Anda di halaman 1dari 15

HUKUM HORMAT BENDERA

DALAM TINJAUAN FIQH MUAMALAH

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Fiqh Muamalah Kontemporer

Oleh:

ZAKI ZAMANI

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. Ahmad Zahro, MA.

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


PROGRAM PASCASARJANA
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap negara memiliki identitas yang membedakannya dengan

negara-negara lainnya di dunia. Salah satu dari identitas tersebut adalah

bendera negara. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai merah-putih

sebagai bendera negara. Bendera ini akan selalu terpasang di depan gedung-

gedung pemerintahan dan rumah-rumah jabatan. Selain, bendera ini akan selalu

digunakan dalam upacara resmi kenegaraan.

Menjadi sesuatu yang lazim bahwa dalam upacara kenegaraan bendera

negara akan dihormati oleh setiap orang yang hadir dalam upacara tersebut.

Syahdan, timbul perdebatan di tengah masyarakat mengenai hukum memberi

hormat kepada bendera. Perdebatan mengenai hal ini muncul di kesempatan-

kesempatan tertentu yang biasa diadakan upacara bendera di dalamnya.

Islam sebagai agama yang komprehensif mempunyai norma-norma

yang mengatur perilaku pemeluknya. Norma-norma tersebut meliputi seluruh

sendi kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan ibadah kepada Allah

swt. maupun yang berkaitan dengan muamalah sesama manusia. Dengan

berpedoman kepada al-Qur’an dan hadis sebagai sumber hukum utama, serta

perangkat-perangkat hukum lainnya, Islam mampu menjawab setiap

permasalahan yang ada. Termasuk untuk kasus hormat bendera ini. Dengan

merujuk kepada sumber-sumber hukum yang ada dalam Islam, akan dapat

ditentukan bagaimana hukum penghormatan kepada bendera.

2
B. Rumusan Masalah

Latar belakang di atas mengarah kepada sebuah rumusan masalah,

yaitu:

1. Bagaimana hukum hormat kepada bendera dalam tinjauan fiqh

muamalah?

C. Tujuan Pembahasan

Pembahasan dari rumusan masalah yang ada mempunyai tujuan,

yaitu:

1. Untuk menganalisis hukum hormat kepada bendera dalam tinjauan fiqh

muamalah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hormat Bendera

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memaknai kata hormat

dengan dua arti. Pertama, hormat sebagai kata kerja diartikan dengan

‘menghargai’. Kedua, sebagai kata benda, hormat berarti ‘perbuatan yang

menandakan rasa khidmat atau takzim’.1 Sedangkan kata bendera merupakan

kata benda yang diartikan sebagai,

Sepotong kain atau kertas segi empat atau segitiga (diikatkan pada
ujung tongkat, tiang, dan lain sebagainya) dipergunakan sebagai
lambang negara, perkumpulan, badan, dan sebagainya sebagai tanda,
panji-panji, atau tunggul.2

Penghormatan kepada bendera, secara teknis, dijelaskan dalam Pasal

20 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 Tentang Bendera Kebangsaan

Republik Indonesia, “…maka semua orang yang hadir memberi hormat dengan

berdiri tegak, berdiam diri, sambil menghadapkan muka kepada bendera

sampai upacara selesai.” Kemudian diikuti Pasal 15 ayat (1) Undang-undang

Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta

Lagu Kebangsaan dengan sedikit perubahan redaksional, “… semua orang

yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil

menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan

Bendera Negara selesai.”

1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), 556.
2
Ibid., 172.

