Anda di halaman 1dari 25

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dunia industri saat ini terus berkembang, khususnya industri dibidang
bioteknologi. Hal ini dikarenakan kebutuhan produk-produk hasil industri
bioteknologi yang meningkat tiap tahunnya. Salah satu produk yang banyak
terjual dipasaran dunia adalah enzim, seperti enzim amilase, protease, lipase dan
sebagainya.

Menurut

Sajidan

(2007)

industri

enzim

berperan

dalam

meningkatkan devisa negara namun sayangnya masih banyak enzim yang diimpor
oleh Indonesia, contohnya lipase, padahal banyak kekayaan alam Indonesia yang
belum dimanfatkan untuk produksi enzim lipase ini.
Putranto dkk (2006) mencatat harga lipase impor dengan merek dagang
Lypozyme IM, Bio-lipase dan Lipolase mencapai 25 juta rupiah per kg. Lipase
banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan detergen (Sumarsih, 2006),
sebagai biokatalis di berbagai industri medis, farmasi dan pangan (Hermansyah,
dkk, 2007). Lipase juga dianggap sebagai katalis yang murah dan serba guna
untuk mendegradasi lipid. Lebih lanjut, banyak perusahaan yang menggunakan
enzim lipase rekombinan dalam berbagai aplikasi seperti pembuatan roti bahkan
biokatalis pada pembuatan energi alternatif (Al-zuhair, 2007)
Enzim lipase (E.C 3.1.1.3) merupakan suatu protein globular yang
termasuk dalam anggota serin hidrolase dimana sisi aktifnya terdiri dari tiga
serangkaian Ser-His-Asp/Glu (Baiqverael, 2006). Selain itu enzim lipase juga
merupakan salah satu biokatalisator yang penting dalam sintesis organik dan
berbagai industri, yang mengkatalis berbagai reaksi penting baik dalam media air
maupun bukan air. Hal ini terutama disebabkan karena kemampuannya dalam
mengkatalis reaksi dengan berbagai substrat, stabilitasnya tinggi terhadap
temperatur yang ekstrim, pH dan pelarut organik (Sumarsih, 2006). Menurut Azmi
(1988) salah satu enzim yang bekerja pada hidrolisa lemak dan minyak adalah
enzim lipase, dimana enzim ini mampu menghidrolisa lemak dan minyak menjadi
asam lemak dan gliserol. Enzim ini terdapat dalam pankreas, hati, usus mamalia

dan manusia. Sedangkan dalam tumbuh-tumbuhan terdapat dalam bunga matahari


dan gandum.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan lipase. Tentunya
cara yang diinginkan adalah cara yang efektif baik dari segi waktu, biaya,
kemudahan metode dan hasil. Salah satu cara yang banyak digunakan adalah
melalui bidang ilmu bioteknologi karena tidak memerlukan lahan yang luas,
efisien waktu dan sedikit tenaga kerja dalam memproduksi suatu produk (Sajidan,
2007). Diantara lipase dari sumber tanaman, hewan dan mikroba, lipase dari
sumber mikroba merupakan enzim yang paling banyak digunakan. Hal ini
disebabkan karena mikroba lebih mudah dikultivasi.
Seleksi mikroorganisme potensial penghasil lipase telah dilakukan dari
kelompok bakteri (Pseudomonas flourences), kapang (Aspergilus niger) dan
khamir (Candida cylindracea, Candida lipolytica) (Suryani dkk, 2007). Beberapa
jenis bakteri yang mampu menghidrolisa molekul lemak diantaranya adalah
adalah Staphilococcus aureus, Staphpyogenes albus, Bacillus pyocyaneus, B.
piodigiosus, B. cholera, B. typhosus, Stertococus hemolyticus, B. tuberculosis, B.
lipoliticum, Micrococcus tetragenus, B. Proteus, B. putrificus, B. punctatum, E.
coli, Clostridium botulinum dan berbagai macam spesies Pseudomonas sp dan
Achromobacter (Kataren, 2005).
Aktivitas dari suatu enzim dipengaruhi oleh pH, suhu, konsentrasi
substrat dan konsentrasi enzim. Sedangkan kondisi optimum enzim dipengaruhi
oleh mikrooganisme penghasil enzim tersebut. Enzim yang berasal dari sumber
yang berbeda mempunyai kondisi optimum yang berbeda pula (Winarno, 1982)
Saat ini kecenderungan penelitian tentang lipase mengarah pada
penemuan sumber-sumber enzim baru dan pemahaman yang lebih mendalam
terhadap enzim yang telah ditemukan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Sumarsih (2006) menyatakan bahwa terdapat 14 isolat bakteri yang berpotensi
sebagai penghasil enzim lipase yang diambil dari reaktor pada pabrik minyak
goreng. Penelitian lain juga dilakukan oleh Nurhasanah (2006) menyatakan bahwa
isolat bakteri air laut di Pelabuhan Panjang mempunyai potensi sebagai penghasil
enzim lipase dimana aktivitas spesifik dari enzim ekstrak kasar yang dihasilkan
sebesar 0,059 U/mg dan karakter optimum pada pH 8, suhu 450C.

Berkaitan dengan kondisi tersebut diduga pada air Sungai Mahakam di


Pelabuhan Samarinda terdapat isolat bakteri yang berpotensi sebagai penghasil
enzim lipase. Karena pada air Sungai Mahakam di Pelabuhan Samarinda terdapat
banyak limbah lemak dan minyak yang berasal dari pembuangan kapal-kapal
pengangkut barang dan penumpang maupun limbah-limbah domestik dari
penduduk yang berdomisili disekitar pelabuhan. Limbah lemak dan minyak ini
diduga

berperan

sebagai

sumber

karbon

bagi

mikroba

untuk

perkembangbiakannya. Berdasarkan hal diatas, maka perlu dilakukan identifikasi


bakteri penghasil enzim lipase dari air Sungai Mahakam di Pelabuhan Samarinda,
yang kemudian dilanjutkan untuk menentukan kondisi kerja optimum dan
aktivitas enzim lipase yang dihasilkan dari isolat bakteri hasil skrining.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah pada air sungai Mahakam di Pelabuhan Samarinda terdapat isolat
1.2.2

bakteri yang berpotensi menghasilkan enzim lipase?


Bagaimana kondisi kerja optimum (suhu dan konsentrasi substrat) lipase

1.2.3

dari isolat bakteri pada air Sungai Mahakam di Pelabuhan Samarinda?


