Anda di halaman 1dari 10

POMR (Problem Oriented Medical Record)

Nama
usia
Status
Alamat
Pekerjaan

: Ny. S
: 55 th/ 31-12-1960
: Umum
: Dsn Pule RT 05 RW 05 Ds jati, Kec.tarokan, Kediri
: Ibu Rumah Tangga
CLUE AND CUE

DATA BASE
Datang ke IGD 8-3-2016
jam 01.00
ANAMNESA
KU: Pasien mengalami
penurunan kesadaran sadar
RPS: pasien mulai 1 jam yll
tidak bisa bicara dan kehilangan
kesadaran, penurunan kesadaran
mulai terasa mulai 4 jam yll,
sebelum mengalami penurunan
kesadaran pasien lemas badan
(+), mual muntah 1x setengah
gelas aqua (+), keluar keringat
dingin (+), batuk (+), sudah lama
mengeluh perut terasa panas dan
sebah memberat hingga muntah
terutama saat makan (+), BAB
(+), BAK (+), GDA UGD 30
RPD: DM 10th rutin minum
Glibenklamid 1-0-0
RPK: Rpsos: rokok (-), kopi (-), mual
muntah saat makan
PEMERIKSAAN FISIK
KU: Somnolen GCS 223
Tensi: 110/80
Nadi: 80x/menit
RR: 22x/menit
t: 36,3
Kepala
Konjungtiva sklera: Dbn
Pupil: miosis 2 mm
Mukosa: Dbn

Wanita, 55th
DM 10th
hipoglikemi
Somnolen
Letargi
Nausea
Vomitting
Diaforesis
Panas pada
abdomen
Batuk
Edem antebranchi
1/3 distal
Shifting dullness
& undulasi (+)
Foto thoraks
Infiltrat +/+
EKG ST elevasi
LVH

PROBLEM
LIST
1.DM kronis
2.Hipoglikemia
3.Dyspepsia
4.Asites
5.Edem Paru
Akut
6.LVH

INITIAL DX
1.
2.
3.
4.

Hipoglikemia
Gastropati e.c. DM
Nefropati e.c. DM
PJK

RAMADHANA YUDHA PERKASA


FK UMM 2011
KELOMPOK D25

DIAGNOSIS

THERAPY

Urin
lengkap
GFR
Tes profil
lipid
Troponin &
CKMB
Endoskopi
gaster

Primary survey :
ABCDE
Pasang oksigen
canul 24-40%
dengan supply
flows antara 1-5
Liter/menit
Pasang IV line
larutan destrosa
40% sebanyak 2
flakon (=50 mL)
bolus intra vena
Batasi konsumsi
Cairan
Hentikan
konsumsi
Glibenklamid dan
ganti dengan
insulin
Konsultasi
spesialis penyakit
dalam dan
penyakit jantung
Terapi Lanjutan
Asites dan Edem
paru
Furoseid 20 mg/
hari PO selama
2mgg
Batasi Asupan
Cairan

PLANNING
MONITORING
- Vital sign (TD,
nadi. RR, suhu,
GCS)
- Cairan, produksi
urin
- Gula darah
- Keluhan Pasien
- EKG

EDUCATION

- penjelasan tentang penyakit


yang diderita
- penjelasan tentang planing
diagnosis sampai monitoring
- penjelasan tentang
prognosis sampai komplikasi

Leher: simetris
Tiroid: Dbn
Vena jugularis: meningkat
Thoraks
Thoraks: simetris
Ikhtus kordis: tampak tak kuat
angkat
Perkusi jantung
Kanan: SIC II Linea
Para Sternalis Dextra
Kanan bawah: SIC IV
Linea Para Sternalis
Dextra
Kiri atas: SIC II Linea
Para Sternalis Sinistra
Kiri bawah: SIC V
Linea Medio
Clavicularis Sinistra +
2cm
Suara paru: Dbn
Suara jantung: S1 S2 tunggal
Abdomen
Inspeksi: tampakan frog shape
Nyeri tekan lapang abdomen (-)
Hepar: supel, 10 cm, palpasi
teraba, nyeri tekan (-)
Ginjal: tidak teraba, nyeri ketok
(-)
Lien: Dbn
Shifting dulnes (+)
Undulasi (+)
Ekstremitas
Edem antebranchi
mulai 1/3 distal post
infus
Pedis dex jari 1,2,3
putus akibat ulkus DM

Dyspepsia e.c.
Gastropati
Metoclopramide
10 mg PO tiap 30
menit sebelum
makan dan tidur.
Makan sedikit2
tapi sering
PJK dan LVH
Prevalensi
komplikasi
Aspirin
Maintenence 80
mg/ hari PO
Konsulkan
spesialis jantung

