Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap negara memiliki identitas yang membedakannya dengan


negara-negara lainnya di dunia. Salah satu dari identitas tersebut adalah
bendera negara. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai merah-putih
sebagai bendera negara. Bendera ini akan selalu terpasang di depan gedunggedung pemerintahan dan rumah-rumah jabatan. Selain, bendera ini akan selalu
digunakan dalam upacara resmi kenegaraan.
Menjadi sesuatu yang lazim bahwa dalam upacara kenegaraan bendera
negara akan dihormati oleh setiap orang yang hadir dalam upacara tersebut.
Syahdan, timbul perdebatan di tengah masyarakat mengenai hukum memberi
hormat kepada bendera. Perdebatan mengenai hal ini muncul di kesempatankesempatan tertentu yang biasa diadakan upacara bendera di dalamnya.
Islam sebagai agama yang komprehensif mempunyai norma-norma
yang mengatur perilaku pemeluknya. Norma-norma tersebut meliputi seluruh
sendi kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan ibadah kepada Allah
swt. maupun yang berkaitan dengan muamalah sesama manusia. Dengan
berpedoman kepada al-Quran dan hadis sebagai sumber hukum utama, serta
perangkat-perangkat

hukum

lainnya,

Islam

mampu

menjawab

setiap

permasalahan yang ada. Termasuk untuk kasus hormat bendera ini. Dengan
merujuk kepada sumber-sumber hukum yang ada dalam Islam, akan dapat
ditentukan bagaimana hukum penghormatan kepada bendera.

B. Rumusan Masalah

Latar belakang di atas mengarah kepada sebuah rumusan masalah,


yaitu:
1. Bagaimana hukum hormat kepada bendera dalam tinjauan fiqh

muamalah?

C. Tujuan Pembahasan

Pembahasan dari rumusan masalah yang ada mempunyai tujuan,


yaitu:
1. Untuk menganalisis hukum hormat kepada bendera dalam tinjauan fiqh

muamalah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hormat Bendera

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memaknai kata hormat


dengan dua arti. Pertama, hormat sebagai kata kerja diartikan dengan
menghargai. Kedua, sebagai kata benda, hormat berarti perbuatan yang
menandakan rasa khidmat atau takzim.1 Sedangkan kata bendera merupakan
kata benda yang diartikan sebagai,
Sepotong kain atau kertas segi empat atau segitiga (diikatkan pada
ujung tongkat, tiang, dan lain sebagainya) dipergunakan sebagai
lambang negara, perkumpulan, badan, dan sebagainya sebagai tanda,
panji-panji, atau tunggul.2
Penghormatan kepada bendera, secara teknis, dijelaskan dalam Pasal
20 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 Tentang Bendera Kebangsaan
Republik Indonesia, maka semua orang yang hadir memberi hormat dengan
berdiri tegak, berdiam diri, sambil menghadapkan muka kepada bendera
sampai upacara selesai. Kemudian diikuti Pasal 15 ayat (1) Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta
Lagu Kebangsaan dengan sedikit perubahan redaksional, semua orang
yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil
menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan
Bendera Negara selesai.

B. Hormat Bendera Dalam Berbagai Tinjauan


1. Tinjauan Sejarah

1 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), 556.
2 Ibid., 172.

