Anda di halaman 1dari 40

RESUME ETIKA PROFESI DAN TATA KELELA KORPORAT

1. BAB I
MATERI : PENGANTAR ETIKA PROFESI
a. Akuntansi sebagai profesi terkait pekerjaan akuntansi yang telah diakui dan diterima
masyarakat sebagai pekerjaan untuk kepentingan publik dengan tiga ciri, yaitu :
altruisme,

kompetensi

memperhatikan

dan

otonomi.

Altruisme

berarti

sikap

yang

lebih

dan mengutamakan kepentingan orang lain. Prinsip kompetensi

terkait persyaratan kualifikasi yang harus dipenuhi melalui

kelulusan atas ujian

kualifikasi dan sertifikasi dalam sistem pendidikan formal. Sedangkan prinsip


otonomi terkait

kemampuan

profesi dalam menegakan

disiplin

profesi dan

mengatur dirinya sendiri.


b. Etika dalam profesi merupakan sarana untuk praktisi profesi mengendalikan diri
(internal control) agar tetap menjaga profesionalitasnya. Etika profesi paling tidak
menjaga praktisi profesi agar selalu ingat profesi adalah untuk kepentingan publik
yang berarti mengingat prinsip sifat altruism yang melekat pada profesi.
c. Lahirnya profesi akuntan dipicu oleh banyaknya kasus kebangkrutan di Inggris dan
Skotlandia.Diawali dengan Bankruptcy Act 1831 yang memberikan wewenang
kepada Pegawai Pemerintah

dalam menangani kebangkrutan. Selanjutnya pada

tahun 1853 Royal Charter mengakui keberadaan Society of Accountant in Edinburg,


tahun 1861 Bankruptcy Act yang baru mengalihkan penanganan perusahaan
bangkrut ke pegawai pemerintah ke pemberi kredit. Oleh pemberi kredit,
penangangan perusahaan bangkrut didelegasikan ke pengacara dengan dibantu
oleh akuntan. Namun UU ini tidak berlaku lama dan pada tahun 1869, dikeluarkan
Undang-Undangn

baru yang mengakui keberadaan profesi akuntan dalam

penanganan perusahaan bangkrut, bersama dengan profesi akuntansi. Selanjutnya,


organisasi akuntan terus berkembang dan meluas, sampai pada tahun 1989, melalui
Companies Act 1989 dan kemudian disempurnakan pada tahun 2006 pengaturan
mengenai profesi akuntan publik, dimana akuntan yang dapat melakukan audit atas
perusahaan terbatas adalah akuntan yang

menjadi anggota lima organisasi

anggota CCAB atau anggota Associated of International Accountants (AIA)


d. Profesi Akuntan di Indonesia dipicu oleh pengakuan Pemerintah Indonesia atas
profesi akuntansi melalui Undang-Undang Nomor 34 tahun 1954 tentang pemakaian
gelar Akuntan. Undang-Undang ini mengatur bahwa yang berhak memakai gelar
akuntan adalah seseorang yang memikili ijazah akuntan dari universitas negeri atau
badan perguruan tinggi lain yang dibentuk oleh Undang-Undang atau diakui
pemerintah atau seseorang yang lulus dalam ujian lain yang dapat disamakan
dengan ijazah universitas negeri. Perkembangan profesi akuntan di Indonesia adalah
sebagai berikut:
1

1) Tahun 1959, Ikatan Akuntan Indonesia memperoleh pengesahan hokum


2) Tahun 1979, Pemerintah memberikan peran bagi akuntan dalam peningkatan
pendapatan pajak melalui SK Menteri Keuangan tahun 1979
3) Tahun 1990an, Persyaratan pembuatan Laporan Keuangan berdasarkan standar
akuntansi yang disusun oleh IAI dan kewajiban untuk diaudit bagi perusahaanperusahaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam berbagai Undang-Undang.
4) Tahun 2002, Departemen Keuangan mengeluarkan SK Menteri Keuangan yang
isinya mengadopsi sebagian dari RUU

yang mengikuti tren yang terjadi di

Amerika Serikat.
5) Tahun 2014, Kementerian Keuangan mengeluarkan aturan baru mengenai
Akuntan

Register

Negara

melalui

Peraturan

Menteri

Keuangan

No.

25/PMK.01/2014 dimana sebutan baru bagi akuntan adalah Akuntan Register


Negara. Perbedaannya adalah jika sebelumnya untuk menjadi Akuntan harus
mengikuti Program Profesi Akuntan, dengan aturan sekarng untuk menjadi
Akuntan Register Negara dapat melalui ujian sertifikasi akuntan professional.
Seoran Akuntan register Negara dapat mendirikan Kantor Jasa Akuntansi yang
dapat memberikan jasa akuntansi seperti jasa pembukuan, jasa kompilasi
laporan

keuangan,

jasa

manajemen

akuntansi

manajemen,

konsultasi

manajemen, jasa perpajakan, jasa prosedur yang disepakati atas informasi


keuangan dan jasa system teknologi informasi. Kantor jasa Akuntansi dilarang
memberikan jasa asurans.
e. Pembahasan Kasus oleh kelompok Penyaji
Studi kasus yang dibahas oleh kelompok : Kasus KPMG-Siddharta Siddharta &
Harsono yang menyuap petugas pajak
September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono terbukti menyogok
aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur
palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT. Easman
Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Kewajiban pajak Easman susut dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270
ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan pola anak
perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan
secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya. Badan pengawas pasar modal
AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt
Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri.
Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas.
Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar
pengadilan. KPMG pun terselamatkan.

Kasus penyuapan ini diungkapkan oleh pemegang otoritas pasar modal Amerika
Serikat (SEC). Berdasarkan kasus yang terjadi di KPMG maka dapat disimpulkan
bahwa telah terjadi adanya pelanggaran kode etik profesi akuntansi diantaranya
sebagai berikut:
1) Prinsip Integritas
Integritas mengharuskan seorang akuntan untuk bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
2) Prinsip Obyektifitas
Dalam hal ini KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono bersikap tidak obyektif,
karena cenderung berat sebelah untuk

membela salah satu kliennya. PT

Easman Christensen agar mendapatkan keringanan pembayaran pajak, dan


kemudian akuntan mengusulkan pada PT Easman Christensen untuk menyuap
pada pejabat pajak Indonesia.
3) Prinsip Kepentingan Publik
akuntan didalam KPMG telah mengorbankan kepentingan publik

demi

kepentingan klien semata dan menyia-nyiakan kepercayaan publik.


4) Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional
KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono tidak berlaku dengan hati-hati karena
tidak

mempertimbangan

efek

buruk

yang

terjadi

atas

tindakan

yang

dilakukannya, yaitu kerugian yang harus ditanggung negara demi keuntungan


kliennya dan kelangsungan jasa

akuntannya agar digunakan terus oleh

kliennya, PT Easman Christensen. Kemampuan profesionalnya tidak digunakan


untuk tindakan yang positif, tapi ke tindakan yang negatif, yaitu mengelabui,
mengakali, mensiasati, dan menyuap petugas pajak, sehingga hal tersebut jelas
dinilai sangat tidak profesional.
5) Prinsip Perilaku Profesional
Akuntan harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Akuntan tidak bersikap
profesional karena menyarankan hal yang tidak harus dilakukan yaitu menyuap
pejabat pajak demi mendapatkan keringanan pajak, bersekongkol dengan
pejabat pajak sehingga mengakibatkan kerugian negara.
2. BAB II
MATERI : ETIKA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERETIKA
a. Etika dan Moral dapat dilihat dari padangan Brooks dan Dunn (2012) tentang tiga
dasar mengapa manusia melakukan tindakan beretika, yaitu agama, hubungan
dengan pihak lain dan persepsi tentang diri sendiri. Selanjutnya Brooks dan Dunn
(2012) membedakan antara mementingkan diri sendiri dengan egois. Egois adalah
melakukan tindakan yang memberikan manfaat bagi diri sendiri dengan tidak
mempedulikan apakah tindakan tersebut merugikan pihak lain atau tidak. Sedangkan

mementingkan diri sendiri adalah melakukan tindakan yang memberi manfaat bagi
diri sendiri dengan tidak merugikan pihak lain.
b. Enlightened Self Interest sebagai Etika, lahir dari argumentasi dua filsuf yang
memberikan argumentasi bahwa enlightened self interest merupakan dasar untuk
tindakan beretika. Mereka adalah Thomas Hobbes (1588-1679) dan Adam Smith
(1723-1790). Mereka memiliki keyakinan bahwa pada dasarnya manusia memiliki
sifat self interest. Sifat ini bukan ditiadakan tapi justru dimanfaatkan untuk kebaikan.
Dengan melakukan tindakan untuk kepentingan diri sendiri maka akan tercipta suatu
kemanfaatan bagi orang banyak. Argumen Thomas Hobbes berdasarkan pada
kebutuhan dasar manusia untuk menjaga dan mempertahankan kehidupannya
dengan menguasai sumber daya untuk kehidupannya dengan segala cara.
Sedangkan Perspektif Hobbes melihat bahwa masyarakat madani dapat dilihat
sebagai kontrak sukarela antara individu dimana setiap orang mengorbankan hak
dan

kebebasan

individu

mereka

untuk

mendapatkan

perdamaian

dan

mempertahankan kehidupannya. Dalam bukunya mengenai konsep masyarakat,


Hobbes menyebut masyarakat sebagai masyarakat Leviathan dan self interest
mendorong terciptanya kerjasama dan terbentuknya masyarakat madani.
c. Teori Etika Pengambilan keputusan beretika
Terdapat beberapa teori etika sebagai berikut:
1) Teleologi: Utilitarianisme dan Impact Analysis
Menurut teori teleologi, suatu keputusan etika yang benar atau salah tergantung
apakah keputusan tersebut memberikan hasil yang positif atau negatif. Sebuah
keputusan yang secara etika benar memberikan haasil yang positif, sedangkan
keputusan yang secara etika salah adalah keputusan dengan hasil negative.
Utilitiarianisme memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pertama adalah belum
ada satu ukuran untuk kesenangan dan kebahagiaan. Kedua adalah permasalahan
dalam

distribusi

dan

intensitas

kebahagiaan.

Permasalahan

ketiga

adalah

menyangkut cakupan. Siapa yang harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan


beretika?

Misalnya

dalam

eksploitasi

sumber

daya

alam.

Apakah

hanya

memperhatikan kebahagiaan generasi sekarang (eksploitasi sebesar-besarnya) atau


termasuk generasi di masa mendatang (eksploitasi secara terbatas). Permasalahan
keempat adalah kepentingan minoritas yang terabaikan akibat keinginan untuk
memenuhi kebahagiaan lebih banyak orang (mayoritas). Kelima, utulitarianisme
mengabaikan motivasi dan hanya berfokus pada konsekuensi.
2) Etika Deontologi: Motivasi untuk berperilaku
Deontologi terkait dengan tugas dan tanggung jawab etika seseorang. Immanuel
Kant (1724-1804) sebagai tokoh utama dalam teori Deontologi menyakatakan bahwa
suatu kebaikan yang tidak terbantahkan adalah niat baik, niat untuk mengikuti
4

apapun

yang

menjadi

alasan

untuk

melakukan

tindakan

tersebut

tanpa

mempedulikan konsekuensi dari tindakan tersebut terhadap diri sendiri. Menurut


Kant seluruh konsep moral diturunkan lebih berasal dari pemikiran daripada dari
kewajiban, dimana di dalam tugas dan kewajiban terdapat kesadaran dan ketaatan
terhadap hukum dan aturan. Kelemahan teori deontology adalah categorical
imperative tidak memberikan pedoman yang jelas untuk memutuskan apa yang
benar dan salah ketika dua hukum moral bertentangan dan hanya satu yang dapat
diikuti. Hukum moral yang bagaimana yang harus dipilih? Berbeda dengan
utilitarianisme yang dapat mengevaluasi tindakan melalui konsekuensinya, teori
dentologi tidak menganggap konsekuensi relevan.

3) Justice and Fairness-Memeriksa Keseimbangan


Filsuf Inggris David Hume (1711-1776) meyakini bahwa kebutuhan keadilan muncul
karena dua alasan. Pertama bahwa manusia tidak selalu bersifat baik dan penolong,
dan kedua adalah masalah kelangkaan sumber daya. Hume percaya bahwa
masyarakat dibentuk oleh sikap yang mementingkan diri sendiri. Namun, manusia
tidak dapat menghidupi diri sendiri sehingga harus bekerjasama dengan orang lain
untuk dapat bertahan dan meningkatkan kesejahteraan. Di lain pihak, dengan
keterbatasan sumber daya dan kemungkinan adanya seseorang yang memperoleh
manfaat lebih dengan pengorbanan orang lain, maka timbul kebutuhan mekanisme
alokasi manfaat dan beban secara adil kepada seluruh anggota masyarakat.

4) Distributive Justice
Aristoteles (384-322 SM) dikenal sebagai orang pertama yang berargumentasi
bahwa kesamaan harus diperlakukan secara sama sedangkan ketidaksamaan harus
diperlakukan secara tidak sama sesuai dengan proporsi perbedaan yang terjadi.
Anggapan bahwa semua orang sama tidak selalu benar. Terdapat dua hal yang
terkait dengan perbedaan antara masing-masing orang. Pertama adalah pembuktian
bahwa ada ketidaksamaan antara masing-masing orang. Untuk itu, perlu digunakan
kriteria-kriteria yang relevan sesuai dengan kebutuhan situasi. Kedua adalah
bagaimana melakukan sesuatu distributive justice, melakukan alokasi yang adil
berdasarkan ketidaksamaan.
Paling tidak terdapat tiga kriteria yang dapat digunakan untuk melakukan alokasi,
yaitu berdasarkan kebutuhan, aritmatika kesamaan, dan merit.
Seorang filsuf Amerika, John Rawls (1921-2002) mengembangkan sebuah
argumentasi justice of fairness. Ia mengembangkan Theory of Justice berdasarkan
asumsi self-interest dan self-reliance. Tidak ada orang yang dapat memperoleh
5

keinginannya karena mereka juga menginginkannya. Karena itu dibutuhkan


kerjasama agar semuanya mendapatkan sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat
dapat dilihat sebagai suatu pengaturan kerjasama untuk kepentingan bersama.
Untuk menyeimbangkan konflik kepentingan dengan mengidentifikasi kepentingan
yang dapat dipenuhi, sehingga dapat tercipta kehidupan yang lebih baik bagi setiap
orang. Permasalahannya adalah sifat manusia menginginkan proporsi manfaat yang
lebih besar dengan proporsi beban yang lebih kecil menciptakan konflik mengenai
bagaimana alokasi manfaat dan beban masyarakat harus dialokasikan. Untuk itu
Rawls mengusulkan principle of justice, suatu prinsip untuk alokasi yang adil antar
anggota masyarakat. Prinsip ini menetapkan hak dan tugas dari anggota masyarakat
dan menetapkan suatu pembagian masyarakat berdasarkan kelebihannya secara
sosial.
5) Virtual Ethics
Virtual ethics berasal dari pemikiran Aristoteles yang mencoba membuat konsep
mengenai kehidupan yang baik. Menurutnya, tujuan kehidupan adalah kebahagiaan.
Kebahagiaan

versi

aristoteles

adalah

kegiatan

jiwa,

bukan

kegiatan

fisik

sebagaimana konsep kebahagiaan hedeonisme. Kita akan mencapai kebahagiaan


dengan kehidupan yang penuh kebajikan, kehidupan yang mengikuti alasan. Virtue
adalah karakter jiwa yang terwujud dalam tindakan-tindakan sukarela (yaitu tindakan
yang dipilih secara sadar dan sengaja). Kita akan menjadi orang baik jika secara
teratur melakukan tindakan kebajikan. Tapi, selain itu menurut Aristoteles, dibutuhkan
pula pendidikan etika untuk mengetahui tindakan-tindakan yang baik.
Virtue ethics berfokus kepada karakter moral dari pengambil keputusan, bukan
konsekuensi dari keputusan (utilitarianisme) atau motivasi dari pengambil keputusan
(deontology). Dengan berfokus pada manusia secara utuh, teori ini terhindar dari
dikotomi yang salah antara utilitarianisme dan deontology. Keunggulan dari virtua
ethics adalah teori ini mengambil pandangan yang lebih luas dalam memahami
pengambil keputusan yang memiliki beragam ciri-ciri karakter.
Dua permasalahan utama dari virtue ethics, menurut Brooks dan Dunn (2012) adalah
menentukan virtues apa yang harus dimiliki seseorang sesuai dengan jabatan dan
tugasnya, dan bagaimana virtues ditunjukkan di tempat kerja.

6) Pengambilan Keputusan Beretika


Brooks dan Dunn (2012) mencoba untuk menyatukan teori-teori etika dalam
penjelasan pengambilan keputusan beretika. Permasalahannya adalah sebetulnya
tidak mudah membuat suatu pernyatuan dari teori-teori yang disebut. Dengan
mendalami teori-teori etika di atas dapat memberikan wawasan bagi pengambil
6

keputusan tanpa harus menggunakan pedoman pengambilan keputusan. Namun


bagi beberapa pengambil keputusan lebih menyukai pedoman praktis daripada harus
mendalami teori-teori yang filosofis.
Sniff Tests & Common Rules of Thumb Preliminary Tests of the Ethicality of a
Decision, memberikan preliminary test yang dengan cepat sekedar untuk
memastikan bahwa keputusan yang diambil telah melalui beberapa test etika. Berikut
ini sniff test yang biasanya digunakan:
i. Apakah saya nyaman jika tindakan atau keputusan ini muncul besok pagi di
ii.
iii.
iv.
v.

halaman pertama surat kabar nasional?


Apakah saya bangga dengan keputusan ini?
Apakah ibu saya bangga dengan keputusan yang saya ambil?
Apakah keputusan ini sesuai dengan misi dan kode etik perusahaan?
Apakah saya nyaman dengan keputusan ini?

Selain itu, banyak eksekutif menggunakan semacan rule of thumb dalam proses
pengambilan keputusan beretika, sebagaimana contoh di bawah ini:
i. Golden rule :
Jangan perlakukan orang lain yang
kamu tidak ingin mereka lakukan terhadapmu
ii. Disclosure rule
:
Jika anda nyaman
tindakan

dan

menanyakan

keputusan
pada

diri

yang
sendiri,

akan

dengan

diambil

apakah

anda

setelah
tidak

berkeberatan jika rekan kerja, teman, dan keluarga anda


mengetahui hal ini
iii.Intuition ethics
:

Lakukan apa hang kata hati

anda katakan
iv.Categorical imperative :

Anda

dapat

menerapkan prinsip ini jika secara konsisten juga


dapat diterapkan pada orang lain.
v. Profesional ethics
:

Lakukan

hanya

yang dapat dijelaskan dan dipertanggungjawabkan


kepada Komite, jika diminta.
vi. Prinsip utilitarian Lakukan yang terbaik (paling bermanfaat) baig sebanyak
mungkin orang.
vii. Prinsip virtue

Lakukan apa yang dapat menggambarkan virtue yang

diharapkan.
Stakeholder Impact Analysis menerapan teori utilitarianisme dalam keputusan bisnis.
Kelebihan dari stakeholder impact analysis ini adalah memberikan kerangka analisis
mengenai pihak-pihak yang kemungkinan terkena pengaruh dri keputusan yang
diambil.
Tahapan dalam stakeholder impact analysis adalah sebagai berikut:
i. Analisis kepentingan dari masing-masing pemangku kepentingan
ii. Hitung dampak yang dapat dikuantifikasi, terhadap:
a. Laba
7

b. biaya eksternalitas
c. laba dan tidak dapat diukur langsung. Misalnya biaya sosial akibat
pengurangan pegawai.
d. net present value dari selisih present value dari benefit dikurangi
present

value

dari

biaya

akibat

tindakan

yang

sedang

dipertimbangkan akan dilakukan.


e. risk benefit analysis.
f. Pemangku kepentingan yang berpotensi terkena pengaruh dari
keputusan dan buat peringkat.
iii. Lakukan penilaian terhadap dampak yang tidak dapat dikuantifikasi.
a. Keadilan dan kesetaraaan antara pemangku kepentingan
b. Hak-hak dari pemangku kepentingan.

d. Pembahasan Kasus oleh Penyaji


Studi kasus yang dibahas oleh kelompok

: Kasus Ford Pinto

Gioia merupakan lulusan MBA di tahun 1972, ia diterima bekerja di perusahaan


impiannya, yaitu Ford Motor Company. Sebagai generasi tahun 1960an yang aktif
terlibat dalam demonstrasi anti perang Vietnam dan berbagai gerakan protes lainnya.
Ia tumbuh menjadi orang yang sangat berprinsip dan siap untuk mengubah dunia. Ia
juga kritis terhadap perusahaan yang dianggapnya hanya mengejar laba. Ia bercitacita untuk mengubah Ford dari dalam. Setelah keasyikan bekerja, menaklukkan satu
tantangan ke tantangan lain, dan berlomba dengan pegawai baru lainnya untuk
mendapat pengakuan sebagai bintang yang cemerlang. Iapun dengan cepat
dipromosikan menjadi Field Recall Coordinator yang mengumpulkan informasi terkait
dengan kemungkinan terjadinya masalah pada kendaraan dan memberikan
rekomendasi untuk menarik kembali mobil-mobil yang bermasalah. Jabatan ini
penting karena keputusannya dapat mempengaruhi keselamatan orang banyak.
Awalnya Gioia sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan.

Ia

mempertimbangkan banyak aspek bahkan dengan berjalannya waktu, ia semakin


trampil dalam pengambilan keputusan, dengan hanya memperhatikan beberapa
faktor kunci. Sampai pada suatu titik ketika itu perusahaan menghadapi tekanan
persaingan dari Jepang yang mengakibatkan penurunan produksi dan pengurangan
pekerja secara signifikan. Sehingga pertimbangan terkait nkelangsungan hidup
perusahaan menjadi dominan, termasuk ketika ia merekomendasikan Ford Pinto,
salah satu dari sedikit andalan perusahaan, untuk tidak perlu ditarik kembali. Padahal
telah jatuh beberapa korban yang terbakar karena adanya kesalahan dalam disain
dan penekanan biaya produksi. Kasus Ford Pinto pada akhirnya meledak menjadi isu
nasional. Gioia, setelah keluar dari perusahaan, mengakui keputusannya merupakan
8

keputusan yang tidak etis. Namun semasa ia bekerja di perusahaan ia tidak memiliki
sedikit keraguan. Paket sistem, organisasi ,lingkungan kerja, dan budaya
perusahaan berhasil mengubah Gioia menjadi orang yang berbeda, tanpa
disadarinya.
Dalam kasus pengambilan keputusan Dennys A. Gioia sesuai tugasnya di Ford
Motor

Company

mempertimbangan

sebagai
kedua

seorang
belah

Field

pihak,

yaitu

Recall

Coordinator,

kepentingan

ia

perusahaan

harus
dan

pelanggannya. Meskipun dengan karakter dan prinsip yang kuat, seorang Dennys A.
Gioia sangatlah sulit untuk bertahan dan tidak terpengaruh oleh nilai-nilai yang
berlaku di organisasi tempat ia bekerja, terlebih sebagai pegawai baru yang masih
membutuhkan pengakuan dari perusahaannya. Berdasarkan pembahasan di atas
dapat disimpulkan bahwa teori-teori tentang etika dan pengambilan keputusan yang
beretika tidaklah mudah untuk diterapkan dalam praktek secara langsung, karena
ada banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi seseorang bahkan untuk
seorang profesional sekalipun dalam mengambil keputusan, antara lain faktor
internal seperti karakter moral dan prinsip-prinsip pribadi yang dimiliki, serta cara
pandangannya terhadap suatu situasi yang dia hadapi dan faktor eksternal seperti
kewajiban, tuntutan, tanggung jawab serta berada dalam kondisi yang tidak terduga
sangat mempengaruhi pola pengambilan keputusan seseorang. Selain itu batasan
terhadap ketentuan benar atau salah baik secara umum dalam kehidupan sehari-hari
maupun secara khusus dalam lingkup kerja kita sebagai seorang profesional dalam
bidang apapun sangatlah bias. Sehingga apa yang menurut kita benar belum tentu
benar dimata publik. Lagi pula teori dan konsep serta prinsip-prinsip etika terlalu luas
dan fungsinya hanya sebagai dasar dan petunjuk untuk mengambil keputusan yang
benar tapi tidak bisa menjadi satu-satunya tolak ukur untuk menilai apakah
keputusan yang kita ambil itu benar atau salah. Namun satu hal yang dapat kita
pelajari dari kasus ini, bahwa menjadi penyebab jatuhnya korban jiwa akibat
keputusan yang kita buat seharusnya tidak perlu ada dalam opsi pertimbangan kita
karena dilihat dari sisi manapun itu adalah salah.

3. BAB III
MATERI : LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI
a. Praktik bisnis tidak beretika
Perusahaan-perusahaan bersaing menciptakan barang dan jasa yang dibutuhkan
masyarakat dengan lebih murah dan lebih baik sebagaimana yang dipercayai oleh Adam
Smith bahwa peran bisnis melalui pasar persaingan bebas akan menciptakan masyarakat
lebih sejahtera. Namun harapan Adam Smith tidak sepenuhnya terwujud, sebagaimana
yang terjadi di Amerika Serikat yang diakui sebagai negara yang konsisten menerapkan
kebijakan persaingan bebas dan mendorong peran bisinis dalam perekonomian. Pada tahun
1920an, banyak perusahaan yang melakukan manipulasi laporan keuangan yang kemudian
mendorong optimisme yang berlebihan dari pasar modal dan berakhir dengan kepanikan,
market crash, dan depresi ekonomi yang berkepanjangan. Namun keterlibatan Amerika
Serikat dalam perang Dunia II menyebabkan perekonomian membaik sehingga banyak
yang melupakan perilaku perusahaan yang tidak beretika di masa lalu.
NO
1

Tahun
1970-an

Pelaku
Ford Pinto

Tindakan tidak beretika


Berupaya meningkatkan pendapatan dengan
menekan biaya dan harga

melalui pembuatan

produk yang membahayakan konsumen


Merjer dan akuisisi
yang menyebabkan

Lockheed

perusahaan menjadi besar dan tidak efisien


sehingga merugikan pemegang saham
Skandal penyuapan
di luar negeri untuk

Lockheed
2

1990-an

Netscape

vs

mendapatkan kontrak
Persaingan berubah

menjadi

peperangan:

Microsoft

perang harga, talent war, browser war dan cola

Apple vs Samsung

wars.

Coca

cola

vs

PepsiCola

b. Skandal korporasi
Skandal korporasi di Amerika dapat ditelusuri pada tahun 1920-an di saat perekonomian
mengalami kemakmuran. Pasar modal sedang booming pada saat itu, ternyata ditopang
oleh aksi spekulasi dari investor dan manipulais laporan keuangan oleh emiten, yang pada
akhirnya terjadi market crash dan depresi ekonomi, berupa:
i.

Skandal Suap : Lockheed Aircraft Corporation

10

ii. Skandal Insider Trading : tiga serangkai Dennis Levine, Ivan Beoesky dan Michael
Milken serta investment bank Drexel Burnham Lambert
iii. Skandal Manipulasi Laporan Keuangan Korporasi Amerika : Enron
iv. Skandal Industri Keuangan : Industri keuangan melalui tindakan spekulatif dan
merugikan yaitu predatory lending dan pengembangan produk Credit Default Swap
(CDS) seperti yang dilakukan oleh AIG perusahaan asuransi terbesar di dunia
v. Skandal Korporasi di Asia : Kegagalan Corporate Governance pada perusahaan
Satyam di India, Olympus Corporation yang menyembunyikan kerugian perusahaan
selama lebih dari sepuluh tahun dan menggunakan dana yang dinyatakan untuk
komisi akuisisi beberapa perusahaan untuk menutup kerugian tersebut.
c. Lingkungan etika di Indonesia relatif lebih didominasi oleh peranan pemerintah
daripada peran bisnis. Lembaga pasar modal relative belum terinstitusionalisasi dan
sebagian besar industry bisnis masih merupakan perusahaan keluarga. Korupsi
masih merupakan penyakit turunan di Indonesia walaupun era kepemimpinan telah
berganti mulai dari Orde lama, Orde baru, reformasi bahkan sampai saat ini. Kasus
koruspsi yang ramai dibicarakan adalah kasus jual beli anggaran di DPR yang
melibatkan anggota partai politik, Nazarudin-bendahar umum partai demokrat.
d. Tuntutan masyarakat terhadap bisnis lahir dari berbagai permasalahan global yang
muncul dan membuat penderitaan dan menimbulkan perubahan drastic dalam
kehidupan mansia, berupa:
i. Masalah pencemaran lingkungan : Pemanasan global dan krisis energy
ii. Anti globalisasi yang terlihat dengan adanya berbagai demostrasi pada saat
pertemuan KTT yang diselenggarakan oleh WTO, IMF, Bank Dunia, G8 dan
organisasi lainnya.
e. Inisiatif untuk menciptakan bisnis yang bertanggungjawab dan berkelanjutan
i. Corporate Social Responsibility dari World Business Counsil for Sustainable
Development (WBCSD) merupakan 160 perusahaan internasional yang
bergabung dengan komitmen yang sama terhadap lingkungan

hidup dan

terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan


ii. Global Corporate Citizenship dari World Economic Forum CEOs merupakan
komitmen bersama para pemimpin perusahaan dalam menjalankan bisnis yang
bertanggungjawab dan harus melebihi filantropi dan harus terintegrasi dengan
strategi praktik usaha inti mereka. Mereka menyadari bahwa kunci utama
keberhasilan menjadi global corporate

citizens adalah hubungan yang baik

dengan para pemangku kepentingan yang utama. Framework for action yang
direkomendasikan adalah :
a) Provide leadersip
b) Define what it means for your company
c) Make it Happen
d) Be Transparant about it
iii. UN Global Impact merupakan inisiatif yang diciptakan oleh PBB untuk
mempromosikan corporate citizens. Inti dari Global Impact adalah 10 prinsip
11

yang

harus

dikembangkan

berdasarkan

konvensi

dan

kesepakatan

internasional terhadap hak asasi manusia, tenaga kerja perlindungan terhadap


f.

lingkungan hidup dan anti korupsi.


Studi kasus yang dibahas oleh kelompok

:Kasus Enron dan KAP Arthur Andersen

Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas


alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung
pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian
melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas meliputi future transaction, trading
commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan. Kasus Enron mulai terungkap
pada bulan Desember tahun 2001 dan terus menggelinding pada tahun 2002
berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan global yang di tandai dengan
menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan dunia,
mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron, suatu perusahaan yang
menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat
dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan
meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar. Dalam kasus Enron
diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan
dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami
kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham
tetap diminati investor.
Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi
negatif bagi banyak pihak. Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor
Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana
pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya
(social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan
meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek.
Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai
kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness
information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban
amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak
secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan
norma dan etika bisnis yang sehat. Lalu apa yang dituai oleh Enron dan KAP
Andersen dari sebuah ketidak jujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak
etis? adalah hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi
banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hokum.

12

4. BAB IV
MATERI : AKUNTAN PROFESIONAL DALAM BISNIS
a. Prinsip utama akuntan professional, terdiri atas:
i. Integritas
ii. Objektivitas
iii. Memiliki kompetensi dan kehati-hatian professional
iv. Kerahasiaan
v. Perilaku Profesional
b. Ancaman terhadap Profesionalitas dan Pengamanannya.
Ancaman dapat tercipta dari berbagai bentuk hubungan dan situasi. Ancaman
penting untuk diidentifikasi oleh akuntan sehingga dapat menentukan cara
pengamanan terhadap ancaman yang dapat ditimbulkan. Terdapat beberapa kategori
ancaman sebagai berikut:
i. Ancaman kepentingan pribadi
ii. Ancaman telaah pribadi
iii. Ancaman advokasi
iv. Ancaman kedekatan
v. Ancaman intimidasi
Pengamanan adalah tindakan atau upaya lainnya untuk menghilangkan
mengurangi ancaman

atau

sampai pada tingkat yang dapat diterima. Pengamanan

dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:


i. Pengamanan yang diciptakan oleh profesi, undang-undang atau pemerintah
ii. Pengamanan dalam lingkungan kerja
Dalam menyelesaikan konflik etika, akuntan professional perlu mempertimbangkan
factor-faktor berikut:
i. Fakta-fakta yang relevan
ii. Isu etika
iii. Prinsip utama yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dipecahkan
iv. Prosedur-prosedur internal yang telah ada dan
v. Tindakan-tindakah alternative
c. Etika Akuntan Profesional dalam Bisnis, akuntan professional dilarang terlibat dalam
bisnis, pekerjaan ataupun kegiatan yang diketahuinya merusak atau dapat merusak
integritas, objektivitas atau nama baik dari profesi yang bertentangan dengan prinsip
utama akuntan professional. Dalam situasi di mana akuntan professional di bisnis
meyakini adanya perilaku atau tindakan beretika akan terus muncul dalam organisasi
pemberi kerja, akuntan professional dalam bisnis perlu mempertimbangkan saran
hukum. Dalam situasi di mana seluruh pengamanan telah digunakan dan tidak
mungkin untuk mengurangi ancaman ke tingka yang dapat diterima, akuntan
professional harus mempertimbangkan untuk berhenti dari organisasi pemberi kerja.
d. Studi kasus yang dibahas oleh kelompok
:Kasus Pelanggaran Kode Etik Profesi
Akuntan Publik pada Kasus Bank Lippo (Laporan Keuangan Ganda Bank Lippo
Tahun 2002)
13

Kasus ini merupakan kasus dimana Bank Lippo melakukan pelaporan laporan
keuangan ganda pada tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi
laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002,
yang masing-masing berbeda. Berikut laporan keuangan tersebut :

Laporan pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media
massa pada 28 November 2002.

Laporan kedua, yang diberikan kepada BEJ pada 27 Desember 2002.

Laporan ketiga, yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan
publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan
disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003.

Review penyajian kasus oleh kelompok penyaji:

terdapat kerancuan dalam

kasus yang dibawakan oleh kelompok penyaji, terkait laporan ketiga yang
disampaikan oleh akuntan publik (auditor Ruchjat Kosasih).
Akuntan

Publik

tidak

memiliki

wewenang

dalam

Mengingat Kantor

menyampaikan

dan

mempublikasikan laporan keuangan sebagaimana yang dipaparkan dalam kasus


oleh kelompok penyaji.

Tangungjawab terkait laporan keuangan merupakan

tanggungjawab pihak manajemen. Sehingga, terdapat beberapa hal yang perlu


diklarifikasi dan dikaji kembali mengenai kasus perilaku tidak etis yang dialamatkan
kepada Kantor Akuntan Publik sebagaimana yang disajikan oleh kelompok penyaji.

14

5. BAB V
MATERI : AKUNTAN PROFESIONAL DALAM PRAKTIK PUBLIK
a. Ancaman dan Pencegahan
Kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat terancam oleh berbagai situasi.
Sebagaimana dijelaskan pada modul sebelumnya, ancaman-ancaman tersebut
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
i.
Ancaman kepentingan pribadi yaitu ancaman yang terjadi sebagai akibat
darikepentingan keuangan maupun kepentingan lainnya dari praktisi maupun
ii.

anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekat dari praktisi


Ancaman telaah pribadi yaitu ancaman yang terjadi ketika pertimbangan yang
diberikan

iii.

sebelumnya

dievaluasi

kembali

oleh

praktisi

yang

bertanggung jawab atas pertimbangan tersebut


Ancaman advokasi yaitu ancaman yang terjadi ketika praktisi menyatakan
sikap atau pendapat

iv.

harus

mengenai suatu hal yang dapat mengurangi

onjektivitasnya selanjutnya dari praktisi tersebut;


Ancaman kedekatan yaitu ancaman yang terjadi ketika praktisi terlalu
bersimpati terhadap kepentingan pihak lain sebagai akibat dari kedekatan

v.

hubungannya
Ancaman intimidasi adalah ancaman yang terjadi ketika praktisi dihalangi

untuk bersikap objektif.


Pencegahan adalah tindakan

atau upaya lainnya untuk menghilangkan

atau

mengurangi ancaman sampai pada tingkat yang dapat diterima. Pencegahan dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu:
i.
Pencegahan yang diciptakan oleh profesi, Undang-Undang atau Pemerintah
ii.
Pencegahan dalam lingkungan kerja
Pencegahan pada tingkat institusi lingkungan kerja mencakup antara lain:
1. Kepemimpinan pada KAP yang menekankan pentingnya kepatuhan pada
prinsip utama etika profesi.
2. Kepemimpinan pada KAP yang mengharapkan agar anggota tim assurance
bertindak untuk melindungi kepentingan publik.
3. Kebijakan dan prosedur untuk menerapkan dan memantau pengendalian
mutu pelaksanaan perikatan.
4. Kebijakan yang terdokumentasi mengenai kebutuhan untuk mengidentifikasi
ancaman

terhadap

kepatuhan

pada

prinsip

utama

etika

profesi,

mengevaluasi signifikansi ancaman, serta mengidentifikasi dan menerapkan


pencegahan untuk menghilangkan ancaman atau menguranginya ketingkat
yang dapat diterima.
5. Kebijakan dan prosedur internal yang terdokumentasi yang memastikan
terjaganya kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi.
6. Kebijakan dan prosedur untuk memastikan teridentifikasinya kepentingan
atau hubungan antara KAP atau anggota tim yang ditugaskan dengan klien.
15

7. Kebijakan dan prosedur untuk memantau ketergantungan KAP terhadap


jumlah pendapatan yang diperoleh dari satu klien.
8. Penggunaan rekan dan tim yang berbeda dengan lini pelaporan yang
terpisah dalam pemberian jasa professional selain jasa assurance kepada
klien assurance.
9. Kebijakan dan prosedur yang melarang personil yang bukan merupakan
anggota tim untuk memengaruhi hasil pekerjaan.
10. Komunikasi yang tepat waktu mengenai kebijakan dan prosedur (termasuk
perubahannya) kepada seluruh rekan dan staf KAP, serta pelatihan dan
pendidikan yang memadai atas kebijakan dan prosedur tersebut.
11. Penunjukan seorang anggota manajemen senior untuk bertanggung jawab
mengawasi berfungsinya system pengendalian mutu KAP.
12. Pemberitahuan kepada seluruh rekan dan staf KAP mengenai klien-klien
assurance dan entitas-entitas yang terkait dengannya untuk menjaga
independensi terhadap klien assurance dan entitas yang terkait tersebut.
13. Mekanisme pendisiplinan yang mendorong kepatuhan pada kebijakan dan
prosedur yang telah diterapkan.
14. Kebijakan dan prosedur yang mendorong dan memotivasi staf untuk
berkomunikasi dengan pejabat senior KAP mengenai setiap isu yang terkait
dengan kepatuhan pada prinsip utama etika profesi yang menjadi
kekhawatirannya.
Pencegahan pada tingkat perikatan dalam lingkungan kerja mencakup antara lain:
1. Melibatkan praktisi lain yang tidak terlibat dalam layanan selain assurance
untuk menelaah hasil pekerjaan yang telah dilakukan atau untuk memberikan
saran yang diperlukan.
2. Melibatkan praktisi lain yang tidak terlibat dalam tim assurance untuk
menelaah hasil pekerjaan yang telah dilakukan atau untuk memberikan saran
yang diperlukan.
3. Melakukan konsultasi dengan pihak ketiga yang independen, seperti
komisaris independen, organisasi profesi, atau praktisi lainnya.
4. Mendiskusikan isu-isu etika profesi dengan pejabat klien yang bertanggung
jawab atas tata kelola perusahaan.
5. Mengungkapkan kepada pejabat klien yang bertanggung jawab atas tata
kelola perusahaan mengenai sifat dan besaran imbalan jasa professional
yang dikenakan.
6. Meminta KAP lain untuk mengerjakan, atau megerjakan ulang, suatu bagian
dari perikatan.
7. Merotasi personil senior tim assurance.
Pencegahan dalam system dan prosedur yang diterapkan oleh klien mencakup antara
lain:

16

1. Klien menugaskan orang-orang diluar manajemen untuk memeriksa dan


menyetujui penunjukan KAP.
2. Klien memiliki karyawan yang kompeten dengan pengalaman dan senioritas
yang memadai untuk mengambil keputusan manajemen.
3. Klien telah menerapkan prosedur internal untuk memastikan objektivitas
dalam proses pemilihan atas perikatan selain assurance.
4. Klien memiliki struktur tata kelolah perusahaan yang memastikan terciptanya
pengawasan dan komunikasi yang memadai sehubungan dengan jasa
professional yang diberikan oleh KAP.
b. Penunjukkan Profesional
Dalam hal penunjukkan professional baik meliputi tahapan penerimaan klien,
penerimaan penugasan/perikatan maupun perubahan dalam penunjukkan praktisi
dan KAP, setiap praktisi harus mempertimbangkan potensi terjadinya ancaman
terhadap kepatuhan pada prinsip utama etika profesi yang dapat terjadi diakibatkan
oleh diterimanya klien tersebut. Jika ancaman yang diidentifikasi merupakan
ancaman yang signifikan, maka pencegahan yang tepat harus dipertimbangkan
berupa:
1. Memperoleh pemahaman yang memadai mengenai sifat dan kompleksitas
kegiatan bisnis klien, persyaratan perikatan, serta tujuan, sifat dan lingkup
pekerjaan yang akan dilakukan.
2. Memperoleh pengetahuan yang relevan mengenai industry atau hal pokok
dari penugasan.
3. Memiliki pengalaman mengenai peraturan dan persyaratan pelaporan yang
relevan.
4. Menugasakan jumlah staf yang memadai dengan kompetensi yang
diperlukan.
5. Menggunakan tenaga ahli jika dibutuhkan.
6. Menyetujui jangka waktu pelaksanaan perikatan yang realistis.
7. Mematuhi kebijakan dan prosedur pengendalian mutu yang dirancang
sedemikian rupa untuk memastikan diterimanya perikatan hanya bila
perikatan tersebut dapat dilaksanakan secara kompeten
Jika ancaman yang diidentifikasi merupakan ancaman yang signifikan, maka
pencegahan yang tepat harus dipertimbangkan. Pecegahan yang dapat dilakukan
oleh Praktisi Pengganti mencakup antara lain:
1. Mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan klien secara lengkap dan
terbuka dengan Praktisi Pendahulu;
2. Meminta Praktisi Pendahulu untuk memberikan informasi mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan klien yang diketahuinya yang relevan bagi Praktisi
Pengganti, sebelum praktisi pengganti memutuskan untuk menerima
perikatan tersebut.
17

c. Benturan Kepentingan
Setiap praktisi harus mengidentifikasi setiap situasi yang dapat menimbulkan
benturan kepentingan, karena situasi tersebut dapat menimbulkan ancaman
terhadap kepatuhan pada prinsip utama etika profesi. Sebagai contoh, ancaman
terhadap objektivitas dapat terjadi ketika praktisi bersaing secara langsung dengan
klien atau memiliki kerjasama usaha atau kerjasama sejenis lainnya dengan pesaing
utama klien. Ancaman terhadap objektivitas atau kerahasiaan dapat terjadi ketika
praktisi memberikan jasa professional untuk klien-klien yang kepentinganya saling
berbenturan atau kepada klien-klien yang sedang saling berselisih dalam suatu
masalah atau transaksi.
d. Pendapat kedua
Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip utama etika dapat terjadi ketika praktisi
diminta untuk memberikan pendapat kedua (second opinions) mengenai penerapan
akuntansi, auditing, pelaporan, standar/prinsip lain untuk keadaan atau transaksi
tertentu,oleh atau kepentingan, pihak-pihak selain klien, tergantung dari kondisi yang
melingkupi permintaan pendapat kedua, serta seluruh fakta dan asumsi lain yang
tersedia yang terkait dengan pendapat professional yang diberikan.
ketika

diminta

untuk

memberikan

pendapat

kedua,

setiap

Sehingga,

praktisi

harus

mengevaluasi signifikansi setiap ancaman, maka pencegahan yang tepat harus


dipertimbangkan dan diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut atau
menguranginya ke tingkat yang dapat diterima.
Pencegahan tersebut mencakup antara lain:
i.
Meminta persetujuan dari klien untuk menghubungi praktisi yang memberikan
ii.

pendapat pertama;
Menjelaskan mengenai keterbatasan pendapat yang dapat diberikan kepada

iii.

klien; dan
Memberikan salinan pendapat kepada praktisi yang memberikan pendapat

Jika

pertama.
perusahaan

atau entitas yang

meminta pendapat

tidak memberikan

persetujuannya kepada praktisi yang memberikan pendapat kedua untuk melakukan


komunikasi dengan praktisi yang memberikan pendapat pertama, maka praktisi yang
diminta untuk memberikan pendapat kedua tersebut harus mempertimbangkan
seluruh fakta dan kondisi untuk menentukan dapat tidaknya memberikan pendapat
kedua.
e. Fee dan remunerasi lainnya
Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat saja terjadi dari
besaran fee yang diusulkan. Signifikan ancaman akan tergantung dari faktor seperti
bearan fee yang diusulkan, serta jenis dan lingkup jasa professional yang diberikan.
Pencegahan yang tepat harus dipertimbangkan dan diterapkan untuk menghilangkan

18

ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima. Pencegahan


tersebut mencakup antara lain:
1. Membuat klien memahami persyaratan dan kondisi perikatan, terutama dasar
penentuan besaran fee, serta jenis dan lingkup jasa professional yang
diberikan.
2. Mengalokasikan waktu yang memadai dan menggunakan staf yang
kompeten dalam perikatan tersebut.
Fee yang bersifat kontinjen telah digunakan secara luas untuk jasa professional
tertentu selain jasa assurance. Namun demikian, dalam situasi tertent fee yang
bersifat kontinjen dapat menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip
dasar etika profesi, yaitu ancaman kepentingan pribadi terhadap objektivitas.

f.

Signifikansi ancaman tersebut akan tergantung dari beberapa faktor sebagai berikut:
1. Sifat perikatan;
2. Rentang besaran fee yang dimungkinkan;
3. Dasar penetapan besaran imbalan jasa professional;
4. Ada tidaknya penelaahan hasil pekerjaan oleh pihak ketiga yang independen.
Pemasaran Jasa Profesional
Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip utama etika profesi dapat terjadi ketika
praktisi mendapatkan suatu perikatan melalui iklan atau bentuk pemasaran lainnya.
Sehingga, setiap praktisi tidak boleh merusak reputasi profesi dalam memasarkan
jasa profesionalnya. Setiap praktisi harus bersikap jujur dan tidak boleh melakukan
tindakan-tindakan sebagai berikut :
1. Membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa professional yang
dapat diberikan, kualifikasi yang dimilik, atau pengalaman yang telah
diperoleh; atau
2. Membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang

tidak didukung bukti terhadap hasil pekerjaan praktisi lain.


g. Hadiah dan Keramah-tamahan
Praktisi maupun keluarga dekatnya mungkin saja ditawari suatu hadiah atau bentuk
keramah-tamahan (hospitality) lain oleh klien. Penerimaan pemberian tersebut dapat
menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip utama etika profesi,
sebagai contoh, ancaman kepentingan pribadi terhadap objektivitas dapat terjadi
ketika hadiah dari klien diterima, atau ancaman intimidasi terhadap objektivitas dapat
terjadi sehubungan dengan kemungkinan dipublikasikannya penerimaan hadiah
tersebut.

Jika ancaman yang dievaluasi merupakan ancaman yang signifikan,

maka pencegahan yang tepat harus dipertimbangkan dan diterapkan untuk


menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat yang dapat
diterima. Jika ancaman tersebut tidak dapat dihilangkan atau dikurangi ke tingkat
yang dapat diterima, maka praktisi tidak diperbolehkan untuk menerima pemberian
tersebut.
h. Menyimpan Aset Klien
19

Setiap praktisi tidak boleh mengambil tanggung jawab menyimpan uang atau asset
lainnya milik klien, kecuali jika diperbolehkan oleh ketentuan hukum yang berlaku
dan jika demikian, praktisi wajib menyimpan asset tersebut sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku. Penyimpanan asset milik klien dapat menimbulkan ancaman
terhadap kepatuhan pada prinsip utama etika profesi, sebagai contoh, ancaman
kepentingan pribadi terhadap perilaku professional dan objektivitas dapat terjadi dari
i.

penyimpanan asset klien tersebut.


Objektivitas
Dalam memberikan jasa profesionalnya, setiap praktisi harus mempertimbangkan
ada tidaknya ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip utama objektivitas yang
dapat terjadi dari adanya kepentingan dalam, atau hubungan dengan, klien baik
direktur, pejabat, atau karyawannya. Sebagai contoh, ancaman kedekatan terhadap
kepatuhan pada prinsip dasar objektivitas dapat terjadi dari hubungan keluarga,
hubungan kedekatan pribadi, atau hubungan bisnis.
Pencegahan tersebut mencakup antara lain:
1. Mengundurkan diri dari tim perikatan.
2. Menerapkan prosedur pengawasan yang memadai.
3. Menghentikan hubungan keuangan atau hubungan yang dapat menimbulkan
ancaman.
4. Mendiskusikan ancaman tersebut dengan manajemen senior KAP.
5. Mendiskusikan ancaman tersebut dengan pihak klien yang bertanggung jawab

j.

atas tata kelola perusahaan.


Independensi Dalam Perikatan Audit dan Review
Perikatan audit dan review merupakan perikatan assurance dimana praktisi
menyatakan pendapatnya (kesimpulan) atas Laporan Keuangan. Perikatan audit dan
review. Dalam melaksanakan perikatan audit dan review, anggota tim, KAP, dan
jaringan KAP, diwajibkan untuk bersikap indenpenden terhadap klien audit
sehubungan dengan tugas mereka untuk melindungi kepentingan publik.
Independensi yang diatur dalam Etika Profesi mewajibkan setiap praktisi untuk
bersikap sebagai berikut:

1. Independensi dalam pemikiran


Independensi dalam pemikiran merupakan sikap mental yang memungkinkan
pernyataan pemikiran yang tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat mengganggu
pertimbangan professional, sehingga memungkinkan seorang individu untuk
bertindak dengan integritas menerapkan objektivitas dan, skeptisisme profesioanal.
2. Independensi dalam penampilan
Independensi dalam penampilan merupakan sikap yang menghindari tindakan atau
situasi yang dapat menyebabkan pihak ketiga (pihak yang rasional dan memiliki
20

pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pencegahan yang


diterapkan)

menyimpulkan

bahwa

integritas,

objektivitas,

atau

skeptisisme

professional telah dikorbankan.


k. Independensi Dalam Perikatan Assurance Lainnya
Perikatan assurance bertujuan untuk memperkuat tingkat keyakinan pengguna atas
hasil evaluasi atau pengukuran yang dilakukan berdasarkan suatu kriteria terhadap
suatu hal pokok tertentu. International Framework for Assurance Engangement
(Assurance Framework) yang dikeluarkan oleh International Audting and Assurance
Standards Board menjelaskan elemen dan tujuan dari perikatan assurance dan
mengidentifikasi perikatan yang harus menerapkan International Standards on
Assurance Engangements (ISAE).
Kepatuhan pada prinsip utama objektivitas menuntut independensi dari klien
assurance. Perikatan assurance terkait dengan kepentingan publik, karena itu
anggota dari tim assurance dan KAP independen dari klien assurance dan setiap
ancaman harus dievaluasi serta tindakan pencegahan harus diterapkan. Definisi
independensi pada perikatan assurance lainnya ini sama dengan definisi pada
perikatan audit dan review.
l.

Studi kasus yang dibahas oleh kelompok

Kasus

Suap

Walikota

Tomohon

Terhadap Auditor BPK Manado


Kasus Walikota Tomohon Jefferson Rumajar terbukti melakukan suap terhadap dua
auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yaitu Bahar dan Muhamad Munzir. Dua orang
BPK sebagai penerima mandat Negara dalam menegakan memeriksa laporan keuangan
negara menerima hadiah yaitu uang tunai sebesar Rp. 600 juta dan pemberian fasiltas hotel
dan sewa kendaraan sebesar Rp. 7,5 juta yang diberikan oleh Jefferson Rumajar selaku
Walikota Tomohon untuk mengubah opini pemeriksaan laporan keuangan yang lebih baik
dari Tidak Memberikan Pendapat (TPM-disclaimer), menjadi Wajar Dengan Pengecualian
(WDP).
Dua orang auditor BPK dan Walikota Tomohan bertindak tidak etis sebab mereka
tidak memiliki sikap transparan, integritas, profesionalisme kerja dan tidak menjadikan etika
sebagai rambu-rambu dalam melakukan audit. Etika sangatlah penting karena etika sebagai
rambu-rambu

dalam

suatu

kelompok

masyarakat

yang

dapat

membimbing

dan

mengingatkan anggota lainnya kepada suatu tindakan yang terpuji yang harus dipatuhi dan
dilaksanakannya.

21

Terbukti juga auditor BPK ternyata tidak mampu menyatakan yang benar itu benar
dan yang salah itu salah dengan objektivitas. Sebab, mereka telah menerima suap untuk
mengubah opini hasil pemeriksaan laporan keuangan dari Tidak Memberikan Pendapat
(TPM-disclaimer), menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Seharusnya sebagai
seorang auditor BPK harus bisa mempertahankan integritas, bertindak jujur, dan tegas
dalam mempertimbangkan fakta dan tanpa dipengaruhi tekanan dan permintaan pihak
tertentu atas kepentingan pribadinya.

Hasil analisis dari segi ancaman adalah sebagai berikut:


1. Ancaman kepentingan pribadi: anggota BPK memiliki kepentingan pribadi yaitu untuk
memperkaya diri sendiri sehingga menerima hadiah (suap) yaitu uang tunai sebesar Rp.
600 juta dan pemberian fasiltas hotel dan sewa kendaraan sebesar Rp. 7,5 juta,
sehingga mengubah opini audit dari Tidak Memberikan Pendapat (TPM-disclaimer),
menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
2. Ancaman telaah pribadi : pihak KPK yang memeriksa sehingga dinyatakan adanya suap
kepada anggota BPK untuk memanipulasi opini audit dan menyebabkan anggota BPK
harus menjalani proses hukum
3. Ancaman advokasi : praktisi menyatakan sikap atau pendapat mengenai suatu hal yang
dapat mengurangi onjektivitasnya selanjutnya dari praktisi tersebut;Bertindak sebagai
pengacara yang mewakili klien audit dalam litigasi atau perselisihan dengan pihak
ketiga.
4. Ancaman kedekatan : adanya simpati yang timbul dari anggota BPK terhadap
kepentingan dari Walikota Tomohon
5. Ancaman intimidasi : adanya ancaman akan dipublikasikannya pemberian hadiah
berupa uang tunai dan fasilitas yang diterima anggota BPK ke masyarakat umum.
Hasil analisis dari segi Pencegahan yaitu:
1. Pencegahan yang diciptakan oleh profesi, undang-undang atau pemerintah. Dari segi
pendidikan, pelatihan dan pengalaman ke 2 anggota BPK adalah orang-orang yang
berpengalaman dibidangnya dan telah mengikuti pelatihan dan praktek audit
sebelumnya, telah memahami standar-standar dan peraturan perundangan yang
berlaku.
2. Pencegahan dalam lingkungan kerja.
Pihak BPK memiliki majelis kehormatan kode etik BPK yang diatur dalam peraturan
Badan Pemeriksa Keuangan nomor 1 Tahun 2013, yang memiliki tugas untuk
memeriksa pelanggaran yang dilakukan pemeriksa BPK serta adanya pihak Komisi
Pemberantas Korupsi (KPK) yang memeriksa kasus-kasus korupsi serta Badan
pemerintahan lainnya.
22

3. Pencegahan pada tingkat institusi dalam lingkungan kerja, dalam kasus ini menurut
kelompok, BPK adalah Badan yang memiliki peraturan, etika bahkan standar-standar
yang harus dipatuhi oleh setiap anggota BPK namun pencegahan dari segi institusi tidak
saja cukup apabila anggota BPK yang bersangkutan tidak memiliki etika, mental yang
baik sebagai seorang auditor sebagaimana semestinya.
4. Pencegahan pada tingkat perikatan dalam lingkungan kerja mencakup antara lain:
BPK memiliki majelis kehormatan kode etik BPK yang diatur dalam peraturan Badan
Pemeriksa Keuangan nomor 1 tahun 2013, yang memiliki tugas untuk memeriksa
pelanggaran yang dilakukan pemeriksa BPK serta adanya pihak Komisi Pemberantas
Korupsi (KPK) yang memeriksa kasus-kasus korupsi serta Badan pemerintahan lainnya.
5. Pencegahan dalam system dan prosedur yang diterapkan oleh klien
Secara prosedur pemerintah telah menerapkan undang-undang dan standar operasional
prosedur demi terciptanya Good Corporate Governance, pemerintahan yang baik dan
bersih namun kenyataanya ada oknum tertentu yang memanfaatkan kekuasaannya
untuk kepentingan pribadi

23

6. BAB VI
MATERI : IKLIM ETIKA DAN ORGANISASI BERINTEGRITAS
a. Pentingnya membangun Iklim Etika dan Organisasi Berintegritas
Permasalahan etika bukanlah permasalahan individual. Setiap individual bertanggung
jawab terhadap tindakan-tindakan tidak beretika yang mereka lakukan, selayaknya
organisasi dan perusahaan sangat berkepentingan terhadap perilaku etika dari orangorang yang bekerja pada organisasi dan perusahaan tersebut, organisasi juga dapat
mempengaruhi perilaku seseorang. Peristiwa juga terjadi bukan disengaja oleh
manajemen. Namun terdapat beberapa faktor di dalam organisasi yang menciptakan
situasi tersebut.
b. Keterbatasan Program Compliance
Program Compliance menekankan pada pencegahan tindakan yang melawan hukum,
melalui peningkatan pemantauan dan pengawasan serta dengan memberikan hukuman
bagi pelanggar. Manajer harus mengembangkan standar dan prosedur, menugaskan
pegawai-pegawai yang memiliki jabatan yang tinggi untuk mengawasi kepatuhan
terhadap standar dan prosedur menghindari pendelegasian wewenang kepada orangorang yang berpotensi untuk melakukan pelanggaran, mengkomunikasikan standar dan
prosedur melalui pelatihan dan publikasi, melakukan audit kepatuhan, proses
pemantauan, sistem whistleblowing dimana pegawai dapat melaporkan tindakan
melawan hukum tanpa merasa takut dihukum, secara konsisten menegakkan standar
melalui tindakan-tindakan disiplin, secara tepat melakukan tindakan jika terdeteksi
pelanggaran, dan melakukan langkah-langkah pencegahan sejenis tidak terulang di
masa mendatang.
Terdapat beberapa keterbatasan atas program compliance ini, berupa:
i.

Perusahaan multinasional menghadapi perbedaan hukum dan aturan pada masing-

masing negara.
ii. Terlalu menekankan kepada pemberian ancaman deteksi dan hukuman untuk
mendorong perilaku yang mentaati hukum.
iii. Program ini cenderung untuk tidak mendorong terciptanya imajinasi moral atau
komitmen. Hukum tidak dimaksudkan untuk menginspirasi manusia untuk
melakukan hal terbaik atau melakukan perbedaan. Program ini bukan pedoman
untuk perilaku keteladanan atau bahkan untuk praktik-praktik yang baik.
c. Integritas sebagai tata kelola etika
Pendekatan berbasis integritas ini diyakini akan membuat organisasi memiliki
standar yang lebih kuat. Jika program compliance berakar pada upaya untuk menghindari
24

pelanggaran hukum, maka organisasi yang berintegritas berbasis konsep pengelolaan


sendiri (self-governance) berdasarkan sekumpulan prinsip. Dari perspektif integritas, tugas
dari manajemen etika adalah untuk mendefenisikan dan menghidupkan nilai-nilai organisasi,
untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perilaku yang beretika baik, dan untuk
menanamkan rasa akuntabilitas bersama di antara pegawai. Tuntutan untuk mematuhi
hukum akan dilihat sebagai aspek positif dari kehidupan organisasi daripada sebagai
kendala yang tidak diinginkan dan dipaksa oleh pihak otoritas.
Pada pendekatan integritas, konsep etika yang disepakati oleh anggota organisasi
merupakan kekuatan utama dari organisasi. Nilai-nilai etika akan mempertajam upaya
pencarian kesempatan, perancangan sistem organisasi, dan proses pengambilan keputusan
yang digunakan oleh individu dan kelompok. Bentuk dari program integritas menyerupai
dengan program compliance, seperti kode etik, pelatihan, mekanisme pelaporan, investigasi
atas potensi pelanggaran, dan audit dan pengawasan untuk menjamin standar dan aturan
perusahaan dijalankan dan dipatuhi. Sebagai tambahan, jika dirancang dengan tepat,
program berbasis integritas dapat menciptakan dasar untuk mencari kemanfaatan dari
kepatuhan terhadap hukum.
Perbedaan Karakteristik dan Implementasi antara program compliance dan organisasi
berintegritas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1
Perbedaan Karakteristik Program Compliance dan Integritas
Karakteristik
Etika

Program Compliance
Sesuai dan taat dengan standar

Program Integritas
Mengelola sendiri sesuai dengan standar

yang

luar

yang dipilih

tindakan

Mendorong

diterapkan

dari

Tujuan

organisasi
Mencegah

Kepemimpinan

melawan hukum
Dipimpin oleh ahli hukum

terjadinya

tindakan-tindakan

bertanggung jawab
Dipimpin
oleh
manajemen

yang
dengan

bantuan ahli hukum, spesialis SDM dan


Metode

Pendidikan,
kewenangan,

Asumsi

pengurangan
auditing

dan

lain-lain.
Pendidikan,kepemimpinan,

akuntabilitas,

sistem organisasi dan proses pengambilan

pengawasan

keputusan, auditing dan pengawasan,

Otonom/individualis yang didorong

pemberian hukuman.
Dipandu oleh kepentingan diri sendiri yang

oleh kepentingan diri sendiri yang

bersifat material, nilai-nilai, kesempurnaan

bersifat material.

dan rekan sejawat.

25

Tabel 2
Perbedaan Implementasi Program Compliance dan Integritas
Implementasi
Standar

Staffing
Kegiatan

Program compliance
Hukum Pidana dan UU terkait

Program Integritas
Nilai-nilai dan aspirasi

dengan

organisasi

kewajiban sosial, termasuk kewajiban taat

standar

hukum
Pimpinan dan manajer
Menjalankan organisasi berdasarkan nilai-

kegiatan

perusahaan
Ahli hukum
Mengembangkan
compliance,
komunikasi,

pelatihan

dan

pelaporan

nilai

dan

pelatihan

pelanggaran, investigasi,audit atas

dalam

sistem

ketaatan,penegakan standar

bimbingan dan pelatihan, menilai kinerja


pemecahan

Sistem dan standar compliance

organisasi,memberikan

nilai-nilai,

identifikasi

masalah,

mengawasi

sistem

dan

standar

compliance.
d. Program integritas yang efektif
Pada dasarnya tidak ada satu jenis program integritas yang baik. Banyak faktor yang
mempengaruhi program integritas pada satu organisasi perusahaan, seperti pribadi
pimpinan organisasi, sejarah organisasi, budaya organisasi, lini bisnis, dan regulasi industri.
Namun demikian, terdapat beberapa karakteristik dari program integritas yang efektif, yaitu :
i.
Nilai dan komitmen yang masuk akal dan secara jelas dikomunikasikan.
ii.
Pimpinan organisasi secara pribadi memiliki komitmen, dapat dipercaya, dan
bersedia untuk melakukan tindakan atas nilai-nilai yang mereka pegang.
Nilai-nilai yang digunakan terintegrasi dalam proses pengambilan keputusan
manajemen dan tercermin dalam kegiatan-kegiatan penting organisasi; penyusunan
rencana, penetapan sasaran, pencarian kesempatan, alokasi sumber daya,
pengumpulan dan komunikasi informasi, pengukuran kinerja, dan pengembangan
iv.

dan

ketaatan.
Pengambilan keputusan dan nilai-nilai
organisasi,

iii.

dan

komunikasi, pengintegrasian nilai-nilai ke

berbasis

Pendidikan

standar,

organisasi,

SDM.
Sistem dan struktur organisasi mendukung dan menguatkan nilai-nilai organisasi.

Keberhasilan dalam menciptakan iklim untuk perilaku yang beretika dan bertanggung jawab
membutuhkan upaya yang berkelanjutan dan investasi yang cukup besar dalam waktu dan
sumberdaya. Suatu buku kode etik yang mewah, pejabat yang berpangkat tinggi di bidang
etika, program pelatihan, dan audit etika tahunan , jebakan-jebakan program etika lainnya
tidak perlu ditambahkan dalam organisasi yang bertanggung jawab dan taat hukum yang
nilai-nilai dimiliki tercermin dalam tindakan yang dilakukan. Program etika formal akan

26

membantu sebagai katalis dan sistem pendukung, tapi integritas organisasi tergantung
kepada integrasi nilai-nilai organisasi ke dalam sistem.
e. Dampak organisasi yang berintegrasi terhadap akuntan professional
Konsep organisasi berintegrasi dapat membantu akuntan profesional dalam dua hal, yaitu:
i.

Bagi akuntan profesional yang mengembangkan kantor sendiri, maka pendekatan


integritas akan membantu akuntan profesional dalam menghidupkan dan menjaga
etika akuntan profesional yang akan memudahkan akuntan profesional dalam
menjalankan profesinya, dan dapat melakukan penilaian terhadap integritas

ii.

organisasi dari kliennya dalam menilai risiko yang dihadapi.


Untuk akuntan profesional yang bekerja di dalam organisasi, penilaian terhadap
integritas organisasi merupakan langkah pertama dalam pemilihan organisasi tempat
bekerja. Akuntan profesional harus memilih tempat bekerja yang mendorong
terciptanya dan terjaganya etika akuntan profesional, sehingga dapat menghindari
tempat bekerja yang berpotensi untuk menciptakan konflik-konflik etika dan
mendorong akuntan untuk mengorbankan etika profesionalnya. Selain itu, akuntan
profesional juga dapat membantu organisasi tempat bekerja untuk menjadi
organisasi berintegritas di mana nilai-nilai organisasi selarasnya dengan nilai-nilai
etika profesionalnya.

f.

Studi kasus yang dibahas oleh kelompok

: Kasus Melinda Dee Palsukan Tanda

Tangan Nasabah

Inong Malinda dee, mantan senior Relationship Manager Citibank diduga melakukan
tindak pidana pencucian dana nasabah Citibank sebesar lebih dari Rp 16 milyar. Nasabahnasabah yang ditangani Malinda biasanya adalah nasabah kelas kakap dengan dana lebih
dari Rp 500 juta. Sedangkan bank-bank di Indonesia masih didominasi bukan oleh nasabah
seperti itu. Motif pelaku adalah untuk memuaskan dan menyenangkan suami keduanya
yaitu Andhika Gumilang.
Modus Operandi yang dilakukan pelaku sebagai karyawan bank adalah dengan
sengaja melakukan pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa
slip transfer. Slip transfer digunakan untuk menarik dana pada rekening nasabah dan
memindahkan dana milik nasabah tanpa seizin nasabah ke beberapa rekening yang
dikuasai oleh pelaku. Pelaku mengalirkan hasil penggelapan dana nasabah Citibank ke 30
rekening. Total dana yang digelapkan pelaku diduga mencapai lebih dari Rp 16 milyar. Dana

27

tersebut dibelanjakan barang mewah berupa empat mobil mewah dan dua apartemen yang
saat ini disita polisi.
Penyidikan kasus ini relatif terhambat lantaran sejauh ini baru tiga nasabah yang
berani melapor polisi. Korban pelaku diduga lebih dari jumlah tersebut karena pelaku
memiliki ratusan nasabah. Proses penyelidikan juga terbentur aturan perbankan yang
merahasiakan identitas serta jumlah dana nasabah dan saat ini penyelidikan masih tertuju
pada lalu lintas dari tiga nasabah saja. Hubungan antara bank dengan nasabahnya ternyata
tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula
kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain mana
pun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undang yang berlaku. Menurut pasal 1
angka 28 undang-undang perbankan, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya.

Analisa Dari Segi Perbankan


Kasus ini tentunya bisa menimbulkan kerugian dan dampak buruk bagi dunia
perbankan Indonesia serta Citibank itu sendiri khususnya pada manajemen likuiditasnya.
Manajemen likuiditas adalah Kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang
cukup utk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yg telah dikeluarkan kpd
nasabah serta pengelolaan atas reserve requirement (RR) atau Primary reserve atau Giro
wajib minimum sesuai ketentuan BI, dan secondary reserve. Resiko yang dapat timbul
apabila gagal dalam manajemen likuiditas adalah resiko pendanaan dan resiko bunga.
Bisa dikatakan bahwa implikasi negatif dari kasus ini, Jika Citibank tidak bisa atau
tidak memiliki kemampuan dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua
kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan nasabah sebab penggelapan dana
oleh Malinda Dee ini maka Citibank bisa saja dilikuidasi oleh Bank Indonesia serta hilangnya
trust atau kepercayan nasabah dan masyarakat kepada Citibank pada khususnya dan
perbankan indonesia pada umumnya. Informasi baru, Citibank mengkonfirmasikan ke
masyarakat bahwa pihak Citibank menjamin uang nasabah dan aman.
Analisa Dari Segi Politik dan Sosial

28

Media berpengaruh besar dalam membentuk main set pola pikir masyarakat. Yang
terjadi saat ini media dapat dipesan untuk mengabarkan suatu berita dan fokus pada berita
tersebut dalam jangka waktu yang sudah ditentukan yang memang sengaja untuk membuat
masyarakat lupa dengan kasus besar yang sudah terlanjur menjadi berita besar
sebelumnya. Jika kita peka mengamati situasi nasional, maka kasus Malinda dee ini
merupakan isu turunan untuk menutupi kasus besar yang pernah terjadi dan diberitakan
sebelumnya, sebut saja kasus talangan dana Bank Century dan beberapa kasus lainnya
yang memang sedang menyudutkan pemerintah Indonesia sekarang ini.
Analisa Dari Segi Hukum
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuanuntuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh
dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah
dari kegiatan yang sah. Sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak PidanaPencucian Uang, tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya
pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyeelundupan barang/tenaga kerja/imigran,
Perbankan,

narkotika,

psikotropika,

perdagangan

budak/wanita/anak/senjata

gelap,

penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan penipuan.


Dengan sudah dikeluarkannya UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang ini, tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau diberantas, antara
lain kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang yang
terdiri atas Penempatan (placement) yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal
dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan
uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat, deposito, dan lain-lain) kembali ke dalam sistem
keuangan, terutama sistem perbankan Transfer (layering) yakni upaya untik mentransfer
harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil
ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya
penempatan (placement) ke penyedia jasa keuangan yang lai. Dilakukannya layering,
membuat penegak hukum sulit untuk dapat mengetahui asal usul harta kekayaan tersebut.
Menggunakan harta kekayaan (integration) yakni upaya menggunakan harta kekayaan yang
berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangna melalui
penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean
money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.
Pelaku dijerat pasal 49 ayat 1 dan 2 UU No 7 tahun 1992 sebagaimana diubah
dengan UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan dan atau pasal 6 UU No 15 tahun 2002
sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU no 8
29

tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian Uang dan pastinya pelaku dikenakan sanksi
berupa denda dan hukuman penjara.
Pemalsuan tanda tangan nasabah yang dilakukan oleh melinda dimana Dalam kasus
ini malinda melakukan banyak pemalsuan tanda tangan yang tidak diketahui oleh nasabah
tersebut. Dalam kasus ini ada salah satu prinsip-prinsip yang telah dilanggar yaitu prinsip
Tanggung jawab profesi, karena ia tidak melakukan pertimbangan professional dalam
semua kegiatan yang dia lakukan,disini melinda juga melanggar prinsip Integritas, karena
tidak memelihara dan meningkatkan kepercayaan nasabah. kita dapat melihat bahwa telah
terjadi penyalahgunaan etika profesi.

30

7. BAB VII
MATERI : TINJAUAN TATA KELOLA: KONSEP, PRINSIP DAN PRAKTIK DI
INDONESIA
a. Alasan diperlukan tata kelola yang baik
Perkembangan tata kelola perusahaan berangkat dari teori keagenan (Agency Theory)
yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Teori tersebut
mendasarkan hubungan kontak antara prinsipal dan agen. Prinsipal merupakan pihak
yang memiliki sumberdaya dan memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas
nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberik amanat oleh prinsipal
untuk mengelola sumberdaya. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa
yang telah diamanahkan oleh prinsipal kepadanya serta memiliki kewenangan
pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi kesejahteraan prinsipal. Agen sebagai
pihak yang bertugas untuk mengelola perusahaan mempunyai lebih banyak informasi
mengenai perusahaan dibandingkan prinsipal. Hal inilah yang mengakibatkan adanya
ketidakseimbangan informasi antara prinsipal dan agen. Ketidakseimbangan informasi
karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen disebut
dengan asimetri informasi (asymetric information). Tanpa pengawasan yang kuat, agen
cenderung untuk mengejar kepentingannya sendiri (yaitu self interest), yang mungkin
bertentangan dengan kepentingan prinsipal. Dengan tingkat asimetri informasi yang
tinggi, tindakan agen tidak dapat diihat/diamati dengan baik sehingga agen akan
cenderung melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya dan merugikan prinsipal.
Alasan diperlukan tata kelola yang baik adalah:
i. Konflik Pemegang saham dan manajer
ii. Konflik antara kreditur dan pemegang saham
iii. Konflik antara pemegang saham pengendali dan pemegangn saham minoritas
b. Definisi dan Prinsip dasar tata kelola

Sebagai sebuah konsep corporate governance memiliki banyak definisi berikut beberapa
definisi CG :
i.

Corporate governance adalah suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan

ii.

mengendalikan organisasi (Cadburry Report, 1992).


Corporate governance merupakan seperangkat tata hubungan diantara manajemen
perseroan (direksi), dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku

iii.

kepentingan lainnya (OECD)


Corporate governance sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam
menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham
dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan yang
lain (IICG)

31

iv.

Good corporate governance adalah suatu tata kelola yang menerapkan prinsipprinsip

keterbukaan

(transparency),

akuntabilitas

(accountability),

pertanggungjawaban (responsibility), Independensi (independency), dan kewajaran


(fairness) (Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good
v.

Corporate Governance Bagi Bank Umum).


Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
organisasi BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang lainnya
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (keputusan menteri
BUMN Nomor kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa corporate governance adalah
suatu sistem, proses, seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara berbagai
pihak yang berkepentingan (pemangku kepentingan) demi tercapainya tujuan
organisasi.

c. Tinjauan Struktur tata kelola di Indonesia


Kepengurusan perseroan terbatasan di Indonesia menganut sistem dua dewan (two
board system) yaitu dewan komisaris dan dewan direktur
wewenang

dan

tanggung

jawab

untuk

memelihara

yang mempunyai

kesinambungan

usaha

perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, dewan komisaris dan Direktur
harus memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan.
Menurut UU PT No. 40 Tahun 2007, organ perseroan adalah Rapat Umum
Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan
kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undangundang dan/atau anggaran dasar. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang
dan bertanggung jwawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan,
baik di dalam maupun di luar pengendalian sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar. Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberi nasihat kepada direksi.
RUPS merupakan wadah para pemegang saham untuk mengambil keputusan
penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan
memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.
Keputusan yang diambil dalam RUPS harus didasarkan pada kepentingan usaha
perusahaan dalam jangka panjang. RUPS dan/atau pemegang saham tidak dapat
32

melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi dan wewenang dewan komisaris dan
direksi dengan tidak mengurangi wewenang RUPS untuk menjalankan haknya
sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan termasuk untuk
melakukan penggantian atau pemberhentian anggota.
Sedangkan direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab
secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota direksi dapat
melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas
dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota direksi
tetap merupakan tanggung jawab bersama.
d.
i.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
e.

Overview Prinsip-prinsip tata kelola menurut OECD


Menjamin Kerangka Dasar Corporate Governance yang Efektif
Hak-hak pemegang saham dan peran kunci kepemilikan saham
Perlakuan yang adil terhadap Pemegang Saham
Peranan Pemangku kepentingan dalam Corporate Governance
Keterbukaan dan Transparansi
Tanggungjawab Dewan
Manfaat tata kelola bagi korporat dan lingkungan

Jika perusahaan menjalankan prinsip-prinsip CG sebagaimana dijelaskan dimuka maka:


i.

Tingkat informasi asimetri antara principal dan agen akan berkurang serta terdapat

pengarahan dan pengawasan yang efektif terhadap agen,


ii. Kemungkinan berbagai konflik kepentingan antara principal dan agen yang
merugikan principal akan semakin berkurang.
Tata kelola perusahaan yang baik akan meningkatkan kepercayaan investor, membantu
melindungi pemegang saham minoritas dan dapat mendorong pengambilan keputusan
yang lebih baik dan membina hubungan baik dengan pekerja, kreditur, dan pemangku
kepentingan lainnya. Ini merupakan prasyarat penting untuk menarik patient capital yang
diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan.
Tata kelola yang baik juga akan menghasilkan:
i. Penciptaan dan peningkatan keunggulan kompetitif perusahaan,
ii. Memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara efisien, mencegah penipuan
iii.
iv.
v.
vi.

dan mal praktik,


Memberikan perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham,
Peningkatan nilai suatu perusahaan,
Memastikan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan,
Pengantasan kemiskinan dengan meningkatkan tanggung jawab sosial.

f.

Overview Regulasi dan Pedoman tata kelola di Indonesia

33

Krisis Asia menjadi momentum penting yang mendorong urgensi reformasi tata kelola
perusahaan di Asia, dan juga di Indonesia yang mendorong pemerintah Indonesia untuk
bersungguh-sungguh menyelesaikan masalah tata kelola perusahaan di Indonesia.
Untuk itu, dibentuklah Komite Nasional Kebijakan Corporate Govenance (KNKCG) pada
tahun 1999 untuk merekomendasikan prinsip-prinsip GCG nasional.Pada tahun 2004,
KNKCG diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dengan
pertimbangan untuk memperluas cakupan ke tata kelola sector publik (public
governance).KNKG telah menerbitkan Pedoman Nasional Good Corporate Governance
(Pedoman Nasional GCG) pertama kali pada tahun 1999, yang kemudian direvisi pada
tahun 2001 dan 2006.
Selanjutnya untuk mendukung upaya reformasi yang dilakukan pemerintah, bermunculan
berbagai inisiatif yang digagas oleh berbagai kalangan yang menaruh kepedulian untuk
membangun kembali Indonesia setelah krisis. Organisasi tersebut antara lain, Indonesian
Institute for Corporate Directorship (IICD), Indonesian Institutefor Corporate Governance
(IICG), Forum for Corporate governance in Indonesia (FCGI), Ikatan Komite Audit
Indonesia (IKAI) dan Lembaga Komisaris dan Direksi Indonesia (LKDI).
UU Pasar Modal dan PT
Pada awal tahun 1990-an, pasar modal Indonesia diatur melalui Surat Keputusan Menteri
Keuangan. Sejak tahun 1995 Pasar Modal Indonesia memperoleh landasan hukum yang
lebih kuat dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar
Modal (UU PM).
Peraturan Perundang-undangan di Indonesia tentang perseroan yang berlaku saat ini
adalah Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas. Undangundang tersebut mengatur antara lain tata kelola perseroan pada umumnya: Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan Direksi, dan lain-lain. UU
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan merupakan pengganti dari UU Nomor 1 Tahun
1995, oleh karena itu UU Nomor 40 Tahun 2007 lebih lengkap, lebih maju, lebih praktis,
lebih memahami kepentingan ekonomi makro dan mikro dibandingkan dengan UU nomor
1 Tahun 1995.
Revisi UU PT ini mencerminkan bahwa masalah tata kelola perusahaan di Indonesia
telah diakomodasi sedemikian rupa dalam peraturan perundang-undangan yang penting
tentang perusahaan di Indonesia.
Otoritas Jasa Keuangan

34

Pada tahun 2011 terbentuk lembaga baru yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan (UU OJK). UU
tersebut menggabungkan dua badan pengatur jasa keuangan di Indonesia, yaitu otoritas
pasar modal dan industri keuangan non-bank (Bapepam-LK) dan otoritas perbankan
(Bank Indonesia), menjadi satu institusi terpadu. Aturan OJK Bapepam LK sehubungan
den tata kelola antara lain:
i.

Keputusan Ketua Bapepam dan Lk No. KEP-82/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996

tentang Peraturan No. X.M.1: Keterbukaan Informasi Pemegang Saham Tertentu;


ii. Keputusan Ketua Bapepam dan LK No. KEP-63/PM/1996 tentang Peraturan
Bapepam LK No. IX.1.4 Pembentukan Sekretaris Perusahaan
iii. Peraturan Bapepam LK No. KEP-412/BL/2009 No.IX.E.1, tentang Transaksi
Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi tertentu.
iv. Peraturan Bapepam LK No. KEP-86/PM/1996, Tanggal 24 Januari X.K.1 tentang
Keterbukaan Informasi yang Harus Segera Diumumkan ke Publik.
v. Peraturan Bapepam LK KEP-431/BL/2012 tentang No. X.K.2 tentang Kewajiban
Penyampaian Laporan Keuangan Berkala.
vi. Peraturan Bapepam LK No. X.K.6 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan
Tahunan bagi Emiten dan Perusahaan Publik.
vii. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP- 45/PM/2004
Tentang Peraturan Bapepam-LK NO.IX.1.6 Tentang Direksi Dan Komisaris Emiten
Dan Perusahaan Publik.
viii. Keputusan Ketua Bapepam dan Lk No. KEP-643/BL/2012 tanggal 7 Desember
2012 tentang Peraturan No. IX.1.5: Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan
Kerja Komite Audit;
ix. Keputusan Ketua Bapepam dan LK No. KEP-431/BL/2012 tanggal 1 Agustus
2012 Tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten Atau Perusahaan Publik.
a. Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-286/BL/2011: Tentang Peraturan
Nomor VIII.A.2: Independensi Akuntan Yang Memberikan Jasa Di Pasar Modal.

Peraturan BUMN dan BI


Dengan semakin kompleksnya risiko yang dihadapi bank, maka semakin meningkat pula
kebutuhan

praktik

good

corporate

governance

oleh

perbankan.Dalam

rangka

meningkatkan kinerja Bank, melindungi kepentingan pemangku kepentingan dan


meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
nilai-nilai etika yang berlaku umum pada industry perbankan, diperlukan pelaksanaan
good

corporate

governance.Peningkatan

kualitas

pelaksanaan

good

corporate

governance merupakan salah satu upaya untuk memperkuat kondisi internal perbankan
nasional. Maka bank Indonesia pada tahun 2006 mengeluarkan Peraturan Bank

35

Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Corporate governance Bagi


Bank Umum.
Sehubungan dengan adanya pembaharuan hukum di bidang perseroan terbatas dan
badan usaha milik negara, serta memperhatikan perkembangan dunia usaha yang
semakin dinamis dan kempetitif, maka untuk lebih meningkatkan penerapan tata kelola
perusahaan yang baik (Good Corporate governance), dilakukan penyesuaian terhadap
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002, maka
dikeluarkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER 01 / MBU/2011
tentang Penerapan tata Kelola Perusahaan Yang Baik pada BUMN.
Inisiatif CG Lainnya
Berbagai inisiatif lainnya di bidang tata kelola perusahaan yang bertujuan untuk
memberikan

inisiatif

atau

penghargaan

kepada

perusahaan-perusahaan

yang

menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik pun telah terbangun.
Dianataranya adalah sebagai berikut:
i.

Annual Report Award (ARA): merupakan hasil kerja sama 7 (tujuh) institusi yang
meliputi, OJK, Dikerektorat jenderal Pajak, Kementerian BUMN, Bank Indonesia,
Komite Nasional Kebijakan Governance, Bursa Efek Indonesia, dan Ikatan

Akuntan Indonesia, serta dikoordinasikan oleh OJK.


ii. Capital Market Awards: diadakan oleh Bursa Efek Indonesia mulai tahun 2006
iii. IICD Corporate governance Award: Penghargaan ini diadakan oleh IICD pertama
kali tahun 2009 dan Instrumen penilaian adalah CG

Scorecard yang

jugadigunakan oleh Institute of Directors lainnya di beberapa negara ASEAN.


Sejak tahun 2012 instrumen penilaian yang digunakan adalah ASEAn CG
Scorecard.
iv. IICG Award Most Trusted Award: IICG meluncurkan Penghargaan Most
Trusted Companies pada tahun 2001. Penghargaan ini focus pada perusahaan
terbuka, BUMN dan swasta, serta berdasarkan Corporate governance Perception
Index (CGPI) versi IICG.
g. Instrumen Penilaian dan Bukti Empiris terhadap Praktik tata kelola di Indonesia dan
ASEAN
Ada 3 (tiga) penilaian utama terhadap tata kelola perusahaan di Indonesia yang
dilakukan oleh lembaga internasional, yaitu sebagai berikut:
i.

Reports on the Observance of Standards and Codes (ROSC). The World Bank
dan International Monetary Fund (IMF) bekerja sama dalam melakukan penilaian
36

atas penerapan Prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang disusun oleh


Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
ii. Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA).CLSA merupaka asosiasi broker dan grup
investasi bersama-sama dengan the Asian Corporate governance Association
(ACGA) secara periodic (dua tahun sekali) menerbitkan Corporate governance
Watch yang merupakan survey atas praktik tata kelola di Asia sejak tahun 2002.
Dalam CG Watch, CLSA menilai tata kelola perusahaan di beberapa negara di
asia-Pasifik. Dalam CG Watch tahun 2012, Indonesia mendapatkan nilai yang
cukup baik dalam aspek akuntansi dan auditing, namun masih memerlukan
perbaikan dalam aspek lainnya. Dari dua belas negara yang dinilai, Indonesia
menempati urutan terbawah.
iii. ASEAN CF Scorecard.ASEAN Corporate governance Scorecard diperkenalkan
sebagai suatu alat untuk memeringkat kinerja tata kelola perusahaan publik dan
terbuka di ASEAN. Inisiatif ASEAN CG Scorecard berasal dari ASEAn Capital
Market Forum (ACMF), yang merupakan kumpulan regulator pasar modal dari
negara-negara anggota ASEAn. Scorecard ini dikembangkan pada tahun 2011
dan bertujuan untuk mengukur dan meningkatkan efektivitas dari implementasi
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan. Indonesia bersama-sama dengan 5 (lima)
negara anggota ACMF lainnya (Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand and
Vietnam) adalah negara-negara yang mengembangkan scorecard tersebut dan
menggunakannya untuk menilai praktik CG perusahaan-perusahaan terbuka
dengan kapitalisasi pasar besar di masing-masing negara.
g. Studi kasus yang dibahas oleh kelompok

:dugaan

penyalahgunaan

dana

penawaran umum (IPO) dan juga pemalsuan Laporan keuangan PT Katarina Utama
Tbk
PT Katarina Utama berdiri tahun 1997 merupakan perusahaan yang bergerak
dibidang jasa, instalasi, dan konsultasi alat-alat komunikasi.Pada tahun 2009 PT
Katarina Utama melakukan penawaran umum, dana penawaran umum yang
terhimpun ini diduga diselewengkan oleh pihak manajemen, dan hanya sebagian
kecil dana penawaran umum yang direalisasikan. Selain itu PT Katarina Utama juga
melakukan pemalsuan Laporan Keuangan tahun 2008 dan 2009. Laporan tersebut
dipercantik dengan menaikan jumlah pendapatan dan asset, guna menarik investor
yang akan membeli saham PT Katarina Utam. Diduga ada keterlibatan KAP yang
melakukan audit atas laporan keuangan PT Katarina Utama tersebut.
KAP Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan adalah KAP yang melakukan audit atas
laporan keuangan PT Katarina Utama pada tahun 2008. Diduga laporan keuangan
37

PT Katarina Utama tahun 2008 telah dimanipulasi. Dalam dokumen laporan


keuangan 2008 nilai asset perseroan naik hampir 10 kali lipat dari Rp 7,9 miliar pada
tahun 2007 menjadi Rp 76 miliar pada 2008, sedangkan ekuitas perseroan tercatat
naik 16 kali lipat menjadi Rp 64,3 miliar dari Rp4,49 miliar. Tahun 2003 Budiman
Soedarno, salah satu pimpinan KAP Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan, yang saat
itu tergabung dalam KAP Rodi A. Kartamulja dan Budiman pernah mendapat
peringatan tertulis dari Bapepam atas kasus penyalahgunaan dana penawaran
umum PT Central Korporindo Tbk. Pada tahun 5 Januari 2005 KAP Rodi A.
Kartamulja, tempat akuntan public Budiman Soedarno tergabung didalamnya,
dibekukan izinnya atas pelanggaran yang dilakukan. Kemudian tahun 2007 Budiman
Soedarno bersama Wawan Sumawan, Pamudji, dan Datusi Kustiman mendirikan
KAP Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan berdasarkan akte notaris Marina Suwana,
S.H di Jakarta Nomor 11 tanggal 9 April 2007.

Badan Pengawasan Pasar Modal (Bapepam) merupakan lembaga atau otoritas


tertinggi di pasr modal yang melakukan pengawasan dan pembinaan atas pasar
modal. Bapepam-LK sebagai regulator dalam bidang pasar modal, berwenang
mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Undang-Undang Pasar
Modal dan atau peraturan pelaksanaanya. Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan
pusat transaksi capital market indonesia. BEI merupakan bursa hasil penggabungan
dari Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Demi efektivitas operasional dan
transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabungkan Bursa Efek Jakarta
sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan
derivative. Bursa penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.
Adapun dalam kasus PT Katarina Utama Tbk ini, ada 5 pelanggaran terhadap prinsip
tata kelola yang baik.
1. Transparansi (Transparency)
PT Katarina Utama tidak menyampaikan informasi dengan benar, seperti yang telah
disampaikan bahwa Manajemen RINA telah memanipulasi laporan keuangan dengan
memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan dan
memperbesar nilai pendapatan sehingga informasi yang diterima oleh para
pemangku kepentingan menjadi tidak akurat yang mengakibatkan para pemangku
kepentingan seperti investor menjadi salah mengambil keputusan. Hal ini

38

menunjukkan bahwa PT Katarina Utama telah melanggar prinsip Transparansi


(Keterbukaan) dalam penyampaian informasi.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Telah terbukti bahwa Katarina Utama tidak merealisasikan dana hasil IPO sesuai
dengan prospektus perseroan dan melakukan penyelewengan dana, sehingga terjadi
ketidak efektifan kinerja perseroan. Laporan Keuangan yang dihasilkannya pun
menjadi tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini jelas menjadi bukti bahwa PT
Katarina Utama gagal dalam menerapkan prinsip akuntabilitas.
3. Responsibilitas (Responsibility)
PT

Katarina

Utama

melanggar

prinsip

Responsibilitas

dengan

melakukan

penyelewengan dana milik investor publik hasil IPO sebesar Rp 29,04 miliar,
manajemen PT Katarina Utama juga tidak meyelesaikan kewajibannya kepada
karyawan dengan membayar gaji mereka, selain itu PT Katarina Utama tidak
membayar tunggakan listrik sebesar Rp 9 juta untuk tagihan selama 3 bulan
berjalan. Berdasarkan informasi yang diperoleh sebagian besar direksi dan
pemangku kepentingan perseroan dikabarkan telah melarikan diri ke luar negeri. Hal
ini jelas menggambarkan bahwa RINA melanggar Prinsip Responsibilitas.
4. Independensi (Independency)
Adanya manipulasi laporan keuangan menunjukan bahwa divisi keuangan yang
membuat laporan tersebut tidak independen. Meskipun merupakan bagian internal
dari PT Katarina Utama, pihak yang bertanggungjawab membuat laporan keuangan
haruslah membuat laporan keuangan sesuai nilai yang sebenarnya tanpa manipulasi
tanpa terpengaruh pihak manajemen meskipun pihak manajemen menginginkan
adanya manipulasi.
5. Keadilan (Fairness)
PT Katarina Utama tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan,
investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula bagi karyawan.
Hal itu sangat jelas tergambarkan pada pada pemotongan gaji untuk asuransi
jamsostek para karyawan, telah dipaparkan diatas bahwa para karyawan yang tidak
mengikuti asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang jelas.
Selain itu cabang RINA di Medan telah melakukan penutupan secara sepihak tanpa
menyelesaikan hak hak para karyawan dengan tidak membayar gaji sesuai dengan
pengorbanan yang telah mereka berikan kepada PT Katarina Utama, terbukti bahwa
manajemen PT Katarina Utama melanggar prinsip Keadilan.
Kesimpulan

39

Praktik pelanggaran penggunaan dana penawaran umum oleh PT Katarina

Utama

Tbk jelas merupakan pelanggaran prinsip keterbukaan informasi dari perusahaan


public. Akibatnya pemegang saham dirugikan karena tidak mengetahui kondisi
perusahaan yang sesungguhnya akibat adanya manipulasi laporan keuangan.
PT Katarina Utama dengan sangat jelas telah melakukan pelanggaran prinsip-prinsip
tata kelola yang baik, diantaranya karena telah memanipulasi laporan keuangan
sehingga tidak mencerminkan transparansi dan akuntabilitas, tidak memnuhi hak-hak
karyawan pasca penghentian operasional perusahaan sehingga tidak mencerminkan
prinsip pertanggungjawaban dan keadilan.

40

Anda mungkin juga menyukai