Anda di halaman 1dari 13

ANISOMETROPIA ANAK

CEASAR A.R 092

DEFINISI
Isometropia merupakan keadaan dimana kedua mata memiliki kekuatan
refraksi yang sama.

Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitu suatu


keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi

Anisometropria dengan perbedaan antara kedua mata lebih dari atau sama
dengan 2,5 dioptri akan menyebabkan perbedaan bayangan sebesar 5%
atau lebih. Perbedaan bayangan antara kedua mata sebesar 5% atau lebih
pada umumnya akan menimbulkan gejala aniseikonia

ANISEIKOINIA
suatu kelainan penglihatan binokuler dimana bayangan yang terbentuk tidak sama
ukuran, bentuk atau keduanya.

Gejala aniseikonia pada umumnya diakibatkan oleh karena terganggunya penglihatan


binokular yang berupa gangguan steroskopik, distorsi, proses selanjutnya dapat
terjadi gangguan fusi yang berupa diplopia yang dapat berlanjut terjadi supresi pada
mata yang visusnya kurang baik bahkan akan mengakibatkan ambliopia.

Disamping terjadinya ambliopia, supresi dapat mengakibatkan deviasi bola mata atau
strabismus.

Sebagian besar penyebab aniseikonia adalah anisometropia.


Penyebab lainnya yaitu tersebarnya sel-sel fotoreseptor yang tidak merata pada retina
(misal pada miopia degenerative), gangguan fungsi pusat penerimaan pada akhir dari
bayangan pada korteks serebri (misal pada epilepsi parsial somato sensori)

ETIOLOGI
Kongenital dan anisometropia karena pertumbuhan, yaitu

muncul disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan dari kedua


bola mata

Anisometropia didapat, yaitu mungkin disebabkan oleh

aphakia uniokular setelah pengangkatan lensa pada katarak


atau disebabkan oleh implantasi lensa intra okuler dengan
kekuatan yang salah

PENYEBAB
mata yang satu hipermetropia sedangkan yang lain miopia (antimetropia)
mata yang satu hipermetropia atau miopia atau astagmatisma sedangkan
yang lain emetropia

mata yang satu hipermetropia dan yang lain juga hipermetropia, dengan
derajat refraksi yang tidak sama

mata yang satu miopia dan yang lain juga miopia dengan derajat refraksi
yang tidak sama

mata yang satu astigmatisma dan yang lain juga astigmatisma dengan
derajat yang tidak sama

KLASIFIKASI
Simple anisometropia: dimana refraksi satu mata adalah normal (emetropia)
dan mata yang lainnya miopia (simple miopia anisometropia) atau
hipermetropia (simple miopia anisometropia).

Coumpound anisometropia: dimana pada kedua mata hipermetropia

(coumpound hipermetropic anisometropia) atau miopia (coumpound miopia


anisometropia), tetapi sebelah mata memiliki gangguan refraksi lebih tinggi
dari pada mata yang satunya lagi.

Mixed anisometropia: dimana satu mata adalah miopia dan yang satu lagi
hipermetropia, ini juga disebut antimetropia.

Simple astigmmatic anisometropia: dimana satu mata normal dan yang lainnya
baik simple miopia atau hipermetropi astigamatisma.

Coumpound astigmatismatic anisometropia: dimana kedua mata merupakan


astigmatism tetapi berbeda derajatnya.

KLASIFIKASI
Sloane membagi anisometropia menjadi 3 tingkat yaitu:
1. anisometropia kecil, beda refraksi lebih kecil dari 1,5 D
2. anisometropia sedang, beda refraksi antara 1,5-2,5 D
3. anisometropia besar, beda refraksi lebih besar dari 2,5 D

GEJALA
gejala anisometropia muncul apabila terdapat perbedaan
bayangan yang diterima pada kedua retina (aniseikonia).
Gejala anisometropia pada umumnya sakit kepala, pada
kedua mata merasa tidak enak, panas, tegang. Gejala yang
spesifik pada anisometropia yaitu pusing, mual-mual,
kadang-kadang melihat ganda, kesulitan memperkirakan
jarak suatu benda, melihat lantai yang bergelombang.

KELAINAN KLINIK
akibat perbedaan visus
adanya perbedaan visus kedua mata berakibat gangguan fusi, sehingga orang
tersebut akan menggunakan mata yang lebih baik, sedangkan mata yang kurang
visusnya akan disupresi. Apabila keadaan ini dibiarkan maka akan dapat terjadi
strabismus, dan apabila terjadi pada anak-anak yang masih mengalami
perkembangan visus binokular, dapat mengakibatkan ambliopia.

akibat perbedaan bayangan


perbedaan bayangan meliputi perbedaan ukuran dan bentuk. Adanya perbedaan
bayangan disebut aniseikonia. Pada aniseikonia selalu terjadi gangguan penglihatan
binokular. Gangguan penglihatan binokular ini diakibatkan oleh ketidaksamaan
rangsangan untuk penglihatan stereoskopik.

Secara klinik praktis aniseikonia yang terjadi akibat anisometropia dapat diketahui

DIAGNOSIS
Diagnosis anisometropia dapat dibuat setelah pemeriksaan
retinoskopi pada pasien yang penglihatannya berkurang.
Pada pemeriksaan retinoskopi dinilai refleks fundus dan
dengan ini bisa diketahui apakah seseorang menderita
hipermetropia, miopia atau astigmatisma. Kemudian baru
ditentukan berapakah perbedaan kekuatan refraksi antara
kedua bola mata dan ditentukan besar kecilnya derajat
anisometropia.

TALAK
penatalaksanaan anisometropia adalah memperbaiki kekuatan refraksi kedua mata.
Adapun beberapa penatalaksanan baik menggunakan alat maupun tindakan, yaitu:

Kaca mata. Kacamata koreksi bisa mentoleransi sampai maksimum perbedaan

refraksi kedua mata 4D. lebih dari 4D koreksi dengan menggunakan kacamata dapat
menyebabkan munculnya diplopia.

Lensa kontak. Lensa kontak disarankan untuk digunakan untuk anisometropia yang
tingkatnya lebih berat.

Modalitas lainnya dari pengobatan, termasuk diantaranya:


Implantasi lensa intraokuler untuk aphakia uniokuler
Refractive cornea surgery untuk miopia unilateral yang tinggi, astigmata, dan
hipermetropia

Pengangkatan dari lensa kristal jernih untuk miopia unilateral yang sangat tinggi
(operasi fucala)

KOMPLIKASI
Komplikasi pertama yang muncul akibat anisometropia
adalah diplopia, ambliopia dan strabismus sebagai
kompensasi mata terhadap perbedaan kekuatan refraksi
kedua mata dan yang paling ditakuti adalah kebutaan
monokular.

REFERENCE
Ilyas S. Penyakit mata: Ringkasan & istilah PT. Pustaka utama graffiti,
Jakarta, 1988: 82, 126, 441

Ilyas S,dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI, 1981:184-95


Vaughan D.G. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika, 2000:403404

Vaughan D.G. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika, 2000:243244

Vaughan D.G. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika, 2000:9-15

Anda mungkin juga menyukai