Bagaimana aktivitas spesifik enzim lipase yang dihasilkan oleh isolat
bakteri tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1
Mencari isolat bakteri penghasil enzim lipase pada air Sungai Mahakam
1.3.2

di Pelabuhan Samarinda.
Mengetahui kondisi kerja optimum (suhu dan konsentrasi substrat) lipase

1.3.3

dari isolat bakteri pada air Sungai Mahakam di Pelabuhan Samarinda.


Mengetahui aktivitas spesifik enzim lipase dari isolat bakteri pada air
Sungai Mahakam di Pelabuhan Samarinda.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1
Memberikan informasi mengenai suhu dan konsentrasi substrat pada
kondisi kerja optimum enzim kasar yang dihasilkan dari isolat bakteri
pada air Sungai Mahakam di Pelabuhan Samarinda.

1.4.2

Memberikan informasi mengenai aktivitas spesifik enzim kasar yang


dihasilkan dari isolat bakteri pada air Sungai Mahakam di Pelabuhan

1.4.3

Samarinda.
Sebagai sumber referensi penelitian selanjutnya dalam melakukan
pengembangan metode agar dapat dihasilkan suatu data yang lebih
akurat.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pelabuhan Samarinda
Dari sejarahnya, Pelabuhan Samarinda sudah ada sejak tahun 1900-an.
Ketika Sultan Adji Muhammad Parikesit berkuasa dengan wilayahnya mencakup
Kutai, Balikpapan dan Samarinda. Tetapi baru pada tahun 1917 tercatat telah
dibuat sebuah dermaga yang sekarang bernama Dermaga 100 Pangkalan
Soekarno. Inilah salah satu cikal bakal dermaga umum yang sampai sekarang
masih menjadi andalan dari 8 dermaga yang ada di Pelabuhan Samarinda. Akibat
perkembangan perdagangan, seluruh penduduk membuat perlunya kantor yang
mengatur admisnistrasi pelabuhan. Pada tahun 1972 mulai dibangun kantor

pelabuhan seluas 860 m2 yang sekarang berada di jalan Yos Sudarso. Dan
seterusnya berkembang seiring dengan perjalanan sejarah kota (Siahaan, 2009).
Dari pandangan mata, memang letak pelabuhan yang sudah berada
ditengah kota itu tidak enak dipandang mata. Akibat aktivitas pelabuhan yang
semakin besar, membuat kawasan sekitar ikut kumuh ditambah dengan kondisi
jalan yang mulai rusak berat serta polusi udara yang berada di atas ambang batas
akibat asap dari kendaraan yang beroperasi. Bertumpuknya kontainer dan barang
bongkaran kapal laut, membuat aktifitas para buruh juga terancam. Selain itu pula
ditambah dengan pencemaran air Sungai Mahakam yang berasal dari limbah
domestik penduduk yang berdomisili disekitar pelabuhan maupun dari limbah
pembuangan kapal-kapal pengangkut barang dan penumpang membuat kondisi
Pelabuhan Samarinda terlihat sangat kumuh (Siahaan, 2009).
2.1.2 Bakteri
Nama bakteri itu berasal dari kata bakterion (bahasa Yunani) yang
berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut
sekelompok mikroorganisme yang bersel satu. Tidak berklorofil (meskipun ada
kecualinya), berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya hanya
tampak dengan mikroskop (Pelczar & Chan, 2006).
2.1.2.1Bentuk Bakteri
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri itu dapat dibagi atas tiga
golongan, yaitu golongan basil, golongan kokus dan golongan spiril. Basil (dari
bacillus) berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Sebagian besar dari bakteri
itu berupa basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang, bergandengan duadua atau terlepas satu sama lain. Yang bergandeng-gandengan panjang disebut
streptobasil, yang dua-dua disebut diplobasil. Ujung-ujung basil yang terlepas satu
sama lain itu tumpul, sedang ujung-ujung yang masih bergandengan itu tajam
(Purwoko, 2007).
Kokus (dari coccus) adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil.
Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang bergandenggandengan panjang serupa tali leher, ini disebut streptokokus, ada yang
bergandeng dua-dua, ini disebut diplokokus, ada yang mengelompok berempat,
ini disebut tetrakokus, kokus yang mengelompok merupakan suatu untaian disebut

stafilokokus, sedang kokus yang mengelompok berupa kubus disebut sarsina


(Pleczar dan Chan, 2006).
Spiril (dari spirillum) ialah bakteri yang bengkok atau berbengkokbengkok serupa spiral. Bakteri yang berbetuk spiral ini tidak banyak terdapat.
Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil, jika dibanding dengan
golongan kokus maupun golongan basil (Dwidjoseputro, 1978).
2.1.2.2 Pewarnaan Bakteri
Pewarnaan bakteri dapat dilakukan dengan satu macam zat warna ataupun
lebih. Pewarnaan bakteri dengan menggunakan satu macam zat warna disebut
pewarnaan sederhana. Pewarnaan dengan menggunakan lebih dari satu macam zat
warna diberi nama sesuai dengan nama penemunya. Zat warna yang sering
dipakai adalah: Fuchsin berwarna merah methytlen blue berwarna biru dan gentian
violet berwarna ungu. Pada pewarnaan sederhana yang sering dipakai adalah
methylen blue. Hasil pewarnaannya akan lebih baik diberi sedikit KOH (kalium
hidroksida). Larutan ini disebut Lofer methylen blue (Entjang, 2003).
Dengan pewarnaan Gram, bakteri dibagi dalam 2 golongan. Bakteri yang
berwarna ungu dengan pewarnaan Gram, disebut bakteri positif, sedangkan yang
berwarna merah disebut dengan Gram-negatif. Sifat Gram positif ataupun negatif
dari suatu jenis bakteri adalah tetap dan turun-temurun. Gram-positif bentuk
batang: Corynebacterium diptheriae, Clostridium tetani dan Mycobacterium
tuberculosis. Gram-positif bentuk coccus: Staphylococcus pyogenes, Diplococcus
pneumonia dan Streptococcus pyogenes. Gram-negatif bentuk batang: Salmonella
typhi, Shigella dysenteriae dan Pasteurella pestis. Gram-negatif bentuk coccus:
Neisseria gonorrhea, Neisseria meningitidis (Dwidjoseputro, 1978).
2.1.3 Enzim
Enzim merupakan protein globular yang umumnya berfungsi sebagai
biokatalis pada semua proses kimia dalam makhluk hidup sehingga disebut life is
enzyme. Enzim berasal dari kata Yunani, (en = dalam dan zyme = bahan adonan
roti) yang berrarti in yeast atau sesuatu yang terdapat di dalam ragi. Enzim
mampu meningkatkan reaksi kimia tetapi tak diubah oleh reaksi yang dikatalisnya
serta tidak mengubah kedudukan normal dari kesetimbangan kimia (Toha, 2001).

