura hal ini juga disebabkan
karena rumah sakit masih menerapkan penerimaan pegawai dengan pendidikan minimal D III
dikarenakan memilki pengalaman klinik dan keterampilan yang sangat mempengaruhi
kompetensi perawat. 43
Pada karakteristik ruang dinas didapatkan bahwa responden yang paling banyak
berada di ruang interne. Hal ini disebbakan karena pasien yang berada di ruang penyakit
dalam lebih banyak jika dibandingkan dengan ruang lain sehingga kebutuhan perawat di
ruang interne juga meningkat hal demikian yang menyebabkan banyak responden pada ruang
interne tersebut.
Hasil penelitian secara distribusi frekuensi pada stres kerja perawat menunjukan
bahwa 25 responden di ruang rawat inap RSU Mayjen Haji Ahmad Thalib Kabupaten
Kerinci mengalami stres kerja berat dengan persentase sebesar 52.1%. Penelitian ini
sejalan dengan yang dilakukan oleh (Sansó et al., 2021) bahwa survei yang dilakukan
pada perawat paliatif care di Spanyol menunjukan stres kerja berat dengan total skor
2.36 yang menandakan bahwa stres kerja perawat paliatif care mengalami stres kerja
berat 44 Penelitian lain yang dilakukan oleh (Kwiatosz-Muc et al., 2018) bahwa stres
kerja perawat di ruang ICU memilki stress kerja yang tinggi dengan angka sebesar
74.60%.45

Di Indonesia menunjukan hal yang sama, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
(Andrianti et al., 2020) menunjukan stress kerja perawat yang tinggi yaitu sebesar
42%.46 Penelitian lain yang dilakukan oleh (Ahmad & Vera, 2019) menunjukan
bahwa stres kerja perawat di ruang rawat darurat menunjukan stres kerja yang tinggi
yaitu sebesar 57.5%.47

Bila di tinjau dari karakteristik responden pada penelitian ini menunjukan untuk jenis kelamin
responden yang paling banyak yaitu perempuan dibandingkan laki-laki. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Gunawati (2006) dalam (Andrianti et al., 2020) yang mengemukanan bahwa secara umum
wanita mengalami stres 30% lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena respon
fisiologis yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Pada saat perempuan menghadapi stres, tubuh
akan memeberikan respon fsiologis dari beberapa hormon neurotransmiter di dalam otak. Lebih lanjut
lagi perempuan lebih menderita stres dari pada laki-laki di sebabkan hormon prolaktin perempuan
lebih tinggi dibandingkan laki-laki hormon ini memberikan umpan balik negatif pada otak sehingga
dapat meningkatkan trauma emosional stres fisik. 46
Pada karakteristik responden untuk status perkawinan pada penelitian ini sebanyak 45 responden
sudah menikah dari 48 responden. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Vierdeline (2008) yang menyatakan bahwa stres kerja mayoritas terjadi pada responden yang sudah
menikah(55.8%) dibandingkan dengan responden yang belum menikah. Hal ini disebabkan karena
permasalahan yang sering terjadi di keluarga, karena sebagian besar responden merupakan keluarga
muda yang masih memilki anak balita. Kondisi keluarga yang membutuhkan perhatian khusus seperti
seperti pada saat anak atau pasangan sakit sementara harus tetap bekerja sehingga dapat menjadi stres
tersendiri bagi perawat yang sudah bekeluarga. Hal ini di dukung oleh Santrock (2003) yang
menyatakan bahwa keluarga dapat menjadi pencetus terjadinya stres. 46

Pada karakteristik lama bekerja pada penelitian ini ditemukan bahwa perawat yang bekerja
kurang dari 10 tahun lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang bekerja lebih dari 10
tahun. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya stres kerja adalah adanya
pendelegasian tugas oleh perawat senior kepada perawat junior sehingga beban kerja dari
perawat junior meningkat sehingga dapat mengakibatkan peningkatan stres kerja bagi
perawat.
Stres kerja merupakan salah satu permasalahan dalam manajemen sumber daya di rumah
sakit. Hal ini dikarenakan profesi perawat merupakan tenaga kesehatan yang langsung
memberikan perawatan pada pasien dengan berbagai macam karakteristik dan situasi yang
menyebabkan terjadinya stres kerja.48 selain itu (Greenberg, 2002; NIOSH, 2008) juga
mengatakan bahwa stres yang dialami oleh perawat jika tidak bisa di adaptasi maka akan berdampak
buruk bagi kesehatan dan akhirnya akan berdampak pada kinerja perawat serta kualiatas asuhan
keperawatan.48
Apabila stres mencapai titik puncak yang kira-kira sesuai dengan kemampuan maksimum kinerja
perawat maka pada titik ini stres tambahan cenderung tidak menghasilkan perbaikan kinerja
selanjutnya bila stres yang dialami oleh perawat terlalu besar, maka kinerja perawat akan mulai
menurun karena stres terbut akan menggangu pelaksanaan kerja perawat dan akan kehilangan
kemampuan untuk mengendalikannya atau tidak mampu dalam mengambil keputusan dan
perilakunya tidak jadi menentu. Akibat paling ekstrim adalah kinerja menjadi nol, karywan
mengalami gangguan, menjadi sakit atau tidak kuat lagi untuk bekerja dan bisa mengakibatkan
perawat keluar dari pekerjaannya/resign. 46

