Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 23 TAHUN 2015

Disusun oleh: Kelompok A9


Tutor

: Dr. Rini Nindela

Anggota

: Muhammad Hadi

(04011281320035)

Naurah Nazhifah

(04011381320011)

Jason Liando

(04011381320013)

Endy Averossely

(04011381320017)

M.Auzan Ridho P

(04011381320075)

Anusha G Perkas

(04011381320081)

Muhammad Fadil

(04011181320005)

Fitri Aulia Dina

(04011181320025)

Denara Eka Safitri

(04011181320029)

Muhammad M Safitra

(04011181320059)

Nyayu Aisyah

(04011181320099)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya lah,
kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario A Blok 23 Tahun 2015 ini dengan baik
dan tepat waktu.
Laporan tutorial ini disusun dalam rangka memenuhi tugas blok 23 yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan
dalm penyusunan laporan ini.
2. Pembimbing kami, Dr. Rini Nindela yang telah membimbing kami
dalam proses tutorial.
3. Teman-teman yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya
untuk merampungkan tugas tutorial ini dengan baik.
4. Orang tua yang telah menyediakan fasilitas dan materi

yang

memudahkan dalam penyusunan laporan ini.


Kami menyadari, tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat kami harapkan agar bermanfaat bagi
revisi tugas ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran selanjutnya dan bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Palembang, 28 Desember 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................

Daftar Isi................................................................................................................

Skenario A Blok 23 2015......................................................................................

I.
II.
III.
IV.
V.
VI.

Klarifikasi Istilah.......................................................................................
Identifikasi Masalah..................................................................................
Analisis Masalah.......................................................................................
Hipotesis....................................................................................................
Template
Sintesis Masalah........................................................................................
a. Metabolisme Zat Besi....................................................................
b. Eritropoiesis...................................................................................
c. Anemia Mikrositer Hipokrom.......................................................
Kerangka Konsep......................................................................................
Kesimpulan................................................................................................

4
5
6
20

Daftar Pustaka.......................................................................................................

51

VII.
VIII.

34
35
40
49
49

Skenario A Blok 23 Tahun 2015

Mrs. A, 60 year old woman, came to Moh.Hoesin Hospital with chief complain of weakness.
She also had palpitation, cephalgia and epigastric pain. She has also complain her knee and
she always taken NSAID since 4 years ago. The defecation sometimes blood occult.
Physical Examination
Weight : 45 kg, Height : 155 cm
General appearance : pale, fatigue
Vital sign : HR :110x/minute, RR : 28x/minute, Temp : 36,6 C, BP : 100/70 mmHg
Head : cheilitis positive, tongue : papil athropy
No Lymphadenophaty
Abdomen : epigastric pain (+), liver and spleen non palpable
Extremities : koilonychia negative
Laboratory :
Hb 6 g/dL, Ht 20 vol %,RBC 2.500.000/mm3 ,WBC 7000/mm3 ,Trombosit 460.000/mm3
,RDW 20%, MCV : 62 fl, MCH n: 23 pg)
Blood smear : anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis
Faeces : blood occult (+)
Additional Examination:
TIBC : 480 g/dL
Ferritin : 9 ng/ml
Serum besi : 12 g/dL

I.

Klarifikasi Istilah
Palpitasi
: sensasi detak jantung yang cepat atau tidak menentu
3

Cephalgia

tengkorak mulai dari kening kearah atas dan kebelakang kepala serta daerah wajah
Epigastric pain
: nyeri pada region epigastrik
Pucat
: putih pudar atau agak putih
Cheilitis
: peradangan pada bibir biasanya menyebabkan pengelupasan

bibir pecah pecah dan bengkak


Atrofi papil : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah

menghilang
Koilonychia

vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok


MCV
: Mean Corpuscular Volume yaitu ukuran dari volume sel darah merah

rata rata pada hitung darah lengkap


MCH
: jumlah rata-rata Hb yang terdapat pada darah yang di hitung
Anisocytosis : kondisi medis dimana ukuran sel darah merah berbeda beda tidak

seragam
Hipokrom mikrocyter

: sakit atau nyeri dan rasa tidak nyaman yang menyerang daerah

: kuku sendok atau spoon nail , kuku menjadi rapuh , bergaris-garis

: suatu keadaan kekurangan besi dalam tubuh yang

mengakibatkan pembentukan eritrosit atau sel darah merah tidak mengalami

II.

kematangan atau immature


Poikilocytosis : adanya eritrosit dalam darah dengan keragaman bentuk yang

abnormal
Blood occult

: darah samar pada feses

Identifikasi Masalah
1. Mrs. A, 60 year old woman, came to moh.Hoesin Hospital with chief complain of
weakness. (Chief Complain)
2. She also had palpitation, cephalgia and epigastric pain. The defecation sometimes
blood occult.
3. She has also complain her knee and she always taken NSAID since 4 years ago.
4. Physical examination:
Weight : 45 kg, Height : 155 cm
General appearance : pale, fatigue
4

Vital sign : HR :110x/minute, RR : 28x/minute, Temp : 36,6 C, BP : 100/70 mmHg


Head : cheilitis positive, tongue : papil athropy
No Lymphadenophaty
Abdomen : epigastric pain (+), liver and spleen non palpable
Extremities : koilonychias negative
5. Laboratory:
Hb 6 g/dL, Ht 20 vol %,RBC 2.500.000/mm3 ,WBC 7000/mm3 ,Trombosit
460.000/mm3 ,RDW 20%, MCV : 62 fl, MCH n: 23 pg)
Blood smear : anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis
Faeces : blood occult (+)
6. Additional Examination:
TIBC : 480 g/dL
Ferritin : 9 ng/ml
Serum besi : 12 g/dL

III.

Analisis Masalah

Mrs. A, 60 year old woman, came to moh.Hoesin Hospital with chief complain of weakness.
1. Apa hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus ini ?
Jawab :
prevalensi ADB di Indonesia adalah 16-50% pada laki-laki, 25-84%pada perempuan
tidak hamil, dan 46-92% pada perempuan hamil. Anemia ini merupakan bentuk
anemia yang paling prevalens, termasuk anemia defisiensi nutrisi. Pada anakanak usia 1-2 tahun terjadi anemia bentuk ini hingga 47%. Lebih sering pada lakilaki karena intensitas terpapar lingkungan lebih tinggi. Untuk usia, biasanya pada
usia produktif.
Kriteria Anemia menurut WHO:
5

Kelompok

Kriteria Anemia (Hb)

Laki-laki dewasa

< 14 g/dl

Wanita dewasa tidak hamil

< 12 g/dl

Wanita hamil

< 11 g/dl

Di Indonesia memakai kriteria Hb < 10 g/dl sebagai awal dari anemia.

2. Bagaimana penyebab dan mekanisme kelemahan pada kasus ?


Jawab :

kelemahan/ lemas yang terjadi pada kasus jika ditinjau dari segi etiologi, pendekatan
secara anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, disebabkan oleh anemia
defisiensi besi. Anemia ini timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
akan mengakibatkan pembentukkan terhdap hemoglobin berkurang. Selain itu lemas
terjadi karena kebutuhan oksigen jaringan tidak dapat terpenuhi. ini terjadi karena
tubuh cenderung melakukan metabolisme seacra anaerob sehingga produksi ATP
menurun
3. Apa struktur dan fungsi organ yang mungkin terganggu pada kasus ini ?
Jawab :
Organ nya masih normal namun yang terganggu adalah penyerapan besi pada tubuh
karena cadangan besi pada tubuh kosong sedangkan besi diperlukan untuk
pembentukan hemoglobin yang pada akhirnya proses hematopoesis terhambat yang
menyebabkan anemia.