LABORATORIUM
Nama pemeriksaan
Darah lengkap
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
WBC
NEU
LYM
MON
EOS
BAS
LED
GDA

Tgl 9-3-2016
Hasil

Nilai normal

3.95
11.2
33.4
85
28.3
33.5
126
9.5
75.3
17.9
5.5
0.9
0.4
47

3.50 - 5.50 x 106/ul


11.0 - 16.0 g/dl
35 50%
82 95 fl
27 31 pg
32 36 %
100 300 x 103 /ul
3.5 10 x3 /ul
50 70 %
20 40 %
28%
12%
01%
Lk: 3-8 /jam; Pr: 6-11 /jam

374

60-160 mg/dl

Tampak bercak infiltrat diseluruh lapang paru dex, pembesaran jantung ke lateral sin,

EKG atrial fibrilasi non rapid + Q patol V1-V3 ST elevasi segmen PJK Iskemik
Anteroseptal

HIPOGLIKEMI

Hipoglikemi adalah suatu kondisi dimana kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi jika kadar
glukosa turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3mmol/L).

1.

2.

3.

4.

ETIOLOGI HIPOGLIKEMIA
Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel
penghasil insulin di pankreas (insulinoma). Kadang tumor diluar pankreas yang menghasilkan hormon yang
menyerupai insulin bisa menyebabkan hipoglikemia.
Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi
Hipoglikemia paling sering terjadi disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea) yang diberikan kepada
penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya. Jika dosis obat ini lebih tinggi dari makanan yang
dimakan maka obat ini bisa bereaksi menurunkan kadar gula darah terlalu banyak. Hal ini terjadi karena sel-sel
pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan
epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar
gula darah yang rendah.
Asupan karbohidrat kurang
Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang
Diet slimming, anorexia nervosa
Muntah, gastroparesis
Menyusui
Lain-lain
Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot
Alkohol, pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan
hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor
(Aru W. Sudoyo dkk, 2009)

MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala dari hipoglikemi terdiri dari dua fase antara lain:
Fase pertama yaitu gejala- gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga
dilepaskannya hormone epinefrin. Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa
lapar dan mual (glukosa turun 50 mg%).
Fase kedua yaitu gejala- gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak, gejalanya berupa
pusing, pandangan kabur, ketajaman mental menurun, hilangnya ketrampilan motorik yang halus, penurunan
kesadaran, kejang- kejang dan koma (glukosa darah 20 mg%)
Adapun gejala- gejala hipoglikemi yang tidak khas adalah sebagai berikut:
a. Perubahan tingkah laku
b. Serangan sinkop yang mendadak
c. Pusing pagi hari yang hilang dengan makan pagi
d. Keringat berlebihan waktu tidur malam
e. Bangun malam untuk makan
f. Hemiplegi/ afasia sepintas
g. Angina pectoris tanpa kelainan arteri koronaria
KLASIFIKASI HIPOGLIKEMI
Hipoglikemi Ringan (glukosa darah 50-60 mg/dL)
Terjadi jika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin
ke dalam darah menyebabkan gejala seperti tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Hipoglikemi Sedang (glukosa darah <50 mg/dL)
Penurunan kadar glukosa dapat menyebabkan sel- sel otak tidak memperoleh bahan bakar untuk bekerja
dengan baik. Tanda- tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup keetidakmampuan
berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi,
penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
Hipoglikemi Berat (glukosa darah <35 mg /dL)
Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk
mengatasi hipoglikeminya. Gejalanya mencakup disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan bahkan
kehilangan kesadaran. (Cryer PE dkk. 2003)
Terapi Hipoglikemi
Stadium permulaan ( sadar )
Berikan gula murni 30 gram ( 2 sendok makan ) atau sirop /permen atau gula murni ( bukan pemanis
pengganti gula atau gula diit /gula diabetes ) dan makanan yang mengandung karbohidrat
Hentikan obat hipoglikemik sementara
Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL ( bila sebelumnya tidak sadar)
Cari penyebab
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia )
1) Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL)bolus intra vena ,
2) Diberikan cairan dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam perkolf
3) Periksa GD sewaktu (GDs) ,kalau memungkinkan dengan glukometer ;
Bila GDs < 50 mg /dL-- + bolus dekstrosa 40% 50 % ml IV
Bila GDs < 100 mg /dL --+ bolus dekstrosa 40 % 25 % mL IV
4) periksa GDs setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%
bila GDs < 50 mg/dL -- + bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV
bila GDs <100 mg/dL -- +bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV
bila GDs 100 200 mg /dL -- tanpa bolus dekstrosa 40 %
bila GDs > 200 mg/dL pertimbangan menurunkan kecepatam drip dekstrosa 10 %

5) Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 berturut turut ,pemantauan GDs setiap 2 GDs >200 mg/dL
pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %
6) Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut- turut ,pemantauan GDs setiap 4 jam ,dengan protocol
sesuai diatas GDs > 200 mg/dL pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0.9
7) Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut ,slinding scale setiap 6 jam :
GD ---- Rapid Insulin
( mg/dL ) (unit, subkutan )
<200
0
200-250
5
250-300
10
300-350
15
>350
20
8) bila hipoglikemia belum teratasi ,dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti ; adrenalin
,kortison dosis tinggi ,atau glikagon 0,5-1 mg IV / IM ( bila penyebabnya insulin )
9) bila pasien belum sadar ,GDs sekitar 200 mg / dL .hidrokortison 100 mgper 4 jam selama 12 jam atau
deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol 1,5 - 2 g/kgBB IV setiap 6-8
jam ,cari penyebab lain penurunan kesadaran
Glukosa Oral
Sesudah diagnosis hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler, 10-20 gram
glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly atau 150- 200 ml minuman yang
mengandung glukosa seperti jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena
lemak dalam coklat dapat mengabsorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1- 2 jam perlu diberikan
tambahan 10- 20 gram karbohidrat kompleks. Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak
terlalu gawat, pemberian gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga hidung dapat dicoba.
Glukosa Intramuskular
Glukagon 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Glukagon
adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa
dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya
mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Kecepatan kerja glucagon tersebut sama dengan
pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian
glukosa oral 20 gram (4 sendok makan) dan dilanjutkan dengan pemberian 40 gram karbohidrat dalam bentuk
tepung seperti crakers dan biscuit untuk mempertahankan pemulihan, mengingat kerja 1 mg glucagon yang
singkat (awitannya 8 hingga 10 menit dengan kerja yang berlangsung selama 12 hingga 27 menit). Reaksi
insulin dapt pulih dalam waktu5 sampai 15 menit. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemi yang
diinduksi alcohol, pemberian glucagon mungkin tidak efektif. Efektifitas glucagon tergantung dari stimulasi
glikogenolisis yang terjadi
3.
Glukosa Intravena
Glukosa intravena harus dberikan dengan berhati- hati. Pemberian 50% IV dapat birsifat toksik.
Pemberian glukosa dengan konsentrasi 40 % IV sebanyak 10- 25 cc setiap 10- 20 menit sampai pasien sadar
disertai infuse dekstrosa 10 % 6 kolf/jam.
(Aru W. Sudoyo dkk, 2009)

NEFROPATI DIABETIKUM

Kelainan yang terjadi pada penderita DM kronis dimulai dengan adanya mikroalbuminuria
albuminuria secara klinis penurunan laju filtrasi glomerulus gagal ginjal. Pada pasien DM dengan