Enzim seperti protein lain mempunyai berat molekul yang berkisar dari
kira-kira 12.000 sampai lebih dari 1 juta g/mol. Oleh karena itu, enzim berukuran
amat besar dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional targetnya.
Beberapa enzim hanya terdiri dari polipeptida dan tidak mengandung gugus
kimiawi selain residu asam amino. Akan tetapi, ada enzim yang memerlukan
tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya. Komponen ini disebut kofaktor.
Kofaktor mungkin suatu molekul anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+, atau Zn2+, atau
mungkin juga suatu molekul organik kompleks yang disebut koenzim. Beberapa
enzim membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi
aktivitasnya. Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya terikat secara
lemah atau dalam waktu sementara pada protein tetapi pada enzim lain senyawa
ini terikat kuat, atau terikat secara permanen yang dalam hal ini disebut gugus
prostetik. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis bersamasama dengan koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim. Koenzim dan ion
logam bersifat stabil sewaktu pemanasan sedangkan bagian protein enzim yang
disebut apoenzim terdenaturasi oleh pemanasan (Lehninger, A. L., 1990). Dalam
proses isolasi kadang-kadang kofaktor-kofaktor yang berikatan lemah pada enzim
terlepas sehingga menyebabkan aktivitas menurun atau bahkan hilang sama sekali
(Girindra, 1993).
Sifat enzim yang sangat penting adalah tingginya efesiensi dan derajat
spesifitas katalitik enzim terhadap substrat. Efisiensi katalitik enzim berkaitan
dengan orientasi optimum gugus aktif enzim dan substrat. Orientasi keduanya
sangat mendukung sehingga saat terjadi reaksi tidak memerlukan energi yang
besar untuk mengatur posisi. Spesifitas enzim berkaitan dengan reaksi enzim yang
sangat spesifik, satu enzim hanya akan bereaksi dengan satu substrat atau setiap
enzim menyebabkan perubahan satu langkah pada substratnya (Toha, 2001).
2.1.3.1 Fungsi dan Cara Kerja Enzim
Fungsi suatu enzim ialah sebagai katalis untuk proses biokimia yang
terjadi dalam sel maupun diluar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 10 8
sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa
katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, disamping

itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka
enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada
yang membutuhkan energi (reaksi endorgonik) dan ada pula yang menghasilkan
energi atau mengeluarkan energi (eksergonik) (Page dan David, 1994).
Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada hubungan
atau kontak antara enzim dengan substrat. Suatu enzim mempunyai ukuran yang
lebih besar daripada substrat, oleh karena itu tidak seluruh bagian enzim dapat
berhubungan dengan substrat. Hubungan antara substrat dengan enzim hanya
terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja. Tempat atau bagian enzim yang
mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat dinamai bagian aktif (active
site). Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai ruang
yang tepat dapat menampung substrat. Apabila substrat mempunyai bentuk atau
konformasi lain, maka tidak dapat ditampung pada bagian aktif suatu enzim.
Dalam hal ini enzim itu tidak dapat berfungsi terhadap substrat. Hubungan atau
kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya kompleks enzimsubstrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang bersifat sementara
dan

akan

terurai

lagi

apabila

reaksi

yang

diinginkan

telah

terjadi

(Wirahadikusumah, 1989).
Secara garis besar ada tiga tahap kerja enzim (E) pada substratnya (S),
seperti ditunjukkan pada reaksi berikut:

Gambar 2.1 Persamaan reaksi enzim (Toha, 2001)


Pertama, substrat melekat pada enzim dengan ikatan non kovalen membentuk
kompleks enzim substrat. Kedua, enzim melakukan reaksi kimia pada substrat
membentuk kompleks enzim produk. Tahap ketiga, produk meninggalkan tapak
aktif enzim dan enzim tersebut siap melakukan proses yang sama pada substrat
yang baru (Toha, 2001).
Ada dua teori yang menjelaskan mengenai cara kerja enzim yaitu:
1. Model kunci dan anak kunci
Menurut model ini, ketika substrat bertemu dengan enzim dalam perbenturan
keduanya, mungkin saja benturan dengan bagian tertentu dari molekul enzim

yang strukturnya sedemikian rupa, sehingga dapat diinduksi secara pas oleh
substrat dan terbentuklah komplek enzim-substrat (Sadikin, 2002).
2. Teori ketepatan induksi
Dalam antaraksi enzim-substrat, untuk dapat mengikat dan mengolah
substrat, tidak hanya bagian molekul enzim aktif menyesuaikan diri
mengambil bentuk yang sedemikian rupa, sehingga ada bagian yang dapat
mengikat dan mengolah substrat. Jadi ketika berbenturan dengan molekul
substrat, molekul enzim mengalami perubahan konformasi atau struktur 3
dimensi (Sadikin, 2002).
2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim:
a. Konsentrasi Enzim
Seperti pada katalsi lain, keceptan reaksi yang menggunakan enzim
tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat
tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertabahnya konsentrasi enzim
(Poedjiadi, 1994)
b. Konsentrasi Substrat
Untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat diperlukan adanya kontak
antara enzim dengan substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian
enzim yang disebut bagian aktif. Pada konsentrasi substrat dipebesar, makin
banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut.
Dengan demikian konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini
menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Pada suatu batas konsentrasi
substrat tertentu, semua bagian aktif telah dipenuhi oleh substrat atau telah jenuh
dengan substrat. Dalam keadaan ini, bertambah besarnya konsentrasi substrat
tidak menyebabkan bertambahnya konsentrasi kompleks enzim substrat, sehingga
jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah besar (Poedjiadi, 1994).
c. Suhu
Reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang dikatalisis
oleh enzim juga peka terhadap suhu. Enzim sebagai protein akan mengalami
denaturasi jika suhunya dinaikkan, akibatnya daya kerja enzim menurun.
Mungkin sampai suhu 45oC efeknya masih memperlihatkan kenaikan aktivitas
sebagaimana dugaan dalam teori kinetik. Tetapi lebih dari 45 oC efek yang

10

berlawanan yaitu denaturasi termal lebih menonjol dan menjelang suhu 55 oC


fungsi katalitik enzim menjadi punah (Girindra, 1993).
Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan
kecepatan reaksi koefisien suhu suatu reaksi diartikan sebagai kenaikan kecepatan
reaksi sebagai akibat kenaikan suhu 10oC. Koefisien suhu ini diberi simbol Q 10.
Untuk reaksi yang menggunakan enzim, Q10 ini berkisar antara 1,1 hingga 3,0
artinya setiap kenaikan suhu 10oC, kecepatan reaksi mengalami kenaikan 1,1
hingga 3,0 kali. Namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses
denatrurasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena ada dua pengaruh
yang berlawanan, maka akan terjadi suatu ttik optimum, yaitu suhu yang paling
tepat bagi suatu reaksi yang menggunakan enzim tertentu. Titik 0 menunjukkan
suhu optimum, yaitu mempunyai suhu optimum tertentu. Pada umumnya enzim
yang terdapat pada hewan mempunyai suhu optimum antara 40 oC-50oC. sebagian
besar enzim terdenaturasi pada suhu diatas 60oC (Poedjiadi, 1994).

