Anda di halaman 1dari 33

PENDAHULUAN

Pemeriksaan ekstra maupun intra oral diperoleh melalui pemeriksaan


obyektif maupun pemeriksaan subyektif. Pemeriksaan obyektif adalah gabungan
informasi obyektif pasien yang dapat diperoleh dengan melihat atau memeriksa
keadaan pasien secara langsung. Sedangkan pemeriksaan subyektif contohnya
adalah riwayat kesehatan pasien atau bisa disebut pemeriksaan yang berdasarkan
hasil anamnesa dari pasien.
Pemeriksaan ekstraoral merupakan pemeriksaan yang dilakukan di daerah
sekitar mulut bagian luar. Meliputi bibir, TMJ, kelenjar limfe, hidung, mata,
telinga, wajah, kepala dan leher. Pemeriksaan ekstraoral dilakukan untuk
mendeteksi adanya kelainan yang terlihat secara visual atau terdeteksi dengan
palpasi. Seperti adanya kecacatan, pembengkakan, benjolan luka, cedera, memar,
fraktur, dan dislokasi lain sebagainya.
Pada pemeriksaan intra oral pada dasarnya sama seperti pemeriksaan ekstra
oral, yaitu pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi pada bagian intra oral pasien
menggunakan kaca mulut, palpasi pada bagian intra oral pasien serta perkusi pada
beberapa gigi pasien yang diduga adanya kelainan yang terjadi.

PEMBAHASAN
Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi

sampai

orofaring. Atap mulut dibentuk oleh palatum durum dan molle. Di bagian
posterior palatum molle berakhir pada uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada
bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di antara kolumna
anterior dan posterior. Rongga mulut terdiri dari :
1. Mukosa bukal: Merupakan membran mukosa yang berhubungan langsung
dengan gingiva dan membatasi bagian dalam pipi
2. Bibir
3. Lidah
4. Palatum durum: Merupakan suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian
anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol yang disebut rugae.
5. Palatum molle: suatu daerah fleksibel muskular di sebelah posterior palatum
durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu menutup
nasofaring selama menelan.
6. Gusi dan gigi
7. Kelenjar ludah
Ada tiga kelenjar ludah utama yaitu:
a. Kelenjar parotis, yang terletak dibagian anterior telinga di sisi wajah.
Nervus fasial melalui kelenjar ini. Duktus kelenjar parotis disebut sebagai
duktus Stensen dan masuk ke dalam rongga mulut melalui papilla kecil
yang berhadapan dengan gigi molar pertama atau dua atas.
b. Kelenjar Submandibula, yang terletak di bawah dan depan angulus
mandibula. Duktuskelenjar submandibula disebut duktus Wharton dan
berakhir pada suatu papilla di kedua sisi frenulum pada dasar lidah.
c. Kelenjar sublingual, merupakan kelenjar ludah utama yang terkecil,
terletak di dasar mulut di bawah lidah. Ada banyak duktus kelenjar
sublingual, sebagian di antara bermuara ke dalam duktus Wharton.
Di samping kelenjar ludah utama di atas, ada ratusan kelenjar ludah yang
sangat kecil yang terletak diseluruh rongga mulut.
Pemeriksaan klinis rongga mulut yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan
pada mulut dengan atau tanpa alat yang bertujuan untuk mendapatkan

informasi atau data yang menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya


(Aeny, 2012). Teknik pemeriksaan pada mulut meliputi (Febriandi, 2011):
1. Inspeksi : Pemeriksaan dengan cara melihat atau melakukan observasi
terhadap kondisi rongga mulut klien. Tujuan dari teknik ini ialah mendeteksi
tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik rongga mulut.
2. Palpasi: Teknik pemeriksaan dengan sentuhan, rabaan maupun sedikit
tekanan pada bagian rongga mulut yang akan diperiksa dan dilakukan secara
teroganisir dari satu bagian ke bagian yang lain. Tujuan dari pemeriksaan ini
adalah mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ, untuk memeriksa
peradangan atau pembengkakan. Dapat dilakukan bersamaan dengan teknik
inspeksi dan perkusi.
3. Perkusi: Pemeriksaan dengan cara mengetukkan jari atau instrument kea rah
jaringan yang dituju. Biasanya dilakukan pada gigi.
4. Auskultasi: Pemeriksaan dengan cara mendengarkan suara, menggunakan
stetoskop, biasanya untuk memeriksa TMJ.
Pemeriksaan ekstra oral, meliputi :
1. Pemeriksaan kepala, wajah, dan leher
A. Pemeriksaan kepala
Pemeriksaan pada kepala dilakukan untuk mengetahui bentuk dan
fungsi kepala serta kelainan yang terdapat dikepala. Pemeriksaan pada
kepala dapat dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi.
Cara pemeriksaan kepala (inspeksi dan palpasi) :
Atur posisi klien duduk atau berdiri karena posisi pasien akan
-

memudahkan pemeriksa dalam meakukan pemeriksaan.


Anjurkan untuk melepas penutup kepala, kacamata, dll yang

digunakan pada pasien. Area yang diperiksa harus jelas terlihat.


Lakukan inspeksi dengan mengamati bentuk kepala, kesimetrisan
dan keadaan kulit kepala. Kepala yang normal adalah dalam posisi
tegak dan stabil. Bentuk tulang kepala umumnya bulat dengan
tonjolan frontal dibagian anterior dan oksipital dibagian posterior.
Selain itu, ukuran, bentuk kepala, dan posisi kepala terhadap tubuh
adalah kepala tegak lurus dan digaris tengah tubuh. Namun,
ketidaksimetrisan dapat berasal dari cedera maupun gangguan

neurologis misalnya cedera kepala dan paralisis saraf fasial. Kulit


-

kepala normalnya halus dan tidak elastis.


Lakukan palpasi dengan gerakan memutar

yang

lembut

menggunakan ujung jari, lakukan mulai dari depan turun ke bawah


melalui garis tengah kemudian palpasi setiap sudut garis kepala.
Rasakan apakah terdapat benjolan/massa, tanda bekas luka di
kepala, pembengkakan, nyeri tekan, dll. Jika hal tersebut
ditemukan,perhatikan

beberapa

besar/luasnya,

bagaimana

konsisensinya dan dimana kedudukannya, apakah di dalam kulit,


pada tulang atau dibawah kulit terlepas dari tulang.
Kemungkinan kelainan pada kepala adalah :
a. Kelainan kulit kepala termasuk benjolan atau lesi dapat terjadi kista pilar,
psoriasis. Kista pilar (kista trichilemmal) adalah kista berisi cairan yang
terbentuk dari folikel rambut dan yang paling sering ditemukan di kulit
kepala.

