Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum Fisiologi

Kelelahan Otot

Kelompok D2
Ketua :

Farida Tunnida (102015045)


Anggota :

Andry Susanto (102012371)


Irma Fajriah (102013354)
Rizaldi Lukman Parmana (102015012)
Farida Tunnida (102015045)
Elisabeth Elida Elyus M (102015062)
Tessa Carolina (102015091)
Aqmarina Borisman (102015137)
Kabilen A/L Selvaraja (102015228)

Fakultas kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510
Tlp. 021- 56942061 Fax . 021-5631731

KELOMPOK D2

NIM

Nama

102012371

Andry Susanto

102013354

Irma Fajriah

102015012

Rizaldi Lukman Parmana

102015045

Farida Tunnida

102015062

Elisabeth Elida Elyus M

102015091

Tessa Carolina

102015137

Aqmarina Borisman

102015228

Kabilen A/L Selvaraja

Paraf

I. Tujuan Praktikum
Mengamati beberapa faktor yang mempengaruhi cara kerja otot, kontraksi, relaksasi serta
kelelahan otot.

II. Alat dan Bahan


1.
2.
3.
4.

Kimograf + kertas + perekat


Manset sfigmomanometer
Ergograf
Metronome (frekuensi 1 detik)

III. Cara Kerja


I. KERJA STEADY STATE
1. Pasang semua alat.
2. Sambil mencatat, lakukan tarikan setiap 4 detik menurut irama alat yang diperdengarkan
di ruang praktikum sampai 1/2 putaran tromol. Setiap kali setelah melakukan tarikan,
lepaskan segera jari dari pelatuk sehingga kembali ke tempat semula.
II.PENGARUH GANGGUAN PEREDARAN DARAH

1. Pasang manset sfigmomanometer pada lengan atas kanan orang percobaan yang sama
(sub. I).
2. Lakukan beberapa kali oklusi pembuluh darah lengan atas dengan jalan memompa
manset dengan cepat sampai denyut nadi arteri radialis tak teraba lagi.
3. Dengan manset tetap terpasang tetapi tanpa oklusi, lakukan 12 kali tarikan dengan
frekuensi satu tarikan tiap 4 detik sambil dicatat pada kimograf.
4. Tanpa menghentikan tromol, pada tarikan ke-13, mulailah memompa manset dengan
cepat sampai denyut nadi arteri radialis tidak teraba lagi. Selama pemompaan, orang
percobaan tetap melakukan latihan.
5. Berilah tanda pada kurva pada saat denyut nadi arteri radialis tidak teraba lagi.
6. Setelah terjadi kelelahan total, turunkan tekanan di dalam manset sehingga peredaran
darah pulih kembali.
7. Dengan frekuensi yang sama teruskan tarikan dan pencatatan sehingga pengaruh oklusi
tidak terlihat lagi.

