Etika Penelitian
Etika Penelitian
Disusun Oleh:
Citra Hayuning Kinasih
22020114120025
A.14.2
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
A.
A. Pengertian
Etika berasal dari bahasan Yunani ethos. Istilah etika bila ditinjau dari aspek
etimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam
masyarakat. Menurut pandangan Sastrapratedja (2004), etika dalam konteks filsafat
merupakan refleksi filsafati atas moralitas masyarakat sehingga etika disebut pula
sebagai filsafat moral. Etika membantu manusia untuk melihat secara kritis moralitas
yang dihayati masyarakat, etika juga membantu kita untuk merumuskan pedoman etis
yang lebih adekuat dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan
yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat. Sedangkan
etika
dalam
ranah
penelitian lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan
penelitian.
Etika penelitian adalah semacam integritas ilmiah, suatu prinsip pemikiran ilmiah
yang
mengedepankan
kejujuran
(Richard
Feymand
alam
CARGO
CULT
SCIENCE,1974). Etika dalam penelitian lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang
diterapkan dalam kegiatan penelitian. Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan
penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan
prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian
tidak memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian,
namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat kemanusiaan (Jacob, 2004).
B. Perkembangan Etik Penelitian
Perkembangan Etik Penelitian di dunia dimulai dengan pengertian bahwa penyakit
berasal dari kutukan dewa atau setan. Penyelesaian pada waktu itu dengan magic atau
secara spiritual. Dukunlah yang menjadi perantara anatara manusia dan dewa. Pada
waktu itu, orang percaya pada kemampuan dukun/tabib dapat menyembuhkan penyakit.
Sesuai dengan perjalanan waktu, munculah tokoh-tokoh yang berperan dalam
kemajuan dunia kesehatan, seperti Edward Jenner, penemu vaksin cacar, Joseph Lister,
ahli bedah yang menggunakan antiseptic pada waktu melakukan operasi.
Setelah teknologi kedokteran lebih maju lagi, ditemukan antibiotika. Namun,
masalah baru timbul dengan adanya resistensi antibiotik, sehingga perlu penelitian
mengenai antibiotik generasi baru.
Belakangan ini, dengan kemajuan teknologi kedokteran, para ahli melakukan
transplantasi organ dan melakukan rekayasa genetika. Manusia pada suatu saat merasa
dirinya seperti Tuhan. Berbagai penelitian baru yang memakan biaya besar terus
dilakukan. Para ahli di bidang tertentu menjadi spesialis bahkan menjadi superspesialis,
yang sering menganggap manusia hanyalah sebagia sekumpulan organ. Akibatnya,
hubungan kejiwaan antara dokter dan pasien menjadi kabur dan dampaknya adalah
terjadinya penyimpangan norma etik baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Puncaknya penyimpangan etik tersebut terjadi pada saat pemerintahan NAZI. Saat
itu, penelitian dilakukan terhadap tahanan Perang Dnia II, yang menilai ketahanan
manusia pada suhu 0 C. Penelitian tersebut didasarkan pada tujuan politik dan
chauvinism. Percobaan tersebut menyiksa dan merugikan orang percobaan.
Sebenarnya, norma etik kedokteran sudah ada sejak zaman dahulu. Sebagai contoh,
adanya sumpah dokter Hindu pada 1500 SM, yang isinya penderita yang diobati jangan
sampai dirugikan. Sumpah Hipocrates (500 SM) yang menyatakan bahwa yang pertama
kali harus diperhatikan oleh seorang dokter adalah jangan menyakiti (primum non
nocere). Pada tahun 1946, di Nurenberg, para ahli menerbitkan peraturan mengenai
percobaan pada manusia, yang dikenal dengan Nurenberg Code. Salah satu aturan yang
harus ada adalah informed consent. Dengan adanya aturan-aturan ini, peneliti diharapkan
tidak merugikan pasien.
Pada tahun 1964, World Medical Association (WMA) menerbitkan Deklarasi
Helsinki I yang berisi panduan bagi dokter pada penelitian klinis. Pada deklarasi ini,
kebijakan dilaksanakan oleh peneliti sendiri dan tidak diharuskan adanya pengawasan
oleh pihak lain. Peneliti harus memutuskan sendiri, apakah ada penyimpangan dalam
penelitiannya atau tidak. Namun ternyata, norma etik tanpa pengawasan sering terjadi
penyimpangan etik.
