Halaman | i
KATA PENGANTAR
Bahan konstruksi telah berkembang sedemikian pesat sesuai
dengan perkembangan konstruksi itu sendiri. Bahan konstruksi
yang tidak dapat diperbaharui seperti kayu kini mulai diganti
dengan semen dalam berbagai bentuk dan peruntukannya.
Bahan konstruksi alternatif seperti ALWA (Artificial Light Weight
Aggregate), zincalume, fiber chrysotile dan lain-lain juga
menambah kemungkinan digunakannya berbagai jenis bahan
konstruksi dalam satu media bangunan.
Seorang perencana ataupun konstruktor harus cermat dalam
memilih jenis bahan konstruksi yang digunakan, hal ini
dikarenakan pemilihan bahan bangunan mutlak mempengaruhi
hal-hal lain seperti biaya yang dikeluarkan, tingkat kekuatan
bahan, kemudahan tingkat pengerjaan (workability), durasi
pekerjaan, analisis dampak lingkungan, keawetan bahan dan
lain sebagainya. Selain pertimbangan diatas, terdapat pula
satu faktor yang mempengaruhi pemilihan bahan konstruksi
yaitu tuntutan estetika.
Mengingat estetika sangat erat
kaitannya dengan keindahan dan keunikan maka semakin
maraklah penggunaan bahan konstruksi alternatif sebagai
pengganti bahan bangunan konvensional
Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Anis
Rakhmawati, ST., MT., yang telah memberikan kesempatan
kepada
penulis
untuk
lebih
mendalami
mengenai
perkembangan bahan konstruksi. Ucapan terima kasih yang
tak ternilai khususnya disampaikan kepada pembaca buku ini.
Saran dan kritik membangunan senantiasa penulis harapkan
demi karya mendatang yang lebih baik
Magelang, September 2008
Penulis
Halaman | ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Bab I. SEJARAH BAHAN KONSTRUKSI
A. Sejarah Pemakaian Bahan Lokal untuk
Konstruksi 1
B. Perkembangan Konstruksi di Indonesia 4
Bab II. BAHAN BETON BERTULANG
A. Pengantar Beton Bertulang 7
B. Semen 9
C. Air 11
D. Agregat Halus dan Agregat Kasar 12
E. Baja Tulangan 15
F. Adukan Beton 19
Bab III. BAHAN KONSTRUKSI KAYU
A. Pendahuluan 23
B. Klasifikasi dan Penamaan Kayu 24
C. Anatomi Kayu 26
D. Kandungan Air 28
E. Kegunaan Kayu 30
F. Modulus Elastisitas 32
G. Pengawetan Kayu 34
Bab IV. DINAMIKA APLIKASI BAMBU
A. Umum 36
B. Nilai Ekonomis Bambu 38
C. Bahan Penyusun Bambu 40
D. Sifat Fisik dan Mekanik Bambu 40
E. Sifat Kimia 43
F. Ketahanan Terhadap Serangan Serangga
44
Halaman | iii
Halaman | iv
BAB I
SEJARAH BAHAN
KONSTRUKSI
A.
Halaman | 1
Halaman | 2
Gambar 1.1.a
Piramida Cheops, Giza
(Sumber : F. Pogany;1960
Terek es utck mvszete,
Mszaki Knyvkiad,
Budapest)
Gambar 1.1.b
The Pantheon, Roma
(Sumber : Historia dellArte,
Salvat Editores, Barcelona)
Halaman | 3
B.
Halaman | 4
Halaman | 5
Halaman | 6
BAB II
BAHAN BETON
BERTULANG
A.
Halaman | 7
Halaman | 8
Semen
Semen adalah bahan perekat yang digunakan untuk
memberikan daya ikat pada campuran agregat halus
(pasir) dan agregat kasar (kerikil) pada campuran beton.
Semen yang biasa digunakan adalah semen portland
(ditemukan pada tahun 1824 di Inggris), semen jenis ini
bersifat hidrolik yaitu membutuhkan H2O sebagai
akselerasi reaksi kimianya. Bercampurnya air dan semen
ini menimbulkan suatu efek hidrasi (panas) yang akhirnya
pada saat air dan semen tersebut kembali dingin akan
membentuk ikatan yang mengeras dan solid.
Untuk menjamin kualitas semen tetap terjaga maka semen
perlu disimpan dalam ruang/gudang dengan sirkulasi udara
yang baik, ditumpuk tidak lebih dari 2 m atau 10 sak dan
pada dasar tumpukan diberi alas agar tidak kontak
langsung dengan lantai. Menurut Tata Cara Perencanaan
Struktur Beton Bertulang untuk Bangunan Gedung (SK SNI
T-15-2002-03) pasal 3.2, semen yang digunakan tersebut
harus memenuhi salah satu dari ketentuan berikut:
1. SNI 15-2049-1994 Semen Portland.
Halaman | 9
Halaman | 10
Semen
berdasarkan
tujuan
penggunaannya
dapat
dibedakan menjadi:
1. Jenis I, semen untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti
yang diisyaratkan pada semen jenis lain.
2. Jenis
II,
semen
yang
dalam
penggunaannya
memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas
hidrasi sedang.
3. Jenis III, semen yang dalam penggunaannya menuntut
persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah
pengikatan terjadi.
4. Jenis IV, semen yang dalam penggunaannya menuntut
persyaratan panas hidrasi rendah.
5. Jenis V, semen yang dalam penggunaannya persyaratan
sangat tahan terhadap sulfat.
C.
Air
Air yang digunakan sebagai bahan campuran beton harus
dari air bersih (biasanya digunakan air sumur atau air
tawar dari PDAM). Untuk proyek yang jauh dari akses air
tawar, dapat juga menggunakan air laut, hanya saja
tingkat kekuatan beton harus direduksi sebesar 80-90%
dari kekuatan rencana. Reduksi ini dikarenakan air laut
mengandung garam (NaCl) yang cenderung dapat
membuat beton relatif keropos dan tulangan juga lebih
mudah berkarat. Menurut PBI 1971, dalam pemakaian air
untuk beton sebaiknya memenuhi syarat sebagai berikut2:
1. tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya)
lebih dari 2 gram/liter,
2. tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak
beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15
gram/liter,
Halaman | 11
Halaman | 12
D.
Halaman | 13
Halaman | 14
E.
Baja Tulangan
Baja tulangan berdasarkan tampilan fisiknya dibedakan
menjadi 2 yaitu tulangan polos (batang baja yang
permukaan sisi luarnya rata, tidak bersirip dan tidak
berukir) dan tulangan ulir/deform (batang baja yang
permukaan sisi luarnya tidak rata, tetapi bersirip atau
berukir).
Baja tulangan dikelompokkan berdasarkan
tegangan leleh dan diameternya.
Gambaran tegangan
leleh dapat dilihat pada kurva hubungan tegangan dan
regangan baja berikut:
Halaman | 15
Halaman | 16
Halaman | 17
Halaman | 18
Slide Mata Kuliah Struktur Baja I, Dr. Ir. Fitri Mardjono, M.Sc., Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005, P. 22-29
4
Halaman | 19
F.
Adukan Beton
1. Adukan beton adalah campuran antara pasir, kerikil,
pasir dengan semen dan air dengan perbandingan
tertentu yang umum digunakan untuk pekerjaan
pembetonan struktur, seperti pembuatan kolom, balok,
plat lantai dan lain-lain.
2. Mortar adalah campuran antara pasir, semen dan air
dengan
perbandingan
tertentu
yang
umumnya
digunakan sebagai plesteran dinding ataupun spesi
untuk pasangan batu bata serta pasangan batu kali
3. Pasta adalah campuran antara semen dan air saja
dengan perbandingan tertentu yang dapat digunakan
sebagai bahan acian ataupun sponengan
Halaman | 20
Halaman | 21
(gr)
(%)
4,75
2,30
0,80
0,60
0,25
0,15
Sisa
Jumlah
0,335
5,34
15,54
65,44
226,44
170,20
16,55
499,85
0,065
1,068
3,108
13,088
45,288
34,040
3,310
99,967
Berat tertinggal
Berat
kumulatif
(%)
0,065
1,133
4,421
14,329
62,617
96,657
-
Berat
kumulatif
lewat
ayakan (%)
99,935
98,867
95,759
82,671
37,383
3,343
0,033
-
Halaman | 22
Halaman | 23
BAB III
BAHAN
KONTRUKSI KAYU
A.
Pendahuluan
Kayu yang merupakan salah satu bahan kosntruksi lokal,
telah digunakan sejak berabad-abad yang lalu. Bila kita
cermati sejarah penggunaan kayu telah dimulai semenjak
manusia tidak lagi menggunakan gua sebagai tempat
berlindung. Penggunaan kayu dinilai cukup memberikan
manfaat ekonomis karena selain kayu mudah didapat,
mudah diolah, ringan, awet dan kekuatannya relatif tinggi.