III. PENGARUH ISTIRAHAT DAN MASSAGE

1. Lakukan oleh orang percobaan lain.


2. Besarkan beban ergograf sampai hampir maksimal.
3. Sambil dicatat lakukan satu tarikan tiap 1 detik sampai terjadi kelelahan total, kemudian
hentikan tromol.
4. Berikan istirahat selama 2 menit. Selama istirahat, lengan tetap dibiarkan diatas meja.
5. Setelah tromol diputar dengan tangan sepanjang 2 cm, jalankan kimograf dan lakukan
kembali tarikan dengan frekuensi dan beban yang sama sampai terjadi kelelahan total,
kemudian hentikan tromol.
6. Berikan isitirahat selama 2 menit lagi. Selama masa istirahat ini lakukan massage pada
lengan OP. Massage dengan cara mengurut dengan tekanan kuat kea rah perifer,
kemudian dengan tekanan ringan kearah jantung. Massage dilakukan dari fossa cubiti
hingga ujung jari.
7. Setelah tromol diputar dengan tangan sepanjang 2 cm, jalankan kimograf dan lakukan
kembali tarikan seperti ad. 5.
8. Bandingkan ke 3 ergogram diperoleh dan analisa hasilnya.
IV. RASA NYERI, PERUBAHAN WARNA DAN SUHU KULIT AKIBAT ISKEMIA
1. Lakukan pada orang percobaan lain dan tanpa pencatatan ergogram.
2. Pasang manset pada lengan atas kanan OP dan berikan pembebanan yang cukup berat
sehingga hanya akan memperlihatkan penyimpangan ujung pencatat yang kecil saja.
3. Perhatikan suhu dan warna kulit lengan bawah kanan OP.
4. Lakukan satu tarikan tiap satu detik sambil diadakan oklusi sehingga terjadi kelelahan
total atau sampai terjadi rasa sakit yang tak tertahan.
5. Hentikan tindakan oklusi segera setelah OP merasa nyeri yang hebat sekali. Perhatikan
suhu dan warna kulit lengan bawah kanan OP.

Hasil Praktikum
a) Kerja Steady State
Amplitudo yang ditunjukan pada percobaan pertama menunjukan tinggi yang
hampir sama. Hal ini dikarenakan kerja otot stabil dan ada jeda waktu yang diberikan
yaitu satu tarikan 4 detik, sehingga aliran darah normal dan suplai oksigen tidak
terhambat. Suplai oksigen tersebut memenuhi kegiatan input=output. (Grafik terlampir).

OP : Aqmarina Borisman

b) Pengaruh gangguan peredaran darah


Amplitudo yang dihasilkan pada percobaan kedua ini pada awalnya amplitudo
memiliki tinggi yang hampir serupa, kemudian dilakukan oklusi pada OP, sehingga
ampiltudo semakin menurun. Hal ini disebabkan kurangnya suplai oksigen yang mengalir
akibat penutupan aliran darah yang menyebabkan kelelahan otot. Kemudian setelah
mengalami kelelahan otot tekanan diturunkan pada manset, dan amplitudo mulai beranjak
tinggi. Hal ini disebabkan oleh aliran darah yang terbuka, jadi suplai oksigen cukup untuk
melakukan kegiatan. Namun, amplitudo setelah manset

diturunkan tidak setinggi

amplitudo sebelum dilakukan oklusi pada OP. (Grafik terlampir).

OP : Elisabeth Elida Elyus M

c) Pengaruh Istirahat dan Massage


Pada grafik pertama amplitudo semakin lama semakin mengecil, hal ini disebakan
oleh beban yang berat dan otot bekerja secara terus menerus maka suplai oksigen oleh
darah ke dalam otot tersebut tidak cepat dan banyak untuk mengoksidasikan glukosa.
Kemudian diberikan isirahat selama 2 menit.
Pada grafik kedua, setelah istirahat OP melakukan tarikan. Dalam hasil percobaan
tersebut dapat dilihat bahwa rentang amplitudo pada percobaan pertama lebih panjang
daripada rentang amplitude percobaan kedua. Hal ini dapat dikarenakan oleh otot yang
masih belum pulih total seperti semula, sehingga lebih cepat lelah. Kemudian isitrahat 2
menit untuk percobaan selanjutnya sambil di massage lengan kanannya.

Pada amplitudo ketiga, rentang amplitudo yang dihasilkan lebih pendek dari
sebelumnya, Hal ini disebabkan OP mengalami kelelahan yang berlebihan setelah dua
perobaan sebelumnya yang mengakibatkan percobaan ketiga gagal. Massage dan istirahat
dengan tekanan yang kuat terhadap lengan kanan OP seharusnya mendapat hasil ergograf
yang lebih baik dari dua percobaan sebelumnya dengan rentang amplitudo yang lebih
panjang karena vena dapat membawa metabolit ke jantung dan arteri dapat membawa
oksigen untuk otot yang lelah sehingga aliran darah yang menyuplai oksigen dapat cepat
mengalir. Selain itu, percobaan ketiga gagal dikarenakan mesin sfignomanometer tidak
berfungsi dengan baik. (Grafik terlampir).