Hasil penelitian secara distribusi frekuensi pada beban kerja menunjukan


bahwa 29 responden di Ruang Rawat Inap RSU Mayjen Haji Ahmad Thalib
Kabupaten Kerinci mengalami beban kerja sedang dengan persentase 60.4%.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ahmad & Vera, 2019)
menyatakan bahwa mayoritas responden menyatakan beban kerja sedang sebanyak 23
responden (55.0%) dan menyatakan beban kerja berat sebanyak 17 responden
(42.5%).47 Penelitian lain yang dilakukan oleh (Vanchapo et al., 2019) menyatakan
bahwa dari 40 perawat mayoritas perawat 33 responden (82.5%) mengalami beban
kerja sedang.49
Beban kerja itu sendiri diartikan sebagai kuantitas atau banyaknya jenis pekrjaan yang
harus diselesaikan oleh oleh tenaga kesehatan profesional dalam kondisi yang
membebani baik secara fisik maupun non fisik yang diperberat oleh kondisi
lingkungan baik secara fisik maupun non fisik yang harus dilakukan dalam satu tahun
di satu sarana pelayanan kesehatan.50 Jadi dapat disimpulkan bahwa beban kerja
merupakan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan yang dapat membebani secara
fisik maupun nonfisik.
Dilihat dari karakteristik responden rata-rata jenis kelamin pada penelitian ini adalah
perempuan seperti halnya yang dikemukan oleh Sunardi (2006) bahwa pada saat ini
perempuan sudah banyak yang bekerja di sektor publik yang bermakna produktif.
Akan tetapi fakta empiris mengungkapkan bahwa keterlibatan perempuan disektor
publik tersebut tidak menghilangkan beban tugasnya diwilayah domestik. Oleh karena
itu, lahirlah konsep peran ganda yang pemaknaannya lebih dekat sebagai beban ganda
perempuan. Beban ganda atau doubel burden adalah beban kerja yang dialami oleh
kaum perempuan yang bekerja disektor publik, karena ketika sudah pulang dan
berada di sektor domestik (rumah tangga). Perempuan masih menanggung semua
urusan pekerjaan rumah tangga yang harus mereka kerjakan. Sedangkan, untuk tenaga
kerja dengan status sudah menikah mengalami beban kerja yang lebih tinggi
dibandingkan tenaga kerja yang belum menikah. Hal ini sesuai dengan penelitian
Hidayat (2012) yang menyatakan bahwa status seseorang juga mempengaruhi tingkat
beban kerja. Orang yang sudah menikah lebih cepat mengalami kelelahan
dibandingkan dengan orang yang bujangan oleh karena waktu istirahat tidak
dimanfaatkan secara maksimal sebab kondisi keluarga juga perlu mendapatkan
perhatian yang cukup.50
Umur adalah lama hidup individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahunterakhir. Umur adalah merupakan risiko yang dapat meningkatkan stres kerja
secara signifikan.51 individu dengan umur yang lebih tua megalami stres kerja dan beban
kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan individu muda yang disebbakan karena
pengalaman kerja yang memumpuni dimilki oleh individu yang lebih tua dalam
menyelesaiakn permaslahan beban kerja yang tinggi di rumah sakit. Begitu juga dengan
lamanya waktu kerja individu tersebut. Individu yang memilki pengalaman kerja lebih dari
10 tahun akan mempu mengelola stres pekerjaan yang disebabkan karena beban kerja yang
meningkat dibandingkan dengan individu yang bekerja kurang dari 10 tahun.
Selain itu jumlah perawat di masing-masing ruangan rawat inap RSU Mayjen Haji
Ahmad Thalib Kabupaten Kerinci juga belum berdistribusi sesuai dengan beban kerja yang
ada sehingga masih belum seimbang dengan jumlah kunjungan pasien yang ada. Suma’mur
(2009) menyatakan setiap beban kerja yang diterima oleh sesorang harus sesuai atau
seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemmapuan kognitif maupun keterbatasan
manusia menerima bebna tersebut. Bebna kerja optimum harus dicapai bila ingin
mendapatkan produktivitas yang tinggi, namun demikian jika beban pekerjaan terlalu rendah
atau terlalu tinggi maka akan menyebbakan produktivitas yang rendah pula.
Beban kerja yang terlalu berlebih menimbulkan kelelahan fisik atau mental dan
reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah.
Sedangkan pada pekerjaan yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena
pengulangan gerakan akan menimbulkan kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari. Karena,
tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan
sehingga secara potensial membahayakan pekerja. Pada penelotian ini tidak terdapat beban
kerja yang rendah dikarena kan penelitian dilakukan di ruang rawat inap yang selalu ada
pasien bahkan lebih dari jumlah perawat yang ada dalam suatu ruangan seperti ruangan
interne dan bedah.