Gambar 2.2 Hubungan antara suhu dengan kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994)
d. Pengaruh pH
Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH
lingkungannya. Enzim dapat berbentuk io positif, ion negatif atau ion bermuatan
ganda (zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan
berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks
enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah

11

atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan
mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim (Poedjiadi, 1994).
Dari berbagai penelitian menunjukkan adanya pH optimum enzim lipase
yang ditunjukkan oleh aktivitasnya. Seperti pada penelitian Nurhasanah (2006)
menunjukkan bahwa pH optimum enzim lipase

yang dihasilkan

dari isolat

bakteri air laut di Pelabuhan Panjang adalah pada pH 8. Penelitian lain juga
dilakukan oleh Sumarsih (2006) menunjukkan bahwa pH optimum ekstrak kasar
lipase isolat mikroba termofilik dari lokasi sekitar reaktor pabrik minyak goring
adalah pada pH 8.
e. Pengaruh Inhibitor
Enzim sangat peka terhadap senyawa atau suatu gugus senyawa yang
diikatnya. Apabila aktivitas enzim menjadi terhambat oleh gugus senyawa
tersebut maka senyawa ini disebut inhibitor. Tidak semua inhibitor bersifat
merugikan karena dalam sel bisa juga terdapat inhibitor yang berfungsi sebagai
regulasi reaksi enzim. Dalam hal ini inhibitor mengontrol produk enzim sehingga
hanya cukup untuk kebutuhan sel saja (Girindra, 1993).
Prosesnya dapat dikelompokkan kedalam tipe tidak dapat balik (nonreversible) dan dapat balik (reversible). Kelompok pertama biasanya menyangkut
proses modifikasi atau perusakan gugus fungsi molekul enzim. Sedangkan tipe
kedua berikatan dengan persaingan dengan substrat untuk menempati sisi aktif
enzim (tipe kompetitif) dan meniadakan komponen esensial untuk aktivitas enzim
(tipe non kompettitf). Tipe kompetitif terjadi bila ada inhibitor yang menyerupai
substrat normal bersaing dengan substrat sebenarnya dan keduanya dapat
berikatan dengan sisi aktif enzim sama baiknya. Bila salah satu terikat maka tidak
dapatdiubah oleh enzim tersebut. Seandainya yang terikat duluan adalah substrat
maka inhibitor tidak dapat terikat dan dihasilkan produk. Sebaliknya bila inhibitor
duluan maka substrat tidak membentuk ikatan dengan sisi aktif enzim sehingga
tidak terbentuk produk. Tipe ini dapat balik dengan menambah konsentrasi
substrat berikatan, tetapi dapat mengubah konformasi sisi aktif enzim sehingga
substrat tidak dapat berikatan pada sisi aktifnya. Akibatnya produk tidak
terbentuk. Penghambat non kompetitif terpenting merupakan senyawa yang dapat

12

berikatan secara dapat balik dengan sisi spesifik pada enzim pengatur tertentu,
untuk mengubah aktivitas sisi katalitiknya (Toha, 2001).
2.1.4 Lipase
Lipase (E.C 3.1.1.3) secara sederhana didefinisikan sebagai suatu
karboksilesterase yang menghidrolisis dan mensintesis asilgliserol berantai
panjang. Belum ada definisi yang tegas terhadap istilah rantai panjang, tetapi
ester-ester gliserol dengan panjang rantai asil lebih dari atau sama dengan 10
atom karbon dapat ditunjuk sebagai substrat lipase, dengan trioleilgliserol sebagai
substrat standar. Hidrolisis gliserolester dengan panjang rantai asil kurang dari
atau sama dengan 10 atom karbon dengan tributirilgliserol (tributirin) sebagai
substrat standar biasanya mengindikasikan adanya esterase (Baiqverael, 2006
dalam Jensen, 1983)
2.1.4.1 Skrining Aktivitas Lipase
2.1.4.1.1 Hidrolisis
Para ahli mikrobiologi umumnya ingin menggunakan metode yang
sederhana dan mudah dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri-bakteri penghasil
lipase. Substrat-substrat yang paling banyak digunakan secara luas adalah
tributirin dan triolein, yang diemulsifikasikan secara mekanis pada bermacammacam media pertumbuhan dan dituang ke dalam cawan petri. Produksi lipase
ditandai dengan pembentukan zona bening di sekeliling koloni yang ditumbuhkan
pada plat agar yang mengandung tributirin dan fluoresensi merah-orange yang
tampak dengan iradiasi menggunakan lampu UV konvensional pada = 350 nm
pada plat triolein dengan penambahan senyawa rhodamin B (Baiqverael, 2006
dalam Kouker & Jaeger, 1987).
Aktivitas lipase pada supernatant kultur bakteri ditentukan berdasarkan
hidrolisis p-nitrofenilester dari asam lemak dengan panjang rantai bervariasi ( C10) dan pelepasan p-nitrofenol dideteksi secara spektrofotometri pada 410 nm.
Akan tetapi dalam menginterprestasikan hasilnya diperlukan kehati-hatian karena
substrat-substrat asam lemak monoester ini juga dihidrolisis oleh esterase
(Baiqverael, 2006 dalam Gupta et al., 2003).
2.1.4.1.2 Uji Aktivitas Enzim Lipase

