Kelelahan Otot
Kelompok D2
Ketua :
Fakultas kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510
Tlp. 021- 56942061 Fax . 021-5631731
KELOMPOK D2
NIM
Nama
102012371
Andry Susanto
102013354
Irma Fajriah
102015012
102015045
Farida Tunnida
102015062
102015091
Tessa Carolina
102015137
Aqmarina Borisman
102015228
Paraf
I. Tujuan Praktikum
Mengamati beberapa faktor yang mempengaruhi cara kerja otot, kontraksi, relaksasi serta
kelelahan otot.
1. Pasang manset sfigmomanometer pada lengan atas kanan orang percobaan yang sama
(sub. I).
2. Lakukan beberapa kali oklusi pembuluh darah lengan atas dengan jalan memompa
manset dengan cepat sampai denyut nadi arteri radialis tak teraba lagi.
3. Dengan manset tetap terpasang tetapi tanpa oklusi, lakukan 12 kali tarikan dengan
frekuensi satu tarikan tiap 4 detik sambil dicatat pada kimograf.
4. Tanpa menghentikan tromol, pada tarikan ke-13, mulailah memompa manset dengan
cepat sampai denyut nadi arteri radialis tidak teraba lagi. Selama pemompaan, orang
percobaan tetap melakukan latihan.
5. Berilah tanda pada kurva pada saat denyut nadi arteri radialis tidak teraba lagi.
6. Setelah terjadi kelelahan total, turunkan tekanan di dalam manset sehingga peredaran
darah pulih kembali.
7. Dengan frekuensi yang sama teruskan tarikan dan pencatatan sehingga pengaruh oklusi
tidak terlihat lagi.
Hasil Praktikum
a) Kerja Steady State
Amplitudo yang ditunjukan pada percobaan pertama menunjukan tinggi yang
hampir sama. Hal ini dikarenakan kerja otot stabil dan ada jeda waktu yang diberikan
yaitu satu tarikan 4 detik, sehingga aliran darah normal dan suplai oksigen tidak
terhambat. Suplai oksigen tersebut memenuhi kegiatan input=output. (Grafik terlampir).
OP : Aqmarina Borisman
Pada amplitudo ketiga, rentang amplitudo yang dihasilkan lebih pendek dari
sebelumnya, Hal ini disebabkan OP mengalami kelelahan yang berlebihan setelah dua
perobaan sebelumnya yang mengakibatkan percobaan ketiga gagal. Massage dan istirahat
dengan tekanan yang kuat terhadap lengan kanan OP seharusnya mendapat hasil ergograf
yang lebih baik dari dua percobaan sebelumnya dengan rentang amplitudo yang lebih
panjang karena vena dapat membawa metabolit ke jantung dan arteri dapat membawa
oksigen untuk otot yang lelah sehingga aliran darah yang menyuplai oksigen dapat cepat
mengalir. Selain itu, percobaan ketiga gagal dikarenakan mesin sfignomanometer tidak
berfungsi dengan baik. (Grafik terlampir).
Pembahasan
Sejak manusia terbentuk, lahir, hingga tumbuh dan berkembang sampai batas umur
tertentu, tubuh manusia selalu melakukan kerja dengan suatu mekanisme tertentu, bahkan saat
tidur pun, tubuh tidak berhenti beraktivitas.
Dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari, tubuh manusia telah dilengkapi dengan
alat gerak. Alat gerak ini juga dilengkapi dengan otot dan saraf sebagai jaringan yang berfungsi
untuk menanggapi rangsang. Saraf akan mengendalikan aktivitas seluruh tubuh, dan otot akan
berfungsi sebagai alat gerak. Tulang tanpa otot takkan berarti apapun, sebab tulang hanya bisa
digerakkan jika dibantu oleh otot sebagai alat gerak aktif.1
Terdapat tiga jenis otot didalam tubuh yaitu otot jantung, otot polos dan juga otot lurik.
Namun pada rangkaian percobaan ini, akan lebih banyak membahas mengenai otot rangka yang
berhubungan dengan fungsinya untuk menggerakkan tulang. Hampir semua otot rangka berawal
dan berakhir di tendon.1
Ketika manusia melakukan pergerakan, otot akan mengalami kontraksi. Mekanisme
umum kontraksi otot yang juga melibatkan kerja saraf adalah sebagai berikut:
1. Suatu potensial aksi berjalan disepanjang sebuah saraf motorik sampai keujungnya
pada serat otot.