OP : Kabilen A/L Selvaraja

d) Rasa Nyeri, Perubahan Warna dan Suhu Kulit Akibat Iskemia


Oklusi yang diberikan dapat menghambat peredaran aliran darah, sehingga suplai
oksigen dapat terhambat, maka dari itu dapat terjadi penimbunan asam laktat. Tindakan
oklusi ini menyebabkan warna kulit menjadi lebih pucat disertai rasa nyeri dan perubahan
suhu kulit menjadi lebih rendah dari sebelumnya sehingga terasa dingin. Hal ini
merupakan ciri-ciri organ yang mengalami iskemia. (Foto terlampir).

OP : Rizaldi Lukman Parmana

Pembahasan
Sejak manusia terbentuk, lahir, hingga tumbuh dan berkembang sampai batas umur
tertentu, tubuh manusia selalu melakukan kerja dengan suatu mekanisme tertentu, bahkan saat
tidur pun, tubuh tidak berhenti beraktivitas.
Dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari, tubuh manusia telah dilengkapi dengan
alat gerak. Alat gerak ini juga dilengkapi dengan otot dan saraf sebagai jaringan yang berfungsi
untuk menanggapi rangsang. Saraf akan mengendalikan aktivitas seluruh tubuh, dan otot akan
berfungsi sebagai alat gerak. Tulang tanpa otot takkan berarti apapun, sebab tulang hanya bisa
digerakkan jika dibantu oleh otot sebagai alat gerak aktif.1
Terdapat tiga jenis otot didalam tubuh yaitu otot jantung, otot polos dan juga otot lurik.
Namun pada rangkaian percobaan ini, akan lebih banyak membahas mengenai otot rangka yang
berhubungan dengan fungsinya untuk menggerakkan tulang. Hampir semua otot rangka berawal
dan berakhir di tendon.1
Ketika manusia melakukan pergerakan, otot akan mengalami kontraksi. Mekanisme
umum kontraksi otot yang juga melibatkan kerja saraf adalah sebagai berikut:
1. Suatu potensial aksi berjalan disepanjang sebuah saraf motorik sampai keujungnya
pada serat otot.
2. Pada setiap ujung saraf mensekresi substansi neutransmiter, yaitu asetilkolin dalam
jumlah sedikit.
3. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serat otot untuk membuka
banyak saluran bergerbang asetilkolin melalui molekul-molekul protein dalam
membran serat otot.
4. Terbukanya saluran asetilkolon memungkinkan sejumlah besar ion natrium untuk
mengalir ke bagian dalam membran serat otot pada titik terminal saraf. Peristiwa ini
akan menimbulkan suatu potensial aksi dalam serat otot.

5. Potensial aksi akan berjalan disepanjang membran serat otot dalam cara yang sama
seperti potensial aksi berjalan disepanjang membran saraf.
6. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran serat otot dan juga berjalan
secara dalam didalam serat otot pada tempat dimana potensial aksi menyebabkan
retikulum sarkoplasma melepaskan sejumlah ion kalsium, yang telah disimpan di
dalam retikulum, ke dalam miofibril
7. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin,
yang menyebabkannya bergerak bersama-sama dan menghasilkan proses kontraksi.
8. Setelah kurang dari satu detik. Ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum
sarkoplasma, tempat ion-ion ini disimpan sampai potensial aksi otot yang baru datang
kembali; Pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot
terhenti.2
Aktin hanya akan menempel pada miosin ketika aktin memiliki ATP. Jika ATP tidak lagi
dimiliki aktin, maka miosin akan meninggalkan aktin tersebut dan pergi mencari aktin lain yang
memiliki ATP. Pergerakan inilah yang menyebabkan terjadinya kontraksi yang ditandai dengan
pemendekan otot.3 Sebuah otot akan berkontraksi secara cepat bila ia berkontraksi tanpa
melawan beban, bila diberi beban, kecepatan kontraksi akan menurun secara progresif seiring
dengan penambahan beban. Seperti yang dapat kita amati pada percobaan pertama, beban yang
diberikan adalah yang paling minimal. Dengan beban yang ringan otot akan berkontraksi lebih
cepat, namun lama kelamaan dengan waktu tertentu, otot juga akan mengalami kelelahan karena
terus berkontraksi.
Dari percobaan pertama ini juga dapat dilihat bahwa pada frekuensi tinggi proses kerja
dapat menimbulkan kelelahan yang lebih cepat dibandingkan cara kerja frekuensi rendah. Hal ini
dilihat dari membandingkan hasil percobaan pertama, kedua, ketiga dan keempat, dimana
masing-masing dilakukan dengan frekuensi tiap empat detik. Walaupun beban pada percobaan
pertama lebih ringan, namun karena dilakukan setiap satu detik, maka otot akan lebih cepat lelah
dibandingkan dengan percobaan yang menggunakan selamg waktu pada tarikan pelatuk yaitu 4
detik.
Untuk melakukan kontraksi, otot sangat bergantung pada energi yang disediakan oleh
ATP. Sebagian besar energi ini dibutuhkan untuk menjalankan mekanisme berjalan-jalan dimana
jembatan penyebrangan menarik filamen-filamen aktin, tetapi sejumlah kecil energi dibutuhkan
untuk: (1) memompa kalsium dari sarkoplasma setelah kontraksi berakhir dan (2) memompa ionion natrium dan kalium melalui membran serat otot untuk mempertahankan lingkungan ionik
yang cocok untuk pembentukan potensial aksi. Sumber utama yang digunakan untuk menyusun
kembali ATP adalah substansi kreatin fosfat yang membawa fosfat berenergi tinggi yang serupa
dengan ATP.2,4
Sumber energi yang penting berikutnya yang digunakan untuk menyusun kreatin fosfat
dan ATP adalah glikogen yang sebelumnya telah disimpan didalam sel otot. 5 Glikogen ini akan
mengalami proses enzimatik yang akan menghasilkan asam piruvat yang kemudian tidak dapat
dilewati oleh jalur fosforilasi oksidatif yang menghasilkan asam laktat. Akumulasi asam laktat
dapat menimbulkan nyeri otot. Seperti halnya energi dari ATP, peran oksigen juga sangat penting
dalam mekanisme kerja otot diatas. Selama kerja otot, pembuluh darah otot berdilatasi dan aliran