13

Aktivitas enzim ini diukur dengan dua metode. Pada metode perubahan pH
tidak memberikan akurasi yang baik, hal ini bisa dilihat dari regresi dan juga nilai
pH yang tidak mengalami penurunan secara bertahap. Hal ini bisa dikarenakan
oleh kondisi elektroda, kondisi larutan dan juga perlakuan yang tidak ideal dari
sampel yang akan dianalisis. Metode ini mengukur langsung jumlah asam lemak
yang dihasilkan kedalam larutan lewat perubahan pH. Jika lipase masih
memproduksi asam lemak maka larutan akan segera bertambah asam. Ketika pH
larutan menunjukkan nilai konstan pada pH yang makin asam maka aktivitas
lipase dalam memproduksi asam lemak telah berhenti. Perubahan pH yang tidak
signifikan inilah yang membuat galat pengukuran menjadi besar (Polisenawati,
2009).
Pada metode titrimetri, banyak asam lemak yang dilepaskan akan dititrasi
oleh NaOH sehingga volume NaOH sama dengan volume asam lemak yang
dihasilkan oleh aktivitas enzim lipase. Proses pemanasan pada enzim akan
membuat enzim menjadi rusak dan mengurangi aktivitasnya. Kondisi ini
digunakan sebagai kondisi kontrol pada penentuan aktivitas enzim dan juga
penentuan secara perubahan pH. Pada proses titrasi larutan diamati perubahan
warna dari putih menjadi pink kemudian menjadi putih kembali. Jika larutan tidak
mengalami perubahan warna kembali maka asam lemak yang dihasilkan dari
enzim telah habis dititrasi. Dapat dikatakan bahwa enzim lipase tidak melakukan
aktivitas untuk memproduksi asam lemak kembali. Metode ini akan menghasilkan
nilai unit dan aktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan metode pengukuran
pH. Hal tersebit dikarenakan pengukuran didasarkan langsung pada penentuan
jumlah asam lemak yang dihasilkan dari aktivitas lipase. Hal ini juga bisa
dibuktikan secara eksperimen dari nilai regresi yang lebih baik (Polisenawati,
2009).
2.1.4.2 Kelompok Enzim Lipase
Enzim lipase dari mikroorganisme ini berdasarkan spesifitasnya, dapat
dibagi menjadi 3 kelompok:
1. Kelompok ezim pertama yang memecah pada seluruh molekul trigliserida
sehingga dihasilkan asam lemak dan gliserol. Enzim ini dapat diperoleh

14

dari Candida cylendriacae, Corynebacterium acnes, dan Staphylocucus


aureu.
2. Kelompok enzim kedua yakni lipase yang mengkatalis asam lemak khusus
pada posisi 1 atau 3 gliserida. Dari enzim lipase yang mengkatalisis pada
posisi 1 akan dihasilkan 2,3 gliserida dan dari lipase spesifik 3 dihasilkan
1,2 gliserida. Enzim lipase dari kelompok ini dihasilkan dari Aspergilus
niger, Mucor javanicus dan Rhizopus.
3. Kelompok enzim yang ketiga ialah lipase yang mengkatalis trigliserida
secara spesifik yang mengkatalisis trigliserida secara spesifik pada asam
lemak berantai panjang yang memiliki ikatan rangkap pada posisi C-9.
Sedangkan asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang terikat pada trigliserida
tetapi tidak memiliki ikatan rangkap pada posisi 9 akan dihidrolisa oleh
enzim ini secara lambat (Azmi, 1988).
Jenis-jenis reaksi enzim lipase dari beberapa mikroorganisme dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Lipase non spesifik

2. Lipase spesifik 1 dan 3

15

3. Lipase spesifik untuk asam lemak tertentu

Bila R = Asam lemak yang mempunyai iktan rangkap pada posisi 9 misalnya
asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat
Gambar 2.3 Jenis reaksi enzim lipase dari beberapa mikroorganisme
2.1.4.3 Mekanisme Katalik
Lipase merupakan anggota serin hidrolase yang mengandung urutan
consensus G - X1 - S - X2 - G pada daerah katalitiknya dengan G = Glisin, S =
Serin, X1 = Histidin dan X2 = Asam glutamat atau aspartat. Sisi aktifnya terdiri
dari tiga serangkaian Ser His Ap/Glu. Tiga serangkaian sisi katalitik ini sama
dengan ditemukan pada serin protease, sehingga katalisis oleh lipase melalui
proses yag sama dengan jalur pada serin protease. Hidrolisis substrat berlangsung
melalui dua tahap (Baiqverael, 2006 dalam Saxena et al., 2003).
Tahap pertama dimulai dengan serangan oleh atom oksigen yang terdapat
pada gugus hidroksil di residu serin nukleofilik terhadap karbon karbonil
teraktivasi pada ikatan ester lipid. Keadaan transisi intermediet terbentuk yang
ditandai dengan muatan negative pada atom oksigen karbonil pada ikatan ester
dan empat atom berikatan dengan karbon karbonil yang tersusun sebagai
tertrahedron. Keadaan intermediet distabilkan dengan makrodipol heliks pada
heliks C dan ikatan-ikatan hydrogen antar atom karbonil yang bermuatan negative

16

(oksianion) dan sedikitnya dua gugus NH utama (lubang oksianion). Salah satu
gugus NH berasal dari residu di balik serin nukleofilik, yang lainnya berasal dari
residu pada akhir untai 3. Nukleofilisitas serin yang diserang ditingkatkan oleh
histidin katalitik, dimana proton dari gugus hidroksil serin ditransfer. Transfer
proton ini difasilitasi dengan adanya asam katalitik yang mengarahkan dengan
tepat orientasi rantai imidiazol pada histidin dan menetralkan muatan yang
terbentuk padanya. Proton disumbangkan pada oksigen ester pada ikatan yang
terdekat yang kemudian ikatan tersebut dipecahkan. Pada tahap ini komponen
substrat diesterifikasi ke serin nukleofilik (intermediet kovalen) dimana
komponen alkohol berdifusi (Baiqverael, 2006 dalam Saxena et al., 2003).
Tahap kedua adalah tahap deasilasi, dimana suatu molekul air
menghidrolisis intermediet kovalen. Sisi aktif histidin mengaktifkan molekul air
tersebut dengan menarik satu protonnya. Ion -OH- yang dihasilkan menyerang
atom karbon karbonil pada gugus asil yang secara kovalen menyerang serin.
Sekali lagi keadaan transisi intermediet tetrahedral bermuatan negative terbentuk,
yang proton pada atom oksigen pada residu serin aktif yang kemudian melepaskan
komponen asil. Setelah terjadi difusi asil yang dihasilkan enzim bersiap kembali
mengulangi reaksi katalisi (Baiqverael, 2006 dalam Saxena et al., 2003).
2.1.4.4 Aplikasi Lipase
2.1.4.4.1 Lipase pada Industri Detergen
Aplikasi lipase hidrolitik secara komersil adalah sebagai zat tambahan
pada detergen yang digunakan terutama dalam laundri rumah tangga dan industri.
Penjualan enzim pada tahun 1995 diperkirakan telah mencapai 30 juta dolar,
dengan enzim detergen mencapai 32%. Diperkirakan 1000 ton lipase ditambahkan
pada sekitar 13 milyar ton detergen yang diproduksi setiap tahunnya (Jaeger and
Reetz, 1998). Tantangan untuk memproduksi lipase unutk detergen disebabkan
karena adanya variasi jenis trigliserida yang tinggi pada berbagai jenis lemak
membutuhkan lipase yang memiliki spesifitas substrat yang rendah, kondisi
pencucian yang relatif ekstrim (pH 10-11 dan 30-60 oC) dan pengaruh denaturasi
kimia dan degradasi proteolitik yang disebabkan oleh adanya zat aditif pada
detergen seperti surfaktan Linear Alkyl Benzene Sulfonate (LAS) dan protease