Gambar. Pemeriksaan secara palpasi pada kepala


b. Kelainan tulang tengkorak termasuk ukuran dan kontur dapat terjadi
hidrosefalus atau lekukan pada kulit kepala karena trauma (cedera kepala).

Hidrosefalus (hydrocephalus) adalah keadaan dimana terdapat banyak


cairan di otak, yaitu pada ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau
ruang subdural. Cairan ini disebut sebagai cairan serebrospinal atau
cerebrospinal fluid (CSF). CSF adalah cairan bening yang lazim
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Hidrosefalus bisa terjadi
sejak seseorang dilahirkan atau muncul setelah terkena cedera atau sakit.
Penyebabnya adalah produksi CSF (cairan serebrospinal) berlebihan,
terjadinya penyumbatan yang membuat CSF tidak bisa mengering. Cedera
kepala adalah cedera pada tengkorak, kulit kepala, atau otak yang
disebabkan karena trauma. gegar otak adalah jenis cedera otak traumatis
yang terjadi ketika otak bergetar atau terguncang cukup keras sehingga
membentur otak. Gejala cedera otak seperti kebingungan, depresi, pusing
atau masalah keseimbangan tubuh, sakit kepala, hiang ingata, dan
sebagainya.
B. Pemeriksaan wajah
Pemeriksaan bentuk wajah terdiri atas 3 pemeriksaan yaitu tipe wajah,
kesimetrisan wajah, dan profil wajah. Tipe wajah ada 3, yaitu sempit, normal,
dan lebar. Kesimetrisan wajah ada 2, yaitu simetris bilateral dan asimetris.
Dikatakan simetris bilateral apabila wajah terbagi 2 sama lebar dan
anatomisnya sama jika ditarik garis median dari garis rambut ke titik glabela,
subnasion (perbatasan septum nasal dengan bibir atas), dan menton. Profil
wajah terbagi menjadi wajah datar, cembung dan cekung. Untuk menentukan
profil wajah, tarik garis dari titik glablea, subnasion dan pogonion (dagu) dan
dilihat dari arah sagital.
Pemeriksaan pada wajah dapat dilakukan melalui pengamatan dan palpasi,
pemeriksa dapat mengamati simetris atau tidaknya

wajah. Adanya

ketidaksimetrisan pada wajah secara jelas kemungkinan disebabkan oleh


masalah gigi geligi, khusunya yang berhubungan dengan nyeri. Adanya abses
pada gigi atau jaringan periodontal merupakan penyebab umum, adanya
pembengkakan pada wajah. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh adanya
trauma.
Cara pemeriksaan pada wajah :

Pemeriksaan visual (inspeksi) daerah wajah dan leher dilihat dari depan.
Perhatikan apakah ada tonjolan, cacat, bercak di kulit, tahi lalat, asimetri
wajah yang berlebihan (sebagian besar wajah memang sedikit asimetris)
ataupun facial palsy.
Kemungkinan kelainan pada wajah adalah:
a. Kelainan pada wajah bisa terjadi paralisis saraf fasial. Facial paralysis atau
kelumpuhan saraf di wajah atau bisa juga di sebut penyakit bells palsy
adalah hilangnya gerakan wajah karena kerusakan saraf. Otot-otot wajah
terkulai atau menjadi lemah. Ini biasanya terjadi pada salah satu sisi
wajah, tapi juga memungkinkan untuk terjadi pada kedua sisi wajah dan
ini biasanya disebabkan oleh: infeksi atau peradangan dari nervus facialis,
trauma kepala, tumor kepala atau leher, dan stroke. Penyebanya idiopatik,
meskipun kemungkinan penyebab dapat meliputi iskemik vaskuler,
penyakit virus seperti herpes zoster, penyakit autoimun, atau bahkan
kombinasi dari semua faktor ini. Bells Palsy juga sering disebut fasial
paralisis atau kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, nonneoplasmik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema
jinak pada nervus fasialis di foramen stilomastoideus. suatu kelainan,
kongenital maupun didapat, yang menyebabkan paralisis seluruh ataupun
sebagian pada pergerakan wajah.

Gambar. Wajah yang tidak simetris

Gambar. Simetris wajah

Gambar. Profil wajah

Gambar. Profil wajah

Gambar. Pemeriksaan secara palpasi pada wajah


C. Pemeriksaan leher

Pemeriksaan pada leher bertujuan untuk mengetahui integritas leher, bentuk


leher serta organ yang berkaitan, dan memeriksa sistem limfatik.
Pemeriksaan pada leher dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Inspeksi
pada leher untuk melihat adanya asimetris, denyutan abnormal, tumor
maupun pembesaran kelenjar limfe dan tiroid. Pemeriksaan palpasi dilakukan
pada tulang hyoid, tulang rawan tiroid, kelenjar tiroid, pembuluh karotis, dan
kelenjar limfe.
Cara pemeriksaan pada leher (inspeksi dan palpasi) :
- Atur pencahayaan yang baik.
- Anjurkan pasien untuk melepas benda apapun yang menutupi leher
-

dan dapat menghalangi pemeriksaan.


Lakukan inspeksi leher mengenai bentuk leher, warna kulit, adanya
pembengkakan, jaringan parut, dan adanya massa. Inspeksi dilakukan
secara sistematis mulai dari garis tengah sisi depan leher, dari
samping dan dari belakang.

Warna kulit leher normalnya sama

dengan kulit sekitarnya. Dapat menjadi kuning pada semua jenis


ikterus, dan merah, bengkak, panas dan nyeri tekan bila mengelami
-

peradangan.
Inspeksi tiroid dengan menginstruksikan klien untuk menelan dan
mengamati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal.
Normalnya, kelenjar tiroid tidak dapat dilihat kecuali pada orang yang
sangat kurus. Minta klien untuk memfleksikan leher dengan dagu ke
dada, hiperekstensikan leher sedikit ke belakang, dan gerakkan
menyamping ke masing-masing sisi kemudian ke samping sehingga
telinga bergerak ke arah bahu. Hal ini dilakukan untuk menguji otot-

otot sternomastoideus dan trapezius.