Pada tahun 1975, World Health Assembly ke-20 di Tokyo menerbitkan Deklarasi
Helsinki II yang merupakan revisi Deklarasi Helsinki I. Deklarasi ini mengharuskan
protocol penelitian pada manusia ditinjau terlebih dahulu oleh panitia untuk dilakukan
pertimbangan, tuntutan, dan diberi komentar. Deklarasi ini juga mengharuskan peneliti
untuk mencantumkan pertimbangan etik (ethical clearance). Penelitian belum dapat
dipublikasikan sebelum ada ethical clearance.
Perkembangan etik penelitian di Indonesia dimulai sejak tahun 1975, yang mana
pada waktu itu delegasi dari Indonesia mengikuti suatu pertemuan yang engharuskan
adanya Panitia Etik Penelitian (PEP). Panitia ini dapat bersifat institusional, dengan tugas
mengelola penelitian di institusi-institusi tertentu, atau bahkan di institusi yang berskala
nasional. Hal lain yang mendorong terbentuknya PEP adalah adanya keharusan bagi
peneliti untuk melampirkan ethical clrearance (EC) guna pengajuan dana. Sebelum PEP
terbentuk EC diberikan oleh Panitia Etik IDI yag sebenarnya hanya mengurusi kasus
malpraktek saja.
Pada tahun 1982, KPPIK-UI membentuk panitia kecil yang membahas etik
penelitian yang pada mulanya hanya diperuntukkan penelitian dilingkungan FK UI saja.
Pada waktu itu, dilakukan pengumpulan naskah lengkap Forum Diskusi Kode Etik
Penelitian Kedokteran. Selanjutnya, pada tahun 1986, dilaksanakan lokakarya yang
melibatkan masyarakat lebih luas yaitu CHS. Dalam lokakarya tersebut dibentuk Paniti
Etik Penelitian di masing-masing Fakultas Kedokteran, dan pada tahun 1987 diterbitkan
Pedoman Etik Penelitian Kedokteran Indonesia.
C. Jenis-jenis Etika Penelitian
Selain didasarkan pada kaidah kaidah ilmiah pelaksanaan penelitian harus
mengikuti etika penelitian. Etika penelitian berkaitan dengan norma norma :
1. Norma sopan Santun, peneliti memperhatikan konvensi dan kebiaaan dalam tatanan di
masyarakat
2. Norma hukum, bila terjadi pelanggaran maka peneliti akan dikenakan sanksi
3. Norma moral, peneliti memiliki etikat dan kesaran yang baik dan jujur dalam
penelitian.
D. Prinsip Utama Etika Penelitian
Etika penelitian memiliki berbagai empat prinsip utama, yaitu:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan informasi
yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan
menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
penelitian (autonomy). Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati
harkat dan martabat manusia, adalah: peneliti mempersiapkan formulir persetujuan
subyek (informed consent) yang terdiri dari:
a.
b.
c.
d.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and
confidentiality).
Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan
individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat terbukanya informasi
individu termasuk informasi yang bersifat pribadi. Sedangkan, tidak semua orang
menginginkan informasinya diketahui oleh orang lain, sehingga peneliti perlu
memperhatikan hak-hak dasar individu tersebut. Dalam aplikasinya, peneliti tidak
boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat asal
subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan
kerahasiaan identitas subyek. Peneliti dapat menggunakan koding (inisial atau
identification number) sebagai pengganti identitas responden.
3. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and
benefits) (Milton, 1999; Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2004).
Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna
mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian dan
dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence). Peneliti meminimalisasi
dampak yang merugikan bagi subyek (nonmaleficence). Apabila intervensi penelitian
berpotensi mengakibatkan cedera atau stres tambahan maka subyek dikeluarkan dari
kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stres, maupun
kematian subyek penelitian.
4. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness).
Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi
prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional,
berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan,
kecermatan, intimitas, psikologis serta perasaan religius subyek penelitian.
Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip keterbukaan yaitu
kejelasan prosedur penelitian. Keadilan memiliki bermacam-macam teori, namun
yang terpenting adalah bagaimanakah keuntungan dan beban harus didistribusikan di
antara anggota kelompok masyarakat.
Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan
keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi
dan pilihan bebas masyarakat. Semua subyek diperlakukan dengan baik. Ada
keseimbangan manfaat dan resiko. Resiko yang dihadapi sesuai dengan pengertian
sehat, yang mencakup: fisik, mental, dan sosial. Oleh karena itu, risiko yang mungkin
dialami oleh subyek atau relawan meliputi: risiko fisik (biomedis), risiko psikologi
(mental), dan risiko sosial. Hal ini terjadi karena akibat penelitian, pemberian obat
atau intervensi selama penelitian.
Risiko Fisik
Tujuan utama kode etik penelitian adalah untuk melindungi keselamatan dan
keamanan subyek penelitian. Keadaan ini akan dialami subyek:
a Efektivitas yang belum diketahui yang diuji.
b Akibat penghentian pengobatan.
c ESO yang belum diketahui
Biasanya manfaat suatu penelitian dirasakan oleh subyek dan masyarakat.
Penelitian ini dilakukan dengan teliti dan mendalam. Ada keadaan yang disebut
inducement, yaitu suatu ajakan dalam suatu penelitian dengan menjanjikan adanya
keuntungan fisik, mental, dan sosial.
Risiko Psikologis
Penilaian risiko ini adalah kualitatif, misalnya rasa cemas atau malu. Penelitian
diperoleh dari wawancara (misalnya ditanyakan masalah hubungan intim pada
penderita HIV/AIDS). Hal
sebelumnya.
Risiko Sosial
Apabila data subyek tidak mendapat pengamanan dari segi kerahasiaan, subyek
dapat mengalami kehilangan pekerjaan, diisolasi oleh masyarakat sekitarnya,
berselisih dengan suami/mertua, dituntut melanggar hokum (misalnya pada penelitian
abortus), dan lain-lain. Risiko psikologis dan social juga dipengaruhi perkembangan
kebudayaan. Sehubungan dengan itu peneliti dan komisi etik harus peka terhadap:
a Definisi dan pengertian mengenai nilai atau persepsi terhadap sesuatu yang
b
d
e
f
kerahasiaan itu penting bagi siapa? Atau apakah kerahasiaan itu bersifat absolute?
Perbedaan persepsi mengenai apa yang dimaksud dengan sakit atau sehat.
Kemungkinan terjadi kesalahan tekhnis dan administrasi dalam mengelola data.
Pendekatan dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas merupakan pilihan yang
Anda.
Obyektivitas
Obyektifitas merupakan upaya meminimalkan kesalahan dalam rancangan
percobaan, analisis dan interpretasi data, penilaian ahli/rekan peneliti, keputusan
Secara teratur catat pekerjaan Anda misalnya kapan dan dimana pengumpulan
data dilakukan.
Keterbukaan
Saling berbagi data, hasil, ide, alat dan sumber daya penelitian.
Jangan gunakan data, metode atau hasil yang belum dipublikasi tanpa ijin
peneliti.
muda.
10 Penghargaan terhadap kolega/rekan kerja
4
5
partisipan.
Keadilan
Memastikan bahwa keuntungan dan akibat dari penelitian terdistribusi secara
seimbang
H. Pedoman Etik Penelitian Kesehatan
Menurut Komite Nasional Etik Penelitian Kesehatan (Rasad, 2003)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Poernomo Bambang. Pendekatan Norma Dan Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Etika
Penelitian. [10 Maret 2004]
Palestin Bondan. Prinsip-Prinsip Etika Penelitian Ilmiah. [18 Oktober 2006]
Komisi nasional etik penelitian kesehatan Depkes RI.,2004., Pedoman nasional etik
kesehatan. Jakarta
Manalu, W. 2006. Etika Penelitian. Presentasi yang disampaikan pada Penlok Penguatan
Penelitian DP2M Ditjen Dikti, Hotel Inna Kuta, Denpasar, 20 - 22 November 2006.
Isnanto, Rizal R. 2009. Buku Ajar Etika Profesi. Available from:
http://core.ac.uk/download/pdf/11705739.pdf. Diunduh pada tanggal 18 Oktober 2015
pukul 19.12 WIB.
Etih. 2011. Available from: http://staff.ipb.ac.id/files/2011/07/etika-penelitian.pdf. Diunduh
pada tanggal 18 Oktober 2015 pukul 19.39 WIB.
Muchtan, Sujatno. 2011. Metodologi Penelitian Biomedis. Bab II Etika Penelitian (23-42).
Available
from:
http://repository.maranatha.edu/2522/3/Metlit%20BAB%20II.pdf.