2. Pada setiap ujung saraf mensekresi substansi neutransmiter, yaitu asetilkolin dalam
jumlah sedikit.
3. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serat otot untuk membuka
banyak saluran bergerbang asetilkolin melalui molekul-molekul protein dalam
membran serat otot.
4. Terbukanya saluran asetilkolon memungkinkan sejumlah besar ion natrium untuk
mengalir ke bagian dalam membran serat otot pada titik terminal saraf. Peristiwa ini
akan menimbulkan suatu potensial aksi dalam serat otot.
5. Potensial aksi akan berjalan disepanjang membran serat otot dalam cara yang sama
seperti potensial aksi berjalan disepanjang membran saraf.
6. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran serat otot dan juga berjalan
secara dalam didalam serat otot pada tempat dimana potensial aksi menyebabkan
retikulum sarkoplasma melepaskan sejumlah ion kalsium, yang telah disimpan di
dalam retikulum, ke dalam miofibril
7. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin,
yang menyebabkannya bergerak bersama-sama dan menghasilkan proses kontraksi.
8. Setelah kurang dari satu detik. Ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum
sarkoplasma, tempat ion-ion ini disimpan sampai potensial aksi otot yang baru datang
kembali; Pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot
terhenti.2
Aktin hanya akan menempel pada miosin ketika aktin memiliki ATP. Jika ATP tidak lagi
dimiliki aktin, maka miosin akan meninggalkan aktin tersebut dan pergi mencari aktin lain yang
memiliki ATP. Pergerakan inilah yang menyebabkan terjadinya kontraksi yang ditandai dengan
pemendekan otot.3 Sebuah otot akan berkontraksi secara cepat bila ia berkontraksi tanpa
melawan beban, bila diberi beban, kecepatan kontraksi akan menurun secara progresif seiring
dengan penambahan beban. Seperti yang dapat kita amati pada percobaan pertama, beban yang
diberikan adalah yang paling minimal. Dengan beban yang ringan otot akan berkontraksi lebih
cepat, namun lama kelamaan dengan waktu tertentu, otot juga akan mengalami kelelahan karena
terus berkontraksi.
Dari percobaan pertama ini juga dapat dilihat bahwa pada frekuensi tinggi proses kerja
dapat menimbulkan kelelahan yang lebih cepat dibandingkan cara kerja frekuensi rendah. Hal ini
dilihat dari membandingkan hasil percobaan pertama, kedua, ketiga dan keempat, dimana
masing-masing dilakukan dengan frekuensi tiap empat detik. Walaupun beban pada percobaan
pertama lebih ringan, namun karena dilakukan setiap satu detik, maka otot akan lebih cepat lelah
dibandingkan dengan percobaan yang menggunakan selamg waktu pada tarikan pelatuk yaitu 4
detik.