Lakukan palpasi pada daerah leher dilakukan terutama untuk
mengetahui keadaan dan lokasi kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan
trakea. Untuk memeriksa nodus limfe (kelenjar limfe), buat klien
santai dengan leher sedikit fleksi ke depan atau mengarah ke sisi
pemeriksa untuk merelaksasikan jaringan dan otot-otot. Gunakan
bantalan ketiga jari tengah tangan dan memalpasi dengan lembut
masing-masing jaringan limfe dengan gerakan memutar. Palpasi

kelenjar tiroid dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran tiroid


(gondok) yang biasanya disebabkan oleh kekurangan gram zodium.
Bentuk

kelenjar

tiroid

dapat

diketahui

jika

kepala

pasien

ditengadahkan sambil pasien disuruh menelan ludah (air), sementara


perawat melakukan palpasi kelenjar tersebut. Kedudukan trakea perlu
dikaji karena dapat sebagai petunjuk terhadap adanya gangguan dan
merupakan petunjuk adanya proses desak ruang atau fibrosis pada
paru-paru maupun mediastinum. Trakea akan tertarik pada keadaan
terjadi proses fibrosis dan akan terdorong pada keadaan terjadi
pendesakan ruang.
Cara melakukan palpasi pada kelenjar limfe :
- Untuk memeriksa nodus limfe, buat klien santai dengan leher sedikit
fleksi

ke

depan

merelaksasikan

atau

jaringan

mengarah
dan

ke

sisi

otot-otot.

pemeriksa

untuk

Ketegangan

klien

mempengaruhi hasil pemeriksaan Gunakan bantalan ketiga jari tengah


tangan dan memalpasi dengan lembut masing-masing jaringan limfe
dengan gerakan memutar.
- Lakukan palpasi secara sistematis dan determinasikan menurut lokasi,
batas-batas ukuran, bentuk dan nyeri tekan pada setiap kelompok
kelenjar limfe yang terdiri dari :
a. Nodus oksipital pada dasar tengkorak.
b. Nodus aurikular posterior di atas mastoid.
c. Nodus preaurikular tepat di depan telinga.
d. Nodus tonsilar pada sudut mandibula.
e. Nodus submental pada garis tengah beberapa cm di belakang
f.

Ujung mandibula.
Nodus submaksilaris ditengah-tengah antar sudut dan ujung

g.
h.
i.

mandibula.
Nodus servikal superfisial, superfisial terhadap sternomastoideus.
Nodus servikal posterior, sepanjang tepi anterior trapezius.
Nodus supraklavikula, dalam suatu sudut yang terbentuk oleh
klavikula dan sternokleidomastoideus.

Nodus limfe normalnya tidak mudah dipalpasi. Akan tetapi, nodus yang kecil,
dapat digerakkan, dan tidak nyeri tekan merupakan hal yang umum. Nodus limfe

yang besar, menetap, meradang, atau nyeri tekan mengindikasikan adanya


masalah seperti infeksi lokal, penyakit sistemik, atau neoplasma. Nyeri tekan
biasanya terjadi akibat inflamasi.
Cara melakukan palpasi pada kelenjar tiroid :
Letakkan tangan anda pada leher pasien.
Palpasi pada fossa suprasternal dengan jari penunjuk dan
-

jari tengah.
Suruh pasien menelan atau minum untuk memudahkan
palpasi. Palpasi dapat pula dilakukan dengan perawat
berdiri di belakang pasien, tangan diletakkan mengelilingi

leher dan palpasi dilakukan dengan jari kedua dan ketiga


Bila teraba kelenjar tiroid maka determinasikan menurut
bentuk, ukuran, konsistensi dan permukaannya.

Normalnya, kelenjar tiroid kecil, halus, dan bebas dari nodul.


Tetapi, pada individu yang sangat kurus, tiroid lebih mudah
dipalpasi.
Cara melakukan palpasi pada trakea :
- Palpasi trakea dengan cara berdiri di samping kanan pasien.
Letakkan jari tengah pada bagian bawah trakea dan raba
trakea ke atas, ke bawah dan kesamping sehingga
kedudukan trakea dapat diketahui.
Normalnya trakea berada di tengah. Pergeseran trakea
mengindikasikan kelainan pada paru
Kemungkinan kelainan pada leher adalah :
a. Kelainan pada kelenjar limfe bisa terjadi limfadenopati servikal karena
inflamasi,

malignansi.

Limfadenopati

adalah

istilah

medis

untuk

menggambarkan adanya pembengkakan pada kelenjar limfe. Ada berbagai


macam penyebab limfadenopati. Beberapa diantaranya adalah infeksi bakteri
atau virus, gangguan sistem kekebalan tubuh, kanker, dan efek samping obat.
Contoh infeksi bakteri yang dapat menyebabkan limfadenopati adalah infeksi

tenggorokan oleh bakteri streptokokus, infeksi paru-paru oleh bakteri TBC,


dan lain-lain. Contoh kanker yang menyebabkan limfadenopati adalah kanker
Hodgkin. Kanker lain seperti kanker payudara juga dapat menyebabkan
pembengkakan kelenjar limfe di daerah ketiak.
b. Kelainan kelenjar tiroid bisa terjadi goiter, nodulus, nyeri tekan tiroid,
hiper/hiprotiroidisme. Kelenjar tiroid yang terlalu aktif menyebabkan
hipertiroid (kelebihan kelenjar tiroid), yang dapat meningkatkan risiko
terkena gagal jantung. Sementara, yang kurang aktif akan mengakibatkan
hipotiroid (kekurangan hormon tiroid), berdampak menurunkan mental dan
daya pikir pada janin sehingga ketika lahir berpotensi tumbuh kerdil (cretin)
dan menyandang down syndrome. Penyebabnya adalah Hipertiroid dapat
disebabkan oleh gangguan autoimun yang disebut dengan penyakit graves,
pengeluaran abnormal dari TSH (thyroid stimulating hormone), tiroiditis
(peradangan kelenjar tiroid), dan konsumsi yodium berlebihan. Hipotiroid
dapat disebabkan oleh gangguan hipofisis di otak, kekurangan yodium berat,
dan faktor keturunan. Bisa juga terjadi akibat efek samping terapi pengobatan
hipertiroid (obat-obatan, operasi, dan terapi penyinaran radioaktif).
c. Kelainan pada trakea bisa terjadi penyimpangan trakea.

Gambar. Pemeriksaan secara palpasi pada leher


2.

Pemeriksaan glandula parotis


Glandula parotis terletak berlawanan dengan batas luar ramus mandibula
dan memanjang kebagian dari musculus strenomastoid. Bagian superior dari
glandula parotis dimulai dari bawah tragus dari telinga dan berakhir di
anterior ( dibawah batas dari mandibula). Pemeriksaan glandula yang
normal susah untuk diperiksa dengan palpasi, namun dengan palpasi dapat

dilakukan pada tempat tertentu yang mengalami glandula hiperplastik, nodul


pada glandula dimana akan timbul rasa sakit. Kelenjar parotis dilakukan
dengan palpasi dan segala pembesaran atau pelunakan harus diperhatikan
pada daerah tersebut.

Gambar. Letak glandula parotis

Gambar. Pemeriksaan secara palpasi pada glandula parotis


Cara pemeriksaan :
Pemeriksaan pada glandula parotis dilakukan dari arah depan. Bagian
bawah daun telinga akan terdorong ke luar bila kelenjar membengkak.
Lakukan palpasi pada kelenjar untuk melihat adanya pembengkakan atau
perabaan yang lunak. Kelenjar terletak di distal ramus asendens pada
mandibula. Kadang tampilan yang lebih baik pada kelenjar parotis
diperoleh dari arah punggung pasien.

Kelainan yang terjadi pada kelenjar parotis adalah :


a. Parotitis (mumps)
Parotitis (mumps) adalah peradangan kelenjar saliva yang
disebabkan oleh virus, biasanya mengenai kelenjar patotis.
Etiologi : paramyxovirus, parainfluenza, cytomegalovirus. Gejala
klinik : bengkak dan nyeri pada kelenjar parotis, teritama saat
makan atau minum yang asam, demam, malaise, sakit kepala.
3. Temporomandibular Joint (TMJ)
Daerah dimana terjadi hubungan antara cranium dan mandibula disebut juga
sendi temporomandibula (TMJ). Gerakan sendir TMJ ada 2 gerakan yaitu:
A. Gerakan memutar atau gerakan engsel
B. Gerakan translasi atau meluncur
Pergerakan bebas mandibula yaitu kombinasi antara gerakan rotasi dan
translasi yang meliputi:
A. Gerakan membuka dan menutup
B. Gerakan protusi dan retrusi
C. Gerakan ke sampng kiri dan kanan (Gazali dan Kasim, 2004).
Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga
bila terjadi sesuatu pada salah satu sendi ini, maka seseorang dapat mengalami
masalah yang serius. Masalah tersebut berupa nyeri saat membuka, menutup
mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci.
Kelainan yang sering terjadi:
A. Disfungsi (sindrom rasa sakit-disfungsi dari TMJ, miofasial paindysfunction syndrom dst).
B. Susunan bagian dalam sendi yang tidak tepat.
C. Penyakit degenerasi (osteoartrosis, osteartritis, osteokondritis,
osteoartropati).
D. Trauma
a. Fraktur
b. Dislokasi
c. Traumatik artritis, sinovitis, dll.
Pemeriksaan yang dilakukan antara lain:

A. Inspeksi
Untuk melihat

adanya

kelainan

sendi

temporomandibular

perlu

diperhatikan gigi, sendi rahang dan otot pada wajah. Apakah pasien
menggerakan mulutnya dengan nyaman selama berbicara atau pasien
seperti menjaga gerakan rahang bawahnya.
B. Palpasi
Pemeriksaan dengan cara palpasi sisi kanan dan kiri yang dilakukan pada
sendi dan otot wajah dan daerah kepala. Tes ini penting dalam membantu
mencari lokasi nyeri.
Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada
ruang inferior m. pterigoideus lateral)
Resistive closing (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m.
temporalis, m. masseter, dan m. pterigoideus medial)
Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri
pada m. pterigoideus lateral dan medial yang kontralateral)
Resistive protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m.
pterigoideus lateral)
Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada
bagian posterior m. temporalis)
C. Auskultasi
Bunyi sendi TMJ terdiri dari clicking dan krepitus. Clicking adalah
bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka atau menutup mulut,
bahkan keduanya. Krepitus adalah bersifat difus, yang biasanya berupa
suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau menutup mulut
bahkan keduanya. Krepitus menandakan perubahan dari kontur tulang
seperti pada osteoartrosis. Clicking dapat terjadi pada awal, pertengahan,
dan akhir membuka dan menutup mulut. Bunyi click yang terjadi pada
akhir membuka mulut menandakan adanya suatu pergeseran yang berat.
TMJ clicking sulit didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar
dengan menggunakan stetoskop.
4. Limfanodi Cervikalis

Kelenjar limfe atau Limfonodi berbentuk kecil lonjong atau seperti kacang
dan terdapat di sepanjang pembuluh limfe. Kelompok-kelompok utama
terdapat di dalam leher, axial, thorax, abdomen, dan lipat paha. Limfonodi
servikalis merupakan pusat kelenjar limfa atau getah bening di leher samping
bawah telinga kanan dan kiri. Limfonodi, yaitu kelenjar yang berfungsi
sebagai pertahanan kekebalan tubuh (sistem imun). Kelenjar ini mengandung
zat-zat yang berguna untuk tubuh, diantaranya adalah protein, lemak, limfosit,
sel darah putih, fibrinogen, albumin, sel-sel pembentuk pertahanan tubuh, dsb.
Kelenjar ini dapat membesar oleh karena penambahan sel-sel pertahanan
tubuh yang berasal dari KGB (Kelenjar Getah Bening) itu sendiri, seperti
limfosit, sel plasma, monosit dan tristiosit. Penyebab lainnya yaitu karena
proses peradangan (neutrofil), yang artinya kelenjar itu sedang dalam proses
melawan bakteri yang masuk, infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan dari
penyakit metabolit lemak. Jika dalam proses peradangan, bakteri dapat
tereliminasi maka kelenjar tersebut akan mengalami regresi kembali. Namun
proses peradangan tersebut pada beberapa individu dapat menjadi berlebihan,
sehingga pembesarannya menjadi relatif lebih besar dan lebih sensitive.
Akibatnya terjadi pembengkakan yang terasa nyeri jika ditekan dan terasa
berfluktuasi. Cara memeriksa limfonodi servikalis dengan cara palpasi dan
diperhatikan ada pembengkakan atau tidak. Ciri ciri inflamasi:

Warna kemerahan (rubor)


Diakibatkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang
mengalami kerusakan.
Panas (kalor)
Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer tubuh (kulit).
Peningkatan suhu ini diakibatkan karena meningkatnya aliran darah
sehingga sistem vaskuler dilatasi dan mengalirkan darah yang hangat pada

daerah tersebut.
Bengkak (tumor)
Pembengkakan sebagai hasil adanya edema dan kelompok sel radang
dalam jumlah sedikit yang masuk ke dalam daerah tersebut.
Nyeri (dolor)

Rasa nyeri diakibatkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema
5.

dan terutama karena tekanan pus di dalam rongga abses.