4
B. Hormat Bendera Dalam Berbagai Tinjauan

1. Tinjauan Sejarah

Sejarah mencatat penggunaan bendera pada awalnya berupa logam

atau tiang kayu dengan ukiran di atasnya. Baru kemudian, potongan kain

ditambahkan untuk dekorasi. Bendera pertama kali digunakan dalam

konteks militer, terutama angkatan laut, sebagai sarana pemberian

informasi, koordinasi dan komunikasi. Penggunaan bendera di luar konteks

militer atau angkatan laut dimulai saat kemunculan sentimen nasionalisme

pada akhir abad ke-18. Dan selama abad ke-19 hingga kini, setiap negara

berdaulat harus memperkenalkan bendera nasionalnya.3

Penggunaan bendera merah-putih untuk pertama kali pada masa

pergerakan dicatat sejarah terjadi pada tahun Agustus 1920. Saat itu, merah-

putih dikibarkan oleh para pemuda dalam acara Kongres Perkumpulan

Mahasiswa Indonesia (Indonesisch Verbond van Studeerenden/IVS) di

Lunteren, Belanda. Pengibaran berlanjut pada tanggal 28 Oktober 1928

dalam acara Kongres Pemuda yang diselenggarakan di Jalan Kramat 106

Jakarta. Kongres kedua ini melahirkan gerakan Sumpah Pemuda.4

Peranan merah-putih mencapai titik kulminasi pada tanggal 17

Agustus 1945 saat proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Ir.

Soekarno dan Drs. Moh. Hatta di Pagesangan Timur 56 Jakarta. Khusus

3
Hendri F. Isnaeni, “Ada Apa Dengan Bendera”, dalam http://historia.id/modern/ada-apa-dengan-
bendera (1 April 2011).
4
Ibid.
untuk bendera merah-putih yang dikibarkan saat itu, oleh undang-undang

disebut dengan ‘Bendera Pusaka’.5

Peristiwa lain yang menempatkan merah-putih sebagai poros

perhatian adalah ‘insiden bendera’ yang terjadi pada 19 September 1945 di

Hotel Yamato Surabaya.6 Peristiwa ini menggambarkan aksi heroik arek-

arek Suroboyo dalam melawan penjajah. Di saat pemerintah pusat

menghimbau agar merah-putih dikibarkan di seluruh Nusantara, kibaran

bendera Belanda di bumi Surabaya membuat mereka murka. Dengan

semangat membara, mereka melawan penjajah Belanda. Lantas, mereka

merobek kain biru bendera Belanda dan menyisakan kain merah-putih

bendera Indonesia.

Jadi, pada masa pergerakan, bendera mempunyai fungsi yang lebih

dari sekedar identitas. Bendera berperan penting dalam membangkitkan

semangat nasionalisme di kalangan rakyat bangsa yang terjajah ini dalam

usahanya untuk merebut kemerdekaan.

2. Tinjauan Hukum

Secara lengkap, Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

1958 tentang penghormatan kepada bendera kebangsaan berbunyi,

Pada waktu upacara penaikan atau penurunan Bendera


Kebangsaan, maka semua orang yang hadir memberi hormat
dengan berdiri tegak, berdiam diri, sambil menghadapkan muka
kepada bendera sampai upacara selesai. Mereka yang berpakaian
seragam dari sesuatu organisasi memberi hormat menurut cara
yang telah ditentukan oleh organisasinya itu. Mereka yang tidak

5
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 Pasal 4 Ayat (1).
6
Yousri Nur Raja Agam, “Peristiwa Hari Pahlawan Berawal dari Insiden Bendera”, dalam
https://koranlangit.wordpress.com/tag/insiden-bendera-19-september-1945/ (22 September 2008).
berpakaian seragam, memberi hormat dengan meluruskan lengan
ke bawah dan melekatkan tapak tangan dengan jari-jari rapat pada
paha, sedang semua jenis penutup kepala harus dibuka, kecuali
kopiah, ikat kepala, sorban dan kudung atau topi-wanita yang
dipakai menurut agama atau adat-kebiasaan.

Peraturan Pemerintah tersebut kemudian diikuti dengan Pasal 15

ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009,

Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua


orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan
khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai
penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai.

Bendera yang menjadi salah satu simbol identitas bangsa disebut

oleh undang-undang sebagai wujud eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Jadi, tujuan dari penghormatan kepada bendera adalah

untuk menghormati eksistensi bangsa dan negara.