dengan mikroalbumineia perlu dilakukan pemantauan terhadap fungsi ginjal. Normal GFR pada orang dewasa
adalah 120-125 ml/menit.
GFR berfungsi untuk mempertahankan homeostasis tubuh. GFR yang terlalu cepat menyebankan proses
reabsorpsi di renal tubule tidak sempurna, sebaliknya GFR yang lambat menyebabkan tingginya reabsorpsi zat
yang seharusnya dibuang lewat urin. GFR sangat erat kaitannya dengan Tekanan Darah tubuh. GFR dapat
dikatakan normal jika TD 80-180 mmHG. GFR dipertahankan dengan mekanisme autoregulasi dan miogenik
ginjal (renal myogenik autoregulation) dan umpan balik tubuloglomerular (tubuloglomerular feedback).
Ditemukannya mikroalbuminemia mendorong dan mengharuskan pengelolaan DM yang lebih intensif
termasuk pengelolaan berbagai faktor resiko lain seperti tekanan darah, lipid dan kegemukan. Penyandang DM
dengan GFR < 30 mL/menit harus dikonsulkan kepada ahli penyakit ginjal untuk persiapan terapi bagi kelainan
ginjanya ( Dialisis/ transplantasi).
(Sarwono Waspadji, 2009)
PENYAKIT JANTUNG KORONER
Pada penderita DM kewaspadaan terhadap penyakit pembuluh darah koroner harus ditingkatkan
terutama dengan resiko tinggi atherosklerosis. Keluhan pada daerah dada seyogyanya di tindak lanjuti dengan
pemeriksaan EKG saat istirahat dan EKG dengan beban. Pengontrolan profil lipid harus tetap dilakukan. Pada
pasien dengan DM, rasa nyeri mungkin tidak nyata akibat adanya neuropati pada penderita DM.
Berdasarkan rekomendasi ADA, target penatalaksanaan pasien DM dengan resiko kardiovaskular
kontrol glikemik A1C <7%, GDA pre 90-130, GDA post <180, TD <130/80 mmHg, LDL< 100, Tigliserid <
150 dan HDL >40 mg/dL. Pada pasien dengan dengan gejala PJK pemeriksaan baku adalah angiografi koroner.
(Alwi, 2009)
GASTROPATI DIABETIK
Mengenai definisi gastroparesis diabetik belum ada konsensus yang jelas. Bell et al. menjelaskan
gastroparesis diabetik sebagai neuropati yang terjadi di saluran cerna pada pasien diabetes. Talley menggunakan
istilah diabetik gastropati merujuk pada sindrom klinik dari gejala saluran cerna atas yang memperlihatkan
gangguan motilitas pada pasien diabetes dengan atau tanpa keterlambatan pengosongan lambung. Namun,
seluruhnya setuju bahwa keterlambatan pengosongan lambung pada gastroparesis diabetik terjadi tanpa adanya
obstruksi mekanik. Pedoman dari American Gastroenterological Association (AGA) tentang diagnosis dan
terapi gastroparesis menyatakan bahwa diagnosis gastroparesis sebaiknya didasarkan pada adanya gejala dan
tanda yang sesuai, perlambatan pengosongan lambung, dan tidak adanya lesi obstruksi struktural di lambung
atau usus halus.
Pada sebagian penderita diabetes dengan atau tanpa gastroparesis dapat ditunjukkan adanya penurunan
densitas serabut myelinated vagus dan degenerasi serabut unmyelinated. Sedangkan penelitian lain tidak
menemukan adanya kelainan morfologis dari nervus vagus abdominalis pada penderita gastroparesis diabetika,
baik jumlah maupun penampilan dari neuron dan axonnya. Keadaan hiperglikemia merupakan factor penting
lainnya yang menyebabkan terjadinya gastroparesis. Ternyata bahwa peningkatan kadar gula darah meskipun
masih dalam rentang normal dapat menyebabkan keterlambatan pengosongan lambung pada orang normal
maupun penderita diabetes.
Agen muskarinik kolinergik (betanechol), antikolinesterase, (pyridostigmine) dan 5-HT4 agonis
tegaserod diperkirakan mempercepat pengosongan lambung. Tetapi data penelitian yang menilai efeknya pada
gejala gastroparesis masih sangat sedikit.
gen antiemetik menolong untuk meringankan gejala. Meskipun beberapa penelitian telah
membandingkan berbagai efek agen antiemetik pada pasien dengan gastroparesis, lebih baik untuk mencoba
terapi yang lebih murah (dymenhidrinate atau meclizine) sebagai pilihan pertama, jika tidak efektif, 5-HT3
antagonis mungkin bisa dicoba meskipun kelas ini belum secara eksplisit dipelajari untuk digunakan dalam
pengobatan gastroparesis.

DAFTAR PUSTAKA
Alwi Shahab. 2009. Komplikasi kronik DM penyakit jantung Koroner. Dalam Buku ajar Ilmu
PD. Interna
Publishing 2009
Ajumobi AB, Griffin RA. Diabetic gastroparesis: evaluation and management. Hospital physician 2008; p.2735 Available from: http://www.turner-white.com/memberfile.php?PubCode=hp_mar08_gastro.pdf
Aru W. Sudoyo, Setyohadi bambang, Idrus Alwi. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: jilid
III Edisi V;
Interna Publishing; Jakarta
Bell RA, Jones-Vessey K, Summerson JH. Hospitalizations and outcomes for diabetic gastroparesis in North
Carolina. South Med J 2002;95:12979
Clement SC. 2004. Management Of Diabetes and Hyperglicemia in hospital. Diabetes care.
Interna
Publishing.
Cryer PE, Davis SN. 2003. Hypoglicemia in diabetes. Diabetes Care. Interna publishing
Sarwono Waspadji. 2009. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Pengelolaan.
Dalam Buku ajar Ilmu PD. Interna Publishing 2009
Talley NJ. Diabetic gastropathy and prokinetics. Am J Gastroenterol 2003; 98:26471. 32

Anda mungkin juga menyukai