Pemeriksaan Bibir
Pemeriksaan intra oral yang dapat dilakukan diantaranya adalah
melihat mukosa intra oral dari pasien, yaitu palpasi mukosa labial bibir
bawah, mukosa labial bibir atas dan mukosa bukal untuk melihat konsistensi,
karakteristik jaringan dan indurasi, contohnya pada pasien yang memiliki
kebiasaan menggigit-gigit bibir atau mukosa bibir terjadi perubahan warna,
pinggiran yang kasar dan terjadi keratinisasi pada mukosa labial, selain itu
juga pada pasien perokok mukosa labialnya berwarna kemerahan. Setelah itu
lakukan juga inspeksi dan palpasi pada bagian mucobucal fold atas dan
bawah untuk melihat karakteristik jaringan serta pada forniks bawah untuk
melihat posisi frenulum bibir bawah. Palpasi dan inspeksi dilakukan terus
hingga melihat semua anatomi pada intra oral yang kemungkinan dapat
terjadi kelainan atau penyakit, maka palpasi juga pada bagian retromolar pad,

6.

tuberositas, palatum untuk melihat rugae yang ada pada palatum.


Pemeriksaan Struktur Rongga Dalam Mulut
Penderita diinstruksikan membuka mulut, perhatikan struktur di dalam cavum
oris mulai dari gigi geligi, palatum, lidah, bukkal, dll. Lihat ada tidaknya
kelainan berupa, pembengkakan, hiperemis, massa, atau kelainan congenital.
Lakukan penekanan pada lidah secara lembut dengan spatel lidah (gambar).
Perhatikan struktur arkus anterior dan posterior, tonsil, dinding dorsal faring.
Deskripsikan kelainan-kelainan yang tampak. Dengan menggunakan sarung
tangan lakukan palpasi pada daerah mukosa bukkal, dasar lidah dan daerah
palatum untuk menilai adanya kelainan-kelainan dalam rongga mulut.

Teknik Inspeksi Struktur Dalam Rongga Mulut Inspeksi Mukosa Pipi


Pasien harus diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Mulut harus disinari
dengan sumber cahaya. Periksalah mukosa pipi untuk melihat lesi atau perubahan
warna, dan rongga pipi diperiksa untuk melihat tanda-tanda asimetri atau daerah
injeksi (pembuluh darah yang berdilatasi, biasanya menunjukkan peradangan).
Mukosa pipi, gigi dan gusi mudah diperiksa dengan memakai spatula lidah untuk
mendorong pipi menjauhi gusi. Inspeksi untuk melihat adanya perubahan warna,
tanda-tanda trauma, dan keadaan orifisium duktus parotis. Apakah ada ulserasi
pada mukosa pipi? Apakah ada lesi putih pada mukosa pipi? Lesi putih tak nyeri
yang paling sering ditemukan di dalam mulut adalah liken planus, yang terlihat
sebagai erupsi retikularis, atau seperti renda, bilateral pada mukosa pipi. (Gambar)

Cara melakukan inspeksi mukosa pipi


7.

Pemeriksaan Palatum Durum dan Tuberositas Maksilaris


Palatum durum diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi. Inspeksi palatum

durum dilakukan untuk melihat adanya ulserasi, pembengkakan, atau tanda-tanda


peradangan. Inspeksi visual langsung palatum durum dapat dicapai dengan cara
menggunakan mirror. Sedangkan palpasi dilakukan dengan menggunakan jari
telunjuk dan rasakan terhadap adanya pembengkakan. Palatum durum, mirip
dengan gingiva cekat, dalam keadaan normal berwarna kurang pink dibandingkan
mukosa rongga mulut lainnya karena adanya peningkatan keratinisasi (Burkhart
dan DeLong, 2012).
Pada palatum durum terdapat papilla incisivus yang terletak di posterior gigi
incisivus maksilla. Struktur anatomis normal ini tampak sebagai nodul kecil
imobil yang terletak langsung di bawah muara ductus nasopalatinal, dimana
kumparan neurovaskuler keluar dari maksila untuk mensupai mukosa palatum.
Tuberositas maksila merupakan daerah distal molar terakhir, jaringan warna pink
secara homogen. Pemeriksaan tuberositas maksila dilakukan dengan cara palpasi
untuk mengetahui nyeri dan pembengkakan (Burkhart dan DeLong, 2012).

Gambar 1. Struktur normal dari palatum durum

Gambar 2. Contoh tindakan palpasi palatum durum

Gambar 3. Struktur normal tuberositas maksila


8. Pemeriksaan Palatum Molle dan Uvula
Palatum molle memiliki mukosa yang tidak berkeratin, berwarna pinksalmon, licin, dan mengkilat. Palatum molle biasanya diperiksa dengan inspeksi.
Uvula adalah struktur jaringan lunak yang terdiri dari otot dan jaringan ikat dan
dilapisi dengan selaput lendir. Uvula dapat diperiksa dengan inspeksi.
Pemeriksaan uvula dilakukan dengan inspeksi warna uvula, inspeksi lesi dan
pembengkakan. Jika terlihat adanya pembengkakan, kemungkinan klien
mengalami uvulitis. Uvulitis merupakan peradangan pada uvula yang bisa
disebabkan oleh dehihdrasi, merokok, atau reaksi alergi karna virus dan bakteri
(Burkhart dan DeLong, 2012).

Gambar 4. Struktur normal palatum molle

Gambar 5. Contoh tindakan inspeksi palatum molle

Gambar 6. Contoh tindakan inspeksi uvula


9. Struktur-Struktur Superficial Lidah
Lidah secara anatomi terbagi atas 3 bagian, yakni :
A. Apek linguae (ujung lidah)
B. Corpus linguae (badan lidah)
C. Radix linguae (akar lidah)
Pada membrana mukosa yang melapisi lidah yaitu di punggung lidah, di
pinggir kanan dan kiri dan disebelah muka terdapat tonjolan yang kecil-kecil
disebut dengan papillae. Pada dasarnya papillae ini terdapat kuncup-kuncup
pengecap sehingga kita dapat menerima / merasa cita rasa. Ada empat macam

papillae,

yaitu:

papillae

filiformes,

papillae

fungiformes,

papillae

circumvallatae dan papillae foliatae.