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa hasil uji statistik menggunakan uji
Somer’s di peroleh nilai p-value = 0,009 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stres kerja perawat di
Ruang Rawat Inap RSU Mayjen Haji Ahmad Thalib Kabupaten Kerinci tahun 2022.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Fachruddin et al., 2019)
menyatakan bahwa beban kerja memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja
perawat, dilihat dari uji statistik p-value 0,000 (p<0,05) yang berarti ada hubungan anatar
beban kerja dan stres kerja perawat.51 Penelitian lain yang dilakukan di Ghana oleh
(Kokoroko & Sanda, 2019) juga menunjukan ada hubungan antara beban kerja dengan stres
kerja perawat dengan nilai korelasi (p=0,01 dan r=0,37).52
Stres kerja adalah reaksi seseorang dalam menghadapi tekanan dalam pekerjaannya
yang menimbulkan akibat pada psikologis, fisiologi dan perilaku individunya.53 Adapun
penyebab stres kerja pada perawat salah satunya ialah beban kerja yang tinggi yang dapat
menyebabkan stres pada perawat karena perawat tidak memilki waktu yang cukup dan
kpoing yang baik terhadap tuntutan pekerjaan yang dimilkinya serta untuk untuk memenuhi
kebutuhan pasien atau merawat pasien.53
Beban kerja sendiri dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang membebani tenaga
kerja baik secara fisik maupun non fisik dalam menyelesaikan pekerjaannya. 54 Pada tenaga
kesehatan khususnya perawat beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari seseorang
yang memilki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan
ilmu yang dimilki dalam jangka waktu tertentu. 54 Jika beban kerja yang dialami oleh individu
berlebihan dan tidak dapat diatasi akan berdampak pada stres kerja.
Hasil penelitian didapatkan bahwa di ruang rawat inap RSU Mayjen Haji Ahmad
Thalib Kabupaten Kerinci mengeluhkan 60.4% beban kerja sedang dan 52.1% mengeluhkan
stres kerja yang berat. Menurut analisa peneliti pada penelitian ini didapatkan bebna kerja
yang sedang hingga berat pada perawat di ruang rawat inap RSU Mayjen Haji Ahmad Thalib
sehingga memilki risiko yang tinggi untuk terpapar stres lebih besar dikarenakan banyaknya
jenis dan tindakan yang dilakukan, serta banyaknya tuntutan dan tanggung jawab yang harus
dipenuhi oleh perawat dalam melaksanakan tugasnya.
Banyaknya pekerjaan yang melebihi kapasitas menyebbakan kondisi fisik perawat
mudah lelah dan mudah tegang. Pelayanan keperawatan juga sangat kompleks, dimana juga
membutuhkan kemampuan secara teknis dan pengetahuan yang lebih Beban pekerjaan yang
begitu banyak pemenuhan kebutuhan, penanganan masalah dan pada akhirnya sangat menguras
energi baik fisik ataupun kemampuan kognitif. Kondisi perawat yang stres dengan adanya beban
pekerjaan yang sudah berat hendaknya tidak ditambah lagi dengan beban-beban lain di luar tugas
sebagai perawat. Sebagai contoh adalah beban bimbingan mahasiswa praktek, beban pengurus
organisasi, atau beban lain yang pada akhirnya semakin memperberat, sehingga tingkat stres
perawat semakin meningkat.Beban kerja berlebih dapat menyebabkan stres. Menurut asumsi
peneliti beban kerja yang berlebihan dapat menimbulkan stress kerja. Perawat sangat merasa
terbeban karena harus memberikan pelayanan keperawatan ekstra ketat dan cepat untuk
menyelamatkan nyawa pasien. Selain itu dengan pemantauan dan pencatatan kondisi pasien secara
rutin dan kontinyu juga merupakan beban tersendiri. Secara psikologis ada beban untuk dapat
mempertahankan kondisi pasien supaya tidak tambah memburuk. Terhadap keluarga pasien
perawat juga merasa terbeban untuk selalu menyampaikan segala kondisi pasien secara jujur. Beban
yang dirasakan perawat akhirnya menyebabkan adanya suatu tekanan secara terus-menerus yang
memicu terjadinya stres kerja.