Bentuk ketidaktaatan terhadap aturan yang ada, dalam arti tidak

melakukan penghormatan kepada bendera, akan menghadirkan sanksi secara

sosial. Peraturan pemerintah dan undang-undang di atas tidak mengatur

sanksi kepada pihak-pihak yang tidak melakukan hormat bendera. Bentuk

pelanggaran yang diatur ketentuan hukumannya adalah tindakan yang dapat

menghina atau merendahkan martabat bangsa. Ketentuan ini diatur dalam

Pasal 24 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009,

Setiap orang dilarang:


a. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan
perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau
merendahkan kehormatan Bendera Negara;
b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;
c. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut,
atau kusam;
d. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau
tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada
Bendera Negara; dan
e. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus
barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan
Bendera Negara.

3. Tinjauan Sosiologi

Hampir sama dengan tujuan hormat bendera menurut undang-

undang, secara sosiologis, hormat bendera dilakukan untuk menghormati

dan menghargai jati diri bangsa dan Negara. Hormat kepada bendera

kebangsaan, pada hakikatnya juga untuk menghormati dan menghargai diri

sendiri, karena dalam wujud bendera kebangsaan tersebut tercakup pula jati

diri dan identitas segenap rakyatnya.

Pada tataran praktis, realita di masyarakat menujukkan adanya

perbedaan pemahaman tentang teknis hormat bendera dengan apa yang

diatur oleh undang-undang. Dalam masyarakat, berlaku pemahaman yang

lazim dan final bahwa penghormatan kepada bendera ‘harus’ ditunjukkan

dengan mengangkat lengan kanan setinggi pundak, tapak tangan dengan

jari-jari rapat dilekatkan pada dahi dalam posisi diagonal dan tapak tangan

menghadap ke bawah. Inti dari perbedaan tersebut terletak pada posisi

tangan kanan ketika hormat bendera dilakukan.

Pemahaman semacam ini tergambar jelas dari banyaknya kritikan

yang dialamatkan kepada ‘pihak-pihak’ yang tidak melakukan tindakan

seperti pemahaman masyarakat tersebut. Terlebih lagi jika yang tidak


melakukan hormat bendera ini berasal dari golongan public figure, baik dari

kalangan tokoh masyarakat maupun kalangan pejabat.7

C. Hukum Hormat Bendera Dalam Tinjauan Fiqh

Hormat kepada bendera termasuk suatu hal yang hukumnya tidak

disebut dalam al-Qur’an dan hadis. Jadi, diperlukan ijtihad untuk menentukan

hukumnya. Berdasarkan ijtihad yang telah dilakukan oleh para ahli hukum,

dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan pendapat di antara mereka tentangnya,

ada yang melarangnya dan ada pula yang membolehkannya.

Larangan hormat kepada bendera datang dari Lembaga Pusat Fatwa

dan Riset Ilmiah Kerajaan Arab Saudi. Komite yang diketuai Abdul Aziz bin

Abdullah bin Baz ini mengeluarkan dua fatwa tentang larangan ini. Pertama,

fatwa bernomor 21238. Fatwa ini berisi larangan untuk berdiri sebagai bentuk

penghormatan kepada bendera atau lagu kebangsaan, karena tidak dicontohkan

oleh Nabi Muhammad saw. atau al-khulafa>’ ar-ra>shidi>n. Jadi, hal itu termasuk

bid’ah yang dapat merusak keimanan seorang muslim kepada Allah swt. dan

menggiring kepada kesyirikan, serta termasuk tindakan yang menyerupai

(meniru) kebiasaan orang-orang kafir.

7
Indra Akuntono, “JK Tidak Hormat Bendera Saat Upacara di Istana Negara, Ini Penjelasan
Jubir”, dalam
http://nasional.kompas.com/read/2015/08/17/15115741/JK.Tidak.Hormat.Bendera.Saat.Upacara.di
.Istana.Negara.Ini.Penjelasan.Jubir (17 Agustus 2015)
8
Al-Lajnah ad-Da>’imah li al-buh}u>th al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta>’, “al-Wuqu>f ta‘z}iman li al-Sala>m al-
Wat}aniy”, dalam http://goo.gl/V723UB .
Kedua, fatwa nomor 59639, yang berisi larangan hormat bendera.

Sama dengan fatwa sebelumnya, larangan dalam fatwa ini juga

dilatarbelakangi alasan bahwa hormat bendera merupakan perbuatan bid’ah.