darah meningkat. Sampai titik tertentu, terjadi defisit oksigen yang menyebabkan simpanan
keratin fosfat dan glikogen berkurang serta asam laktat menumpuk. Okisgen diperlukan untuk
pemulihan sistem energi. Ketika pasokan oksigen tidak memenuhi kebutuhan, maka otot akan
mencapai suatu titik yang dapat disebut sebagai kelelahan otot. Hal ini dapat terjadi karena
oksigen menyintesis kembali keratin fosfat, memecah laktat yang menumpuk kembali ke piruvat,
dan memulihkan simpanan glikogen.2
Seperti yang diamati pada percobaan kedua, peredaran darah dihentikan dengan
dilakukannya oklusi yang ditandai dengan terhentinya denyut nadi. Dengan menghambat
peredaran darah, aliran oksigen ke otot untuk melakukan kontraksi juga otomatis berkurang
sehingga pada beberapa saat kemudian, OP akan mengalami kelelahan sehingga tidak dapat
melakukan kontraksi kembali. Kemudian, agar kelelahan otot yang dialami OP tidak berlebihan,
tekanan pada manset kembali diturunkan. Hal ini dilakukan dengan maksud agar peredaran darah
ke otot kembali lancar dan otomatis persediaan oksigen juga akan terpenuhi kembali secara
perlahan. Ketika kurva menunjukkan penurunan kekuatan karena karena kelelahan otot, akan
terlihat kembali peningkatan kurva pada saat OP menarik pelatuknya kembali ketika tekanan
manset telah diturunkan sehingga peredaran darah yang membawa oksigen kembali lancar.
Peningkatan kurva akan kembali terjadi walaupun tidak bisa mencapai titik maksimal seperti
tarikan pertama pada awal percobaan karena kurangnya waktu istirahan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen yang maksimal. Hal ini menunjukkan peran oksigen yang sangat penting
pada kontaksi atau kerja otot.
Sedangkan pada percobaan ketiga, beban pada ergograf akan ditambahkan sampai
mendekati maksimal dan pelatuk akan ditarik setiap 1 detik. Hal ini tentunya akan membuat
kerja otot semakin berat pula. Ketika OP telah mengalami kelelahan otot yang ditandai dengan
menurunnya kurva pada ergograf, waktu istirahat dan message diberikan untuk mengembalikan
keadaan otot hingga keadaan normal dengan aliran darah dan peredaran oksigen yang normal.
Setelah hal itu dilakukan, OP akan kembali melakukan tarikan pelatuk dengan adanya kontraksi
otot, kemudian akan terlihat kenaikan kurva secara perlahan. Perbedaaan yang tampak dari hasil
kerja sesudah pemijatan dengan tanpa pemijatan adalah pada saat sesudah pemijatan pemulihan
otot lebih cepat di bandingkan dengan hanya istirahat saja seperti yang dilakukan pada percobaan
kedua, karena saat pemijatan membantu meluruskan otot dari pada hanya dengan istirahat saja.
Iskemia atau terhambatnya peredaran darah dapat menimbulkan perasaan lelah walaupun
kerja dengan frekuensi rendah. Itu dikarenakan sistem iskemia menyebabkan aliran darah ke
organ terhambat dengan demikian suplay oksigen turut terhambat. Perasaan lelah lebih dulu
terjadi setelah itu terjadi rasa nyeri. Rasa nyeri itu terjadi karena otot di paksakan untuk bekerja.
Suhu selama otot melakukan kerja (kontraksi) akan terus meningkat sebab otot mengeluarkan
energi yang besar. Hal ini dapat ditemukan pada percobaan keempat, dimana suhu lengan OP
sesudah percobaan lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum percobaan dilakukan. Perubahan
warna kulit juga terjadi pada percobaan ini. Pada saat oklusi dilakukan, kulit terlihat lebih pucat
karena tidak adanya peredaran darah di dalam pembuluh darah, namun setelah oklusi dihentikan,
darah pelan-pelan akan kembali memenuhi pembuluh darah dan warna kulit akan kembali seperti
semula.

Hasil percobaan yang dapat dilihat pada kurva yang telah ada tidak sempurna seperti
hasil yang diharapkan. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor. Salah satu kemungkinannya
adalah tidak stabilnya tarikan pelatuk oleh OP pada saat percobaan. (terkadang kurva naik turun
tak menentu) .