Sejarah mencatat penggunaan bendera pada awalnya berupa logam


atau tiang kayu dengan ukiran di atasnya. Baru kemudian, potongan kain
ditambahkan untuk dekorasi. Bendera pertama kali digunakan dalam
konteks militer, terutama angkatan laut, sebagai sarana pemberian informasi,
koordinasi dan komunikasi. Penggunaan bendera di luar konteks militer atau
angkatan laut dimulai saat kemunculan sentimen nasionalisme pada akhir
abad ke-18. Dan selama abad ke-19 hingga kini, setiap negara berdaulat
harus memperkenalkan bendera nasionalnya.3
Penggunaan bendera merah-putih untuk pertama kali pada masa
pergerakan dicatat sejarah terjadi pada tahun Agustus 1920. Saat itu, merahputih dikibarkan oleh para pemuda dalam acara Kongres Perkumpulan
Mahasiswa Indonesia (Indonesisch Verbond van Studeerenden/IVS) di
Lunteren, Belanda. Pengibaran berlanjut pada tanggal 28 Oktober 1928
dalam acara Kongres Pemuda yang diselenggarakan di Jalan Kramat 106
Jakarta. Kongres kedua ini melahirkan gerakan Sumpah Pemuda.4
Peranan merah-putih mencapai titik kulminasi pada tanggal 17
Agustus 1945 saat proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta di Pagesangan Timur 56 Jakarta. Khusus
untuk bendera merah-putih yang dikibarkan saat itu, oleh undang-undang
disebut dengan Bendera Pusaka.5
Peristiwa lain yang menempatkan merah-putih sebagai poros
perhatian adalah insiden bendera yang terjadi pada 19 September 1945 di
Hotel Yamato Surabaya.6 Peristiwa ini menggambarkan aksi heroik arek3 Hendri F. Isnaeni, Ada Apa Dengan Bendera, dalam http://historia.id/modern/ada-apa-denganbendera (1 April 2011).
4 Ibid.
5 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 Pasal 4 Ayat (1).
6 Yousri Nur Raja Agam, Peristiwa Hari Pahlawan Berawal dari Insiden Bendera, dalam
https://koranlangit.wordpress.com/tag/insiden-bendera-19-september-1945/ (22 September 2008).

arek Suroboyo dalam melawan penjajah. Di saat pemerintah pusat


menghimbau agar merah-putih dikibarkan di seluruh Nusantara, kibaran
bendera Belanda di bumi Surabaya membuat mereka murka. Dengan
semangat membara, mereka melawan penjajah Belanda. Lantas, mereka
merobek kain biru bendera Belanda dan menyisakan kain merah-putih
bendera Indonesia.
Jadi, pada masa pergerakan, bendera mempunyai fungsi yang lebih
dari sekedar identitas. Bendera berperan penting dalam membangkitkan
semangat nasionalisme di kalangan rakyat bangsa yang terjajah ini dalam
usahanya untuk merebut kemerdekaan.
2. Tinjauan Hukum

Secara lengkap, Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun


1958 tentang penghormatan kepada bendera kebangsaan berbunyi,
Pada waktu upacara penaikan atau penurunan Bendera
Kebangsaan, maka semua orang yang hadir memberi hormat
dengan berdiri tegak, berdiam diri, sambil menghadapkan muka
kepada bendera sampai upacara selesai. Mereka yang berpakaian
seragam dari sesuatu organisasi memberi hormat menurut cara
yang telah ditentukan oleh organisasinya itu. Mereka yang tidak
berpakaian seragam, memberi hormat dengan meluruskan lengan
ke bawah dan melekatkan tapak tangan dengan jari-jari rapat pada
paha, sedang semua jenis penutup kepala harus dibuka, kecuali
kopiah, ikat kepala, sorban dan kudung atau topi-wanita yang
dipakai menurut agama atau adat-kebiasaan.
Peraturan Pemerintah tersebut kemudian diikuti dengan Pasal 15
ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009,
Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua
orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan
khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai
penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai.

Bendera yang menjadi salah satu simbol identitas bangsa disebut


oleh undang-undang sebagai wujud eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Jadi, tujuan dari penghormatan kepada bendera adalah
untuk menghormati eksistensi bangsa dan negara.
Bentuk ketidaktaatan terhadap aturan yang ada, dalam arti tidak
melakukan penghormatan kepada bendera, akan menghadirkan sanksi secara
sosial. Peraturan pemerintah dan undang-undang di atas tidak mengatur
sanksi kepada pihak-pihak yang tidak melakukan hormat bendera. Bentuk
pelanggaran yang diatur ketentuan hukumannya adalah tindakan yang dapat
menghina atau merendahkan martabat bangsa. Ketentuan ini diatur dalam
Pasal 24 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009,
Setiap orang dilarang:
a. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan
perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau
merendahkan kehormatan Bendera Negara;
b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;
c. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut,
atau kusam;
d. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau
tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada
Bendera Negara; dan
e. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus
barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan
Bendera Negara.
3. Tinjauan Sosiologi