She also had palpitation, cephalgia and epigastric pain. The defecation sometimes blood
occult.
1. Bagaimana penyebab dan mekanisme terjadinya :
a. Palpitasi ?
Jawab :
penurunan transport oksigen oleh darah akan menyebabkan pembuluh darah
jaringan perifer berdilatasi, yang selanjutnya meningkatkan jumlah darah yang
kembali ke jantung dan meningkatkan curah jantung sampai nilai yang lebih
tinggi. Jadi, salah satu efek utama dari anemia adalah peningkatan curah
jantung dan peningkatan beban kerja pemompaan jantung.
b. Cephalgia?
Jawab :
Hipoksia Vasodilatasi serebral (untuk mempertahankan perfusi jaringan)
Peningkatan tekanan darah dalam pemompaan jantung Peningkatan
tekanan dirasakan oleh stretch recapter di pembuluh darah Sinyal nyeri di
interpretasi oleh otak.
c. Nyeri epigastrik?
Jawab :
Pada kasus,nyeri epigastrik disebabkan oleh penggunaan obat NSAID yang
akan menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan
d. Blood occult?
Jawab :
menggunakan NSAID selama waktu 4 tahun menyebabkan timbulnya efek
samping yaitu perdarahan saluran cerna. Hal ini terjadi karena ada 2 jenis
penghambatan jalur COX 1 dan COX 2 obat NSAID dapat menyebabkan
tukak lambung melalui 2 cara, mengiritasi epitelium lambung secara langsung
atau melalui penghambatan sintesis prostaglandin.

2. Bagaimana hubungan antar keluhan pada kasus ?


Jawab :

She has also complain her knee and she always taken NSAID since 4 years ago.
1. Bagaimana hubungan konsumsi obat NSAID selama 4 tahun dengan keluhan yang
dialami sekarang ?
Jawab :
Konsumsi obat golongan NSAID memiliki efek samping berupa perdarahan pada
gastro- intestinal dimana dalam kasus ini Mrs. A telah mengkonsumsi obat golongan
NSAID selama 4 tahun dan telah menyebabkan kehilangan zat besi akibat perdarahan
yang menahun.
2. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik NSAID ?
Jawab :
FARMAKOKINETIK OAINS / NSAID

Berdasarkan waktu paruh plasmanya OAINS dapat dikelompokkan menjadi waktu


paruh pendek (kurang dari 6 jam) dan panjang (lebih dari 10 jam). Karena kadar
plasma setimbang baru dicapai setelah jangka waktu 35 kali waktu paruh, OAINS
dengan waktu paruh panjang tidak mencapai kadar konstan dalam plasma dan tidak
memberikan efek klinis maksimal se- cepat OAINS dengan waktu paruh pendek
apabila tidak diberi dosis loading. Sebenarnya kadar obat dalam cairan sinovial
penting karena dekat dengan tempat kerja obat; kecepatan transfer keluar-masuk
kompartemen synovial yang relative lambat menyebabkan perbedaan kadar obat
dalam plasma dan cairan sinovial pada OAINS dengan waktu paruh pendek. Kadar
obat total rata-rata dalam cairan sinovial selama suatu interval pem- benan dosis lebih
kurang 60% kadar plasma rata-rata pada saat yang sama, tidak bergantung pada waktu
paruh eliminasi serta bervariasi kecil antar individu. Kadar OAINS dalam cairan
sinovial lebih rendah daripada dalam plasma karena kadar albumin cairan sinovial
lebih rendah dibanding dengan dalam plasma; padahal sebagian besar OAINS terikat
kuat pada albumin (lebih dani95%). Meskipun hanya sebagian kecil dan kebanyakan
OAINS dikeluarkan dalam bentuk utuh dalam urine, clearance ketoprofen,
fenoprofen, naproksen dan karprofen berkurang pada gagal ginjal atau pemakaian
probenesid karena metabolitnya ditahan dan dihidrolisis kembali menjadi senyawa
induknya. Siklus ini merupakan salah satu alasan mengapa pemakaian OAINS pada
gangguan ginjal harus dengan hati-hati sekali

FARMAKODINAMIK OAINS / NSAID


Semua OAINS atau aspirin-like drugs bersifat antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi.
A. Efek Analgesik
Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah
sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dismenorea dan juga efektif
terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek
analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi OAINS tidak
menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang

merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, OAINS bekerja pada hipotalamus,


menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah
sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.
B. Efek Antipiretik
Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus. Demam terjadi bila
terdapat gangguan pada sistem thermostat hipotalamus. Sebagai antipiretik, OAINS
akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan
berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh
darah superfisial. Antipiresis mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat.
Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu
pembentukan prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap
bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1 pada hipotalamus. Aspirin dan OAINS
lainnya menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin
maupun respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur
kembali thermostat di hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan jalan
vasodilatasi.
C. Efek Anti-inflamasi
Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang
merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,
serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang
berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kebanyakan
OAINS lebih dimanfaatkan pada pengobatan muskuloskeletal seperti artritis
rheumatoid,

osteoartritis, dan

spondilitis

ankilosa. Namun,

OAINS

hanya

meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara
simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan
pada kelainan muskuloskeletal.
Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi,
namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut. Salisilat khususnya
aspirin adalah analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan.
Selain sebagai prototip OAINS, obat ini merupakan standar dalam menilai OAINS
lain. OAINS golongan para aminofenol efek analgesik dan antipiretiknya sama
dengan golongan salisilat, namun efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak
digunakan untuk anti rematik seperti salisilat. Golongan pirazolon memiliki sifat
analgesik dan antipiretik yang lemah, namun efek anti-inflamasinya sama dengan
salisilat.
10

3. Apa saja efek samping NSAID jika dikonsumsi dalam waktu lama ? ( secara umum )
Jawab :
Efek samping penggnaan NSAID dapat menggaggu 3 sistem organ :
1. Saluran cerna: tukak peptik(duodenum dan lambung) yang dapat mengakibatkan
anemia sekunder akibat perdarahan
Ada 2 mekanisme iritasi lambung :
Lokal :menimbulkan difusi asam lambung ke mukosa dan kerusakan jaringan
Sistemik :melepaskan PGE2 dan PGI2 yang akan menghambat sekresi asam
lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus
2. Ginjal : gangguan hemoestasis yang sangat berdampak pada penderita
hupovolemia, gagal jantung, sirosis hepatis yang akan menyebabkan aliran darah
ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus menurun sehingga akan terjadi gagal
ginjal kronik
3. Hati
Adapun efek samping lain yaitu ganguan fungsi trombosit akibat penghambatan
biosintesis tromboksan A2(TXA2) sehingga bertambah panjang waktu perdarahan

4. Bagaimana hubungan nyeri lutut dengan kasus ?


Jawab :
Hubungan nyeri lutut dengan penyakit pada kasus tidak secara langsung, tapi karena
konsumsi obat obatan NSAID sebagai penghilang nyeri dengan cara memblok COX1
yang menginduksi produksi tromboksan A2, menyebabkan agregasi trombosit yang
mencegah terjadinya perdarahan. Perdarahan menyebabkan anemia.

PHYSICAL EXAMINATION
1. bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada physical examination ?
a. weight-height, general appearance,vital sign?
Jawab :
Weight 45 kg, height 155cm
BMI : BB(kg) / TB2(dalam meter)
45/1,552 = 18,73 kg/m2 (Normal)
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas

Laki-Laki
<17 kg/m2
17-23 kg/m2
23-27 kg/m2
>27 kg/m2

Perempuan
<18 kg/m2
18-25 kg/m2
25-27 kg/m2
>27 kg/m2
11

(Sumber: Pedoman praktis terapi gizi medis Departemen Kesehatan RI 2003)


Hasil
Pucat

Nilai normal

Interpretasi
Anemia

Mekanisme
anemiaaliran darah ke jaringan
perifer

Lelah

Anemia

berkurang

kadar

Hb

rendahpucat

anemiasuplai
O2metabolisme
anaerobpenimbunan
as.laktatlelah

Anemia oksigenasi
pembentukan ATP lelah

HR 110x/mnt

60-100x/mnt

Takikardi

Anemia suplai darah

nutrisi ke jaringan lelah


Kompensasi untuk mendapatkan
oksigen. Pada anemia defisiensi
besi, pembentukan Hb berkurang,
sehingga oksigen yang berikatan
dengan Hb juga sedikit.