17

membutuhkan enzim yang stabil. Penanganan terhadap permasalahan ini adalah


dengan mengkombinasikan antara skrining berkelanjutan untuk mendapatkan
sumber-sumber lipase serta meningkatkan sifat-sifat lipase melalui rekayasa
protein (Baiqverael, 2006).

2.1.4.4.2 Lipase pada Industri Makanan


Pada industri makanan, lipase merupakan bahan penting. Kandungan
nutrisi dan sifat fisik trigliserida sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
posisi asam lemak pada rangka gliserol, panjang rantai asam lemak dan derajat
ketidakjenuhannya. Lipase dapat digunakan untuk memodifikasi sifat-sifat lipid
dengan mengatur lokasi rantai asam lemak pada gliserida dan mengganti satu atau
lebih asam-asam lemak dengan asam lemak lain yang lebih sesuai. Dengan cara
ini, lipid yang relatif tidak mahal dan tidak disukai dapat dimodifikasi menjadi
lemak yang lebih bernilai. Lemak coklat, lemak bernilai tinggi, mengandung asam
palmitat dan stearat yang memiliki titik leleh sekitar 37oC. Pelelehan lemak coklat
pada mulut menghasilkan sensasi dingin ketika mengkonsumsi coklat. Teknologi
dengan menggunakan lipase termobilisasi dapat diterapkan pada reaksi hidrolisis
dan sintesis untuk meningkatkan beberapa lemak yang kurang diinginkan untuk
menggantikan lemak coklat (Sharma et al., 2001 dalam Colman and Macrae,
1980).
2.1.4.4.3 Lipase sebagai Sintetase
Lipase telah dikembangkan oleh para ahli kimia organik untuk
mengkatalisis beragam jenis transformasi kemo-, region- dan stereoselektif.
Lipase menempati peran penting sebagai katalsi dalam kimia organik. Salah satu
aspek yang mengalami perkembangan pesat adalah kemungkinan penggunaan
lipase sebagai katalis enantioselektif pada skala industri (Baiqverael, 2006).
Dua tipe reaksi transformasi organik enantioselektif yang dikatalis lipase,
yaitu reaksi substrat prokiral dan resolusi kinetic pada rasemat. Secara
konvensional, alkohol-alkohol prokiral atau kiral dan ester-ester asam karboksilat
merupakan dua kelas substrat utama, tetapi kini diketahui rentang senyawasenyawa tersebut berkembang dan diketahui jenis-jenisnya terdiri dari diol, asamasam - dan -amino. Oleh karena itu tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa

18

kelas-kelas terpenting pada senyawa organik dapat diubah gugus fungsinya secara
enantioselektif dengan dikatalisis oleh lipase. Jenis katalisis dapat menggunakan
lipase dari bakteri Pseudomonas aeruginosa, P. fluorescens dan spesies-spesies
Pseudomonas lain, Burkholderia cepacia, Chromobacterium viscosum, Bacillus
subtillis, Achromobacter sp., Alcaligenes sp., dan Serratia marcescens
(Baiqverael, 2006 dalam Jaeger & Reetz, 2000).
2.2 Landasan Empiris
Hingga saat ini telah dilakukan beberapa penelitian diantaranya penelitian
yang dilakukan oleh Sumarsih (2006) menyatakan bahwa lebih dari 100 isolat
bakteri termofil yang diambil dari reaktor pabrik minyak goreng

kemudian

ditumbuhkan pada media agar yang mengandung minyak goreng dan rhodamin B
dengan waktu inkubasi selama 48 jam pada suhu 55 oC diperoleh 14 isolat bakteri
yang berpotensi sebagai penghasil enzim. Pada hampir semua isolat bakteri,
kultivasi selama 16 jam menghasilkan enzim dengan aktivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kultivasi selama 9 jam. Enzim yang dihasilkan oleh isolat 4,
11 dan 12 memperlihatkan aktivitas yang lebih tinggi, berturut-turut 0,3181
(U/mL), 0,3161 (U/mL) dan 0,3186 (U/mL) yang dilakukan pada suhu 60oC.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Nurhasanah (2006) menyatakan bahwa
isolat bakteri air laut di Pelabuhan Panjang mempunyai potensi sebagai penghasil
enzim lipase dimana aktivitas spesifik dari enzim ekstrak kasar yang dihasilkan
sebesar 0,059 U/mg, karakter optimum pada pH 8 dan suhu optimum 45oC.
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.3.1 Terdapat isolat bakteri penghasil enzim lipase dari air Sungai Mahakam di
Pelabuhan Samarinda.
2.3.2 Ada pengaruh suhu optimum terhadap aktivitas enzim lipase dari isolat
bakteri pada air Sungai Mahakam di Pelabuhan Samarinda
2.3.3 Ada pengaruh konsentrasi substrat optimum terhadap aktivitas enzim
lipase dari isolat bakteri pada air Sungai Mahakam di Pelabuhan
Samarinda.