Area dibawah lidah disebut dasar mulut. Membran mukosa disini bersifat
licin, elastis dan banyak terdapat pembuluh darah yang menyebabkan lidah
ini mudah bergerak, serta pada mukosa dasar mulut tidak terdapat papillae.
Dasar mulut dibatasi oleh otot-otot lidah dan otot-otot dasar mulut yang
insertionya disebelah dalam mandibula. Disebelah dalam mandibula ini
terdapat kelenjar-kelenjar ludah sublingualis dan submandibularis. (Liod dan
Robert, 2103)
10. Jenis - Jenis Kelainan Pada Selaput Lidah
A. Warna Lidah
Warna lidah normal adalah pink. Bila lidah berubah warna, ini
memungkinkan pasien menderita beberapa penyakit
B. Kualitas Lidah
a. Tebal
Menunjukkan akumulasi cairan tubuh yang disebabkan karena
i.
Yang defisiensi pada Ginjal dan Limpa
ii.
Retensi dan stagnasidari Dahak-Lembab
b. Tipis
Menunjukkan terjadinya defisiensi darah. Kondisi lidah yang tipis
menunjukkan bahwa kondisi penyakitnya telah menahun.
c. Kering
Menunjukkan adanya panas, dimana panas pathogen memakai cairan
tubuh.
d. Kering, kasar, berduri (rough coating)
e. Licin, basah ( sliperry coating)
Menunjukkan retensi lembab di interior
f. Berminyak (greasiness) menunjukkan :
i.
Keadaan lembab
ii.
Retensi phlegma
iii.
Dyspepsia
g. Koagulasi (curdiness)
Menunjukkan naiknya factor-faktor pathogen busuk dari lambung
karena terjadi excessive panas di lambung
h. Mengelupas (exfoliation)
Menunjukkan : merupakan manifestasi kegagalan Yin lambung/
gangguan Qi lambung.
C. Kelainan Pada Lidah

1. Kelainan Kongenital pada Lidah :


a. Microglossi
Keadaan dimana lidah lebih kecil dari normal. Microglossi dengan
micrognatia disebut Sindroma Pierre-Robin.
b. Macroglossi
Lidah sangat besar, mudah terkena infeksi. Disebabkan kretinisme
kongenital dan idiopatik (mungkin hipotiroid pada ibu ). Dapat
dijumpai neurofibroma dan/hemangioma.
c. Median Rhomboid Glossitis
Kelainan kongenital pada lidah karena papilla lidah tidak tumbuh.
Histologisnya seperti radang sehingga ada yang menggolongkannya
sebagai radang namun secara patogenesis kelainan ini bersifat
kongenital.
d. Tuberkulum impar
Pada bagian tengah lidah tidak tertutup oleh kedua tuberkulum lateral
lidah, sehingga tanpa epitel dan berbentuk belah ketupat.
e. Tounge Tie
Lidah seperti dasi. Terjadi gangguan komunikasi karena frenulum
lidah terlalu panjang.
f. Scrotal Tounge
Lidah seperti skrotum dengan fisura-fisura yang terlalu dalam dan
rugae-rugae kasar.
g. Bifid Tounge
Lidah terbelah akibat perpaduan lidah kanan dan kiri terganggu.
D. Pemeriksaan Lidah dan Dasar Mulut
Pemeriksaan intra oral juga memeriksa bagian dasar mulut, pemeriksaan
dilakukan untuk melihat

frenulum lingualis, kurunkel lingual dan

sublingual fold. Pemeriksaan dilakukan dengan meminggirkan sedikit


lidah dan lihat lingual space kemudian palpasi aspek lingual dengan
menggerakan jari dari sisi satu ke sisi yang lainnya. Kemudian lakukan
palpasi dari bagian intra oral dan ekstra oral pada daerah submandibula
untuk memeriksa glandula saliva submandibula. Setelah itu lakukan
pemeriksaan sekresi saliva dengan cara keringkan terlebih dahulu anterior
dasar mulut kemudian untuk menstimulasi produksi saliva dengan cara
menekan-nekan secara perlahan pada daerah glandula dari ekstra oral
kemudian perhatikan keluarnya saliva pada intra oral (Gibson, 2002)
E. Pemeriksaan Kelenjar Submandibula

Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, yang disebut


frenulum dapat terlihat di bawah lidah di garis tengah yang
menghubungkan lidah dengan dasar mulut. Dasar Mulut dibentuk oleh
lidah, lekukan pada bagian depan dan samping lidah tempat membran
mukosa direfleksikan dari lidah ke gusi, dibawah lekukan ini terdapat
glandula salivarius submandibular dan sublingual, dan beberapa otot kecil
bekerja pada lidah. Dasar mulut diperiksa dengan inspeksi, meminta
pasien mengangkat lidahnya ke atap mulut. Apakah ada edema pada dasar
mulut? Muara duktus Wharton harus diperiksa.
Dasar mulut harus diperiksa dengan palpasi bimanual. Posisi kepala
pasien rileks, sedikit maju dan menunduk agar jaringan rileks. Ini
dilakukan dengan meletakkan satu jari di bawah lidah dan jari lain di
bawah dagu untuk memeriksa adanya penebalan atau massa. Sewaktu
mempalpasi mulut pasien, pemeriksa harus memegang pipi pasien seperti
diperlihatkan pada gambar dibawah ini.

Glandula submandibularis terletak di bagian belakang dasar mulut tertutup di


bawah angulus mandibula. Ductusnya berjalan ke depan pada dasar mulut
membuka ke dalam mulut pada bagian samping lidah.
11. Pemeriksaan Periodontium
A. Jaringan Periodontal
Jaringan periodontal dievaluasi secara klinis dengan beberapa tahapan. Warna
dan tekstur gingiva merupakan indikasi penting pada kesehatan periodontal.

a. Warna Gingiva
Warna gingiva normal umumnya merah jambu (coral pink). Hal ini
disebabkan oleh adanya pasokan darahm tebal dan derajat lapisan keratin
ephitelium serta sel-sel pigmen. Warna ini bervariasi untuk setiap orang
erta hubungannya dengan pigementasi kutaneous. Pigmentasi pada gingiva
biasanya terjadi pada individu berkulit gelap. Pigmentasi pada gingiva
cekat berkisar dari cokelat sampai hitam. Warna pigmentasi pada mukosa
alveolar lebih merah, karena mukosa alveolar tidak mempunyai lapisan
keratin dan epitelnya tipis. Gingiva yang tidak sehat warnanya merah
lembut terjadi edema, dan permukaannya mengkilap dan halus.
b. Kontur gingiva
Kontur gingiva sangat bervariasi. Keadaan ini dipengaruhi oleh bentuk dan
susunan gigi-geligi pada lengkungnya, lokalisasi dan luas area kontak
proksimal, dimensi embrasure (interdental) gingival oral maupun
vestibular. Papilla interdental menutupi bagian interdental sehingga
tampak lancip.
c. Konsistensi
Gingival melekat erat ke struktur di bawahnya dan tidak mempunyai
lapisan submukosa sehingga gingiva tidak dapat digerakkan dan kenyal
d. Tekstur
Permukaan gingiva cekat seperti kulit jeruk (stipling). Stipling akan
terlihat jelas jika permukaan gingiva dikeringkan. Stipling akan lebih jelas
terlihat pada permukaan vestibular dibandingkan dengan permukaan oral.
Pada permukaan marginal gingival tidak terdapat stipling (Newman,
2012).
Pemeriksaan jaringan periodontal merupakan bagian penting dalam proses
diagnostik.