RR 28x/minute
T: 36,6C
BP 100/70 mmHg

16-24 x/mnt
36,6-37,5C
90-130/70-90

Meningkat
Normal
Normal

b. Head?
Jawab :
Pemeriksaan

Skenario

Normalnya

Interpretasi

Cheilitis

Radang pada mukosa bibir atau sudut


mulut yg bisa disebabkan def besi, def
B12, alergi obat, infeksi, ataupun
karena squamous cell carcinoma.
Cheilitis (+) pada :

anemia defisiensi vitamin B12

anemia defisiensi besi

gejala dari alergi

penggunaaan obat isotretinoin


12

lesi pre-malignan dari squamous


cell carcinoma

Dalam kasus ini dapat terjadi karena


berkurangnya enzim yang mengadung
zat besi, yang fungsi normalnya
dalahnya melindungi mukosa daerah
mulut maupun bibir dari peradangan.

papil athropy

Gejala khas pada anemia defisiensi


besi diantaranya: kurangnya zat besi
pada epitel yang juga menyebabkan
atrofi papil lidah (lidah licin dan
mengkilap) disebabkan

kekurangan

zat besi
c. abdomen ?
Jawab :
epigasitric pain - nyeri pada bagian daerah tengah atas perut yang berada tepat
di bawah tulang iga atau ulu hati, disebabkan oleh berkurangnya kemampuan
hemoglobin dalam mengangkut oksigen sehingga mengakibatkan kurangnya
asupan oksigen di jaringan. hal ini menyebabkan penimbunan asam laktat
pada jaringan tubuh, baik otot rangka, gaster, intestinal dan jaringan lainnya.
penumpukkan asam laktat ini mengakibatkan terjadinya asidosis dan dapat
mencetuskan mual dan sensasi yang tidak nyaman pada abdomen.
Limpa tidak terpalpasi karena menunjukkan tidak adanya pembesaran, jika
terjadi pembesaran limpa biasanya menunjukkan anemia hemolitik.
Hati tidak terpalpasi karena menujukkan yang terjadi pada kasus bukannlah
anemia aplastic
d. ekstremitas?
Jawab :
Koilonychias (-) Normal

13

2. apa makna klinis tidak ditemukannya limfadenopati , tidak teraba liver dan spleen ,
koilonychia negative pada kasus?
Jawab :
tidak ditemukannya limfadenopati: Tidak menandakan adanya infeksi, radang
ataupun keganasan. Juga menepis diagnosis banding adanya filariasis
limphatic.
tidak teraba liver dan spleen: Karena pada skenario, anemia disebabkan oleh
defisiensi besi bukan, anemia hemolisis. Sel darah merah tidak mengalami
pemecahan secara berlebihan sehingga kerja hati dan limpa tidak bertambah
berat.
koiloncyhia negative: Kuku rapuh, bergaris vertical dan cekung seperti
sendok. Tanda khas pada def besi tetapi dapat juga disebabkan oleh disfungsi
tiroid, penyakit ginjal, gg sirkulasi peripheral, SLE, Hemochromatosis,
Reynauds
disease, dan trauma. Pada kasus negative menunjukkan deposit Fe pada
pembentukkan kuku dalam batas normal, tidak terjadi defisiensi besi
LABORATORY
1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan laboratorium?
Jawab :

Item

normal

hasil

Intepretasi

Hb

12-16 g/dL

6 g/dL

Rendah, anemia

Ht

37-43 vol %

20 vol%

Rendah, vol eritrosit


dalam darah rendah

RBC

3.900.000

2.500.000/mm3

Rendah, anemia

4.800.000/mm3
WBC

4000-10.000/mm3

7.000/mm3

Normal

Trombosit

200.000-400.000/mm3

460.000/mm3

Normal

14

Item

normal

RDW

10-15 %

hasil
20%

Intepretasi
Meningkat,
menunjukkan

adanya

variasi pada ukuran sel


darah merah. Dalam
kasus

anemia

Besi,
terjadi

def.

anisositosis
karena

sdm

mikrositer

akibat

kekurangan Hb
MCV

82-92fL

62 fL

Volume

rata-rata

sebuah eritrosit rendah,


menunjukkan

anemia

mikrositer
MCH

27-31 pg

23 pg

Banyaknya
eritrosit

Hb

per

rendah,

menunjukkan
hipokrom
Serum Iron
total

50-170 g/dL
iron 240-450 g/dL

12 g/dL

Rendah

480 g/dL

Meningkat

9 g/dL

Rendah

binding capacity
Ferritin

20-50 g/dL

Blood smear :

Anisocyosis

15

Hypocrom mikrositer:

Blood occult test (+) : menunjukkan bahwa telah terjadi perdarahan pada GI tract tanp
disadari.

2. Bagaimana cara pemeriksaan blood occult ?


Jawab :
Tes darah samar ( Occult blood Test ) cara Guaiac
Tujuan : Untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan
secara makroskopik atau mikroskopi.
Cara Kerja
16

1. Buatlah emulsi tinja dalam tabung reaksi dengan air atau dengan larutan garam
kira- kira 5-10 ml dan panaskan hingga mendidih
2. Saringlah emulsi yang masih panas dan biarkan filtrat sampai menjadi dingin, dan
tambahkan 1 ml asam asetat glasial, campurDalam tabung reaksi kedua masukkan
sepucuk pisau serbuk guaiac dan 2 ml alcohol 95% campur.
3. Tuanglah secara hati- hati isi tabung kedua kedalam tabung yang berisi emulsi
tinja sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah
4. Berikan 1 ml hydrogen peroksidase 3%, campur.
Hasil positif terlihat dari warna biru yang terjadi pada batas kadua lapisan itu
Hasil dibaca dalam waktu 5 menit (jangan lebih lama), perhatikan warna yang timbul.
Interpretasi Hasil
negative : tidak ada perubahan warna atau hijau samar- samar
Positif 1 : hijau
Positif 2 : Biru- hijau
Positif 3 : Biru
Positif 4 : biru tua
Interpretasi klinik :
Tes darah samar positif mungkin disebabkan oleh : karsinoma kolon, Colitis
ulcerative, Adenoma, Hernia diapragmatik, karsinoma lambung, Divertikulitis, Ulkus
lambung.
3. Bagaimana contoh gambar dari hasil blood smear pada kasus ?
Jawab :

Mikrocytosis

17

Anisocytosis

Hypochromic

18

Polychromacia

4. Apa indikasi dilakukannya pemeriksaan tambahan pada kasus ?


Jawab :
Untuk membantu menegakkan diagnosis pasti dan menentukan stadium defisiensi
besi.
IV.

HIPOTESIS

Ny. A, 60 tahun mengalami anemia defisiensi besi.


V. TEMPLATE
1. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?
Jawab :
Anamnesis :
Berdasarkan Anamnesis didapatkan bahwa pasien menderita Rheumatoid
Arthritis, menggunakan NSAIDs. Untuk patofisiologi dan kaitan kasus dapat
dilihat pada pembahasan di bab sebelumnya. Hal yang mungkin perlu
ditambahkan:
1. Asupan gizi per hari terutama untuk penghitungan kebutuhan kadar
besi
2. Riwayat keluarga
3. Adanya penyakit lain yang berhubungan
4. Penggunaan obat-obatan atau senyawa lain

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi
umum yang mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi
19

pasien atau efek anemia terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik
ditujukan untuk menemukan berbagai kondisi klinis manifestasi kekurangan
besi dan sindroma anemic.

Pemeriksaan laboratorium

Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin

Nilai
Kadar Hb biasanya menurun dibanding nilai normal
berdasarkan jenis kelamin pasien

MCV

Menurun (anemia mikrositik)

MCH

Menurun (anemia hipokrom)

Morfologi

Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell


Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam

Ferritin

sistem RE
sehingga

kadar

Ferritin

secara

tidak

langsung

menggambarkan
konsentrasi kadar Fe. Standar kadar normal ferritin
pada tiap
center kesehatan berbeda-beda. Kadar ferritin serum
normal
tidak menyingkirkan kemungkinan defisiensi besi
namun
kadar ferritin >100 mg/L memastikan tidak adanya
anemia
defisiensi besi
Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat
TIBC

>350
mg/L (normal: 300-360 mg/L )
Saturasi

Saturasi transferin

transferin

bisanya

menurun

<18%

(normal: 25-50%)
Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan

Pulasan

Sel

sampai
20

sumsum
tulang

sedang dengan normoblas kecil. Pulasan besi dapat


menunjukkan butir hemosiderin (cadangan besi)
negatif. Selsel sideroblas yang merupakan sel blas dengan granula
ferritin
biasanya negatif. Kadar sideroblas ini adalah Gold
standard
untuk menentukan anemia defisiensi besi, namun
pemeriksaan
kadar ferritin lebih sering digunakan.

Diagnosis anemia defisiensi besi meliputi bukti-bukti anemia, bukti defisiensi


besi, dan menentukan penyebabnya. Menentukan adanya anemia dapat dilakukan
secara sederhana dengan pemeriksaan hemoglobin. Untuk pemeriksaan yang lebih
seksama bukti anemia dan bukti defisiensi besi dapat dilakukan kriteria modifikasi
Kerlin yaitu:
Anemia hipokrom mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan
a.

b.

MCHC<31% dengan salah satu dari berikut ;


Dua dari tiga parameter di bawah ini:
Besi serum <50 mg/dl
TIBC >350 mg/dl
Saturasi transferin <15%
Feritin serum <20 mg/l
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia ( Perls stain ) menunjukan
d.

cadangan besi (butir-butir hemosiderin ) negative


Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang
setara) selam 4 minggu disertai keniakn kadar hemoglobin lebih dari 2 g/

2. Apa saja diagnosis banding pada kasus?


Fase 1 : DD anemia berdasarkan nilai MCV, MCH dan MCHC
Fase 2 : DD anemia hipokrom mikrositer( dengan pemeriksaan penunjang tambahan)
Jawab :
1.

Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit Rata-rata (VER), yaitu


volume rata-rata sebuah eritrosit disebut dengan fermatoliter/ rata-rata ukuran eritrosit.
21

2.

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER),


yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan pikogram

3.

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) = Konsentrasi Hemoglobin


Eritrosit Rata-rata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang didapt per eritrosit,
dinyatakan dengan persen (%) (satuan yang lebih tepat adalah gram hemoglobin per
dL eritrosit)

CARA PENETAPAN MASING-MASING NILAI :


Nilai untuk MCV, MCH dan MCHC diperhitungkan dari nilai-nila ; (a) hemoglobin (Hb),
(b) hematokrit (Ht), dan (c) Hitung eritrosit/ sel darah merah(E). Kemudian nilai-nilai
tersebut dimasukkan dalam rumus sebagai berikut :
1.

MCV (VER)

= 10 x Ht : E, satuan femtoliter (fl)

2.

MCH (HER)

= 10 x Hb : E, satuan pikogram (pg)

3.

MCHC (KHER) = 100 x Hb : Ht, satuan persen (%)

Nilai normal :

MCV: 82-92 femtoliter

MCH: 27-31 picograms / sel

MCHC: 32-37 gram / desiliter

Nilai MCV mencerminkan ukuran eritrosit, sedangkan MCH dan MCHC mencerminkan isi
hemoglobin eritrosit. Penetapan Indeks/ nilai rata-rata eritrosit ini digunakan untuk
mendiagnosis jenis anemia yang nantinya dapat dihungkan dengan penyebab anemia
tersebut. Anemia didefinisikan berdasarkan ukuran sel (MCV) dan jumlah Hb per eritrosit
(MCH) :

Anemia mikrositik : nilai MCV kecil dari batas bawah normal

Anemia normositik : nilai MCV dalam batas normal

Anemia makrositik : nilai MCV besar dari batas atas normal

Anemia hipokrom : nilai MCH kecil dari batas bawah normal

Anemia normokrom : nilai MCH dalam batas normal

Anemia hiperkrom : nilai MCH besar dari batas atas normal

INTERPRETASI HASIL ABNORMAL


22

Tujuan akhir dari penetapan nilai-nilai ini adalah untuk mendiagnosis penyebab anemia.
Berikut ini adalah jenis anemia dan penyebabnya:

Normositik normokrom, anemia disebabkan oleh hilangnya darah tiba-tiba, katup


jantung buatan, sepsis, tumor, penyakit jangka panjang atau anemia aplastik.

Mikrositik hipokrom, anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi, keracunan


timbal, atau talasemia.

Mikrositik normokrom, anemia disebabkan oleh kekurangan hormon eritropoietin


dari gagal ginjal.

Makrositik normokrom, anemia disebabkan oleh kemoterapi, kekurangan folat,


atau vitamin B-12 defisiensi.

Fase 2 : DD anemia hipokrom mikrositer( dengan pemeriksaan penunjang tambahan)

MCV
MCH
Besi serum
TIBC
Saturasi

Anemia

Anemia akibat Trait

Anemia

defisiensi besi

penyakit

thalasemia

sideroblastik

Menurun
Menurun
Menurun
Meningkat
Menurun

kronik
Menurun/n
Menurun/n
Menurun
Menurun
Menurun/n

menurun
menurun
normal
Normal/ naik
Meningkat

Menurun/n
Menurun/n
Normal
Normal/ naik
Meningkat

10-20%
Positid

>20%
Positif kuat

>20%
Positif ndengan

Normal

ring sideroblast
normal

transferin
<15%
Besi sum-sum Negatif
tulang
Protofirin

Meningkat

eritrosit
Ferritin serun

Menurun <20 Normal

Elektrofoesis

g/dL
Normal

Meningkat

200 g/dL
Normal

Hb

20- Meningkat

Meningkat >50

>50 g/dL
g/dL
Hb
A2 normal
meningkat

3. Apa diagnosis pada kasus?


Jawab:
Anemia Defisensi Besi ( Anemia hipokrom mikrositer)
4. Apa definisi dari diagnosis pada kasus?
Jawab :
23

Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang
5. Bagaimana epidemiologi dari diagnosis pada kasus?
Jawab :
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang sering dijumpai baik di klinik
maupun masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di Negara
berkembang.
Prevalensi Anemia Defisiensi Besi

Laki-laki Dewasa
Wanita tak hamil
Wanita Hamil

Afrika
6%
20%
60%

Amerika Latin
3%
17-21%
39-46%

Indonesia
16-50%
25-48%
46-92%

6. Apa etiologi dari diagnosis pada kasus?


Jawab :
Anemia defisiensi besi terjadi akibat rendahnya masukkan besi, gangguan absorbsi
serta kehilangan zat besi akibat perdarahan menahun :

Kehilangan besi akibat perdarahan menahun dapat berasal dari :


o Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakainan salisilat atau
NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan
infeksi cacing tambang.
o Saluran genitalia perempuan : mennprhagia atau metrohagia
o Saluran kemih : hematuria
o Saluran nafas : hemoptoe

Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, kualitas
besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin c, rendah daging)

Kebutuhan zat besi meningkat : pada prematuritas, anak dalam masa


pertumbuhan dan kehamilan

Gangguan absorbsi besi :gastroktomi, tropical spue ata kolitis kronik

7. Apa saja faktor resiko dari diagnosis pada kasus?


Jawab :
a. Diet besi
b. Wanita usia produktif dengan asupan besi yang kurang kehilangan darah
selama menstruasi
c. Ibu hamil/menyusui
24

d. Daerah sanitasi buruk infeksi cacing tambang


e. Status ekonomi rendah
f. Mengalami gangguan saluran pencernaan
8. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis pada kasus?
Jawab :
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan
besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin
menurun
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai
oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus,
serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi
berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan
besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada
bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut
sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
dijumpai

adalah

peningkatan

kadar

free

protophorphyrin

atau

zinc

protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat


besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan
reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi
maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai
menurun (Tabel 2.2). Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut
sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia). Pada saat ini juga
terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan

25

Kehilangan darah kronis akan menyebabkan penurunan jumlah sel darah di


dalam tubuh termasuk sel darah merah serta akan menyebabkan pengeluaran
zat besi yang berlebihan. Kehilangan zat besi yang berlebihan akan
menyebabkan ketidakseimbangan zat besi di dalam tubuh sehingga terjadi
defisiensi besi di dalam tubuh. Defisiensi zat besi akan menyebabkan
berkurangnya jumlah hemoglobin di dalam tubuh, dan hemoglobin (terutama
bagian heme yang mengandung zat besi yang berikatan dengan oksigen)
merupakan zat yang menyebabkan darah berwarna kemerahan. Pucat terjadi
karena berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin sehingga ikatan
antara besi dan oksigen (yang menyebabkan warna darah merah) berkurang,
dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer untuk memaksimalkan pengiriman
oksigen ke organ-organ vital.
Berkurangnya jumlah hemoglobin di dalam tubuh bersamaan dengan
berkurangnya

jumlah sel darah merah akan menyebabkan rendahnya

oksigenasi selular. Keadaan tersebut akan menyebabkan penurunan jumlah


energi yang dihasilkan karena dalam proses pembentukan energi yang cukup,
dibutuhkan oksigen yang memadai. Rendahnya energi ini akan menyebabkan
perasaan lemas atau lemah sehingga seseorang menjadi cepat lelah.

26

Penurunan oksigenasi jaringan juga akan menyebabkan timbulnya suatu


reaksi kompensasi. Keadaan hipoksia jaringan ini akan menyebabkan tubuh
menganggap bahwa aliran darah tidak memadai sehingga jantung akan
mempercepat denyutnya untuk meningkatkan curah jantung. Rendahnya atau
sedikitnya jumlah hemoglobin akan menyebabkan rendahnya jumlah oksigen
yang beredar di dalam darah, hal ini akan menyebabkan pusat pernafasan di
medula oblongata merasa bahwa terjadi penurunan oksigen akibat tidak
memadainya pernafasan yang pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan
kecepatan pernafasan. Sedangkan penurunan tekanan darah terjadi karena
penurunan volume darah secara keseluruhan, penurunan viskositas darah, dan
adanya vasodilatasi perifer yang menyebabkan penurunan resistensi pembuluh
darah yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan tekanan darah.
Cheilitis atau stomatitis angularis dan atrofi papil merupakan gejala yang
muncul pada keadaan defisiensi zat besi. Mekanismenya masih belum
diketahui secara pasti, namun di duga karena adanya peran penting dari zat besi
dalam proses pembentukkan epitel, pembentukkan berbagai enzim dan peran
penting dari zat besi dalam imunitas.

9. Bagaimana patogenesis dari diagnosis pada kasus?


Jawab :
gastritis erosive (gastropaty) menyebabkan terjadinya pendarahan, kemungkinan
pendarahannya kronis dan terus menerus. Karena besi paling banyak terkandung di
hemoglobin sel darah merah (65%) sehingga terjadi penurunan besi dalam serum dan
peningkatan iron binding capacity dengan saturasi yang rendah. Normalnya ketika
terjadi defisiensi besi maka akan ada kompensasi tubuh yaitu meningkatkan ikatan
antara protein pengatur besi (IRP) pada unsur respon besi (IRE) pada feritin dan
molekul messenger (m)RNA TfR ( reseptor transferin). Ikatan ini akan meningkatkan
reseptor transferin dan meningkatkan protein DMT-1 dan ferroportin yang berperan
dalam proses penyerapan besi dari usus ke plasma darah selain itu juga terjadi terjadi
mobilisasi feritin dengan mereduksi ferri menjadi ferro kemudian oksidasi besi tadi
dengan bantuan enzim ceruloplasmin sehingga besi akhirnya dalam bentuk ferri
sebelum berikatan dengan transferin plasma.Hal ini akan menyebabkan ferritin
(cadangan besi di jaringan) akan berkurang. Tetapi karena pendarahannya tetap dan

27

terus menerus dalam jangka waktu lama. terjadilah defisiensi besi yang menyebabkan
anemia hipokrom mikrositik.
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau
negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum,
peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
negatif. Jika keadaan ini berlanjut terus maka penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi , keadaan ini disebut iron deficient erythropoesis. Selanjutnya
timbul anemia mikrositik hipokromik yang disebut iron deficiency anemia. Pada saat
ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring serta berbagai gejala lainnya
10. Apa saja gejala klinis dari diagnosis pada kasus?
Jawab :
1.

Gejala Umum
Gejala berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta
telinga mendenging. Pada anemia ini, penurunan kadar Hb terjadi
secara perlahan-lahan. Anemia bersifat simtomatik jika kadar Hb turun di
bawah 7 g/dL. Pada pemeriksaan fisik, pasien dijumpai pucat, terutama pada
konjungtiva dan daerah bawah kuku

2.

Gejala Khas

Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal

dan menjadi cekung sehingga mirip sendok


Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah

menghilang
Stomatitis angularis: radang pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak
berwarna pucat keputihan
Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica: keinginan memakan makanan yang tidak lazim, ex: tanah liat, es, lem,
dll

11. Bagaimana penatalaksanaan dari segi farmakologi dan non farmakologi pada kasus?
Fadil, denara
28

Jawab :
Terapi untuk anemia defisiensi besi :
i

Terapi kausal : yaitu terapi tehadap penyebab terjadinya anemia defisiensi


besi,

misalnya

pengobatan

terhadap

perdarahan,

maka

dilakukan

pengobatan pada penyakit yang menyebabkan terjadinya perdarahan kronis


seperti penyakit cacing tambang, hemoroid, menorhagia, karena jika tidak
maka anemia akan akan kambuh kembali.
ii Pemberian perparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
(iron replacement therapy)
Terapi besi oral
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama karena efektif, murah, dan
aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat, dengan dosis anjuran 3 X
200 mg, setiap 200 mg nya mengandung 66 mg besi elemental. Dengan dosis
anjuran tersebut dapat mengabsorbsi besi 50 mg per hari yang dapat
meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal. Preparat lainnya ialah, ferrous
gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate.
Efek samping utama : gangguan GIT pada 15-20% sehingga mengurangi
kepatuhan pasien dalam meminum obat. Keluhan dapat brupa mual, muntah,
serta konstipasi. Pengobatan diberikan 3-6 bulan, ada yang menganjurkan sampai
12 bulan, sampai kadar HB normal untuk mengisis cadangan besi tubuh.
Terapi besi parenteral
Sangat efektif, namun mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih mahal.
Indikasi pemberian :

Intoleransi terhadap pemberian besi oral


Kepatuhan terhadap obat yang rendah
Gangguan pencernaan seperti kolilitis ulseratif yang dapat kambuh jika

diberikan besi
Penyerapan besi terganggu, seperti pada gastrektomi
Kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi dengan
pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic

teleangiectasia
Kebutuhan besi yang besar dalam waktu yang pendek, seperti pada

kehamilan trimester 3 atau sebelum operasi


Defisiensi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia
gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
29

Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg


besi/ml), iron sorbitol citric acid complex, dan ferric gluconate dan iron
sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara IM atau IV
pelan.

Tujuan terapi besi parenteral ialah mengembalikan kadar Hb dan mengisi besi
sebesar 500mg-1000mg.
Efek samping : reaksi anafilaktik meskipun jaran (0,6 %), flebitis, sakit kepala,
fushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop, pada pemberian IM memberikan
rasa nyeri dan warna hitam pada kulit.
Pengobatan lain
Diet : diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama dari protein

hewani.
Vitamin C : diberikan 3 X 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfuse darah.
Darah yang diberikan ialah PRC untuk mengurangi bahaya overload. Indikasi
transfuse darah :
- Adanya penyakit jantung anemic dengan ancama payah jantung
- Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia ddengan gejala pusing
-

yang sangat menyolok


Pasien memerlukan peningkatan Hb yang cepat seperti pada kehamilan

trimester akhir atau preoperasi.


12. Apa saja komplikasi dari diagnosis pada kasus?
Jawab :
a. Gagal jantung
b. Parestesia
c. Gangguan pembentukan heme
d. Gangguan sistem imun
e. Penyakit ginjal
13. Bagaimana prognosis dari diagnosis pada kasus?
Jawab :
Ketika penyebab merupakan sesuatu yang tidak berat, maka prognosisnya baik,
dapat dilakukan terapi pemberian besi secara berkelanjutan. Jika terapi dihentikan
setelah anemia membaik tetapi cadangan besi belum kembali maka dapat terjadi
rekurensi anemia. Untuk itulah, terapi harus dilakukan paling tidak 12 bulan agar
tidak hanya kebutuhan zat besi yang tercukupi, tetapi juga cadangan besinya terisi.
Quo ad vitam: Bonam
30

Quo ad fungsionam: Bonam

14. Bagaimana SKDI dari diagnosis pada kasus?


Jawab :
SKDI 4A:
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri
dan tuntas Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter

VI.

SINTESIS
A. METABOLISME ZAT BESI

Zat besi normal dikonsumsi 10-15 mg per hari. Sekitar 5-10% akan diserapdalam bentuk
Fe2+ di duodenum dan sebagian kecil di jejunum. Pada kondisi asam,zat besi lebih banyak
diserap. Fe akan disimpan dalam bentuk ferritin. Absorpsi zatbesi dipengaruhi oleh protein
HFE. HFE akan menempel pada reseptor transferring(protein pengangkut Fe). Fe akan
memasuki aliran darah dan bergabung denganprotoporphyrin membentuk heme. Kemudian
heme akan berikatan dengan rantaiglobin untuk membentuk hemoglobin.Pada sel darah
merah yang tua dan telah dipecah oleh makrofag, Fe akankembali ke aliran darah dan siap
digunakan kembali.Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh berupa:Senyawa besi
fungsional Hemoglobin, mioglobin, enzim-enzim Besi cadangan Feritin, HemosiderinBesi
Transfort TransferinBesi diabsorbsi dalam tubuh melalui 3 fase yaitu:1. Fase luminal: besi
dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserapdi duodenum 2. Fase Mukosal:
proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatuproses aktif 3. Fase Korporeal:
meliputi proses transfortasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besioleh sel sel yang memerlukan
dan penyimpanan besi oleh tubuh.