BAB 3

19

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara eksperimental. isolat bakteri yang
diambil dari air Sungai Mahakam di Pelabuhan Samarinda ditumbuhkan didalam
media cair sebanyak 3 kali regenerasi. Selanjutnya dari media cair isolat bakteri
dari hasil regenerasi ditumbuhkan lagi pada media agar yang mengandung
Rhodamin B untuk seleksi koloni bakteri yang berpotensi sebagai penghasil enzim
lipase. Koloni bakteri yang terpilih kemudian diperbanyak didalam media cair
kembali yang mengandung substrat olive oil 1% dengan variasi waktu mulai dari
12, 24, 36, 48, 60, 72, 84 dan 96 jam. Enzim lipase yang dihasilkan dari tiap
variasi waktu itu kemudian diuji aktivitasnya dengan titrasi asam basa. Enzim
yang aktivitasnya paling tinggi digunakan untuk penentukan kondisi optimum
kerja enzim dan aktifitas spesifik enzim lipase.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari Juli 2009
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan Biokimia dan
Laoratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Mulawarman.
3.3 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah isolat bakteri yang
terdapat pada air Sungai Mahakam di Pelabuhan Samarinda.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah isolat bakteri dan enzim lipase
3.4.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah aktivitas enzim lipase, suhu
dan konsentrasi substrat.
3.5 Teknik Pengambilan Data
3.5.1 Alat

20

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektofotometer UV-Vis,


mikroskop biologi, ruang UV, neraca analitik, water bath shaker, sentrifugasi,
buret, inkubator, beaker glass, mikro pipet, pipet tetes, labu Erlenmeyer, labu
takar, pipet volume, batang pengaduk, hot plate, gelas ukur, waterbath, pH meter,
cawan petri, laminar flow dan autoclave.
3.5.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air Sungai Mahakam,
buffer posfat pH 7, NaOH, H2C2O4, Peptone, Agar, Malt Extract, Olive oil,
indikator phenofthalin, gum arab, NaCl, Rhodamin B, Biuret, aluminium foil,
aquadest, vaselin dan sumbat kasa.
3.5.3 Prosedur Penelitian
3.5.3.1 Pengambilan Sampel
Sampel isolat bakteri diambil dari air Sungai Mahakam di Pelabuhan
Samarinda dengan 3 titik pengambilan sampel yang kemudian dihomogenkan
menjadi satu dengan tujuan agar sampel dapat mewakili badan air tersebut.
3.5.3.2 Isolasi Bakteri dari Sampel
Diambil 1 mL sampel kemudian dimasukkan kedalam media cair yang
telah disterilkan lalu diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37 oC di atas water
bath shaker. Setelah itu dilakukan pemindahan kultur sebanyak tiga kali dengan
cara media cair awal yang telah ditumbuhi bakteri disentrifugasi selama 15 menit
dengan kecepatan 6000 rpm. Selanjutnya endapan sel yang dihasilkan
dipindahkan ke media cair baru untuk dilakukan regenerasi bakteri.
3.5.3.3 Skrining Bakteri Penghasil Enzim lipase
Diambil 20 mL media agar yang mengandung rhodamin B lalu
dituangkan ke dalam cawan petri. Ditunggu hingga mengeras. Setelah mengeras
tiap-tiap media ditambahkan dengan 0,5 mL olive oil. Lalu biakan bakteri dari
media cair hasil regenerasi tadi diinokulasikan ke dalam tiap-tiap media agar
secara streak dan diinkubasi pada suhu 37oC hingga bakteri tumbuh selam 48 jam.
setelah itu media agar yang telah ditumbuhi bakteri dimasukkan ke dalam ruang

21

sinar UV pada panjang gelombang 350 nm. Koloni bakteri yang terlihat tampak
berwarna merah-orange berpendar yang nantinya akan diisolasi sebagai isolat
bakteri penghasil enzim lipase dan penentuan pewarnaan bakteri gram positif atau
gram negatif (Kouker and Jagger, 1987)
3.5.3.4 Pewarnaan Gram
Pada proses pewarnaan ini mengikuti prosedur Hadioetomo (1985),
dengan urutan sebagai berikut :
1. Disiapkan gelas objek untuk pembuatan olesan bakteri.
2. Pada gelas objek diberi dua tetes aquadest, kemudian diambil koloni bakteri
yang menghasilkan warna merah-orange berpendar pada media agar yang
mengandung rhodamin B dengan menggunakan jarum ose dan kemudian
isolat tersebut diusapkan pada gelas objek dan diratakan.
3. Isolat yang berada pada gelas objek tersebut difiksasi dengan cara dilewatkan
diatas nyala api beberapa kali hingga larutan aquadest mengering.
4. Pada hasil olesan bakteri diberikan 3 tetes zat warna kristal violet dan
didiamkan selama 1 menit, kemudian setelah 1 menit pewarna yang berlebih
dibuang dan dibilas dengan aquadest.
5. Selanjutnya pada gelas objek tersebut teteskan dengan larutan lugols iodine,
diamkan selama 2 menit, setelah 2 menit pewarna yang berlebih dibuang dan
dibilas dengan aquadest.
6. Dilakukan pemucatan terhadap preparat isolat bakteri tersebut dengan alkohol
95 % selama 30 detik kemudian dibilas dengan aquadest.
7. Diberi beberapa tetes larutan safranin dan didiamkan selama 30 detik,
kemudian setelah 30 detik dibuang kelebihan zat warna dan dibilas dengan
aquadest.
8. Diserap kelebihan air pada preparat dengan menggunakan kertas tissu secara
hati-hati ke atasnya. Kemudian diamati dibawah mikroskop pada perbesaran
10 x 100.
3.5.3.5 Produksi Lipase
Koloni bakteri yang terpilih dari media agar diinokulasikan kembali pada
media cair steril yang mengandung 0,2 mL olive oil lalu diinkubasi selama variasi
waktu 12, 24, 36, 48, 60, 72, 84 dan 96 jam. Setiap 12 jam sekali diambil 5 mL

22

biakan bakteri dari media cair untuk disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm
selama 15 menit. Dipisahkan antara endapan sel dan supernathan. Bagian
supernathan disimpan didalam botol vial dan dimasukkan kedalam kulkas dengan
suhu 4oC.
3.5.3.6 Uji Aktivitas Enzim Lipase
Bagian supernathan yang disimpan dalam botol vial merupakan enzim
lipase kasar yang akan diuji aktivitasnya. Disiapkan substrat untuk uji aktivitas
lipase. 0,05 gram gum arab dilarutkan kedalam 0,2 M buffer posfat pH 7 (5mL),
kemudian ditambahkan substrat olive oil 0,2 mL. Setelah itu larutan diaduk
hingga terbentuk emulsi. Kedalam emulsi ini ditambakan enzim lipase kasar
sebanyak 1 mL. Selanjutnya diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang. Setelah itu
ditambahkan 15 mL campuran aseton:etanol (1:1) untuk menghentikan reaksi
enzimatis. Kemudian dilakukan titrasi dengan 0,02 M NaOH dengan
menambahkan indikator phenofthalin. Titrasi dihentikan

jika larutan telah

berubah warna menjadi merah mudah yang stabil. Dicatat volume NaOH yang
ditambahkan dan dihitung nilai LU (lipase Unit). Satu unit dari aktivitas lipase
didefinisikan sebagai 1 mikromol asam lemak bebas yang dihasilkan oleh 1 mL
enzim tiap menit (Dellamora et al., 2005). Perhitungan aktivitas enzim lipase
mengikuti Mohan et al (2008) dengan menggunakan rumus berikut:
LU =