41. Sudirjo, E., & Nur Ali, M. (2018). Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik. (E. Satani,
Ed.) (1st ed.). Sumedang, Jawa Barat: UPI Sumedang Press
47. .Ahmad, S. N. A., & Vera, A. (2019). Hubungan Tingkat Stres Kerja dengan Kinerja
Perawat di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSU Kabupaten Tangerang. Jurnal JKFT,
4(1), 36–42.
46. Andrianti, S., Ikhsan, I., Nurlaili, N., & Sardaniah, S. (2020). Hubungan Beban Kerja
Dengan Stres Kerja Pada Perawat Di Rumah Sakit Raflesia Kota Bengkulu. Jurnal
Vokasi Keperawatan (JVK), 2(2), 87–101. https://doi.org/10.33369/jvk.v2i2.10687
51 Fachruddin, N.-, SANTOSO, W., & ZAKIYAH, A. (2019). the Relationship Between
Workload With Work Stress on Nurses in Intensive Installation of Bangil General
Hospital Pasuruan District. International Journal of Nursing and Midwifery Science
(Ijnms), 2(03), 311–321. https://doi.org/10.29082/ijnms/2018/vol2.iss03.157
43 Fatie, M., & Felle, Z. R. (2018). Hubungan Tingkat Pendidikan Perawat Dengan
Penerapan Kompetensi Pendokumentasian Proses Keperawatan. Jurnal Keperawatan
Tropis Papua, 1(1), 19–24. http://jurnalpoltekkesjayapura.com/index.php/jktp
52. Kokoroko, E., & Sanda, M. A. (2019). Effect of Workload on Job Stress of Ghanaian
OPD Nurses: The Role of Coworker Support. Safety and Health at Work, 10(3), 341–
346. https://doi.org/10.1016/j.shaw.2019.04.002
45. Kwiatosz-Muc, M., Fijałkowska-Nestorowicz, A., Fijałkowska, M., Aftyka, A., &
Kowalczyk, M. (2018). Stress prevalence and stressors among anaesthesiology and
intensive care unit workers: A multicentre survey study. Australian Critical Care, 31(6),
391–395. https://doi.org/10.1016/j.aucc.2017.11.001
42 Martyastuti, N. E., Isrofah, I., & Janah, K. (2019). Hubungan Beban Kerja Dengan
Tingkat Stres Perawat Ruang Intensive Care Unit dan Instalasi Gawat Darurat. Jurnal
Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan, 2(1), 9.
https://doi.org/10.32584/jkmk.v2i1.266
44. Sansó, N., Vidal-Blanco, G., & Galiana, L. (2021). Development and Validation of the
Brief Nursing Stress Scale (BNSS) in a Sample of End-of-Life Care Nurses. Nursing
Reports, 11(2), 311–319. https://doi.org/10.3390/nursrep11020030
49 Vanchapo, A. R., Mahoklory, S. S., & Merlin, N. M. (2019). The Correlation Between
Workload And Occupational Stress Of Nurses In The Emergency Department Of
Regional Public Hospital Rsud Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Jurnal Ners Dan
Kebidanan Indonesia, 7(1), 18. https://doi.org/10.21927/jnki.2019.7(1).18-23

53. Mahalta, M. A. (2017). Hubungan Faktor Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja Perawat di Ruang
Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP. M Djamil Padang 2017. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

54. Depkes RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432 Tahun 2007
Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

50. Afra, Z., & Putra, A. (2017). Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD RD. Zainal Abidin
Banda Aceh, 1–7.

48. Greenberg, J. . (2002). Comprehensive Stress Management (7th ed.). New York: McGaw-Hill
Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai