Anda di halaman 1dari 26

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

SISTEM PENGENDALIAN INTERN


PADA BPK PERWAKILAN KALIMANTAN BARAT

DISUSUN:
1. Bendi Devi (05)

6. Rahmatullah Hendra Aditya (29)

2. Fadil Muhammad Tanjung (09)

7. Rian Juniardi (30)

3. Gustiadi Waluyo (14)

8. Rivan Ardhi Nugroho (31)

4. Khoerul Arif (19)

9. Setyana Dwi Basuki (35)

5. Nur Ikhsan (25)

10.Yudi Aryoso Priandono (39)

TAHUN 2016

1. Pendahuluan
Pasal 55 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
menyatakan bahwa Menteri / Pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran / pengguna barang
memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan system
pengendalian internal yang memadai serta akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai
dengan standar akuntansi pemerintahan. Oleh karena itu, setiap kementerian dan lembaga harus
mempunyai sistem pengendalian internal untuk menjamin bahwa pengelolaan keuangan
dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga negara yang bertugas untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai lembaga negara
pengguna anggaran / pengguna barang, BPK wajib memiliki dan menjalankan sistem
pengendalian internal (SPI) untuk meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara di lingkungan BPK. BPK memiliki sistem pengendalian internal
secara mandiri dalam bentuk SPI BPK. SPI BPK digunakan sebagai alat untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan BPK, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan.
SPI BPK terdiri dari lima komponen yang tak terpisahkan, antara lain Lingkungan
Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, dan
Pemantauan. SPI BPK juga perlu dilakukan review dalam rangka memperkuat SPI tersebut.
Review atas SPI BPK dilakukan oleh Inspektorat Utama (Itama). Review atas SPI BPK
dilakukan terhadap perangkat (desain) serta penyelenggaraan (operasi atau implementasi).
Review atas SPI BPK dilakukan minimal setahun sekali, sebelum laporan keuangan unaudited
diterbitkan. Review dapat dilakukan secara terpisah ataupun meleket pada review atas Laporan
Keuangan BPK.

1.1. Tujuan Organisasi BPK


Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (disingkat BPK RI) adalah lembaga
tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan
lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden..
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di
bidang Keuangan Negara, yaitu;
UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara
BPK mempunyai 9 orang anggota, dengan susunan 1 orang Ketua merangkap anggota, 1
orang Wakil Ketua merangkap anggota, serta 7 orang anggota. Sistem pemilihan anggota BPK
adalah dengan Dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh
Presiden
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga
atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yakni:
1. Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka
memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan pemerintah.
2. Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta
pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen
oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pasal 23 E Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan
kinerja

pengelolaan

keuangan

negara.

Tujuan

pemeriksaan

ini

adalah

untuk

mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun

untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan
keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi
sasarannya secara efektif.
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan
tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Pemeriksaan
dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang
keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern
pemerintah.
Selain disampaikan kepada lembaga perwakilan, laporan hasil pemeriksaan juga
disampaikan oleh BPK kepada pemerintah. Dalam hal laporan hasil pemeriksaan keuangan, hasil
pemeriksaan BPK digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang
diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements)
memuat koreksi dimaksud sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD. Apabila pemeriksa
menemukan unsur pidana, Undang-Undang 15 Tahun 2004 mewajibkan BPK melaporkannya
kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 mengamanatkan kepada setiap orang yang
diserahi tugas untuk mengelola keuangan negara (pejabat) untuk menindaklanjuti rekomendasi
BPK dan wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas
rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari
setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. Sehubungan dengan itu, BPK perlu memantau dan
menginformasikan hasil pemantauan atas tindak lanjut tersebut kepada DPR/DPD/DPRD.
Kepada pejabat yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk menindaklanjuti rekomendasi
dalam LHP BPK dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian dan juga dapat dikenakan sanksi pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

1.1.1. Wilayah Kalimantan Barat

Kantor Perwakilan BPK yang akan dibahas pada makalah ini adalah BPK Perwakilan
Kalimantan Barat, dengan wilayah kerja yang dapat digambarkan di bawah ini:

Provinsi Kalimantan Barat terbentuk berdasarkan Undang - Undang Republik Indonesia


Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Daerah Kalimantan Barat dihuni oleh penduduk asli Dayak dan aneka ragam suku
bangsa. Suku bangsa dominan besar yaitu Dayak, Melayu dan Tionghoa, yang melebihi 90%
penduduk Kalimantan Barat. Selain itu terdapat juga suku-suku bangsa lain antara lain Bugis,
Jawa, Madura, Minangkabau, Sunda, Batak dan lain-lain yang jumlahnya dibawah 10%.Bahasa

yang digunakan oleh masyarakat Kalimantan Barat secara umum adalah Bahasa Indonesia.
Selain itu terdapat pula bahasa-bahasa daerah yang juga banyak dipakai seperti Bahasa Melayu,
beragam jenis Bahasa Dayak.
Provinsi Kalimantan Barat terletak antara 2o 06 Lintang Utara 3o 05 Lintang Selatan
dan 108o 114o 10 Bujur Timur dengan luas wilayah 146.807 km 2 (14,68 juta Ha). Membentang
dari utara ke selatan sepanjang 600 km dan dari timur ke barat sepanjang 850 km.
Ditinjau dari luas wilayah, Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi
terbesar keempat setelah Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Daerah Kalimantan
Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki provinsi Seribu Sungai. Julukan ini
selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil yang
diantaranya dapat sering dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat
nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman, walupun prasarana jalan darat telah
dapat menjangkau sebagian besar kecamatan. Walaupun sebagian kecil wilayah Kalimantan
Barat merupakan perairan laut, akan tetapi Kalimantan Barat memiliki puluhan pulau besar dan
kecil yang tersebar sepanjang Selat Karimata dan Laut Natuna yang berbatasan dengan wilayah
Provinsi Riau.
1.1.2. Sejarah Kantor Perwakilan BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat
Sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 G ayat (1) Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dinyatakan bahwa
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia berkedudukan di ibukota negara dan memiliki
perwakilan di setiap provinsi. Perwakilan BPK RI di Pontianak ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan BPK RI Nomor :06/SK/I-VIII.3/5/2005 Tahun 2005.
Secara singkat, perjalanan penyiapan sarana dan prasarana di Perwakilan BPK RI Provinsi
Kalimantan Barat sejak tahun 2006 sampai dengan saat ini sebagai berikut :
1. Perwakilan BPK RI di Pontianak diresmikan oleh Wakil Ketua BPK RI Bapak Abdullah
Zainie, S.H. pada tanggal 17 Februari 2006 dan selama 2 (dua) tahun yaitu Tahun 2006 dan
2007 menempati gedung kantor yang merupakan peminjaman dari UPT. Departemen
Kehutanan, yaitu Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah X Pontianak yang

sebelumnya merupakan Gedung Eks. Kanwil Departemen Kehutanan yang terletak di Jl.
Jend A. Yani No. 121 Pontianak, Kalimantan Barat.
2. Melalui DIPA Perwakilan pada Tahun Anggaran 2006 telah disediakan anggaran pembelian
tanah

sebesar

Rp500.000.000,00

dan

pembangunan

rumah

jabatan

sebesar

Rp2.000.000.000,00. Masing-masing telah digunakan untuk pengadaan tanah yang terletak di


Jalan Sepakat I seluas 1950 m senilai Rp500.000.000,00 dan untuk biaya pembangunan
rumah jabatan sebanyak 11 unit terdiri dari type 120 satu unit, type 70 tiga unit dan type 54
sebanyak tujuh unit dengan biaya sebesar Rp1.982.439.000,00. Rumah Jabatan ini telah
ditempati sejak bulan Januari 2007.
3. Disamping telah melaksanakan pengadaan tanah dan pembangunan rumah jabatan, atas
bantuan dan upaya Bapak Sekretaris Jenderal BPK RI, Perwakilan BPK RI di Pontianak
mendapat hibah berupa Tanah dan Bangunan Gedung Kantor dari Dirjen Anggaran yang
terletak di Jl. Sultan Abdul Rachman Kota Baru Pontianak, yaitu tanah seluas 796 m dan
bangunan berlantai 2 (dua) seluas 800 m. Pada saat diterima hibah tersebut kondisi gedung
rusak berat dan tidak layak ditempati sehingga perlu direnovasi.
4. Pada bulan November 2006 melalui DIPA Pusat, Perwakilan BPK RI di Pontianak telah
dibelikan tanah untuk keperluan kantor yang terletak di Jl Jend. A Yani seluas 6.704 m
dengan harga perolehan sebesar Rp11.759.832.010,00.
5. Pada Tahun Anggaran 2007 melalui DIPA Perwakilan, mendapat alokasi anggaran sebesar
Rp10.287.500.000,00. Anggaran tersebut dialokasikan untuk pembangunan Gedung Kantor
sebesar Rp8.856.536.000,00 yang pembangunannya dilaksanakan PT. Citra Contraktor
Hasaja Kalimantan Barat dan Renovasi Pembangunan Gedung dari hibah Dirjen Anggaran
yang digunakan untuk Mess Pegawai sebesar Rp1.423.645.000,00 yang pembangunannya
dilaksanakan PT. Karya Katulistiwa Pontianak. Dalam Pelaksanaan Pembangunan Gedung
Kantor dan Renovasi Gedung hasil hibah yang peruntukannya untuk Mess Pegawai dapat
dilaksanakan tepat waktu. Gedung Kantor dan Mess Pegawai ini telah ditempati sejak bulan
Februari 2008.
6. Dengan telah selesainya pembangunan gedung kantor dan telah berakhirnya masa pinjam
Gedung Kantor Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah X Pontianak Eks.
Kanwil Kehutanan pada bulan Februari 2008, maka mulai tanggal 05 Februari 2008 gedung
ini telah ditempati.

7. Dalam perjalanan tahun ketiga Perwakilan BPK RI dengan sudah terpenuhinya sarana dan
prasarana untuk mendukung aktivitas Kantor Perwakilan, maka telah dilakukan peresmian
Gedung Kantor, Rumah Jabatan, Mess Pegawai, Auditorium dan Mushola oleh Wakil Ketua
BPK RI Bapak Abdullah Zainie, SH pada tanggal 2 April 2009. Dengan diresmikannya
sarana dan prasarana pada BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat, telah sesuai
dengan nomenklatur baru BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat sesuai Keputusan
Ketua BPK RI Nomor 1/K/I-XIII:/I/2009 tanggal 13 Januari 2009.

1.2. Penerapan Sistem Pengendalian Internal


Sistem Pengendalian Intern Secara Umum dan Berdasarkan PP 60 Tahun 2008
COSO merupakan kepanjangan dari Committee of Sponsoring Organizations of The
Treadway Commission yang merupakan lembaga yang dibuat oleh sektor swasta untuk
menghindari tindak korupsi yang sering terjadi di Amerika pada tahun 1970-an. Tujuan komisi
ini adalah melakukan riset mengenai kecurangan dalam pelaporan keuangan dan membuat saransaran yang terkait dengannya untuk perusahaan publik, auditor independen, SEC, dan institusi
pendidikan. Definisi pengendalian internal menurut COSO yaitu Internal control is process,
affected by entilitys board of directors, management and other personnel, designed to provide
reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories:
effectiveness and efficiency of operation, Reliability of Financial reporting, Compliance with
Applicable laws and regulations.
Dalam ruang lingkup pemerintahan di Indonesia, Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah. Menurut PP 60 Tahun 2008, sistem pengendalian intern
pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem pengendalian intern yang
diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. SPIP
ini bertujuan untuk memberikan kepercayaan yang memadai bagi tercapainya hal-hal berikut ini:
1.
2.
3.

Efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara,


Keandalan pelaporan keuangan,
Pengamanan aset negara, dan

4.

Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Menurut COSO, ada lima komponen pengendalian internal yaitu control environment
(lingkungan pengendalian), Risk Assesment (Penilaian Risiko), Control Activities (Aktivitas
Pengendalian), Information and communication (Informasi dan komunikasi), dan Monitoring
(Pengawasan). Sementara itu, di dalam Pasal 3 PP 60 Tahun 2008 juga dinyatakan bahwa unsur
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terdiri dari lima unsur yaitu lingkungan pengendalian,
penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, pemantauan pengendalian
intern. Lima unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang diatur dalam PP 60 Tahun 2008
tersebut sejalan dengan lima komponen pengendalian internal menurut COSO.
1.3 Sistem Pengendalian Internal BPK
Sistem Pengendalian internal pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah suatu
proses integral pada kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus, baik oleh pimpinan
maupun seluruh pegawai BPK, untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
BPK secara efisien dan efektif, keandalan laporan keuangan, kemanan aset negara , dan ketaatan
atas peraturan perundangan yang berlaku.
Pengertian integral di sini adalah penerapan pengendalian diterapkan dimulai dari
kegiatan operasional itu sendiri, dan tidak serta merta berada pada siklus kegiatan yang berbeda.
Seluruh perangkat BPK, yang dibentuk oleh masing-masing pimpinan dan pegawai dalam suatu
unit atau fungsi menyadari bahwa setiap kegiatan adalah bagian dari sebuah sistem operasional
BPK secara organisasi yang menyeluruh. Oleh karena itu, dengan menyadari dampak dari setiap
kegiatan kepada seluruh sistem, maka setiap perangkat melaksanakan pengendalian secara
terintegrasi langsung dalam kegiatan tersebut sehingga penyimpangan yang akan mempengaruhi
terpengaruhinya pencapaian tujuan organisasi, yaitu BPK, akan segera terdeteksi dan lebih
mudah terantisipasi.
Tujuan strategis BPK periode 2016 s.d. 2020, secara garis besar adalah mendorong
tertibnya pengelolaan keuangan negara, mewujudkan pemeriksaan yang bermutu dan sesuai
dengan pemangku kepentingan, dan yang mewujudkan modernisasi birokrasi di BPK. Tujuan ini
diharapkan akan mampu mewujudkan kondisi berupa peningkatan manfaat hasil pemeriksaan,
dan meningkatnya kualitas pemeriksaan itu sendiri.

Kondisi tersebut, selanjutnya dihadapkan pada tantangan, antara lain: masih perlunya
peningkatan terselesaikannya tindak lanjut atas rekomendasi yang diberikan oleh BPK, perlunya
pengelolaan hubungan yang erat dengan para pemangku kepentingan, peningkatan kompetensi
dan kredibiltas BPK, peningkatan budaya organisasi.
Menghadapi tantangan tersebut, demi mencapai tujuan dan kondisi yang diharapkan,
BPK menerapkan Sistem Pengendalian Internal. Dengan SPI tersebut, efektivitas dan efisiensi
atas pencapaian tujuan, pelaporan keuangan yang memadai, keamanan aset, dan aspek kepatuhan
akan menjadi lebih mudah terlaksana.
Demi memperkuat reliabilitas SPI, BPK melaksanakan Reviu SPI yang dilaksanakan oleh
unit Inspektorat Utama, yang dikepalai oleh Inspektur Utama. Inspektorat Utama, selanjutnya
dibagi menjadi 3 unit untuk mengurus bidang sebagai berikut.
a. Bidang Pemerolehan Keyakinan Mutu:
Memperoleh keyakinan atas mutu kinerja pemeriksaan, baik keuangan, kinerja, maupun
dengan tujuan tertentu, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, sampai dengan
tindak lanjut pemeriksaan
b. Bidang Pemeriksaan Internal dan Mutu Kelembagaan
Melakukan pemeriksaan internal meliputi pemeriksaan kepatuhan, reviu atas Sistem
Pengendalian Intern (SPI), pemeriksaan kinerja, dan pelaksanaan reformasi birokrasi
serta reviu atas RKA, reviu atas konsep laporan keuangan, dan reviu atas SPM kinerja
kelembagaan
c. Penegakan Integritas
Mengevaluasi atas sistem kendali kecurangan dan pelaksanaan penegakan integritas,
perumusan kebijakan pengawasan, koordinasi perencanaan pengawasan, penilaian atas
risiko terjadinya kecurangan serta pengadministrasian pengaduan pelanggaran melalui
whistleblowing system (WBS)
Tiap bidang tersebut, selanjutnya dibagi lagi menjadi unit yang lebih kecil, berdasarkan
wilayah satker yang dinaunginya. BPK, memiliki kantor perwakilan yang berada pada setiap
ibukota provinsi. Kantor perwakilan tersebut dikepalai oleh seorang kepala perwakilan, dengan
kedudukan setara eselon II. Dalam makalah ini, Kantor perwakilan BPK yang diambil adalah
Kantor Perwakilan BPK Provinsi Kalimantan (Barat Kalbar), yang berkedudukan di Kota
Pontianak.