Hampir sama dengan tujuan hormat bendera menurut undangundang, secara sosiologis, hormat bendera dilakukan untuk menghormati
dan menghargai jati diri bangsa dan Negara. Hormat kepada bendera
kebangsaan, pada hakikatnya juga untuk menghormati dan menghargai diri
sendiri, karena dalam wujud bendera kebangsaan tersebut tercakup pula jati
diri dan identitas segenap rakyatnya.

Pada tataran praktis, realita di masyarakat menujukkan adanya


perbedaan pemahaman tentang teknis hormat bendera dengan apa yang
diatur oleh undang-undang. Dalam masyarakat, berlaku pemahaman yang
lazim dan final bahwa penghormatan kepada bendera harus ditunjukkan
dengan mengangkat lengan kanan setinggi pundak, tapak tangan dengan
jari-jari rapat dilekatkan pada dahi dalam posisi diagonal dan tapak tangan
menghadap ke bawah. Inti dari perbedaan tersebut terletak pada posisi
tangan kanan ketika hormat bendera dilakukan.
Pemahaman semacam ini tergambar jelas dari banyaknya kritikan
yang dialamatkan kepada pihak-pihak yang tidak melakukan tindakan
seperti pemahaman masyarakat tersebut. Terlebih lagi jika yang tidak
melakukan hormat bendera ini berasal dari golongan public figure, baik dari
kalangan tokoh masyarakat maupun kalangan pejabat.7

C. Hukum Hormat Bendera Dalam Tinjauan Fiqh

Hormat kepada bendera termasuk suatu hal yang hukumnya tidak


disebut dalam al-Quran dan hadis. Jadi, diperlukan ijtihad untuk menentukan
hukumnya. Berdasarkan ijtihad yang telah dilakukan oleh para ahli hukum,
dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan pendapat di antara mereka tentangnya,
ada yang melarangnya dan ada pula yang membolehkannya.
Larangan hormat kepada bendera datang dari Lembaga Pusat Fatwa
dan Riset Ilmiah Kerajaan Arab Saudi. Komite yang diketuai Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz ini mengeluarkan dua fatwa tentang larangan ini. Pertama,

7 Indra Akuntono, JK Tidak Hormat Bendera Saat Upacara di Istana Negara, Ini Penjelasan
Jubir, dalam
http://nasional.kompas.com/read/2015/08/17/15115741/JK.Tidak.Hormat.Bendera.Saat.Upacara.di
.Istana.Negara.Ini.Penjelasan.Jubir (17 Agustus 2015)

fatwa bernomor 21238. Fatwa ini berisi larangan untuk berdiri sebagai bentuk
penghormatan kepada bendera atau lagu kebangsaan, karena tidak dicontohkan
oleh Nabi Muhammad saw. atau al-khulafa> ar-ra>shidi>n. Jadi, hal itu
termasuk bidah yang dapat merusak keimanan seorang muslim kepada Allah
swt. dan menggiring kepada kesyirikan, serta termasuk tindakan yang
menyerupai (meniru) kebiasaan orang-orang kafir.
Kedua, fatwa nomor 59639, yang berisi larangan hormat bendera.
Sama

dengan

fatwa

sebelumnya,

larangan

dalam

fatwa

ini

juga

dilatarbelakangi alasan bahwa hormat bendera merupakan perbuatan bidah.