Bentuk zat besi dalam tubuh terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh yaitu:a. Zat besi
dalam hemoglobin.b. Zat besi dalam depot (cadangan) terutama sebagai feritin dan
31

hemosiderin.c. Zat besi yang ditranspor dalam transferin.d. Zat besi parenkhim atau zat besi
dalam jaringan seperti mioglobin dan beberapaenzim antara lain sitokrom, katalase, dan
peroksidase

Dari tabel ini kelihatan bahwa sebagian besar zat besi terikat dalamhemoglobin
yang

berfungsi

khusus,

yaitu

mengangkut

oksigen

untuk

keperluanmetabolisme

dalam jaringan-jaringan. Sebagian lain dari zat besi terikat dalam sistemretikuloendotelial
(Reticulo Endothelial System = RES) hepar dan sumsum tulangsebagai depot besi untuk
cadangan. Sebagian kecil dari zat besi dijumpai dalamtransporting iron binding protein
(transferin),

sedangkan

sebagian

kecil

sekalididapati

dalam

enzim-enzim

yang

berfungsi sebagai katalisator pada prosesmetabolisme dalam tubuh. Proses metabolisme


zat besi digunakan untuk biosintesa hemoglobin, dimanazat besi digunakan secara terusmenerus. Sebagian besar zat besi yang bebas dalamtubuh akan dimanfaatkan kembali
(reutilization), dan hanya sebagian kecil sekaliyang diekresikan melalui air kemih, feses dan
keringat.
B. ERITROPOIESIS
Pembentukan eritrosit (eritropoiesis) merupakan suatu mekanisme umpan balik. Ia dihambat
oleh peningkatan kadar eritrosir bersirkulasi dan dirangsang oleh anemia. Ia juga dirangsang
oleh hipoksia dan peningkan aklimatisasi ke tempat tinggi. Eritropoiesis dikendalikan oleh
suatu hormon glikoprotein bersirkulasi yang dinamai eritropoietin yang terutama disekresikan
oleh ginjal.
Setiap orang memproduksi sekitar 1012 eritrosit baru tiap hari melalui proses
eritropoiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropoiesis berjalan dari sel induk
menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang, yaitu
32

pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti
ditengah dan nucleoli, serta kromatin yang sediki.
menggumpal. Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas
yang makin kecil melalui sejumlah pembelahan sel. Normoblas ini juga mengandung
sejunlah hemoglobin yang makin banyak (yang berwarna merah muda) dalam sitoplasma,
warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan apparatus yang
mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi makin padat. Inti akhirnya dikeluarkan
dari normoblas lanjut didalam sumsum tulang dan menghasilkan stadium retikulosit yang
masih mengandung sedikit RNA ribosom dan masih mampu mensintesis hemoglobin.

Gbr. 4. Gambar sel-sel darah dalam hematopoiesis (Colour Atlas of Hematology,


Practical

Microscopic

and

Clinical

Diagnosis,

oleh

Harald

Theml,M.D.Professor,Newyork 2004, hal 2-3)


Sel ini sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1-2 hari dalam
sumsum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum menjadi matur,
terutama berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit matur berwarna merah muda
33

seluruhnya, adlah cakram bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas biasanya menghasilkan 16
eritrosit matur. Sel darah merah berinti (normoblas) tampak dalam darah apabila eritropoiesis
terjadi diluar sumsum tulang (eritropoiesis ekstramedular) dan juga terdapat pada beberapa
penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak ditemukan dalam darah tepi manusia yang normal.

Seri erithrocytic

Proerythroblast/ Pronormoblast/ Rubriblast:


sel ini sulit dibedakan dengan sel blast seri lain.
diameter: 15 20 micron
nukleus: ukuran besar (hampir memenuhi sebagian besar sel),
kromatin berhialin halus, nucleoli terlihat;
sitoplasma: berwarna biru tua atau basofilik.

Basophilic erythroblast/ prorubricyte:


sulit dibedakan dengan proerythroblast
diameter 10-12 micron
nukleus: ukuran < nucleus pronormoblast, kromatin lebiH
padat,

nukleoli tidak terlihat, membran nukleus lebih tebal,

sitoplasma: berwarna biru laut

Polychromatophilic erythroblast/Rubricyte:
diameter: 8 12 mikron
nukleus: bulat, lebih kecil, kromatin lebih padat & kasar,
sitoplasma: berwarna kebiruan, mulai tampak bintik bintik
merah dalam sitoplasma karena terbentuknya Hb.

Orthochromatophilic/ erythroblast/Metarubricyte:

34

diameter: 8 - 10 mikron
nukleus: makin kecil dan piknotik;
sitoplasma: mulai berwarna kemerah-merahan

Reticulocyte:
diameter: 8 9.5 mikron
nukleus: tidak ada;
sitoplasma: asidofilik

Erythrocyte:
diameter: 6 8 mikron
eritrosit matur tanpa nukleus; bentuk bikonkaf
sitoplasma: berwarna merah muda karena ribosom yang
berkurang dan adanya sejumlah besar protein seperti hemoglobin

Membran Eritrosit
Membran eritrosit terdiri atas lipid dua lapis (lipid bilayer), protein membran integral,
dan suatu rangka membrane. Sekitar 50% membran adalah protein, 40% lemak, dan 10 %
karbohidrat. Karbohidrat hanya terdapat pada permukaan luar sedangkan protein dapat
diperifer atau integral, menembus lipid dua lapis.
HEMOGLOBIN
Pigmen merah pembawa oksigen didalam eritrosit vertebrata merupakan hemoglobin,
suatu protein dengan berat molekul 64.450. Hemoglobin suatu molekul globin yang dibentuk
35

4 subunit. Tiap subunit mengandung suatu gugus hem yang dikonjugasi ke suatu
poplipeptida. Hem merupakan turunan porfirin yang mengandung besi. Polipeptida dinamai
secara bersama-sama sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin. Ada 2 pasangan
polipeptida dalam tiap molekul hemoglobin, 2 subunit mengandung satu jenis polipeptida dan
2 mengandung lainnya. Pada hemoglobin manusia dewasa normal (hemoglobin A), 2 jenis
polipeptida dinamai rantai , masing-masingnya mengandung 141 gugusan asam amino dan
rantai , yang masing-masingnya mengandung 146 gugusan asam amino. Sehingga
hemoglobin A dinamai 22. Tidak semua hemoglobin dalam darah dewasa normal
merupakan hemoglobin A. sekitar 2,5% hemoglobin merupakan hemoglobin A2, tempat
rantai digantikan oleh (22). Rantai juga mengandung 146 gugusan asam amino, tetapi
10 gugusan tersendiri berbeda dari yang dalam rantai .
Ada sejumlah kecil dari rantai 3 turunan hemoglobin A yang berhubungan erat dengan
hemoglobin A yang diglikolisasi. Salah satu dari ini, hemoglobin A1c (HbA1c), mempunyai
suatu glukosa yang dilekatkan ke valin terminal dalam tiap rantai dan mempunyai minat
khusus karena jumlah dalam darah meningkat didalam diabetes mellitus terkontrol buruk.
Hemoglobin mengikat O2 untuk membentuk oksihemoglobin, O2 yang melekat ke
Fe2+ didalam hem. Afinitas hemoglobin bagi O2 dipengaruhi oleh pH, suhu, dan dan
konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG). 2,3-DPG dan H+ bersaing denganO2 dalam
pengikatan ke hemoglobin di deoksigenasi, yang menurunkan afinitas hemoglobin bagi O2
dengan memindahkan posisi 4 rantai polipeptida (struktur kuatener).
Bila darah terpapar ke berbagai obat dan zat pengoksidasi lain in vitro atau in vivo,
maka besi fero (Fe2+) dalam molekul diubah ke ion feri (Fe 3+), yang membentuk
methemoglobin. Methemoglobin berwarna gelap dan bila ia ada didalam jumlah besar
didalam sirkulasi, maka ia akan menyebabkan pewarnaan kulit berwarna kehitaman yang
menyerupai sianosis. Normalnya timbul sejumlah oksidasi hemoglobin ke methemoglobin,
tetapi system enzim didalam eritrosit, system NADH-methemoglobin reduktase, mengubah
methemoglobin kembali ke hemoglobin.
Karbon monoksida bereaksi dengan hemoglobin membentuk karbonmonoksi
hemoglobim (karboksihemoglobin). Afinitas hemoglobin bagi O2 jauh lebih rendah
dibandingkan afinitasnya bagi karbon monoksida, yang akibatnya menggeser O2 dari
hemoglobin, yang mengurangi kapasitas darah membawa oksigen.
Sintesis Hemoglobin
Kandungan hemoglobin normal rata-rata 16 g/dl pada pria dan 14 g/dl pada wanita,
36