Untuk melakukan kontraksi, otot sangat bergantung pada energi yang disediakan oleh
ATP. Sebagian besar energi ini dibutuhkan untuk menjalankan mekanisme berjalan-jalan dimana
jembatan penyebrangan menarik filamen-filamen aktin, tetapi sejumlah kecil energi dibutuhkan
untuk: (1) memompa kalsium dari sarkoplasma setelah kontraksi berakhir dan (2) memompa ionion natrium dan kalium melalui membran serat otot untuk mempertahankan lingkungan ionik
yang cocok untuk pembentukan potensial aksi. Sumber utama yang digunakan untuk menyusun
kembali ATP adalah substansi kreatin fosfat yang membawa fosfat berenergi tinggi yang serupa
dengan ATP.2,4
Sumber energi yang penting berikutnya yang digunakan untuk menyusun kreatin fosfat
dan ATP adalah glikogen yang sebelumnya telah disimpan didalam sel otot. 5 Glikogen ini akan
mengalami proses enzimatik yang akan menghasilkan asam piruvat yang kemudian tidak dapat
dilewati oleh jalur fosforilasi oksidatif yang menghasilkan asam laktat. Akumulasi asam laktat
dapat menimbulkan nyeri otot. Seperti halnya energi dari ATP, peran oksigen juga sangat penting
dalam mekanisme kerja otot diatas. Selama kerja otot, pembuluh darah otot berdilatasi dan aliran
darah meningkat. Sampai titik tertentu, terjadi defisit oksigen yang menyebabkan simpanan
keratin fosfat dan glikogen berkurang serta asam laktat menumpuk. Okisgen diperlukan untuk
pemulihan sistem energi. Ketika pasokan oksigen tidak memenuhi kebutuhan, maka otot akan
mencapai suatu titik yang dapat disebut sebagai kelelahan otot. Hal ini dapat terjadi karena
oksigen menyintesis kembali keratin fosfat, memecah laktat yang menumpuk kembali ke piruvat,
dan memulihkan simpanan glikogen.2
Seperti yang diamati pada percobaan kedua, peredaran darah dihentikan dengan
dilakukannya oklusi yang ditandai dengan terhentinya denyut nadi. Dengan menghambat
peredaran darah, aliran oksigen ke otot untuk melakukan kontraksi juga otomatis berkurang
sehingga pada beberapa saat kemudian, OP akan mengalami kelelahan sehingga tidak dapat
melakukan kontraksi kembali. Kemudian, agar kelelahan otot yang dialami OP tidak berlebihan,
tekanan pada manset kembali diturunkan. Hal ini dilakukan dengan maksud agar peredaran darah
ke otot kembali lancar dan otomatis persediaan oksigen juga akan terpenuhi kembali secara
perlahan. Ketika kurva menunjukkan penurunan kekuatan karena karena kelelahan otot, akan
terlihat kembali peningkatan kurva pada saat OP menarik pelatuknya kembali ketika tekanan
manset telah diturunkan sehingga peredaran darah yang membawa oksigen kembali lancar.
Peningkatan kurva akan kembali terjadi walaupun tidak bisa mencapai titik maksimal seperti
tarikan pertama pada awal percobaan karena kurangnya waktu istirahan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen yang maksimal. Hal ini menunjukkan peran oksigen yang sangat penting
pada kontaksi atau kerja otot.
Sedangkan pada percobaan ketiga, beban pada ergograf akan ditambahkan sampai
mendekati maksimal dan pelatuk akan ditarik setiap 1 detik. Hal ini tentunya akan membuat
kerja otot semakin berat pula. Ketika OP telah mengalami kelelahan otot yang ditandai dengan
menurunnya kurva pada ergograf, waktu istirahat dan message diberikan untuk mengembalikan
keadaan otot hingga keadaan normal dengan aliran darah dan peredaran oksigen yang normal.
Setelah hal itu dilakukan, OP akan kembali melakukan tarikan pelatuk dengan adanya kontraksi
otot, kemudian akan terlihat kenaikan kurva secara perlahan. Perbedaaan yang tampak dari hasil
kerja sesudah pemijatan dengan tanpa pemijatan adalah pada saat sesudah pemijatan pemulihan
otot lebih cepat di bandingkan dengan hanya istirahat saja seperti yang dilakukan pada percobaan
kedua, karena saat pemijatan membantu meluruskan otot dari pada hanya dengan istirahat saja.
Iskemia atau terhambatnya peredaran darah dapat menimbulkan perasaan lelah walaupun
kerja dengan frekuensi rendah. Itu dikarenakan sistem iskemia menyebabkan aliran darah ke
organ terhambat dengan demikian suplay oksigen turut terhambat. Perasaan lelah lebih dulu
terjadi setelah itu terjadi rasa nyeri. Rasa nyeri itu terjadi karena otot di paksakan untuk bekerja.
Suhu selama otot melakukan kerja (kontraksi) akan terus meningkat sebab otot mengeluarkan
energi yang besar. Hal ini dapat ditemukan pada percobaan keempat, dimana suhu lengan OP
sesudah percobaan lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum percobaan dilakukan. Perubahan
warna kulit juga terjadi pada percobaan ini. Pada saat oklusi dilakukan, kulit terlihat lebih pucat
karena tidak adanya peredaran darah di dalam pembuluh darah, namun setelah oklusi dihentikan,
darah pelan-pelan akan kembali memenuhi pembuluh darah dan warna kulit akan kembali seperti
semula.
