PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gangguan jiwa merupakan respon maladaptif terhadap stressor dari
lingkungan internal atau eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan, dan
prilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma lokal atau budaya setempat dan
menganggu fungsi sosial, pekerjaan dan/atau fisik (Depkes RI 2003).1
Moderinitas dengan hasil kemajuan diharapkan membawa kebahagiaan
bagi manusia dan kehidupannya, akan tetapi suatu kenyataan yang
menyedihkan ialah bahwa kebahagiaan itu ternyata semakin jauh, hidup
semakin sukar dan kesukaran-kesukaran material berganti dengan kesukaran
mental (psychic). Beban jiwa semakin berat, kegelisahan, ketegangan dan
ketertekanan menimbulkan problem-problem kejiwaan yang bervariasi.2
Studi Bank Dunia (World Bank) pada tahun 1995 di beberapa Negara,
menunjukan bahwa hari-hari produktif yang hilang atau Dissability Adjusted
Life Years (DALYs) sebesar 8,1% dari Global Burden of Disease disebabkan
oleh masalah kesehatan jiwa, angka ini lebih tinggi daripada dampak yang
disebabkan oleh penyakit tuberkulosis (7,2%), kanker (5,8%), penyakit jantung
(4,4%) maupun malaria (2,6%).2
Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
termasuk tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada
dimasyarakat Indonesia khususnya karena kurva dampak dari permasalahan
jiwa, saraf maupun perilaku jumlahnya terus bertambah secara persentase dari
tahun ke tahun. Kebanyakan dari mereka yang mengalami gangguan kesehatan
mental dan jiwa adalah orang dewasa. Berdasarkan data empiris orang yang
mengalami gangguan mental emosional atau gangguan saraf diakibatkan oleh
kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam,
kegagalan dalam pencalonan politik) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.
1 Refarat
Bagian-SMF Psikiatri RSJ DR. Soeparto Hardjohusodo Prov. Sultra, FK.
UHO
2 Refarat
Bagian-SMF Psikiatri RSJ DR. Soeparto Hardjohusodo Prov. Sultra, FK.
UHO
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Psikiatri Traskultur
Budaya didefinisikan sebagai suatu makna, norma, keyakinan, nilai, dan
pola perilaku bersama oleh sekelompok orang. Nilai-nilai ini termasuk
hubungan sosial, bahasa, ekspresi nonverbal dari pikiran dan emosi, keyakinan
moral dan agama, ritual, teknologi, dan keyakinan ekonomi dan praktek.
Budaya memiliki enam komponen penting yaitu :5
1. Budaya yang dipelajari,
2. Budaya dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya,
3. Budaya melibatkan serangkaian makna di mana kata-kata, perilaku,
peristiwa, dan simbol yang telah disepakati oleh sekelompok budaya,
4. Budaya bertindak sebagai wadah untuk membentuk dan mengarahkan
kebiasaan dan perspektif masa depan di dalam maupun di antara generasi,
dan memperhitungkan situasi baru yang akan dihadapi oleh kelompok
budaya,
5. Budaya berada dalam keadaan constant perubahan,
6. Budaya termasuk pola dari kedua komponen subjektif dan objektif dari
perilaku manusia.
Sebuah penilaian budaya yang berkaitan dengan diagnosis dan
pengobatan harus mencakup dalam formulasi dan masalah seseorang pasien,
Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Mental, edisi kelima (DSM-5),
menekankan bahwa dokter harus memperhitungkan konteks ras, etnis, dan
budaya suatu individu untuk penilaian diagnostik dan manajemen klinis yang
efektif, proses ini disebut formulasi budaya, yang mengandung beberapa
komponen . DSM-5 memberikan garis untuk formulasi budaya dan menyajikan
sebuah pendekatan untuk penilaian menggunakan formulasi budaya terhadap
penilaian faktor budaya secara sistematis dalam kegiatan klinis.4
3 Refarat
Bagian-SMF Psikiatri RSJ DR. Soeparto Hardjohusodo Prov. Sultra, FK.
UHO
6 Refarat
Bagian-SMF Psikiatri RSJ DR. Soeparto Hardjohusodo Prov. Sultra, FK.
UHO
2.
3.
kesehatan.
Faktor penguat pula mencakup pengaruh sikap dan perilaku tokoh yang
dipandang tinggi oleh masyarakat contohnya tokoh masyarakat dan tokoh
agama, sikap dan perilaku para petugas yang sering berinteraksi dengan
masyarakat termasuk petugas kesehatan.
2.
3.
untuk berjalan.
Kesehatan anak juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan sosial
7 Refarat
Bagian-SMF Psikiatri RSJ DR. Soeparto Hardjohusodo Prov. Sultra, FK.
UHO
8 Refarat
Bagian-SMF Psikiatri RSJ DR. Soeparto Hardjohusodo Prov. Sultra, FK.
UHO
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya memegang peranan penting dalam perubahan mental seseorang.
Stigma gangguan jiwa secara umum ditimbulkan oleh keterbatasan pemahaman
masyarakat mengenai etiologi gangguan jiwa, di samping karena nilai-nilai
tradisi dan budaya masyarakat yang masih kuat berakar, sehingga gangguan
jiwa seringkali dikaitkan oleh kepercayaan masyarakat yang bersangkutan.
Oleh karenanya, masih ada sebagian masyarakat yang tidak mau terbuka
dengan penjelasan-penjelasan yang lebih ilmiah (rasional dan obyektif) dan
memilih utnuk mengenyampingkan perawatan medis dan psikiatri terhadap
gangguan jiwa.
B. Saran
1. Sebagai upaya de-stigmatisasi terhadap gamngguan jiwa, perlu adanya
kerjasama pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan penyuluhan
kesehatan jiwa, seperti psikiater, psikolog, perawat, dan pekerja sosial,
untuk menyampaikan informasi kesehatan jiwa dan gangguan jiwa kepada
masyarakat, menyebarluaskan paham kesehatan jiwa secara sistematis serta
melakukan kampanye tentang kesehatan jiwa,. Disamping itu, kerjasama ini
perlu melibatkan pemuka-pemuka agama dan masyarakat untuk
menyampaikan informasi mengenai kesehatn jiwa yang sejalan dengan
nilai-nilai agama dan etika kemasyarakatan.
2. Masyarakat tidak hanya bertugas membawa anggotanya ke rumah sakit jiwa
jika ada yang menderita ganghuan jiwa, tetapi juga aktif untuk menerima
penderita setelah pulang dari RSJ, melibatkannya dalam kegiatan
masyarakat, dan yang paling penting memantau perilaku pasien selama di
RSJ.
3. Dukungan keluarga menjadi lebih penting pula dalam menterapi pasien dan
mencegah kambuhnya gangguan jiwa.
9 Refarat
Bagian-SMF Psikiatri RSJ DR. Soeparto Hardjohusodo Prov. Sultra, FK.
UHO
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Muhammad. 2009. Peran daerah tempat tinggal terhadap kejadian
penyakit skizofrenia pada penderita gangguan jiwa yang dirawat inap di RS
DR. Ernandi Bahar Provinsi Sumatra Selatan tahun 2007. Tesis. Fakultas
kesehatan masyarakat. Program studi epidemologi Depok
2. Rahmi Anita. 2008. Stigma gangguan jiwa perspektif kesehatan mental islam.
Skripsi. Jurusan bimbingan dan penyuluhan islam. Fakultas dakwah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta
3. Stern A. Theodore, Fava Maurizio, Wileus E. Timothy, Rosenbaum F. Jerrold,
Henderson C. David, Vincenzi Brenda, Yeung S. Albert, Friechione L. Gregory.
2016. Comprehensive clinical psychiatry: culture and psychiatry. Edisi 2.
Elsevier
4. Sadock J. Benjamin, Sadoct A. Virginia, Ruiz Pedro. 2015. Kaplan dan
Sadocks: Synopsis of psychiatry; Behavioral sciences clinical psychiatry at
transcultural psychiatry. Edisi 8. Wolters Kluwer
5. Franata T. Dhimas. 2010. Perancangan kampanye sosialisasi penyakit
skizofrenia. Skripsi. Jurusan desain komunikasi visual. Fakultas ilmu computer.
Universitas Dian Nuswantoro
6. Kodiran. 2004. Pewarisan budaya dan kepribadian. Humaniora. Vol. 16, Hal.
10-16
7. Hadjam R. Noor. 2006. Perubahan nilai dan kesehatan mental. Fakultas
psikologi Universitas Gajah Mada
8. Nazli A. Shirley. Maret 2015. Kesehatan mental: sejarah, konsep, perbedaan
konsep barat dan timur. Diakses tanggal 8 maret 2016. Diambil dari
http://sauliza.blogspot.co.id/2015/03/sejarah-kesehatan-mental.html
9. Ayu Siti. Februari 2011. Faktor budaya dalam kesehatan mental: pemahaman
terhadap kesehatan mental pada beberapa budaya di Indonesia dan buadaya
barat.
Diakses
tanggal
maret
2016.
Diambil
http://psychosystem.wordpress.com/2011/02/09/hello-world/
10 Refarat
Bagian-SMF Psikiatri RSJ DR. Soeparto Hardjohusodo Prov. Sultra, FK.
UHO
dari
10. Rohmi Siti. April 2013. Makalah pengaruh sosial budaya masyarakat terhadap
kesehatan.
Diakses
tanggal
maret
2016.
Diambil
dari
http://sitirohmie.blogspot.co.id/2013/04/makalah-pengaruh-sosial-buday.html
11 Refarat
Bagian-SMF Psikiatri RSJ DR. Soeparto Hardjohusodo Prov. Sultra, FK.
UHO