Fatwa kedua ini menyitir sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
sebagai sandaran pelarangannya, yaitu, Barangsiapa mengada-adakan dalam
urusan (agama) kami ini yang bukan berasal dari urusan agama kami, maka
perkara itu tertolak.
Larangan menghormati bendera juga pernah dikeluarkan oleh
Persatuan Islam (Persis) berdasarkan Musyawarah Dewan Hisbah pada 10 Mei
1985.10 Menurut Badri Khaeruman, salah satu anggota (petinggi) Persis, tradisi
menghormati bendera secara selintas bukan termasuk kegiatan ritual
keagamaan, namun dalam pandangan para ulama Persis hal ini bernilai agama.
Dia menilai bahwa menghormati bendera adalah suatu perbuatan yang
melawan hukum aqli dan naqli, yang menjurus pada kemusyrikan.
Berlainan pendapat dengan dua fatwa di atas, Athiyah Shaqr, mantan
ketua majelis fatwa al-Azhar Mesir, menilai hormat bendera adalah suatu

8 Al-Lajnah ad-Da>imah li al-buh}u>th al-Ilmiyyah wa al-Ifta>, al-Wuqu>f


taz}iman li al-Sala>m al-Wat}aniy, dalam http://goo.gl/V723UB .
9 Al-Lajnah ad-Da>imah li al-buh}u>th al-Ilmiyyah wa al-Ifta>, Tah}iyyat
al-`Alam fi al-Jaysh wa taz}im ad}-D{ubba>t wa h}alq al-Lih}yah fi>h, dalam
http://goo.gl/dyOz0U .
10 Hendri F. Isnaeni, Ada Apa Dengan Bendera.

tindakan yang boleh-boleh saja untuk dilakukan.11 Menurutnya, hormat bendera


adalah bentuk cinta kepada tanah air, ketaatan untuk bersatu dalam
kepemimpinannya dan wujud komitmen untuk menjaganya. Hal ini tidak
masuk dalam kategori ibadah, karena di dalamnya tidak ada shalat dan dzikir,
sehingga tidak dapat dikatakan sebagai bidah atau mendekatkan diri kepada
selain Allah swt..
Ahmad Zahro mengungkapkan bahwa permasalahan sesungguhnya
tidak terletak pada ada atau tidaknya dalil tentang hal ini. Namun, lebih kepada
persepsi dan interpretasi masing-masing pihak yang menentukan hukum
terhadap dalil yang menjadi rujukan mereka. Selain, juga dipengaruhi oleh
kapasitas dan orientasi keberagamaan masing-masing pihak.12
Menurutnya, kelompok yang ekstrem menghukumi haram hormat
bendera

dengan

bersandar

pada

ayat

48

dari

surah

al-Nisa>13,

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia


mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.
Kelompok yang moderat menilai bahwa penghormatan kepada
bendera berbeda dimensinya dengan penyembahan, sehingga penghukumannya
tidak bisa disamakan.14 Bahkan, al-Quran menceritakan tentang sujud yang
dilakukan tanpa tujuan (dimensi) penyembahan. Pertama, sujud malaikat
kepada Nabi Adam alayh as-Sala>m, Dan (ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada para malaikat, Sujud lah kamu kepada Adam! Maka
11 At}iyah S}aqr, H{ukm Tah}iyyat al-Alam, dalam http://goo.gl/4jnuG (28
Oktober 2010).
12 Ahmad Zahro, Fiqh Kontemporer Menjawab 111 Masalah (Jombang: Penerbit Unipdu Press,
2012), 379.
13 Ibid.
14Ibid., 380.

10

sujud lah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur dan termasuk lah ia ke
dalam golongan orang-orang yang kafir. (al-Baqarah: 34)
Kedua, sujud yang dilakukan anak-anak Nabi Yaqub alayh asSala>m kepada Nabi Yusuf alayh as-Sala>m, saudara mereka, Dan ia
(Yusuf) menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana dan mereka
(semuanya) merebahkan diri seraya bersujud kepada Yusuf. (Yu>suf: 100)
Sujud saja, yang notabene identik dengan penyembahan, bisa
mengandung tujuan lain, yaitu untuk penghormatan. Apalagi jika yang
dilakukan adalah penghormatan biasa, yang bentuknya hanya pandangan
mata atau penyandaran telapak tangan di salah satu bagian kepala. Itu pun
dilakukan secara sadar dan sengaja, tanpa adanya niat untuk menyembah atau
mengkultuskan sebuah benda. Tentu, melakukan tindakan ini boleh-boleh saja.
Penulis lebih condong kepada pendapat yang dikemukakan oleh
kelompok moderat tersebut. Sangat lah jauh perbedaan antara memberi
penghormatan dengan melakukan penyembahan sehingga tidak lah tepat jika
menyamakan antara keduanya. Paling tidak jika dilihat dari tiga aspek.
Pertama,

niat.

Kaidah

ushul

menetapkan

bahwa

al-umu>ru

bimaqa>s}idiha>, setiap perkara (perbuatan) bergantung kepada niatnya.


Seperti yang telah dibahas sebelumnya, hormat bendera dilakukan dengan
sadar dan sengaja tidak untuk menyembah bendera yang dihormati tersebut,
melainkan untuk menghargai jati diri dan kedaulatan bangsa dan negara, serta
untuk mengingat dan menghargai perjuangan para pahlawannya.
Kedua, cara. Penghormatan bendera dilakukan dengan cara yang
biasa, tidak berlebihan, baik dari segi teknis pelaksanaannya maupun waktu
yang dibutuhkan. Penghormatan tersebut hanya berwujud pandangan mata
atau dengan menyandarkan telapak tangan di salah satu bagian kepala.

11

Waktunya pun cukup singkat dan dengan intensitas yang jarang, paling tidak
seminggu sekali.
Ketiga, dampak atau akibat. Tidak ada dampak buruk yang
ditimbulkan dari hormat bendera tersebut. Bahkan, hormat bendera berdampak
positif, yaitu menjadi perantara untuk bertumbuh-kembangnya rasa cinta
terhadap tanah air. Dengan hormat bendera, seseorang dituntun untuk
merenungi kembali perjuangan berat dan pengorbanan besar para pendiri
bangsa.
BAB III
KESIMPULAN

Mengacu kepada pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa


hormat kepada bendera adalah suatu tindakan yang sah-sah saja untuk
dilakukan. Hormat bendera tidak masuk ke dalam perbuatan syirik karena tidak
diniati untuk melakukan penyembahan dan pengkultusan. Selain, hal tersebut
tidak masuk dalam kategori ibadah.

DAFTAR PUSTAKA
Nasional, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Zahro, Ahmad. Fiqh Kontemporer Menjawab 111 Masalah. Jombang: Penerbit
Unipdu Press, 2012.
Agam, Yousri Nur Raja. Peristiwa Hari Pahlawan Berawal dari Insiden
Bendera.

https://koranlangit.wordpress.com/tag/insiden-bendera-19-

september-1945/. 22 September 2008.

12

Akuntono, Indra. JK Tidak Hormat Bendera Saat Upacara di Istana Negara, Ini
Penjelasan

Jubir.

dalam

http://nasional.kompas.com/read/2015/08/17/15115741/JK.Tidak.Hormat.B
endera.Saat.Upacara.di.Istana.Negara.Ini.Penjelasan.Jubir. 17 Agustus 2015
Al-Lajnah ad-Da>imah li al-buh}u>th al-Ilmiyyah wa al-Ifta>.
al-Wuqu>f

taz}iman

li

al-Sala>m

al-Wat}aniy.

http://goo.gl/V723UB. 1 Februari 2002.


Al-Lajnah ad-Da>imah li al-buh}u>th al-Ilmiyyah wa al-Ifta>.,
Tah}iyyat al-`Alam fi al-Jaysh wa taz}im ad}-D{ubba>t
wa h}alq al-Lih}yah fi>h. http://goo.gl/dyOz0U.
Isnaeni, Hendri F.. Ada Apa Dengan Bendera. http://historia.id/modern/ada-apadengan-bendera. 1 April 2011.
S}aqr, At}iyah. H{ukm Tah}iyyat al-Alam. http://goo.gl/4jnuG. 28
Oktober 2010.

Anda mungkin juga menyukai