Fatwa kedua ini menyitir sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim

sebagai sandaran pelarangannya, yaitu, “Barangsiapa mengada-adakan dalam

urusan (agama) kami ini yang bukan berasal dari urusan agama kami, maka

perkara itu tertolak.”

Larangan menghormati bendera juga pernah dikeluarkan oleh

Persatuan Islam (Persis) berdasarkan Musyawarah Dewan Hisbah pada 10 Mei

1985.10 Menurut Badri Khaeruman, salah satu anggota (petinggi) Persis, tradisi

menghormati bendera secara selintas bukan termasuk kegiatan ritual

keagamaan, namun dalam pandangan para ulama Persis hal ini bernilai agama.

Dia menilai bahwa menghormati bendera adalah suatu perbuatan yang

melawan hukum aqli dan naqli, yang menjurus pada kemusyrikan.

Berlainan pendapat dengan dua fatwa di atas, Athiyah Shaqr, mantan

ketua majelis fatwa al-Azhar Mesir, menilai hormat bendera adalah suatu

tindakan yang boleh-boleh saja untuk dilakukan.11 Menurutnya, hormat

bendera adalah bentuk cinta kepada tanah air, ketaatan untuk bersatu dalam

kepemimpinannya dan wujud komitmen untuk menjaganya. Hal ini tidak

masuk dalam kategori ibadah, karena di dalamnya tidak ada shalat dan dzikir,

9
Al-Lajnah ad-Da>’imah li al-buh}u>th al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta>’, “Tah}iyyat al-‘`Alam fi al-Jaysh wa
ta‘z}im ad}-D{ubba>t wa h}alq al-Lih}yah fi>h”, dalam http://goo.gl/dyOz0U .
10
Hendri F. Isnaeni, “Ada Apa Dengan Bendera”.
11
‘At}iyah S}aqr, “H{ukm Tah}iyyat al-‘Alam”, dalam http://goo.gl/4jnuG (82 Oktober 2010).
sehingga tidak dapat dikatakan sebagai bid’ah atau mendekatkan diri kepada

selain Allah swt..

Ahmad Zahro mengungkapkan bahwa permasalahan sesungguhnya

tidak terletak pada ada atau tidaknya dalil tentang hal ini. Namun, lebih kepada

persepsi dan interpretasi masing-masing pihak yang menentukan hukum

terhadap dalil yang menjadi rujukan mereka. Selain, juga dipengaruhi oleh

kapasitas dan orientasi keberagamaan masing-masing pihak.12

Menurutnya, kelompok yang ekstrem menghukumi haram hormat

bendera dengan bersandar pada ayat 48 dari surah al-Nisa>’13, “Sesungguhnya

Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa

selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang

mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”

Kelompok yang moderat menilai bahwa penghormatan kepada

bendera berbeda dimensinya dengan penyembahan, sehingga penghukumannya

tidak bisa disamakan.14 Bahkan, al-Qur’an menceritakan tentang sujud yang

dilakukan tanpa tujuan (dimensi) penyembahan. Pertama, sujud malaikat

kepada Nabi Adam ‘alayh as-Sala>m, “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman

kepada para malaikat, “Sujud lah kamu kepada Adam!” Maka sujud lah

mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur dan termasuk lah ia ke dalam

golongan orang-orang yang kafir. (al-Baqarah: 34)

12
Ahmad Zahro, Fiqh Kontemporer Menjawab 111 Masalah (Jombang: Penerbit Unipdu Press,
2012), 379.
13
Ibid.
14
Ibid., 380.
Kedua, sujud yang dilakukan anak-anak Nabi Ya’qub ‘alayh as-Sala>m

kepada Nabi Yusuf ‘alayh as-Sala>m, saudara mereka, “Dan ia (Yusuf)

menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana dan mereka (semuanya)

merebahkan diri seraya bersujud kepada Yusuf.” (Yu>suf: 100)

Sujud saja, yang notabene identik dengan penyembahan, bisa

mengandung tujuan lain, yaitu untuk penghormatan. Apalagi jika yang

dilakukan adalah penghormatan biasa, yang bentuknya ‘hanya’ pandangan

mata atau penyandaran telapak tangan di salah satu bagian kepala. Itu pun

dilakukan secara sadar dan sengaja, tanpa adanya niat untuk menyembah atau

mengkultuskan sebuah benda. Tentu, melakukan tindakan ini boleh-boleh saja.