( AB ) x N x 1000
0,001 x t

Dimana:
LU

= Unit Lipase atau aktivitas lipase (U/L)

A-B

= Jumlah NaOH yang dibutuhkan utnuk menetralisir asam yang terbentuk


(mL)

= Konsentrasi larutan standar NaOH (N)

1000 = Konversi milimol ke mikromol


t

= Waktu inkubasi (jam)

3.5.3.7 Penentuan Kadar Protein

23

Penentuan kadar protein ditentukan berdasarkan metode Biuret. Penentuan


kadar protein terdiri dua bagian, pertama penentun kadar protein standar untuk
membuat kurva kalibrasi dan kedua penentuan kadar protein ekstrak kasar enzim.
3.5.3.7.1 Penyiapan Kurva Standar
Ke dalam 6 buah tabung reaksi masing-masing dimasukkan larutan protein
standar BSA 10 mg/mL dengan variasi: 0,0 (blank); 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; 0,9 mL
protein standar. Kemudian ditambahkan aquadest hingga volume total 2 mL, lalu
ditambahakan larutan Biuret 8 mL dan dikocok sampai bercampur rata dan
dibiarkan pada suhu ruang selama 30 menit agar reaksi berjalan sempurna.
Absorbansi diukur pada panjang gelombang gelombang maksimum. Dibuat kurva
kalibrasi yang menunjukkan hubungan antara kadar protein dan absorbansinya.

3.5.3.7.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Disiapkan alat spektrofotometer, dinyalakan alat atau distabilkan selama
30 menit. Diambil salah satu larutan standar yang telah dibuat, kemudian
dimasukkan kedalam kuvet, diukur ansorbansinya pada panjang gelombang mulai
500 nm, dicatat absorbansinya dan pengukuran absorbansinya tiap kenaikan
panjang gelombang 5 nm hingga panjang gelombang 600 nm. Panjang gelombang
yang digunakan untuk mengukur absorbansi kadar protein dari larutan standar
dan larutan sampel adalah panjang gelombang maksimum.
3.5.3.7.3 Penentuan Kadar Protein Enzim
Diambil 1 mL larutan enzim murni kemudian ditambahkan 8 mL larutan
Biuret dan dikocok agar bercampur rata. Kemudian didiamkan pada suhu kamar
selama 30 menit agar reaksi berjalan sempurna. Absorbansi diukur pada panjang
gelombang maksimum. Jumlah protein dalam enzim ditentukan dengan cara
mensubstitusi absorbans larutan contoh kedalam persamaan regresi dari kurva
kalibrasi.

24

3.5.3.8 Penentuan Suhu Optimum


0,05 gram gum arab dilarutkan kedalam 0,2 M buffer posfat pH 7 (5mL),
kemudian ditambahkan substrat olive oil (1% v/v). Setelah itu larutan diaduk
hingga terbentuk emulsi. Kedalam emulsi ini ditambakan larutan enzim lipase
sebanyak 1 mL. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 30, 35, 40, 45, 50, 55 dan 60 oC
selama 1 jam. Setelah itu ditambahkan 15 mL campuran aseton:etanol (1:1) untuk
menghentikan reaksi enzimatis. Kemudian pada tiap-tiap perlakuan suhu dititrasi
dengan 0,02 M NaOH dengan menambahkan indikator phenofthalin. Titrasi
dihentikan jika larutan telah berubah warna menjadi merah mudah yang stabil.
Dicatat volume NaOH yang ditambahkan.
3.5.3.9 Penentuan Konsentrasi Substrat Optimum
Percobaan ini dilakukan pada suhu optimum enzim lipase yang didapatkan
.0,05 gram gum arab dilarutkan kedalam 0,2 M buffer posfat pH 7 (5 mL),
kemudian ditambahkan substrat olive oil dengan variasi konsentrasi (0,5; 1; 1,5; 2;
2,5; 3% v/v dan seterusnya hingga mencapai konsentrasi substrat maksimum).
Setelah itu larutan diaduk hingga terbentuk emulsi. Kedalam emulsi ini
ditambahkan larutan enzim lipase sebanyak 1 mL. Selanjutnya diinkubasi pada
suhu optimum selama 1 jam. Setelah itu ditambahkan 15 mL campuran
aseton:etanol (1:1) untuk menghentikan reaksi enzimatis Kemudian pada tiap-tiap
variasi konsentrasi substrat ini

dititrasi dengan 0,02 M NaOH dengan

menambahkan indikator phenofthalin. Titrasi dihentikan jika larutan telah berubah


warna menjadi merah mudah yang stabil. Dicatat volume NaOH yang
ditambahkan.
3.6 Teknik Analisis Data
Perhitungan asam lemak hasil hidrolisis oleh ekstrak kasar enzim
dilakukan dengan cara mengukur volume titrasi NaOH yang didapatkan dan
mensubstitusikannya kedalam rumus:

25

LU =

( AB ) x N x 1000
0,001 x t

Dimana:
LU

= Unit Lipase atau aktivitas lipase (U/L)

A-B

= Jumlah NaOH yang dibutuhkan utnuk menetralisir asam yang terbentuk


(mL)

= Konsentrasi larutan standar NaOH (N)

1000 = Konversi milimol ke mikromol


t

= Waktu inkubasi (menit)


Kadar asam lemak yang diperoleh dari perhitungan diatas, selanjutnya

digunakan untuk menentukan aktivitas spesifik enzim dengan menggunakan


rumus sebagai berikut:
As =

[asamlemak bebas ]
[ P][Ti ]

Dimana:
As

= Aktivitas spesifik dalam unit mg protein-1

[P]

= Kadar enzim total dalam mg/mL

[Ti]

= Waktu inkubasi dinyatakan dalam jam


Kurva Kalibrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurva yang

dibuat berdasarkan data larutan protein standar dengan pelarut aquadest.


Absorbansinya diukur pada panjang gelombang maksimum.
Perhitungan kadar protein enzim ditentukan dengan cara menggunakan
kurva kalibrasi berdasarkan data dari larutan standar BSA dengan pelarut
aquadest. Absorbansi diukur pada panjang gelombang maksimum.

Anda mungkin juga menyukai