yang semuanya terdapat dalam eritrosit. Didalam badan pria 70 kg ada sekitar 900 g
hemoglobin serta 0,3 g hemoglobin dirusak dan 0,3 g disintesis setiap jam. Bagian hem dari
molekul hemoglobin disintesis dari glisin dan suksinil-KoA.
Katabolisme Hemoglobin
Bila eritrosit tua dirusak di dalam system retikuloendotel, maka bagian globin
molekul hemoglobin dipecah dan hem diubah ke biliverdin. Pada manusia, kebanyakan
biliverdin diubah ke bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu. Besi dari hem digunakan
kembali untuk sintesis hemoglobin; jika darah hilang dari badan dan defisiensi besi tidak
dikoreksi, maka timbul anemia defisiensi besi.

Struktur 3-dimensi hemoglobin


(Haematology at a Glance, oleh Victor Hoffbrand, edisi ke-2, London 2005, hal 11)
C. ANEMIA DEFISIENSI BESI
a. Definisi dan klasifikasi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan
besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.
Dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh, maka defisiensi dapat
dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
-

Iron depleted state, yaitu cadanagn besi menururn, tetapi penyediaan besi untuk
eritropoesis belum terganggu.
37

Iron deficient erythropoiesis, yaitu cadangan besi kosong penyediaan besi

untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.


Iron deficiency anemia, yaitu cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi
besi.

b. Epidemiologi
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai baik di
klinik maupun di masyarakat. Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi
anemia defisiensi besi di Indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada
laki-laki 16-50%

dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada pensiunan

pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan
oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali
didapatkan angka prevalens ADB sebesar 27%.
c. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh :
i.

Kebutuhan besi yang meningkat secara fisiologis, seperti pada prematuritas,

ii.

anak dalam masa pertumbuhan,dan kehamilan.


Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal
dari :
- Saluran cerna : tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, infeksi

iii.

cacing tambang
- Saluran genitalia wanita : menorrhagia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran napas : hemoptoe
Kurangnya besi yang diserap
- Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat akibat kurangnya
jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (boavalaibilitas)

iv.

besi yang tidak baik.


- Malabsorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan
anemia defisiensi besi pada masa fetus dan pada awal masa neonatus.

d. Patogenesis
Patogenesis anemia defisiensi besi dimulai ketika cadangan besi dalam tubuh
habis yang ditandai dengan menurunnya kadar feritin yang diikuti juga oleh
38

saturasi transferin dan besi serum. Penurunan saturasi transferin disebabkan tidak
adanya besi di dalam tubuh sehingga apotransferin yang dibentuk hati menurun dan
tidak terjadi pengikatan dengan besi sehingga transferin yang terbentuk juga
sedikit. Sedangkan total iron binding protein (TIBC) atau kapasitas mengikat besi
total yang dilakukan oleh transferin mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan
karena tidak adanya besi di dalam tubuh sehingga transferin berusaha mengikat
besi dari manapun dengan meningkatkan kapasitasnya.
Dalam tubuh manusia, sintesis eritrosit atau eritropoesis terus berlangsung
dengan memerlukan besi yang akan berikatan dengan protoporfirin untuk
membentuk heme. Pada anemia defisiensi besi, besi yang dibutuhkan tidak tersedia
sehingga heme yang terbentuk hanya sedikit dan pada akhirnya jumlah hemoglobin
yang dibentuk juga berkurang. Dengan berkurangnya Hb yang terbentuk, eritrosit
pun mengalami hipokromia (pucat). Hal ini ditandai dengan menurunnya MCHC
(mean corpuscular Hemoglobin Concentration) < 32%. Sedangkan protoporfirin
terus dibentuk eritrosit sehingga pada anemia defisiensi besi, protoporfirin eritrosit
bebas (FEP) meningkat. Hal ini dapat menjadi indikator dini sensitif adanya
defisiensi besi.
Di sisi lain, enzim penentu kecepatan yaitu enzim ferokelatase memerlukan
besi untuk menghentikan sintesis heme. Padahal besi pada anemia defisiensi besi
tidak tersedia sehingga pembelahan sel tetap berlanjut selama beberapa siklus
tambahan namun menghasilkan sel yang lebih kecil (mikrositik). Hal ini ditandai
dengan menurunnya MCV (mean corpuscular volume) < 80 fl.
e. Manifestasi Klinis
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu
gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.
i.

Gejala umum anemia


Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic
syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin
turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,
mata berkunang-kunang serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi
besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan
sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan
anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh
39

karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia


bersifat simtomatik jika hemoglobin telah menurun di bawah 7 g/dl. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat , terutama pada konjunctiva
ii.

dan jaringan di bawah kuku.


Gejala khas defisiensi besi
Gejala yang khas dijumpai pada anemia defisiensi besi tapi tiak pada
anemia jenis lain adalah:
Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjdi rapuh, bergaris

garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.


Atropi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena

papil lidah menghilang.


Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut

sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.


Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah

liat, es, lem dan lain-lain.


Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly
adalah kumpulan gejala terdiri dari anemi hipokromik mikrositer, atrofi
papil lidah dan disfagia.

iii.

Gejala penyakit dasar


Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia difisiensi tersebut. Misalnya pada anemia akibat
penyakit cacing tambang dapat dijumpai dispepsia, parotis membengkak,
dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia
karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan
kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker
tersebut.

f. Pemeriksaan
Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan keluhan utama yang menyebabkan pasien
datang ke sarana pelayanan kesehatan. Pada skenario didapatkan pasien
mengeluhkan gejala umum anemia yang sudah dijabarkan sebelumnya.
Selanjutnya tanyakan kapan pasien mulai mengalami keluhan tersebut serta
40

gangguan lain yang mungkin menyertai keluhan tersebut. Pada pasien anemia
defisiensi besi, kekurangan besi yang dialami pasien dapat disebabkan karena
gangguan absorpsi, kurangnya intake besi sehari-hari atau akibat perdarahan
kronik. Jadi dapat ditanyakan juga apakah ada penyakit lain seperti kolitis kronik
atau riwayat gastrektomi yang menyertai, bagaimana asupan makanan sehari-hari
terkait dengat intake besi, dan apakah ada riwayat perdarahan misalnya BAB
berdarah, BAK berdarah dan lain-lain. Selain itu dapat juga ditanyakan pekerjaan
pasien yang mungkin berkaitan dengan infeksi cacing tambang yang menjadi
salah satu penyebab anemia defisiensi besi.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan keadaan
umum, vital sign, status gizi apakah gizi baik atau buruk, konjungtiva apakah
anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak , bibir, lidah, gigi dan mulut, bentuk
kepala, kelainan herediter, jantung dan paru, hepar, limpa, ekstremitas.
Pemeriksaan Laboratorium
Kelaianan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai
adalah:
i.

Kadar Hemoglobin dan Indeks. Didapatkan anemia hipokromik


mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai
berat. MCV dan MCH menurun dan MCHC menurun pada defisiensi yang
lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal
defisiensi besi ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution widht).
Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memakai angka < 80 fl, tetapi pada
penelitian kasus ADB di Denpasar, dijumpai bahwa titik pemilah < 78 fl
memberi spesifisitas paling baik. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami
penurunan sebelum kadar Hb menurun.
Hapusan darah tepi menunjukan anemia

hipokromik

mikrositer,

anisositosis, dan poikolositosis. Makin berat derajat anemia makin berat


derajat hipokromia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis ekstrim, maka
sel tampak sebagai sebuah cincin sehingga disebut sel cincin, atau
memanjang seperti pensil. Kadang-kadang dijumpai sel target.

41

Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tapi granulositopenia


ringan dapat dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena
cacing tambang dijumpai eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada
ii.

ADB dengan episode perdarahan akut.