Kelelahan Otot
Proses rinci yang mengakibatkan kelelahan otot belum diketahui benar. Bell, Davidson
dan Emslie Smith (1972) menduga bahwa penurunan daya kontraksi mungkin disebabkan oleh
kegagalan di sejumlah tempat, termasuk di sinapsis pusat, lempeng ujung motoris dan proses
kontraksi, tetapi penyebab kelelahan otot terletak dalam serabut otot itu sendiri. Horobin (1968)
mengatakan bahwa kelelahan tidak disebabkan oleh kegagalan dalam transmisi neuromuscular,
selain itu bukti-bukti eksperimen mengisyaratkan bahwa kelelahan dikarenakan kegagalan
pasokan darah untuk memasok elemen metabolisme yang esensial atau membuang hasil
metabolisme atau untuk melaksanakan kedua fungsi itu.
Kurangnya oksigen dan akumulasi metabolit asam mungkin terlibat disini.Ketidakpastian
lain adalah timbulnya nyeri akibat kelelahan. Telah lama diketahui bahwa metabolit dari fungsi
otot berpotensi mengiritasi ujung saraf sensoris yang berada dalam otot. Respons terhadap
stimulan demikian itu dapat di interpretasikan sebagai nyeri yang akan mereda ketika ototnya
menyembuh. Walaupun demikian, nyeri adalah suatu entitas yang terpisah dan tidak melulu
akibat suatu stimulasi yang berlebih terhadap ujung saraf, sehingga sangat menyulitkan
penentuan diagnosisnya.Otot juga bisa mengadakan respons akibat spasme, atau jika upaya lebih
lanjut diperlukan oleh pusat-pusat yang lebih tinggi, akibat cedera serabut otot terkait.7

Energi untuk Kontraksi Otot


ATP (adenine trifosfat) merupakan sumber energi bagi otot. Akan tetapi, jumlah yang
tersedia hanya dapat digunakan untuk kontraksi dalam waktu beberapa detik saja. Otot vertebrata
mengandung lebih banyak cadangan energi fosfat yang tinggi berupa kreatin fosfat sehingga
akan dibebaskan sejumlah energi yang segera dipakai untuk membentuk ATP dari ADP.8
Apabila kontraksi otot tidak terlalu intensif atau tidak terus menerus, glukosa dapat
dioksidasi sempurna menghasilkan CO2 dan H2O dengan respirasi aerob. Apabila kontraksi otot
cukup intensif dan terus menerus maka suplai oksigen oleh darah ke dalam otot tersebut tidak
cepat dan banyak untuk mengoksidasikan glukosa. Oleh karena itu, penyediaan energi bagi
kontraksi otot didapatkan dari proses respirasi anaerob, suatu proses yang tidak memerlukan
oksigen. Keuntungan proses ini dapat menyediakan energi bagi kontraksi otot dengan segera,
walaupun jumlah energi yang diberikan relatif sedikit dibandingkan proses aerob.8
Pada respirasi anaerob, glukosa diubah menjadi asam laktat dengan sejumlah energi.
Energi ini digunakan untuk membentuk kembali kreatin fosfat, yang nantinya dapat
menghasilkan energi untuk membentuk ATP dari ADP. Asam laktat yang tertimbun di dalam otot
akan segera berdifusi pada system peredaran darah. Apabila penggunaan otot terus-menerus,
pembentukan asam laktat yang banyak akan menghambat kerja enzim dan menyebabkan
kelelahan.8

Iskemia secara patologis, adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan suplai


oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri coroner akan menyebabkan iskemia
miokardium local. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible
pada tingkat sel dan jaringan dan menekan fungsi miokardium. Berkurangnya kadar oksigen
memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerobic menjadi mentabolisme
anaerobic. Metabolismee anaerobic yang melalui lintasan glikolitik jauh lebih tidak efisien
apabila dibandingkan dengan metabolismee aerobic yang memlalui fosforilasi oksidatif dan
siklus krebs. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat, akan tertimbun sehingga
menurunkan pH sel.9

Mekanisme Penurunan Suhu


Sistem termostat menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan panas tubuh
ketika suhu menjadi sangat tinggi:
1. Vasodilatasi
Pada hampir semua area tubuh, pembuluh darah kulit mempunyai kecenderungan.
Untuk berdilatasi dengan kuat. Hal ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis
pada hipotalamus posterior yang meyebabkan vasokonstriksi. Vasodilatasi penuh akan
meningkatkan kecepatan pemindahan panas kekulit sebayak delapan kali lipat.
2. Berkeringat
Efek dari peningkatan suhu menyebabkan berkeringat. Dimana peningkatkecepatan
kehilangan panas melalui evaporasi yang dihasilkan dari berkeringat ketika suhu inti
tubuh meningkat diatas suhu kritis 37oC.
3. Penurunan pembentukan panas
Mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas berlebihan seperti mengigil dan
termogenesis kimia, dihambat dengan kuat.