Hasil percobaan yang dapat dilihat pada kurva yang telah ada tidak sempurna seperti
hasil yang diharapkan. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor. Salah satu kemungkinannya
adalah tidak stabilnya tarikan pelatuk oleh OP pada saat percobaan. (terkadang kurva naik turun
tak menentu) .
Kelelahan Otot
Proses rinci yang mengakibatkan kelelahan otot belum diketahui benar. Bell, Davidson
dan Emslie Smith (1972) menduga bahwa penurunan daya kontraksi mungkin disebabkan oleh
kegagalan di sejumlah tempat, termasuk di sinapsis pusat, lempeng ujung motoris dan proses
kontraksi, tetapi penyebab kelelahan otot terletak dalam serabut otot itu sendiri. Horobin (1968)
mengatakan bahwa kelelahan tidak disebabkan oleh kegagalan dalam transmisi neuromuscular,
selain itu bukti-bukti eksperimen mengisyaratkan bahwa kelelahan dikarenakan kegagalan
pasokan darah untuk memasok elemen metabolisme yang esensial atau membuang hasil
metabolisme atau untuk melaksanakan kedua fungsi itu.
Kurangnya oksigen dan akumulasi metabolit asam mungkin terlibat disini.Ketidakpastian
lain adalah timbulnya nyeri akibat kelelahan. Telah lama diketahui bahwa metabolit dari fungsi
otot berpotensi mengiritasi ujung saraf sensoris yang berada dalam otot. Respons terhadap
stimulan demikian itu dapat di interpretasikan sebagai nyeri yang akan mereda ketika ototnya
menyembuh. Walaupun demikian, nyeri adalah suatu entitas yang terpisah dan tidak melulu
akibat suatu stimulasi yang berlebih terhadap ujung saraf, sehingga sangat menyulitkan
penentuan diagnosisnya.Otot juga bisa mengadakan respons akibat spasme, atau jika upaya lebih
lanjut diperlukan oleh pusat-pusat yang lebih tinggi, akibat cedera serabut otot terkait.7
Kesimpulan
Setelah melakukan beberapa percobaan, kesimpulan yang dapat ditarik adalah:
Kerja dengan frekuensi tinggi menyebabkan kelelahan otot lebih cepat muncul dari pada kerja
dengan frekuensi rendah. Berat beban juga memperngaruhi kerja otot. Semakin berat beban,
kerja otot akan semakin berat pula. Aliran darah yang dihambat dengan oklusi dapat
menghambat kerja otot karena oksigen serta energi tidak dapat dialirkan oleh darah untuk
membantu terjadinya kerja (kontraksi) otot. Hal inilah yang menjadi sebab terjadinya kelelahan
otot. Dengan melakukan istirahat serta pemijatan (massage) otot dapat pulih kembali walau tidak
begitu signifikan, karena suplai oksigen oleh darah ke dalam otot kembali pulih. Suhu badan
akan meningkat jika aktivitas yang dilakukan otot lebih banyak. Warna kulit akan menjadi lebih
pucat karena peredaran darah dihambat, namun akan kembali normal jika oklusi dihentikan.
Daftar Pustaka
1. Nugroho G. Sistem otot 1. Lampung: Universitas Lampung;2013. h.1.
2. Sherwood Laurale. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 8.Jakarta : EGC;2016.h.282-300.
3. Sarifin G. Kontraksi otot dan kelelahan. Makassar : Universitas Negeri Makassar;2010. h.589
4. Hernawati Hidayat. Produksi asam laktat pada exercise aerobik dan anaerobik. Bandung :
Universitas Pendidikan Indonesia;2011.h.12.
5. Rahmatullah, Lesmana SI. Perbedaan pengaruh pemberian strengthening exercise jenis
kontraksi coecentric dengan eccentric terhadap peningkatan kekuatan otot biceps brachii.
Jakarta : Universitas Esa Unggul;2005. h.21-22.
6. Thomson H. Oklusi. Edisi ke-2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 1994.h.57.
7. Firmansyah R, Mawardi A.H, Riandi M.U. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Jakarta: PT
Setia Purna; 2000.h.53.
8. Muttaqin A. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta:
Salemba Medika: 2009.h.71.
9. Guyton AC. Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2008.h.81.