Penulis lebih condong kepada pendapat yang dikemukakan oleh

kelompok moderat tersebut. Sangat lah jauh perbedaan antara memberi

penghormatan dengan melakukan penyembahan sehingga tidak lah tepat jika

menyamakan antara keduanya. Paling tidak jika dilihat dari tiga aspek.

Pertama, niat. Kaidah ushul menetapkan bahwa al-umu>ru bimaqa>si} diha>, setiap

perkara (perbuatan) bergantung kepada niatnya. Seperti yang telah dibahas

sebelumnya, hormat bendera dilakukan dengan sadar dan sengaja tidak untuk

menyembah bendera yang dihormati tersebut, melainkan untuk menghargai jati

diri dan kedaulatan bangsa dan negara, serta untuk mengingat dan menghargai

perjuangan para pahlawannya.

Kedua, cara. Penghormatan bendera dilakukan dengan cara yang

biasa, tidak berlebihan, baik dari segi teknis pelaksanaannya maupun waktu

yang dibutuhkan. Penghormatan tersebut “hanya” berwujud pandangan mata


atau dengan menyandarkan telapak tangan di salah satu bagian kepala.

Waktunya pun cukup singkat dan dengan intensitas yang jarang, paling tidak

seminggu sekali.

Ketiga, dampak atau akibat. Tidak ada dampak buruk yang

ditimbulkan dari hormat bendera tersebut. Bahkan, hormat bendera berdampak

positif, yaitu menjadi perantara untuk bertumbuh-kembangnya rasa cinta

terhadap tanah air. Dengan hormat bendera, seseorang dituntun untuk

merenungi kembali perjuangan berat dan pengorbanan besar para pendiri

bangsa.
BAB III
KESIMPULAN

Mengacu kepada pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

hormat kepada bendera adalah suatu tindakan yang sah-sah saja untuk

dilakukan. Hormat bendera tidak masuk ke dalam perbuatan syirik karena tidak

diniati untuk melakukan penyembahan dan pengkultusan. Selain, hal tersebut

tidak masuk dalam kategori ibadah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Nasional, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan. Kamus Bahasa Indonesia.


Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Zahro, Ahmad. Fiqh Kontemporer Menjawab 111 Masalah. Jombang: Penerbit


Unipdu Press, 2012.
Agam, Yousri Nur Raja. “Peristiwa Hari Pahlawan Berawal dari Insiden
Bendera”. https://koranlangit.wordpress.com/tag/insiden-bendera-19-
september-1945/. 22 September 2008.

Akuntono, Indra. “JK Tidak Hormat Bendera Saat Upacara di Istana Negara, Ini
Penjelasan Jubir”. dalam
http://nasional.kompas.com/read/2015/08/17/15115741/JK.Tidak.Hormat.B
endera.Saat.Upacara.di.Istana.Negara.Ini.Penjelasan.Jubir. 17 Agustus 2015

Al-Lajnah ad-Da>’imah li al-buh}u>th al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta>’. “al-Wuqu>f ta‘z}iman


li al-Sala>m al-Wat}aniy”. http://goo.gl/V723UB. 1 Februari 2002.

Al-Lajnah ad-Da>’imah li al-buh}u>th al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta>., “Tah}iyyat al-‘`Alam


fi al-Jaysh wa ta‘z}im ad}-D{ubba>t wa h}alq al-Lih}yah fi>h”.
http://goo.gl/dyOz0U.

Isnaeni, Hendri F.. “Ada Apa Dengan Bendera”. http://historia.id/modern/ada-


apa-dengan-bendera. 1 April 2011.

S}aqr, ‘At}iyah. “H{ukm Tah}iyyat al-‘Alam”. http://goo.gl/4jnuG. 82 Oktober 2010.

15

Anda mungkin juga menyukai