Hubungan antara Kecepatan Kontraksi dan Beban


Sebuah otot rangka akan berkontraksi sangat cepat bila ia berkontraksi tanpa melawan
beban, mencapai keadaan kontraksi penuh kira-kira dalam 0,1 detik untuk otot rata-rata. Bila
beban diberikan, kecepatan kontraksi akan menurun secara progresif seiring dengan penambahan
beban. Jadi, bila beban telah ditingkatkan sampai sama engan kekuatan maksimum yang dapat
dilakukan otot tersebut, kecepatan kontraksi menjadi nol dan tidak terjadi kontraksi sama sekali,
walaupun terjadi aktivasi serabut otot.
Penurunan kecepatan kontraksi dengan beban ini disebabkan oleh kenyataan bahwa
beban pada otot adalah kekuatan berlawanan arah yang melawan kekuatan kontraksi akibat
kontraksi otot. Oleh karena itu, kekuatan netto yang tersedia untuk menimbulkan kecepatan
pemendekan akan berkurang secara sesuai.
Bila suatu otot berkontraksi melawan suatu beban, otot ini akan melakukan kerja. Hal ini
berarti bahwa ada energi yang dipindahkan dari otot ke beban eksternal, sebagai contoh, untuk
mengangkat suatu objek ke tempat yang lebih tinggi atau untuk mengimbangi tahanan pada
waktu melakukan gerak.

Kesimpulan
Setelah melakukan beberapa percobaan, kesimpulan yang dapat ditarik adalah:
Kerja dengan frekuensi tinggi menyebabkan kelelahan otot lebih cepat muncul dari pada kerja
dengan frekuensi rendah. Berat beban juga memperngaruhi kerja otot. Semakin berat beban,
kerja otot akan semakin berat pula. Aliran darah yang dihambat dengan oklusi dapat
menghambat kerja otot karena oksigen serta energi tidak dapat dialirkan oleh darah untuk
membantu terjadinya kerja (kontraksi) otot. Hal inilah yang menjadi sebab terjadinya kelelahan
otot. Dengan melakukan istirahat serta pemijatan (massage) otot dapat pulih kembali walau tidak
begitu signifikan, karena suplai oksigen oleh darah ke dalam otot kembali pulih. Suhu badan
akan meningkat jika aktivitas yang dilakukan otot lebih banyak. Warna kulit akan menjadi lebih
pucat karena peredaran darah dihambat, namun akan kembali normal jika oklusi dihentikan.

Daftar Pustaka
1. Nugroho G. Sistem otot 1. Lampung: Universitas Lampung;2013. h.1.
2. Sherwood Laurale. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 8.Jakarta : EGC;2016.h.282-300.
3. Sarifin G. Kontraksi otot dan kelelahan. Makassar : Universitas Negeri Makassar;2010. h.589
4. Hernawati Hidayat. Produksi asam laktat pada exercise aerobik dan anaerobik. Bandung :
Universitas Pendidikan Indonesia;2011.h.12.
5. Rahmatullah, Lesmana SI. Perbedaan pengaruh pemberian strengthening exercise jenis
kontraksi coecentric dengan eccentric terhadap peningkatan kekuatan otot biceps brachii.
Jakarta : Universitas Esa Unggul;2005. h.21-22.
6. Thomson H. Oklusi. Edisi ke-2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 1994.h.57.
7. Firmansyah R, Mawardi A.H, Riandi M.U. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Jakarta: PT
Setia Purna; 2000.h.53.
8. Muttaqin A. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta:
Salemba Medika: 2009.h.71.
9. Guyton AC. Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2008.h.81.

Anda mungkin juga menyukai