Selain itu juga mengingat kayu merupakan bahan organik,
sehingga
dalam
kegiatan
pengolahannya cenderung tidak
menghasilkan
limbah
yang
merugikan. Hampir semua jenis
kayu dapat digunakan sebagai
konstruksi
sipil,
yang
membedakannya
hanyalah
tingkat kekuatan dan keawetan
yang beragam tergantung dari
macam kayu yang digunakan. Kayu adalah bahan yang
bersifat orthotropik yaitu bahan yang arah radian dan
tangensial berbeda akibat dari pengaruh serat.
Walaupun kayu memiliki berbagai keuntungan seperti telah
disebutkan diatas, kayu juga mempunyai beberapa
kekurangan antara lain :
Halaman | 24
Halaman | 25
Halaman | 26
Nama Pasaran
1.
Cemara
2.
Bangkirai
3.
Kruing
4.
Meranti putih
5.
Meranti merah
6.
Rasamala
7.
Ulin/besi
8.
Cempaka
9.
Sonokeling
10.
Jati
11.
Giam/tembaga
12.
Mersawa
Nama ilmiah
(botanis)
Casuarina
equisetifola
Forst.
Shorea laevifolia
Endert.
Dipterocarpus
spec. div.
Shorea &
Parashorea spec.
div.
Shorea spec. div.
Altingia excelsa
Noronha.
Eusideroxylon
zwageri T. et B.
Michelia spec.
div.
Dalbergia
latifolia Roxb.
Tectona grandis
L.f.
Cotylelobium
spec. div. &
Vatica spec.div.
Anisoptera spec.
div.
Familia
Casuarinaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Hamamelidaceae
Lauraceae
Magnoliaceae
Papilionaceae
Verbenaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Halaman | 27
C.
No
Nama Pasaran
13.
Tusam/damar
14.
Puspa
15.
Bedaru
Nama ilmiah
(botanis)
Pinus merkusii
Jungh. Et. De Vr.
Schima walichii.
Kort. Spec. div.
Cantleya
corniculata
Howard.
Familia
Pinaceae
Theaceae
Icacinaceae
ANATOMI KAYU
Tumbuhan tersusun atas sel-sel aktif yang tumbuh dan
berkembang sejalan dengan umur tumbuhan, terdiri dari
selulosa (50%), hemiselulosa (25%), dan lignin (25%) 7.
Sel-sel kayu yang berada pada pepohonan berkembang
aktif yang menyebabkan pohon bertambah besar ataupun
tinggi.
Kumpulan sel kayu membentuk pembuluh,
parenkim dan serat. Sari makanan yang didapat dari
dalam tanah ditransfer ke daun selama proses fotosintesa
menggunakan pembuluh xylem (terletak di bagian dalam
dari batang). Hasil fotosintesa sebelum didistribusikan
menggunakan pembuluh floem (terletak di bagian bawah
kulit luar kayu) disimpan terlebih dulu pada parenkim
(berbentuk kotak dan berdinding tipis) sedangkan yang
disebut serat adalah sel kayu yang berdinding tebal serta
berperan dalam menopang pertumbuhan arah vertikal
kayu.
Bagian yang paling dominan dalam proses pertumbuhan
pohon adalah kambium yang berisikan sel-sel yang masih
hidup dan terus berkembang. Kambium memisahkan dua
Desch, H.E., and Dinwoodie, J.M., Timber : Its Structure Properties and
Utilization, Timber Press, Forest Grove, Oregon, 1981
Halaman | 28
A. Kambium
B. Lapisan kulit dalam (inner bark)
C. Lapisan kulit luar (outer bark)
D. Gubal (sapwood)
E. Teras (heartwood)
F. Inti kayu (pith)
G. Lingkaran tahun (annual ring)
Gambar 3.2 Potongan Melintang Pohon Kayu
(http:// www.swst.org/SWST Teaching Unit Number 1
Slide Set 2)
Halaman | 29
Halaman | 30
D.
KANDUNGAN AIR
Kayu memiliki karakteristik higroskopis, artinya kayu
terpengaruh oleh kandungan air yang berada di sekitarnya.
Untuk menjaga kestabilan kelembaban dengan ruang
sekitarnya (equilibrium moisture content) maka kayu
kering akan menarik uap air dari udara, demikian
sebaliknya kayu basah akan melepaskan uap air ke udara.
Kandungan air yang terdapat pada pohon berbeda-beda,
walaupun memiliki jenis yang sama, ditanam di tempat
yang berdekatan dan umur yang sama pula.
Hal ini
dikarenakan masih banyak faktor luar lainnya yang
berpengaruh
seperti
kemiringan
sinar
matahari,
kandungan air dan zat hara tepat di tempat pohon itu
berada, kelembaban udara dan sebagainya. Kandungan
air pada kayu setelah ditebang bisa mencapai 40 - 300%
yang berbanding terbalik dengan kekuatan struktural kayu.
Air yang berada dalam batang pohon tersimpan dalam dua
bentuk yaitu : air bebas (free water) dan air ikat (bound
water).
Air bebas menempel diantara sel-sel kayu
sedangkan air ikat terletak pada dinding sel. Pada proses
pelepasan dan penarikan uap air dari udara sekitar maka
air yang berperan adalah air bebas.
Suatu keadaan
dimana air yang menempel di sel kayu habis sedangkan air
ikat masih jenuh disebut titik jenuh serat (fibre saturation
point).
Pada proses pengeringan kayu, tidak hanya air
bebas yang dikeringkan tapi juga air ikat sehingga tampak
adanya perubahan bentuk kayu (kembang susut) walaupun
kadang sangat kecil.
Halaman | 31
E.
KEGUNAAN KAYU
Kayu dapat digunakan sebagai elemen pendukung
struktural maupun non struktural. Kayu yang digunakan
sebagai elemen pendukung struktural adalah jenis kayu
yang kuat dan awet karena dipakai untuk menahan beban
yang bekerja sepanjang waktu, adapun jenis kayu
Halaman | 32
Halaman | 33
Halaman | 34
G. PENGAWETAN KAYU
Kayu adalah bahan orthotropik yang apabila tidak
diawetkan dapat terserang oleh rayap atau serangga
pemakan kayu lainnya, hal ini dikarenakan kayu
mengandung zat gula yang merupakan makanan bagi
rayap. Satu koloni rayap dapat dengan cepat menyerang
kayu segar yang tidak diawetkan. Selain akibat serangan
rayap, kayu juga dapat lapuk akibat jamur ataupun
Halaman | 35
perubahan
iklim
yang
berkelanjutan.
Untuk
mengantisipasi hal tersebut maka dibutuhkan upaya
pengawetan sehingga masa layan kayu tersebut dapat
lebih lama.
Halaman | 36
Ali Awaludin & Inggar S.I., Konstruksi Kayu, Biro Penerbit Teknik Sipil UGM,
Yogyakarta, 2005
9
Halaman | 37
BAB IV
DINAMIKA
APLIKASI BAMBU
A.
Umum
Indonesia sebagai salah satu negara yang berada di daerah
tropis memiliki berbagai varietas hayati yang beraneka
ragam species dan klasnya.
Diantara keanekaragaman
tersebut terdapat kekayaan botani yang tidak dimiliki oleh
negara lain. Hampir setiap jenis tanaman dapat tumbuh di
Indonesia, demikian juga dengan bambu. Bambu sebagai
salah satu tumbuhan yang semenjak dahulu telah
memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat
pedesaan pada khususnya, kini semakin banyak diminati
dan dihargai keberadaannya.
Bambu dapat diubah
kedalam bentuk kerajinan bernilai seni tinggi dengan mutu
internasional ataupun dapat juga dalam masa-masa
mendatang digunakan sebagai pengganti piranti kayu.
Menurut Liese (1985) bambu dapat tumbuh dengan mudah
baik pada dataran rendah maupun pada dataran tinggi
hingga mencapai 3000 m diatas permukaan air laut.
Namun bambu akan lebih banyak dijumpai pada ketinggian
100 hingga 800 m diatas permukaan air laut. Bambu
merupakan tanaman yang termasuk sub familia rumput
dengan pertumbuhan yang relatif cepat. Terdapat hampir
50 macam bambu yang telah dikenal didunia , termasuk
didalamnya berupa 700 species yang berbeda. Hampir
Halaman | 38
Halaman | 39
Halaman | 40
Bambusa textilis
Gigantochloa pseudoarundinacea
(andong)
Halaman | 41
C.
Halaman | 42
Halaman | 43
E.
Halaman | 44
F.
Halaman | 45
Halaman | 46
kontur
dinding
Halaman | 47
Halaman | 48
Halaman | 49
Halaman | 50
Halaman | 51
Halaman | 52
Halaman | 53
Halaman | 54
Halaman | 55
Halaman | 56
Halaman | 57
H. Pengawetan Bambu
Pentingnya pengawetan bambu karena bambu mudah
terserang oleh serangga (bubuk), untuk itu diperlukan
adanya upaya memasukkan zat kimiawi tertentu yang
dapat melindungi bambu tersebut dari serangan bubuk.
Pada saat hidup, bambu menghasilkan semacam zat yang
tidak disukai bubuk sehingga cenderung dimasa hidupnya
bambu tidak akan banyak terganggu oleh bubuk. Namun
begitu bambu dipotong, maka distribusi zat tersebut akan
terhenti sehingga bambu menjadi sangat potensial keropos
termakan bubuk.
Namun selain serangan bubuk, akibat dari pengaruh
kelembaban maka bambu dapat terserang oleh jamur
(fungi), semakin lembab udara maka semakin tinggi
kandungan uap air yang berada di udara oleh karenanya
akan semakin mudah terserang oleh jamur.
Halaman | 58
Halaman | 59
Halaman | 60
Halaman | 61
Halaman | 62
Halaman | 63
Halaman | 64
Halaman | 65
Halaman | 66
Halaman | 67
BAB V
BAHAN BANGUNAN
ALTERNATIF
A.
Dinding Gypsum
Dinding dapat terbuat dari bermacam bahan bangunan,
dinding konvensional yang umumnya terbuat dari batu
bata ataupun batako kini mulai ditinggalkan khususnya
untuk dinding interior. Hal ini karena dinding batu bata
maupun batako memiliki berat per satuan luas yang cukup
besar. Salah satu alternatif pengganti dinding batu bata
adalah dinding gypsum, yaitu dinding yang terbuat dari
lembaran papan gypsum seperti halnya yang digunakan
untuk plafond.
Terdapat beberapa manfaat unggulan menggunakan
dinding gypsum antara lain : mudah dan cepat
pengerjaannya, ringan, dapat dibentuk sesuai keinginan,
dapat dibongkar pasang. Selain itu dinding gypsum lebih
tipis yaitu hanya sekitar 6 8 cm, jauh lebih ekonomis
dibandingkan pasangan bata yang mencapai tebal 15
cm. Papan gypsum standar memiliki ukuran 120 x 240 cm
dengan tebal 9 - 12 mm. Berat papan gypsum ukuran 9
mm hanya 19 kg sedangkan papan gypsum ukuran 12 mm
memiliki berat 27 kg.
Untuk rangka dinding gypsum dapat digunakan kayu
ataupun baja profil. Mengingat harga kayu yang semakin
mahal maka lebih direkomendasikan menggunakan baja
profil (hollow, U, I atau C) selain itu profil baja relatif lurus
Halaman | 68
B.
Halaman | 69
Halaman | 70
kg/m3).
Meskipun banyak terdapat gelembung udara,
akan tetapi daya adsorbsinya kecil.
Hal ini karena
gelembung-gelembung yang membentuk pori tidak saling
terkait satu sama lainnya.
Spesi yang dibutuhkan untuk merekatkan blok-blok beton
ringan aerasi pada dinding jauh lebih sedikit dibandingkan
batu bata yaitu hanya setebal 2 3 mm. Keuntungan
menggunakan beton ringan aerasi yaitu bobot ringan,
ukuran akurat, pemasangan cepat dan hemat bahan
perekat.
Halaman | 71
Tabel 5.1 Ukuran Balok Beton aerasi Blok Normal dan Blok
Jumbo
BLOK NORMAL
Panjang
Tinggi
Lebar
60 cm
20 cm
7,5 cm
60 cm
20 cm
10 cm
60 cm
20 cm
12,5 cm
60 cm
20 cm
15 cm
60 cm
20 cm
17,5 cm
60 cm
20 cm
20 cm
BLOK JUMBO
Panjang
Tinggi
Lebar
60 cm
40 cm
7,5 cm
60 cm
40 cm
10 cm
60 cm
40 cm
12,5 cm
60 cm
40 cm
15 cm
60 cm
40 cm
17,5 cm
60 cm
40 cm
20 cm
D.
Halaman | 72
E.
Halaman | 73
Halaman | 74