Probe

periodontal,

eksplore/sonde,

kaca

mulut,

dan

pencahayaan yang baik, palpasi dan semprotan udara, semua ini harus
digunakan dengan optimal untuk memperjelas pemeriksaan visual dari
jaringan periodontal. Aspek-aspek yang harus diamati adalah:
a. Warna, bentuk dan konsistensi gingiva
b. Perdarahan dan eksudasi purulen
Merupakan indikator klinis dari aktifnya penyakit dan perlu dicatat.
Eksudasi dapat terjadi spontan atau hanya pada saat dilakukan probing

atau palpasi. Perdarahan dan eksudasi bukan indikator keparahan penyakit,


tetapi dapat berarti adanya ulserasi dinding epitel poket.
c. Kedalaman poket (probing)
Pengukuran poket dilakukan dari tepi gingiva seluruh gigi dengan
menggunakan probe. Kedalaman sulkus gingiva disekitar gigi juga
ditentukan dengan sistem probing menggunakan instrumen probe
periodontal dengan ujung bulat. Kedalaman sulkus dinilai pada enam
lokasi di sekitar gigi, 3 pada fasial (mesiofasial, mid fasial, dan distofasial)
dan 3 lingual (mesiolingual, mid lingual, dan distolingual. Kedalaman
sulkus yang lebih dari 3 mm dan lokasi yang mengalami bleeding setelah
probing harus dicatat. Adanya pocket (kedalaman sulkus yang lebih dari 3
mm) atau adanya hemoragi atau eksudat mengindikasikan penyakit
periodontal.
Cara pemeriksaan kedalaman poket:
1) Selipkan probe ke dalam poket sedapat mungkin sejajar dengan poros
panjang gigi dengan tetap menjaga permukaan gigi sampai dirasakan
adanya tahanan.
2) Probe dijalankan mengelilingi gigi. Probing dilakukan mulai dari
interproksimal gigi permukaan vestibular, dijalankan ke arah mesial
sepanjang permukaan vestibular sampai ke interproksimal mesial.
d. Jarak antara tepi gingiva ke Cemento Enamel Junction (CEJ)
Kedalaman resesi dicatat sebagai garis kontinu pada rekam medik.
Klasifikasi resesi gingiva berdasarkan keadaan marginal gingiva terhadap
CEJ dan mucogingival junction menurut Miller :
1) Kelas I
Resesi pada marginal gingiva yang belum meluas ke mucogingival
junction. Pada kelas ini belum terjadi kehilangan tulang atau jaringan
lunak di daerah interdental. Resesi ini dapat berukuran kecil atau besar
2) Kelas II
Resesi pada marginal gingiva meluas ke mucogingival junction, tetapi
belum terjadi kehilangan tulang atau jaringan lunak di daerah
interdental. Resesi ini dapat berukuran kecil atau besar
3) Kelas III

Resesi pada marginal gingiva meluas ke mucogingival junction


disertai dengan kehilangan tulang dan jaringan lunak di daerah
interdental atau terdapat malposisi gigi yang ringan
4) Kelas IV
Resesi pada marginal gingiva meluas ke mucogingival junction
disertai dengan kehilangan tulang dan jaringan lunak yang parah di
daerah interdental atau terdapat malposisi yang parah.

Gambar ....
1. Tes Mobilitas
Tes mobilitas menunjukkan keadaan ligamen periodontium dan prognosis
bagi setiap macam perawatan. Gigi yang sangat goyang biasanya telah
banyak kehilangan dukungan jaringan periodontium. Kadang-kadang lesi
periapikal yang luas dapat sangat mengurangi dukungan dari jaringan
periodontium. Mobilitas biasanya membaik secara dramatis setelah perawatan
saluran akar berhasil. Mobilitas ditentukan dengan menempatkan jari telunjuk
pada aspek lingual dan mengaplikasikan tekanan dengan pegangan kaca
mulut pada permukaan fasialnya. Gerakan lebih dari 2-3 mm atau depresi
menandakan bahwa keberhasilan perawatan saluran akar sangat kecil jika

penyebab utama mobilitas adalah penyakit periodontium dan bukan patosis


periapikal.
2. Pemeriksaan radiografis memungkinkan evaluasi masalah yang disebabkan
oleh gigi (misalanya lesi karies, kerusakan restorasi, dan perawatan saluran
akar), tampilan pulpa dan periapikal yang abnormal, malposisi gigi, pola
umum tulang dan adanya penyakit periodontium.

Gambar ...

Gambar....
12. Pemeriksaan Gigi Geligi
Pemeriksaan gigi geligi dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan warna,
fraktur, abrasi, erosi, karies, restorasi yang luas, atau abnormalitas lain.
Mahkota yang berubah warna sering merupakan tanda adanya penyakit pulpa

atau merupakan akibat perawatan saluran akar yang telah dilakukan


sebelumnya.
A. Tes Klinis
Tes klinis dilakukan dengan menggunakan kaca mulut dan sonde serta tes
periodontium untuk mengetahui keadaan jaringan pulpa dan periapeks. Kaca
mulut dan sonde digunakan untuk memeriksa karies yang luas atau karies
sekunder, terbukanya pulpa, fraktur mahkota, restorasi yang rusak, dan
kebocoran daerah korona pada gigi yang telah dirawat saluran akar.
B. Tes Perkusi
Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periapikal. Cara melakukan
perkusi adalah dengan mengetukan ujung kaca mulut yang dipegang paralel
atau tegak lurus terhadap mahkota pada permukaan incisal atau oklusal. Jika
nyeri subjektifnya parah, hindarkan pengetukan gigi tetapi tekanlah gigi
perlahan-lahan dengan ujung jari telunjuk. Cara tes lain yang baik juga dapat
dengan meminta pasien menggigit obyek yang keras misalnya gulungan
kapas.
C. Tes Palpasi
Palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi telah meluas ke arah
periapikal. Palpasi dilakukan dengan menekan mukosa di atas apeks dengan
cukup kuat (gambar). Penekanan dilakukan dengan ujung jari seperti pada tes
perkusi. Pemeriksaan hendaknya menggunakan minimal satu gigi sebagai
pembanding.