Konsentrasi besi serum menurun pada ADB dan TIBC (total iron binding
capacity) meningkat. TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin
terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi
TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diagnosis ADB, kadar besi serum
menurun < 50 g/dl, TIBC meningkat > 350 g/dl, dan saturasi transferin <
15%. Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang

iii.

sangat besar, dengan kadar puncak pada jam 8 sampai 10 pagi.


Feritin Serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali
pada keadaan inflamasi atau keganasan tertentu. Titik pemilah untuk feritin
serum pada ADB dipakai angkan < 12 g/dl, tetapi ada juga yang
menggunakan < 15 g/dl. Untuk daerah tropik di mana angka infeksi dan
inflamasi yang masih tinggi titik pemilah harus sedikit dikoreksi. Pada
penelitian di Bali sensitivitas tertinggi (84%) justru dicapai pada pemakaian
feritin serum < 40 g/dl, tanpa mengurangi spesifisitas terlalu banyak
(92%). Hecberg untuk daerah tropik menganjurkan memakai angka feritin
seru < 20 g/dl sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika terjadi infeksi atau
inflamasi yang jelas, maka feritin serum sampai dengan 50-60 g/dl masih

iv.

dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.


Reseptor tranferin serum (sTfR). Reseptor transferi dilepaskan dari sel ke
dalam plasma. Kadar sTfR meningkat pada anemia defisiensi besi. Yang
digunakan adalah rasio reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio >
1,5 menunjukkan ADB. Digunakan untuk membedakan ADB dengan

v.

anemia akibat penyakit kronik.


Sumsum Tulang. Pemeriksaan ini tidak perlu dilakukan kecuali pada kasus
dengan komplikasi. Pengecatan sumsum tulang dengan Perls stain
menunjukkan cadangan besi negatif ditandai dengan tidak ada besi dari

vi.

eritroblas cadangan (makrofag) dan yang sedang bekembang.


Dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab ADB. Antara lain
pemeriksaan feses untuk mencari cacing tambang atau darah, endoskopi,
dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi tersebut.

42

g. Komplikasi
Anemia berat dapat menyebabkan hipoksemia dan mempertinggi resiko
insufiseinsi koroner dan iskemik miokard, selain itu dapat memperparah

keadaan pasien dengan penyakit paru kronis.


Intoleransi terhadap dingin ditemukan pada beberapa pasien dengan
anemia defisiensi kronis, dan bermanifestasi sebagai gangguan vasomotor,

nyeri neurologis, atau mati rasa bahkan rasa geli.


Meskipun jarang, namun pada anemia defisiensi yang berat berhubungan
dengan papilledema, peningkatan tekanan intracranial, dan bias disapatkan
gambaran klinis pseudotumor cerebri. Manifestasi ini dapat terkoreksi oleh
terapi dengan pemberian preparat besi.

Fungsi imun yang melemah, dan pernah dilaporkan pasien dengan anemia
defisiensi besi mudah terjangkit infeksi, meskipun demikian belum
didapatkan fakta yang pasti mengenai keterkaitan antara defisiensi besi
dengan melemahnya imun karena ada beberapa factor lain yang turut

berperan.
Anak dengan deficit besi akan mengalami gangguan dalam perilakunya.
Pada infants terjadi gangguan perkembangan neurologis dan pada anak
usia sekolah terjadi penurunan prestasi belajar. IQ dari anak usia sekolah
dengan anemia defisiensi besi dilaporkan lebih rendah jika dibandingkan
dengan anak sebaya yang nonanemic. Gangguan dalam perilaku dapat
bermanisfestasi sebagai kelainan dalam pemusatan perhatian, sedngakan
pada infants akan terjadi

pertumbuhan yang tidak optimal. Semua

manifestasi ini dikoreksi dengan terapi besi.


h. Prognosis
Anemia defisiensi besi jika terkoreksi dengan baik maka akan memberikan
prognosis yang baik, namun anemia defisiensi besi dapat memiliki prognosis yang
buruk, jika kondisi yang mendasarinya memiliki prognosis yang buruk juga
seperti neoplasia. Sama halnya dengan prognosis yang dapat berubah oleh
comorbid condition seperti coronary artery disease.
i. Terapi
Terapi untuk anemia defisiensi besi :
43

iii Terapi kausal : yaitu terapi tehadap penyebab terjadinya anemia defisiensi
besi,

misalnya

pengobatan

terhadap

perdarahan,

maka

dilakukan

pengobatan pada penyakit yang menyebabkan terjadinya perdarahan kronis


seperti penyakit cacing tambang, hemoroid, menorhagia, karena jika tidak
maka anemia akan akan kambuh kembali.
iv Pemberian perparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
(iron replacement therapy)
Terapi besi oral
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama karena efektif, murah, dan
aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat, dengan dosis anjuran 3 X
200 mg, setiap 200 mg nya mengandung 66 mg besi elemental. Dengan dosis
anjuran tersebut dapat mengabsorbsi besi 50 mg per hari yang dapat
meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal. Preparat lainnya ialah, ferrous
gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate.
Efek samping utama : gangguan GIT pada 15-20% sehingga mengurangi
kepatuhan pasien dalam meminum obat. Keluhan dapat brupa mual, muntah,
serta konstipasi. Pengobatan diberikan 3-6 bulan, ada yang menganjurkan sampai
12 bulan, sampai kadar HB normal untuk mengisis cadangan besi tubuh.
Terapi besi parenteral
Sangat efektif, namun mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih mahal.
Indikasi pemberian :

Intoleransi terhadap pemberian besi oral


Kepatuhan terhadap obat yang rendah
Gangguan pencernaan seperti kolilitis ulseratif yang dapat kambuh jika

diberikan besi
Penyerapan besi terganggu, seperti pada gastrektomi
Kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi dengan
pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic

teleangiectasia
Kebutuhan besi yang besar dalam waktu yang pendek, seperti pada

kehamilan trimester 3 atau sebelum operasi


Defisiensi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia

gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.


Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg
besi/ml), iron sorbitol citric acid complex, dan ferric gluconate dan iron
44

sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara IM atau IV
pelan.
Tujuan terapi besi parenteral ialah mengembalikan kadar Hb dan mengisi besi
sebesar 500mg-1000mg.
Efek samping : reaksi anafilaktik meskipun jaran (0,6 %), flebitis, sakit kepala,
fushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop, pada pemberian IM memberikan
rasa nyeri dan warna hitam pada kulit.
Pengobatan lain
Diet : diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama dari protein

hewani.
Vitamin C : diberikan 3 X 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfuse darah.
Darah yang diberikan ialah PRC untuk mengurangi bahaya overload. Indikasi
transfuse darah :
- Adanya penyakit jantung anemic dengan payah jantung
- Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia ddengan gejala pusing
-

yang sangat menyolok


Pasien memerlukan peningkatan Hb yang cepat seperti pada kehamilan
trimester akhir atau preoperasi.

VII.

Kerangka Konsep
Ny.A,60 tahun,mengalami nyeri lutut

mengonsumsi
menghambat COX-1 & COX-2

NSAID 4 tahun

45

Erosi Mukosa Lambung

Epigastric
Pain

Blood Occult lama


Eritropoesis turun
Eritrosit

Hb

Fe Banyak
keluar

Imunitas dan integrasi


jaringan menurun

Pucat

Pengangkutan O2

Palpitasi

Cheilitis
(+)

Fatique

Defisiensi Besi

Papil atrof

Eritropoesis turun

Anisositosis
Hipokrom
mikrositer
poikilositosis

ANEMIA DEFISIENSI BESI

VIII.

Kesimpulan
Ny. A, 60 tahun mengalami anemia defisiensi besi ec. Gastritis Erosif akibat konsumsi
NSAID jangka panjang.

Daftar Pustaka
Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to
Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. EGC: Jakarta.
Hoffbrand, A. V. , J.E. Pettit, P. A. H. Moss. Kapita Selekta Hematologi. 2005. Jakarta: EGC
Ilmu Penyakit dalam Jakarta: Penerbit Buku Univertas Indonesia
Jones, C.Hughes dkk. Catatan Kuliah Hematologi Edisi 5. EGC: Jakarta.
Robbins, Kumar Cotran. Buku Ajar Patologi Vol.2. 2005. Jakarta: EGC
Sutedjo, AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalaui Hasil Pemeriksaan Lab.
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta: EGC.
46

Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC.

47

Anda mungkin juga menyukai