Pelaksanan SPI untuk mengawal Tujuan strategis yang hendak dicapai BPK secara
organisasi, juga dilaksanakan oleh Perwakilan BPK Provinsi Kalbar. Secara Organisasi, BPK
Kalbar memiliki fungsi sebagai berikut.
a.

perumusan

dan

pengevaluasian i. pengevaluasian kegiatan pemeriksaan pada

rencana aksi BPK Perwakilan Provinsi lingkup


Kalimantan

Barat

tugas

BPK

Perwakilan

Provinsi

dengan Kalimantan Barat, yang dilaksanakan oleh

mengidentifikasi IKU berdasarkan RIR Pemeriksa BPK, pemeriksa yang bekerja untuk
BPK;

dan atas nama BPK, dan akuntan publik


berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan pengompilasian dan pengevaluasian
hasil pemeriksaan dalam rangka penyusunan
Sumbangan IHPS pada lingkup tugas BPK di
Provinsi

Kalimantan

Barat,

baik

yang

pemeriksaannya dilaksanakan oleh Pemeriksa


BPK maupun oleh pemeriksa yang bekerja
untuk dan atas nama BPK;
b. perumusan rencana kegiatan BPK k. pembahasan tindak lanjut hasil pemeriksaan
Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat pada lingkup tugas BPK Perwakilan Provinsi
berdasarkan rencana aksi serta tugas dan Kalimantan Barat dengan aparat pengawasan
fungsi

BPK

Perwakilan

Provinsi internal pada entitas terperiksa;

Kalimantan Barat;
c. perumusan kebijakan pelaksanaan l. pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung pemeriksaan

pada

lingkup

tugas

BPK

jawab keuangan daerah yang menjadi Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat;


tugas

BPK

Perwakilan

Provinsi

Kalimantan Barat;
d. penyusunan program, pelaksanaan, m. penyiapan bahan perumusan pendapat BPK
dan pengendalian kegiatan pemeriksaan pada lingkup tugas BPK Perwakilan Provinsi
pengelolaan

dan

tanggung

jawab Kalimantan Barat akan disampaikan kepada

keuangan daerah yang dilaksanakan pemangku kepentingan yang diperlukan karena


oleh BPK
sifat pekerjaannya;
Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat, n. penyiapan bahan kajian hasil pemeriksaan

yang meliputi pemeriksaan keuangan, yang mengandung unsur tindak pidana dan/atau
pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan kerugian daerah untuk disampaikan kepada
dengan tujuan tertentu;
Ditama Binbangkum;
e. penetapan tim pemeriksa untuk o. penyiapan LHP yang mengandung unsur
melaksanakan

kegiatan

pemeriksaan tindak

pidana

untuk

disampaikan

kepada

keuangan,

hukum,

pada lingkup tugas BPK Perwakilan instansi penegak hukum;


Provinsi Kalimantan Barat;
f. pemerolehan keyakinan mutu hasil p.

pengelolaan

SDM,

pemeriksaan pada lingkup tugas BPK hubungan masyarakat, teknologi informasi,


Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat;
prasarana dan sarana, serta administrasi umum;
g. pengompilasian hasil pemantauan q. pemutakhiran data pada aplikasi SMP dan
penyelesaian

kerugian

daerah

pada DEP pada lingkup tugas BPK Perwakilan

lingkup tugas BPK Perwakilan Provinsi Provinsi Kalimantan Barat;


Kalimantan Barat;
h. penyusunan bahan penjelasan kepada r. penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja
Pemerintah Daerah dan DPRD tentang BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat;
hasil pemeriksaan pada lingkup tugas dan
s. pelaporan hasil kegiatan secara berkala
BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan
kepada BPK.
Barat;
Dalam menjalankan fungsi tersebut, fungsi tersebut dilaksanakan dengan memegang
teguh pelaksanaan pengendalian internal. Sebagai gambaran Perwakilan BPK Provinsi Kalbar
memiliki struktur yang terlampir.
Sesuai dengan wilayah kerja masing-masing Bidang pada Itama, Unit pada masingmasing Bidang yang menangani Perwakilan Kalbar, melakukan reviu atas efektivitas SPI pada
kantor perwakilan tersebut. Laporan hasil reviu, disampaikan kepada pimpinan eselon I dan
eselon II, serta menyampaikan laporan hasil reviu kepada Wakil Ketua BPK. Pimpinan eselon I
dan II wajib menindaklanjuti dan melaporkan hasil dari tindak lanjut atas rekomendasi yang
diberikan oleh Itama.
Dalam pelaksanaannya, setiap 5 tahun sekali, BPK juga memperoleh peer review dari
organisasi dengan fungsi yang serupa dengan BPK, yaitu eksternal auditor pemerintah dari
negara lain, untuk meninjau kualitas audit BPK. Sealain itu, sebagai salah satu pengelola

keuangan, BPK juga melakukan audit oleh Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh DPR
setiap tahunnya.

2. Elemen Sistem Pengendalian Internal BPK


2.1. Control Environment
Lingkungan pengendalian merupakan dasar dari seluruh komponen SPI BPK.
Lingkungan pengendalian menciptakan budaya organisasi dan memengaruhi kesadaran pegawai
atas pengendalian internal.
Faktor-faktor dari lingkungan pengendalian adalah:
1. Nilai-nilai dasar dan kode etik BPK;
2. Komitmen terhadap kompetensi;
3. Filosofi dan gaya kepemimpinan;
4. Struktur organisasi BPK;
5. Pembagian tanggung jawab dan wewenang; dan
6. Kebijakan dan praktik pembinaan sumber daya manusia.
2.1.1. Nilai-nilai dasar dan kode etik
Nilai-nilai dasar dan kode etik BPK merupakan elemen yang sangat penting dari
lingkungan pengendalian. Nilai-nilai dasar dan kode etik BPK memengaruhi desain, administrasi
dan pemantauan dari komponen pengendalian internal yang lain. BPK menerapkan nilai-nitai
dasar dan kode etik BPK melalui:
1) Penyusunan dan implementasi suatu aturan peritaku dan kebijakan tainnya yang terkait dengan
nilai-nitai dasar dan kode etik BPK;
2) Sosialisasi untuk menjamin agar aturan dan kebijakan tersebut dipahami dan dipatuhi oleh para
pegawai BPK;
3) Penjelasan secara lisan oleh manajemen kepada pegawai jika ada aturan yang tidak tertulis; dan
4) Pemberian keteladanan imptementasi aturan dan kebijakan perilaku oleh para pemimpin.
2.1.2. Komitmen terhadap kompetensi
Kompetensi harus merefleksikan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk

melakukan suatu pekerjaan seperti yang telah ditetapkan dalam uraian pekerjaan. Komitmen
terhadap kompetensi pada lingkungan BPK diwujudkan dengan:
1) Mengidentifikasi aktivitas yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas dan fungsi pada masingmasing unit kerja;
2) Menetapkan stander kompetensi untuk menyelesaikan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud
pada butir 1; dan
3) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan untuk memenuhi stander kompentensi
yang telah ditetapkan.
2.1.3. Filosofi dan gaya kepemimpinan
Filosofi dan gaya kepemimpinan menunjukkan:
1) Komitmen BPK terhadap pengendalian internal, nilai-nilai dasar, kompetensi serta keteladanan;
dan
2) Kode etik yang telah ditetapkan oleh BPK, konseling dan penilaian kinerja yang mendukung
tujuan pengendalian internal, serta etika operasi. Untuk mencapai SPI BPK yang efektif, filosofis
manajemen dan gaya kepemimpinan pada lingkungan BPK dilakukan melalui:
1) Sikap independen BPK terhadap pihak-pihak eksternal;
2) Kapasitas pemimpin yang memiliki pengetahuan tentang BPK serta pengalaman, dan kompetensi
di bidangnya;
3) Pertemuan rutin antara para pemimpin di lingkungan BPK untuk membahas isu-isu terkait BPK
dan kemajuan aktivitas BPK;
4) Tersedianya informasi yang tepat waktu, cukup, akurat dan relevan bagi pemimpin di lingkungan
BPK dalam pengambilan keputusan;
5) Pertimbangan terhadap risiko pada setiap pengambilan keputusan;
6) Pola rotasi pegawai yang jelas dan terencana; dan
7) Adanya koordinasi antara pemimpin suatu unit dengan unit lain yang memiliki keterkaitan,
termasuk antara kantor pusat dan kantor perwakilan.
2.1.4. Struktur organisasi
Struktur organisasi BPK merupakan kerangka yang menggambarkan kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pemantauan untuk mencapai tujuan BPK. Struktur
organisasi BPK disusun dengan memenuhi:

1) BPK memiliki struktur organisasi yang memadai dan mampu menyediakan arus informasiinformasi penting dalam rangka mengelola kegiatan-kegiatan BPK;
2) BPK memberikan definisi yang memadai alas tanggung jawab kepala satuan kerjanya dan
memberikan pemahaman yang memadai atas tanggung jawab mereka;
3) BPK menetapkan pengetahuan dan pengalaman yang memadai para kepala satuan kerjanya agar
bisa menjalankan tanggungjawabnya. Misalnya, mempertimbangkan apakah orang yang
bersangkutan sudah memiliki pengetahuan, pengalaman dan pelatihan sehingga mampu
melaksanakan tugastugas mereka;
4) Kejelasan hubungan dalam pelaporan di dalam organisasi BPK;
5) BPK mampu memodifikasi struktur organisasinya disesuaikan dengan perubahan kondisi; dan
6) BPK memiliki jumlah karyawan yang mencukupi. Khusus pada tingkat pejabat, mereka harus
memiliki kapasitas untuk melakukan kegiatan supervisi
2.1.5. Pembagian tanggung jawab dan wewenang
Pembagian tanggung jawab dan wewenang pada lingkungan BPK meliputi:
1) Penetapan tanggung jawab dan pendelegasian wewenang sesuai dengan tujuan serta tugas dan
fungsi unit kerja;
2) Pendelegasikan wewenang sebagaimana dimaksud pada butir 1 harus sesuai dengan kemampuan
dan tanggungjawab pegawai, dan diarahkan untuk peningkatan kompetensinya; dan
3) Standar dan prosedur pengendalian yang sesuai, termasuk uraian pekerjaan yang jelas bagi setiap
pegawai.
2.1.6. Kebijakan dan praktik pembinaan sumber daya manusia
Praktik-praktik sumber daya manusia harus dapal menunjukkan kepada pegawai akan
harapan BPK alas inlegritas, elika dan kompelensi yang harus dimiliki oleh setiap pegawai.
Praktik-praktik tersebut meliputi perekrutan, orientasi, pendidikan dan latihan, evaluasi,
konseling, relensi, mutasi, rolasi dan promosi, serta kompensasi alas kinerja. Kebijakan dan
praklik pembinaan sumber daya manusia di BPK sebagaimana dimaksud dalam dilaksanakan
dengan:
1) Menetapkan prosedur dan kebijakan perekrutan, orientasi, pendidikan dan
latihan, evaluasi, konseling, retensi, mutasi, rotasi dan promosi, serta kompensasi
pegawai yang memadai;
2) Menetapkan pihak yang bertugas untuk memantau tanggung jawab dan
kinerja yang diharapkan dari pegawai;

3) Menetapkan tindakan atau sanksi sebagai respon alas penyimpangan


terhadap prosedur dan kebijakan yang telah ditetapkan;
4) Menetapkan pegawai atau unit kerja yang berfungsi untuk menjamin
penegakan kode etik;
5) Melakukan penelusuran latar belakang calon pegawai secara memadai
lerkait dengan tindakan pelanggaran yang pernah dilakukan yang tidak bisa diterima oleh
BPK; dan
6) Menelapkan kriteria mutasi serta rolasi dan promosi pegawai secara
memadai dengan mempertimbangkan hasil evaluasi kinerja pegawai;
2.2. Risk assestment
BPK mengidentifikasi dan menganalisis risiko-risiko yang dihadapi dalam mencapai
tujuannya, kemudian menentukan tindakan untuk mengelolanya. Dalam penilaian risiko BPK
melakukan:
a. ldenlifikasi risiko-risiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan-tujuan BPK;
b. Analisis atas risiko-risiko; dan
c. Penentuan tindakan untuk mengelola risiko.
2.2.1 ldentifikasi risiko
ldenlifikasi risiko harus dilakukan secara komprehensif dengan mempertimbangkan
faktor-faklor internal dan eksternal baik pada tingkat entitas maupun aktivilas di lingkungan
BPK. ldentifikasi risiko meliputi identifikasi atas area-area yang paling berisiko lerhadap
pencapaian tujuan BPK dan alokasi tanggung jawab manajemen terhadap risiko-risiko tersebut
ldentifikasi risiko dilakukan secara berkelanjutan dan berkala serta dapat terintegrasi dengan
proses perencanaan. Teknik identifikasi risiko dapat dilakukan secara kualitatif atau kuantitatif.
2.2.2. Analisis risiko
Analisis risiko dilakukan terhadap semua proses bisnis BPK. Kegiatan analisis risiko
meliputi:
1) Evaluasi atas risiko yang telah teridentifikasi; dan
2) Penilaian lingkat risiko.
Evaluasi alas risiko dilakukan dengan cara berikut:
1) Mengestimasi lingkal signifikansi alau dampak dari risiko; dan
2) Menilai kemungkinan (probabililas atau frekuensi) lerjadinya risiko.

Penilaian tingkat risiko ditentukan berdasarkan tingkat signifikansi dan kemungkinan lerjadinya,
dengan ketentuan sebagai berikut.
1) Jika dampak dari risiko adalah signifikan dan kemungkinan terjadinya adalah tinggi maka risiko
tersebut memerlukan perhatian dan tindakan serius.
2) Sebaliknya, jika dampak dari risiko adalah tidak signifikan dan kemungkinan terjadinya adalah
kecil maka risiko tersebut tidak memerlukan perhatian.
3) Jika suatu risiko berada diantara dua kondisi butir a dan butir b diatas maka perlu analisis dan
pertimbangan lebih lanjut.
2.2.3 Penentuan tindakan
Dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk menangani risiko, BPK harus
mempertimbangan biaya yang mungkin ditimbulkan. Tindakan yang dapat dilakukan untuk
menangani risiko di lingkungan BPK adalah:
1) Ditanggulangi (treated);
2) Dialihkan (transferred);
3) Diterima (tolerated); dan
4) Dihentikan (terminated).
Tindakan "ditanggulangi" dilakukan dengan cara melakukan perbaikan desain sistem
pengendalian internal. Tindakan "dialihkan" dilakukan dengan cara pengalihan kepada pihak
ketiga. Tindakan "diterima" dalam mengatasi risiko dilakukan atas pertimbangan adanya
keterbatasan kemampuan BPK atau biaya melebihi manfaat yang diperoleh. Dalam mengambil
tindakan "diterima'', risiko yang dihadapi masih berada pada tingkat risiko yang dapat diterima
oleh BPK. Tindakan "dihentikan" dilakukan dengan cara menghentikan aktivitas tersebut karena
tingkat risiko berada diluar batas risiko yang dapat diterima oleh BPK.
2.3. Control Activities
Kegiatan pengendalian yang diterapkan oleh BPK merupakan kebijakan dan prosedur
yang dapat menyakinkan bahwa petunjuk yang dibuat oleh BPK untuk mencapai tujuannya
dilaksanakan oleh semua unit kerja terkait. Dalam menetapkan kegiatan pengendalian, BPK
mempertimbangkan:
1) Ketepatan, yaitu meliputi letak dimana pengendalian tersebut ditempatkan dan kesesuain
pengendalian tersebut dengan risiko terkait;
2) Konsistensi, yaitu bahwa kegiatan pengendalian dilaksanakan atau berfungsi secara konsisten;

3) Efektifitas biaya, yaitu biaya yang dikeluarkan tidak melebihi manfaatnya; dan
4) Cakupan kegiatan pengendalian yang komprehensif, masuk aka! dan berhubungan langsung
dengan tujuan-tujuan pengendalian.
Kegiatan pengendalian di lingkungan BPK meliputi:
2.3.1. Kegiatan pencegahan:
1) Prosedur otorisasi dan persetujuan.
Otorisasi dan eksekusi atas transaksi dan kegiatan dilakukan seseorang terbatas hanya
pada lingkup tugas dan tanggungjawabnya. Prosedur otorisasi harus jelas siapa yang diberi hak
otorisasi dan alas apa otorisasi tersebut diberikan.
2) Pemisahaan tugas.
Pemisahan tugas dilakukan antara bagian otorisasi, pelaksana, pencatatan, dan reviu.
Dalam kondisi dimana suatu tugas tidak dapat dipisahkan, maka harus terdapat pengendalian
untuk menghindari adanya korupsi, kolusi, dan Nepotisme.
3) Pembatasan akses terhadap data, dokumen, dan catatan.
Pembatasan akses dilakukan dengan mempertimbangkan:
a) Kerentanan sumber daya;
b) Tingkal risiko kehilangan; dan
c) Kemungkinan adanya penyalahgunaan akses oleh pihak yang tidak berwenang.
Pembatasan akses sebagaimana dimaksud pada butir c harus dievaluasi secara periodik.
Hal yang dipertimbangkan untuk menentukan kerentanan sumber daya (aset):
a) Nilai ekonomis;
b) Portabilitas (tingkat kemudahan untuk dipindahkan); dan
c) Dapat dipertukarkan atau tidak.
2.3.2. Kegiatan pendeteksian:
1) Verifikasi
Verifikasi dilakukan alas transaksi alau kejadian sebelum dan sesudah proses terjadi.
Verifikasi dilakukan dengan membandingkan dua atau lebih data/informasi untuk memastikan
akurasi dan kebenaran suatu transaksi atau kejadian
2) Rekonsiliasi

Rekonsiliasi dilakukan terhadap beberapa data yang relevan, yang diproses dengan
beberapa system/ subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama. Rekonsiliasi
dilakukan secara berkala untuk dapat mendeteksi kemungkinan kesalahan sedini mungkin.
3) Reviu atas kinerja operasi.
Kinerja operasi atau kegiatan di BPK direviu dengan membandingkannya dengan
peraturan yang berlaku di lingkungan BPK serta kinerja operasi atau kegiatan pada tahun
sebelumnya. Reviu atas kinerja operasi atau kegiatan dilakukan untuk menilai efeklivilas dan
efisiensi operasi atau kegiatan. Jika capaian alas operasi atau kegiatan tidak sesuai dengan tujuan
yang telah ditentukan, alau tidak sesuai dengan standar, maka proses atau kegiatan harus
diperbaiki.
2.3.3. Kegiatan pencegahan dan pendeteksian:
1) Kegiatan Reviu atas operasi, proses dan aktivitas.
Operasi, proses dan kegiatan harus di reviu secara berkala untuk menyakinkan bahwa
operasi, proses dan kegiatan tersebul mematuhi peraturan, kebijakan, prosedur atau ketentuan
yang telah ditetapkan BPK.
2) Supervisi.
Supervisi mencakup pendelegasian tugas, reviu dan persetujuan, pembinaan dan
pelatihan. Pendelegasian tugas, reviu dan persetujuan, pembinaan dan pelatihan dilakukan
dengan cara:
a)

Pengomunikasian secara jelas atas kewajiban, uraian pekerjaan dan

lingkup tanggungjawab kepada setiap pegawai.


b)
Pelaksanaa reviu secara sistematis alas kinerja seorang pegawai.
c)
Persetujuan alas sualu pekerjaan seorang pegawai pada tahap
tertentu yang dinilai sangat penting, untuk meyakinkan bahwa pekerjaan yang
ditugaskan kepada pegawai tersebut berjalan sebagaimana mestinya.
Teknologi informasi di lingkungan BPK memiliki kegiatan-kegiatan pengendalian yang spesifik,
terbagi menjadi pengendalian umum dan pengendalian aplikasi. Pengendalian umum merupakan
struktur, kebijakan dan prosedur yang berlaku untuk seluruh sistem informasi yang diaplikasikan
di lingkungan BPK. Pengendalian-pengendalian umum di BPK meliputi:
1) Perencanaan dan manajemen program pengamanan;
2) Pengendalian atas akses;

3) Pengendalian-pengendalian pada pengembangan, pemeliharaan dan perubahan alas perangkat


lunak aplikasi;
4) Pengendalian-pengendalian perangkat lunak sistem;
5) Pemisahan tugas; dan
6) Perawatan yang berkesinambungan.
Pengendalian aplikasi merupakan struktur, kebijakan dan prosedur yang berlaku untuk suatu
sistem aplikasi di BPK yang terhubung secara langsung dengan aplikasi-aplikasi individual yang
terkomputerisasi. Pengendalian-pengendalian aplikasi di BPK dikategorikan dalam:
1) Masukan (input): data diotorisasi, dikonversi secara otomatis, dan dimasukan dalam aplikasi
dengan akurat, lengkap dan tepat waktu.
2) Pemrosesan (processing): data diproses dengan tepat oleh komputer dan fail-fail dimutakhirkan
dengan tepat.
3) Keluaran (output): fail-fail dan laporan yang dihasilkan oleh aplikasi merupakan keluaran dari
transaksi atau kejadian yang aktual dan akurat, merupakan hasil dari tahap pemrosesan
(processing}, dan didistribusikan kepada pengguna yang memiliki otoritas untuk menggunakan
fail-fail dan laporan tersebut.
2.4. Information and Communication
2.4.1. Informasi
lnformasi di lingkungan BPK dikomunikasikan dalam bentuk, tingkat kedalaman dan
waktu serta kualitas yang tepat. lnformasi diidentifikasi, diperoleh, diproses, dan dilaporkan oleh
sistem informasi. Komunikasi atas informasi wajib diselenggarakan secara efektif. Bentuk
informasi dapat berupa lisan dan tulisan serta formal dan informal. Untuk menghasilkan
informasi dengan tingkat kedalaman dan waktu yang tepat, BPK mempertimbangkan:Sumber
informasi baik internal dan eksternal;
1) Alur informasi;
2) Bentuk dan tingkat kedetailan informasi;
3) Orang-orang yang terlibat dalam informasi; dan
4) Waktu penyampaian informasi.
lnformasi yang berkualitas sekurang-kurangnya memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1) Memiliki kedetailan isi yang sesuai;
2) Tersedia pada saat dibutuhkan;
3) Mutakhir;

4) Disajikan secara akurat; dan


5) Dapat diakses dengan mudah oleh pengguna.
Untuk meningkatkan kualitas data informasi, BPK membangun program pengelolaan data yang
sekurang-kurangnya meliputi pemerolehan, pemeliharaan, dan distribusi informasi yang relevan.
2.4.2. Komunikasi
Komunikasi meliputi penyediaan dan penyampaian informasi secara jelas dan seragam
kepada semua pegawai BPK. Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif, BPK sekurangkurangnya:
1) Menyediakan rancangan sistem informasi yang strategis dan terintegrasi;
2) Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan
3) Mengelola, mengembangkan dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus.
2.5. Monitoring
Pengendalian internal harus dipantau dan, jika perlu, dibenahi agar kualitasnya tetap bisa
dipertahankan bahkan ditingkatkan. Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja
pengendalian internal sepanjang waktu, meliputi penilaian alas perangkat dan penyelenggaraan
pengendalian. Pemantauan atas SPI BPK dilakukan melalui pemantauan berkelanjutan dan
evaluasi terpisah, dan tindak lanjut hasil pemeriksaan KAP dan telaah sejawat (peer review).
Kelemahan pengendalian dalam SP/ BPK yang ditemukan harus dikomunikasikan kepada pihakpihak yang berwenang melakukan tindakan.
Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan rutin BPK termasuk
diantaranya kegiatan manajemen, supervisi, dan kegiatan individu sesuai dengan tupoksi masingmasing.

Kegiatan

pemantauan

berkelanjutan

meliputi

pemantauan

terhadap

adanya

penyimpangan, pelanggaran atas kode etik, ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan


ketidakefektifan SPI BPK.
Evaluasi terpisah diselenggarakan BPK melalui penilaian mandiri (self assessment), reviu
alas desain (perangkat) SPI BPK, dan pengujian langsung terhadap efektivitas SPI BPK (direct
testing of internal control). Lingkup dan frekuensi pelaksanaan evaluasi terpisah didasarkan pada
hasil penilaian risiko dan efektivitas prosedur-prosedur pemantauan berkelanjutan.

Pemantauan tindak lanjut alas rekomendasi hasil pemeriksaan KAP dan telaahan sejawat
(peer review) dilakukan oleh Itama. Mekanisme pemantauan tindak lanjut dilakukan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/12521247/Sistem_Pengendalian_Internal_COSO diakses pada tanggal
10 April 2016 pukul 21:43
Republik Indonesia, 2008, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, Jakarta
Keputusan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/K/I-XIII.2/11/2011

Anda mungkin juga menyukai