D. Pemeriksaan dengan sonde (sondasi)


Sonde dapat berpenetrasi ke dalam lesi inflamasi periapikal yang meluas ke
servikal. Gigi dengan pulpa nekrosis yang menginduksi inflamasi periapikal
yang meluas ke arah servikal memiliki prognosis yang baik jika saluran
akarnya telah dirawat dengan baik. Namun, prognosis saluran akar pada gigi
dengan paenyakit periodontium parah biasanya sangat bergantung pada
keberhasilan perawatan periodontiumnya. Gigi dengan penyakit periodontium
parah merupakan gigi yang tidak begitu baik prognosisnya untuk perawatan
saluran akar. Kedalaman yang bisa diprobing sepanjang permukaan dan
furkasi harus diukur dan dicatat agar dapat digunakan sebagai pembanding di
kemudian hari.
E. Tes kevitalan pulpa
Stimulasi langsung pada dentin, dingin, panas, dan tes elektrik dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi gigi vital atau tidak. Jika pada pemeriksaan
klinis dapat menggunakan stimulus yang sama dengan stimulus yang menurut
pasien akan menimbulkan respon nyeri. Jika terdapat karies dapat disonde
sampai dalam sehingga mencapai dentin yang tidak karies, dan jika timbul
sensasi tajam dan tiba-tiba dapat dikatakan jaringan pulpa vital.
F. Pemeriksaan radiografis
Pemeriksaan radiograf memungkinkan evaluasi masalah pada gigi misalnya
lesi karies, kerusakan restorasi, dan perawatan saluran akar, tampilan pulpa
dan periapikal yang abnormal, malposisi gigi, dan adanya penyakit
periodontium.
G. Pemeriksaan gigi menyeluruh
a. Pemeriksaan posisi gigi, meliputi: kesesuaian lengkung rahang,
maloklusi
b. Karies, meliputi: pemeriksaan lokasi, jenis, dan luas karies.
c. Perawatan restoratif
Sebaiknya diperiksa apakah restorasi yang telah dibuat cukup baik atau
tidak. Kemudian, keadaan ini dihubungkan dengan retensi plak, kesulitan
membersihkan plak, oklusi traumatik. Juga penting untuk dilihat adanya
kemungkinan tepi restorasi yang berlebihan, melebihi lebar biologis
epitel jungtional dan perlekatan jaringan ikat, karena apabila berlebih

dapat menyebabkan cedera iatrogenik yang serius pada jaringan


periodontal.
d. Kebiasaan, misalnya: kebiasaan merokok, mendorong lidah, menggigitgigit
e. Kondisi pulpa gigi
f. Kegoyahan gigi

PENUTUP
Pemeriksaan ekstra maupun intra oral diperoleh melalui pemeriksaan obyektif
maupun pemeriksaan subyektif. Pemeriksaan obyektif adalah gabungan informasi

obyektif pasien yang dapat diperoleh dengan melihat atau memeriksa keadaan
pasien secara langsung. Sedangkan pemeriksaan subyektif contohnya adalah
riwayat kesehatan pasien atau bisa disebut pemeriksaan yang berdasarkan hasil
anamnesa dari pasien. Pemeriksaan ekstra oral dan intra oral pada dasarnya
dilakukan dengan cara yang relatif sama yaitu dengan cara inspeksi, palpasi
ataupun

perkusi.

Pemeriksaan

ekstra

oral

adalah

pemeriksaan

yang

dilakukan dengan melihat dan memeriksa keadaan tubuh pasien secara umum,
meliputi mata, leher (kelenjar tiroid), jari, kuku, telapak tangan. kulit wajah,
distribusi rambut, profil wajah, kesimetrisan wajah, kontur kepala, sendi
temporomandibular dan kesehatan umum pasien. Pada pemeriksaan intra oral
pada dasarnya sama seperti pemeriksaan ekstra oral, yaitu pemeriksaan dilakukan
dengan inspeksi pada bagian intra oral pasien menggunakan kaca mulut, palpasi
pada bagian intra oral pasien serta perkusi pada beberapa gigi pasien yang diduga
adanya kelainan yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Aeny,

N.,

2012,

Pemeriksaan

Fisik

Mulut,

http://ndahaeny.blogspot.co.id/2012/11/pemeriksaan-fisikmulut_12.html diakses pada 19 November 2015 pukul 20.15 WIB.


Anonim,

2104,

https://kpsfkunmul.files.wordpress.com/2014/02/trapmed

pemeriksaan-gigi-mulut-blok-4.pdf, diakses pada tanggal 19 november


2015.
Burkhart, N.W. dan DeLong, L., 2012, The Intraoral and Extraoral Exam, ADA
CERP, 1-33.
Fedi, P.F., Vernino, A.R., dan Gray, J.L., 2005, Silabus Periodonti, ed. 4, EGC,
Jakarta, hal. 82-241.
Gazali, M., dan Kasim, A., 2004, Dislokasi Mandibula Ke Arah Anterior, Jurnal
Kedokteran Gigi Edisi Khusus KOMI KG, 119-124.
Gibson, J., 2002, Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat, ed.2, EGC,
Jakarta
http://dokumen.tips/documents/bab-ifinish.html

diakses

pada

tanggal

18

November 2015 pukul 20.00 WIB.


http://www.scribd.com/doc/119370150/Pemeriksaan-Ekstra-Oral#scribd

diakses

pada tanggal 18 November 2015 pukul 20.00 WIB.


http://pengkajiankepala-leher.blogspot.co.id/ diakses pada tanggal 19 November
2015 pukul 19.00 WIB.
http://ayyupusspita.blogspot.co.id/2012/11/pemeriksaan-fisik-kepala-dan-mukamata_1421.html diakses pada tanggal 19 November 2015 pukul 19.00 WIB.
http://nursegoonline.blogspot.co.id/2012/03/pemeriksaan-kepala-hinggaleher.html diakses pada tanggal 19 November 2015 puku 19.00 WIB.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45529/4/Chapter%20II.pdf
diakses pada tanggal 19 November 2015 pukul 21.00 WIB.
Liod M Nyhus, MDS, Robert J Baker, MD, 2013, Anatomy of the Tongue and
Lip, Mastery of surgery, volume I, Little, Brown and Company, Boston,
Toronto, 109-110
Walton, R.E. dan Torabinejad, M., 2003, Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia,
edisi 3, alih bahasa: Dr. Narlan Surnawinata, drg., Sp. KG (K), Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai