No Berkas
: 01
No RM
: 10986
Puskesmas Sidoarjo
Nama KK
: Tn NA
Tingkat
Pemahaman
Paraf
Pembimbing
Paraf
Keterangan
: Tn. N A
Alamat lengkap
Bentuk Keluarga
: Nuclear Family
Nama
1
2
3
Tn N A
Ny L
Tn K
Keduduka
n dalam
keluarga
KK
Istri
Anak Tn
L/
P
Umur
Pendidika
n
Pekerjaa
n
L
P
L
58
54
27
SD
SD
SD
Tani
Tani
Tani
4
5
Ny N
Nn S
NA
Istri Tn K
Anak Tn
P
P
30
16
SD
SMA
IRT
Nn T
NA
Anak Tn
13
SMP
An K
NA
An Tn K
8 bln
Pasien
Klinik
(Y/T)
Y
Y
Ket
TB PARU
BAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang
penderita TB paru kasus baru, berjenis kelamin Laki-Laki dan berusia 58 tahun,
dimana penderita merupakan salah satu dari penderita TB paru yang berada di
wilayah
Puskesmas
Tulangan,
Kabupaten
Sidoarjo,
dengan
berbagai
C.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. NA
Umur
: 58 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pekerjaan
: Tani
Pendidikan
: SMP
Agama
: Islam
Alamat
Suku
: Jawa
Tanggal periksa
: 11 Desember 2015
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Selain itu penderita juga mengeluhkan napas terasa sesak , timbul keringat
dingin malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan menurun, dan berat badan
dirasakan turun terus (dari 57 kg sebelum sakit turun menjadi 50 kg).
Penderita juga merasakan badannya lemas, dan kadang mengeluhkan pusing.
Penderita tidak mengeluh nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri dada. Selama
batuk, penderita berobat ke dokter umum dekat rumah. BAB dan BAK tidak
ada keluhan
Karena batuk tidak sembuh-sembuh akhirnya penderita di bawa ke
RSUD Sidoarjo Di Poli Paru dan dianjurkan untuk melakukan foto rontgen
dada. Kemudian penderita ke Puskesmas Tulangan sesuai KTP Domisili
untuk pengambilan. Disana penderita di beri obat 3 macam dan harus
diminum selama 6 bulan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
-
: disangkal
Riwayat mondok
: (-)
Riwayat Imunisasi
: Tidak Lengkap
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
-
Riwayat merokok
: sejak remaja
: Almarhum Ayah
: jarang sekali
yang
berpenghuni
orang
(penderita,
istri,Anak
D. ANAMNESIS SISTEM
1.Kulit
(-)
2.Kepala
3.Mata
5.Telinga
terasa pahit
7.Tenggorokan
8.Pernafasan :
10. Gastrointestinal :
Neurologik
: kejang (-),
lumpuh (-)
Psikiatrik
13. Muskuloskeletal :
Atas
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS E 4V5M6), status gizi
kesan kurang.
2. Tanda Vital dan Status Gizi
Tanda Vital
Nadi
Pernafasan : 26 x/menit
Suhu
:36,8 oC
Tensi
:110/70 mmHg
: 51 kg
TB
: 162 cm
BB/(TB)2
= 51/(1.62)2
Kepala
4. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
kornea
(+/+),
warna
kelopak
(coklat
kehitaman),
katarak
(-/-),
radang/conjunctivitis/uveitis (-/-)
5. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)
6. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (+), tepi
lidah hiperemis (-), tremor (-)
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping
telinga dalam batas normal
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
9. Leher
:SIC II LPSD
oedem
RF
RP -
Kesadaran
Afek
: appropriate
Psikomotor
: normoaktif
Proses pikir
: bentuk :realistik
Insight
isi
arus
:koheren
: baik
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan test Mantoux
:tidak dilakukan
Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan rontgen thoraks :Tampak Klasifikasi pada daerah lapang paru kiri :
gambaran TB
G. RESUME
Seorang Laki-laki 58 tahun dengan keluhan utama batuk. Penderita
mulai merasa sering batuk-batuk 3 bulan yang lalu, batuk ngikil dan berdahak,
dahak tidak kental dan berwarna putih,terasa susah keluar. Napas terasa sesak,
timbul keringat dingin malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan menurun, kadang
terasa pusing, dan berat badan dirasakan turun (dari 57 kg sebelum sakit turun
menjadi 50 kg), badan terasa lemas,serta nyeri pada kedua pergelangan tangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
compos mentis, status gizi kesan kurang. Tanda vital T:110/70 mmHg, N: 90
x/menit, Rr: 26 x/menit, S:36,80C, BB:50 kg, TB:162 cm, status gizi Gizi
kurang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan Rongkhi pada paru Kiri dan kanan,. Pada
pemeriksaan penunjang radiologi gambaran TB.
H. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
Diagnosis Biologis
1. TB Paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif)
Nafsu makan kurang.
Status gizi yang rendah
Diagnosis Psikologis
Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya
1.
I. PENATALAKSANAAN
Non Medika mentosa
1. Bed Rest tidak total
4.
10
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari penderita, Istri Penderita tinggal serumah
dengan suami,anak,mantu,cucu.
2. Fungsi Psikologis.
Tn. NA tinggal serumah dengan Istrinya (Ny.L). Hubungan
keluarga mereka terjalin
11
B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Selama ini dalam menghadapi masalah keluarga, pasien selalu pertama kali
membicarakannya kepada istrinya dan mengungkapkan apa yang diinginkannya dan
menjadi keluhannya. Penyakitnya ini kadang mengganggu aktivitasnya sehari-hari.
Dukungan dari orang-orang istri, keluarga dan petugas kesehatan yang sering
memberi penyuluhan kepadaya, sangat memberinya motivasi untuk sembuh dan
teratur minum obat, karena penderita dan istri yakin penyakitnya bisa sembuh total
bila ia mematuhi aturan pengobatan sampai sakitnya benar-benar sembuh dan tidak
sampai terjadi putus obat agar tidak terjadi relaps atau kambuh kembali. Hal ini
menumbuhkan kepatuhan penderita dalam mengkonsumsi obat.
PARTNERSHIP
istri dan keluarganya meyakinkannya bahwa ia bisa sembuh kembali,
komunikasi antar anggota keluarga masih berjalan dengan baik.
GROWTH
12
AFFECTION
Tn . NA merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan Istri cukup
meskipun akhir-akhir ini ia sering menderita sakit. Bahkan perhatian yang
dirasakannya bertambah. Ia menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya.
RESOLVE
Tn. NA merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan
dari Istrinya walaupun waktu yang tersedia tidak banyak karena Istri penderita harus
bekerja dan kadang harus melembur sampai malam.
APGAR Tn. B Terhadap Keluarga
Sering/
selalu
Kadangkadang
Jarang/tidak
13
Sering/
selalu
Kadangkadang
Jarang/tidak
PATHOLOGY
KET
Interaksi sosial yang baik antar anggota
_
keluarga juga dengan saudara partisipasi
mereka dalam masyarakat cukup meskipun
banyak keterbatasan.
Cultural
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya
_
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan
sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang
masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara
yang bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan
Religius
Pemahaman
agama
cukup.
Namun
+
Agama
menawarkan penerapan ajaran agama kurang, hal ini dapat
pengalaman spiritual yang baik dilihat dari penderita dan suami hanya
untuk ketenangan individu yang menjalankan sholat sesekali saja.
tidak didapatkan dari yang lain
Ekonomi
Ekonomi keluarga ini tergolong menengah,
untuk kebutuhan primer sudah bisa
terpenuhi, Kebutuhan sekunder dan
kebutuhan tersier sudah dapat terpenuhi
Edukasi
Pendidikan anggota keluarga kurang
+
Medical
Dalam mencari pelayanan kesehatan
_
14
Bentuk Keluarga
: Nuclear Family
15
- Tn. NA,
- 58 th
-
- Ny L
- 54 tahun
-
- Petani
- etnis Jawa
- petani
- etnis Jawa
Keterangan :
Ny. L, 54 th
: hubungan baik
: hubungan tidak baik
16
Hubungan antara Tn NA, dan Istrinya baik dan dekat. Antara Istri dan penderita
baik. Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar
anggota keluarga.
F. Pertanyaan Sirkuler
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh Istri?
Jawab :
Istri merawat penderita dan menyiapkan kebutuhan penderita.dan
menggantikan peran penderita saat bekerja
2. Ketika Istri bertindak seperti itu apa yang dilakukan keluarga pasien?
Jawab :
Keluarga pasien mendukung apa yang dilakukan oleh Istri. Karena ia
mempercayai urusan anak sehari-hari kepada Istri.
3. Ketika apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain?
Jawab :
Ikut mendukung dan membantu apa yang diputuskan Istri, dalam
menggantikan peran suami di kebun
4. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab :
Dibutuhkan ijin Istri. Namun sebelumya melalui musyawarah dengan
anggota keluarga lainya atau mungkin juga melibatkan keluarga besarnya.
5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab :
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah Istri. Walaupun
waktu yang tersedia untuk bertemu Istri tidak banyak namun penderita
selalu menyampaikan keinginannya ataupun keluhannya kepada Istri.
17
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Tn . NA adalah seorang Suami dari Ny.L. Penderita awalnya bekerja
Tapi Perannya di gantikan OLeh Ny L.dan penderita istrahat di rumah.
Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat
adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas seharihari. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka
sakit, mereka menjadi tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan
keluarga akan berkurang dan menjadi beban anggota keluarga lainnya.
18
Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 15x8 m 2 yang
berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke Selatan.tidak
memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas. Terdiri dari ruang kamar
tamu yang sekaligus digunakan sebagai ruang keluarga dan menonton TV, tiga
kamar tidur, satu kamar makan yang jarang digunakan, dapur, dan kamar
mandi yang memilki fasilitas jamban keluarga sehingga penderita tidak sulit
jika hendak buang air besar. Terdiri dari 2 pintu keluar, yaitu 1 pintu depan
dan 1 pintu belakang. Jendela ada 3 buah, dikamar tamu dan disetiap kamar
19
tidurnya namun semuanya jarang dibuka..Di depan rumah terdapat teras yang
berukuran 6x1 m2. Lantai rumah sebagian besar terbuat dari bahan semen dan
pada bagian dapur dan gudang berlantaikan tanah. Ventilasi dan penerangan
rumah masih kurang. Atap rumah tersusun dari genteng dan tidak ditutup
langit-langit. Masing-masing kamar memiliki dipan untuk meletakan kasur.
Dinding rumah terbuat dari batubata namun belum dicat. Perabotan rumah
tangga minim. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini
menggunakan mesin pompa air. Secara keseluruhan kebersihan rumah masih
kurang. Sehari-hari keluarga memasak menggunakan kompor minyak dan
kadang menggunakan kayu bakar yang biasa disimpan di gudang dan
belakang rumah.
Denah Rumah
dapur
Kamar mandi
kamarr
K tidur
R.TV
K Tidur
R Tamu
20
Teras
21
teras
ruang tamu
22
23
kamar tidur
24
25
26
BAB IV
DAFTAR MASALAH
1. Masalah aktif :
a. TB Paru Kasus Baru
b. Pengetahuan Istri yang kurang tentang penyakit penderita
c. Resiko penularan pada anggota keluarga yang lain
2. Faktor resiko :
a. Status gizi kurang
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
Kebiasaan
pasien
merokok sejak
remaja
27
1. Prevensi
untuk
anggota
keluarga
lainnya
.
2.Status
gizi kurang
Tn NA
58 tahun
28
BAB V
PATIENT MANAGEMENT
Tetangga ada
yang
dalam
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
proses
1. Suport Psikologis
pengobatan
yang dapat menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada
dokternya. Antara lain dengan cara :
a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.
b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau
kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan
kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.
Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon
hanya kepada Tuhan YME.
Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal
yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi
kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial.
2. Penentraman Hati
Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem
psikologis antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang
penyakitnya, kecemasan, kekecewaan dan keterasingan yang dialami
akibat penyakitnya. Menentramkan hati penderita dengan memberikan
edukasi tentang penyakitnya bahwa penyakitnya tersebut bukan penyakit
turunan dan dapat disembuhkan. Faktor yang paling penting untuk
kesembuhannya adalah ketekunan dalam menjalani pengobatan sesuai
petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan makan makanan yang
bergizi tinggi meskipun sederhana, istirahat yang cukup. Diharapkan
pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk terhadap
29
30
31
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
VI.1 EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun
2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus
TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per
100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu
350 per 100.000 pendduduk.9
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang
cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.9
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia.9
Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit Tuberkulosis di seluruh
dunia
32
adalah
penyakit
yang
disebabkan
oleh
infeksi
Mycobacterium tuberculosis.10
VI.3 MIKROBIOLOGI
A. Morfologi dan Struktur Bakteri
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3
0,6 mm dan panjang 1 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri
dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
33
dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan
dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60
C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri
M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan
terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asamalkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu
komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis
dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah
dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38
kDa, 65 kDa yang memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang berfariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam
kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen
yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000
a, protein MTP 40 dan lain lain.9
B. Biomolekuler
Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan
kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah
diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok.
Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada
(conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang
menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan
seperti elemen sisipan.
Gen pab dan gen groEL masing-masing menyandi protein berikatan posfat
misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti
protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs)
menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.
34
Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari
16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS
(IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan
RFLP.9
35
tuberkulin,
mengalami
perkembangan
sensitivitas.
Pada
saat
tersebut
ditandai
oleh
terbentuknya
hipersensitivitas
terhadap
36
37
di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai
Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu
menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di
organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu
2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu
(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal
dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,
yang secara histologi merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan
menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan
38
masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe
ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini
dapat terjadi secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru
pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru
kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier
atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).
Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya
infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam
lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada
anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang
terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan
paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB
ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.12
39
VI.5 KLASIFIKASI
A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan
satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
40
41
Catatan:
a. Kasus pindahan (transfer in):
Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan / pindah.
b. Kasus Bekas TB:
1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.
2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologic.9
B. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi.
Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka
diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.
42
VI.6 DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan
fisik/jasmani,
pemeriksaan
bakteriologik,
radiologik
dan
43
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1
& S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadangkadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold
abscess
44
C. Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH)
2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
b. Pagi ( keesokan harinya )
c. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.
Bahan
pemeriksaan/spesimen
yang
berbentuk
cairan
45
a. Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya.
b. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah
dari kertas saring sebanyak + 1 ml.
c. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak.
d. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus.
e. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil.
f. Kantong
plastik
kemudian
ditutup
rapat
(kedap
udara)
dengan
WHO).
Skala
IUATLD
(International
Union
Against
47
D. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:
foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
1. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru
terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit
untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologik tersebut.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses
penyakit.
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :
1. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kavitas
48
2. Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
E. Pemeriksaan Khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
pembiakan
kuman
tuberkulosis
secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru
yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat
untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
2. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik
ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup
banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data
lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak
dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB.
Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen
pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ
yang terlibat.
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda :
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
49
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon
humoral berupa proses antigenantibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam
teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu
yang cukup lama.
b. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologik untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT
merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang
berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38
kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada
membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1
garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml
diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati
garis
antigen. Apabila
serum
mengandung
antibody
IgG
terhadap
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji
ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada
suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan
ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi
spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti
penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi
dengan mudah.
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi
yang terjadi dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang
50
diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang
mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.
e. Uji serologi yang baru / IgG TB
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis.
F. Pemeriksaan Lain
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat
sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan
jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi,
trans thoracal biopsy/TTB, biopsy paru terbuka).
d. Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan
dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi
untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua
51
52
53
54
55
56
pengobatan
dapat
diberikan
lebih
lama
tergantung
dari
perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka
alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).
c. TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan
minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten
tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil
menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian
dilanjutkan sesuai uji resistensi
1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)
2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
d. TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
1) Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadwal.
2) Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:
o Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif /
perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif,
lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti
TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih
57
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati
dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
o Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang
lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan
kategori II diulang dari awal.
o Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan
radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang sama
Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi)
terhadap OAT.
e. TB Paru kasus kronik
1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil
uji resistensi (minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan
H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti
kuinolon, betalaktam, makrolid.
2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
3) Pertimbangkan
pembedahan
untuk
meningkatkan
kemungkinan
penyembuhan.
4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami
efek samping OAT KDT.
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang
penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug
58
R
H
Z
E
S
8-12
4-6
20-30
15-20
15-18
Intermitten
(mg/kgBB/Hari)
10
5
25
15
15
10
10
35
30
15
Dosis
Maksimum
< 40
40-60
> 60
600
300
300
150
750
750
1000
Sesuai BB
450
300
1000
1000
750
600
450
1500
1500
1000
Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari
59
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16 minggu
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg
RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
RH (150/150)
2 tablet 2KDT
3 tablet 2KDT
4 tablet 2KDT
5 tablet 2KDT
Lama
Pengobata
n
2 bulan
4 bulan
Tablet
Isoniasid
@ 300 mg
1
2
Tablet
Etambutol
@ 250 mg
3
-
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
56
48
Tahap Intensif
Tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Selama 56 hari
Selama 28 hari
2 tablet 4KDT
2 tablet 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj.
3 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
+ 750 mg Streptomisin inj.
4 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj.
5 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj.
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) + E (400)
Selama 20 minggu
2 tablet 2KDT
+ 2 tablet Etambutol
3 tablet 2KDT
+ 3 tablet Etambutol
4 tablet 2KDT
+ 4 tablet Etambutol
5 tablet 2KDT
+ 5 tablet Etambutol
Lama
Tablet
Kaplet
Tablet
60
Etambutol
Streptomisin
Jumlah
Pengobata
n
Tahap
Intenif
(dosis
harian
Tahap
Lanjutan
(dosis 3x
seminggu)
Pengobatan
Isoniasid
@ 300
mg
Rifampisin
@ 450 mg
Pirazinamid
@ 500 mg
Tablet
@ 250 mg
Tablet
@ 400 mg
Injeksi
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
0,75 gr
-
56
28
4 bulan
60
61
kali mene
obat
Tahap
Pengobata
n
Tahap
Intensif
(dosis
harian)
Lamanya
Pengobata
n
Tablet
Isoniasid
@ 300
mg
Kaplet
Rifampisi
n
@ 450 mg
Tablet
Pirazinami
d
@ 500 mg
Tablet
Etambutol
@ 250 mg
Jumlah
hari/kali
menelan obat
1 bulan
28
62
0
Tidak
jelas
Uji Tuberkulin
Negatif
Berat badan/
keadaan gizi
2
Laporan
keluarga, BTA
(-) atau tidak
tahu, BTA tidak
jelas
Positif ( 10
mm, atau 5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
Bawah garis merah
(KMS) atau BB/U
< 80 %
2 minggu
Demam tanpa
sebab
Batuk
Pembesaran
kelenjar linfe
koli, aksila,
inguinal
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Foto toraks
3
BTA (+)
3 minggu
1 cm, jumlah > 1,
tidak nyeri
Ada pembengkakan
Normal/
tidak jelas
Kesan TB
Jumlah
Catatan :
a.Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
b.
c.Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat
langsung didiagnosis tuberkulosis.
d.
63
Jumlah
h.
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
1. Tanda bahaya:
a. kejang, kaku kuduk
b. penurunan kesadaran
c. kegawatan lain, misalnya sesak napas
2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura
3. Gibbus, koksitis
64
BB < 10 kg
50 mg
75 mg
150 mg
BB 10 - 19 kg
100 mg
150 mg
300 mg
BB 2 - 32 kg
200 mg
300 mg
600 mg
Keterangan:
a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
b. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
c. Anak dengan BB 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
d. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
e. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat
sebelum diminum.
Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat
dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan
65
menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring system didapat
skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10
mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat
imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.
C. Efek Samping OAT
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan
pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B
kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah
menyerupai defisiensi piridoksin
(syndrom pellagra).
Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul
pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,
hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah :
a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadangkadang diare
c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
d. Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
e. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop
dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
f. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan
lagi walaupun gejalanya telah menghilang
g. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
66
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan
tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan
tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)
dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol
dapat
menyebabkan
gangguan
penglihatan
berupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun
demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang
sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang
diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam
beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan
pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien.
Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi
ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin
parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
67
Kemungkinan Penyebab
Rifampisin
Tatalaksana
OAT diteruskan
Obat diminum malam sebelum tidur
Pirazinamid
INH
Beri aspirin/allopurinol
Beri vitamin B6 1x100 mg/hari
Rifampisin
68
Tatalaksana
Hentikan pengobatan
Beri
antihistamin
dan
dievaluasi ketat
Streptomisisn
dihentikan,
ganti etambutol
Streptomisisn
dihentikan,
ganti etambutol
Hentikan
semua
OAT
sampai ikterik menghilang
dan
boleh
diberikan
hepatoprotektor
Hentikan semua OAT dan
lakukan uji fungsi hati
Hentikan Etambutol
Hentikan Rifampisin
69
70
1. BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
2. Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan
3. Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
F. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan
efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik
1. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
2. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
3. Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
1. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
2. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
a. Sebelum pengobatan dimulai
b. Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
c. Pada akhir pengobatan
3. Bila
ada
fasiliti
biakan
dilakukan
pemeriksaan
biakan
dan
uji
71
1. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah
lengkap
2. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula
darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping
pengobatan
3. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
4. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada
keluhan)
5. Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri (bila ada keluhan)
6. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek
samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan
efek samping obat sesuai pedoman
Evalusi keteraturan berobat
1. Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum /
tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau
pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau
pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya.
2. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2
tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks.
Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada
gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah
dinyatakan sembuh.
VI.9 RESISTEN GANDA (MULTI DRUG RESISTANCE)
72
A. Definisi
Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin
dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Secara umum resistensi terhadap obat
tuberkulosis dibagi menjadi :
1. Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat
pengobatan TB.
2. Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah
pernah ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak.
3. Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan
sebelumnya.
Laporan pertama tentang reistensi ganda datang dari Amerika Serikat,
khususnya pada pasien TB dan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70%
90% dalam waktu hanya 4 sampai 16 minggu. Laporan WHO tentang TB tahun
2004 menyatakan bahwa sampai 50 juta orang telah terinfeksi oleh kuman
tuberkulosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis. TB paru kronik sering
disebabkan oleh MDR
Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis,
yaitu :
1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
2. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu karena jenis obatnya yang
kurang atau karena di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi
terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja
pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup
tinggi
3. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga
minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan
mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian
seterusnya
4. Fenomena addition syndrome (Crofton, 1987), yaitu suatu obat
ditambahkan dalam suatu paduan
73
5. pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB
telah resisten pada paduan yang pertama, maka penambahan (addition) satu
macam obat hanya akan menambah panjang nya daftar obat yang resisten
6. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara
baik, sehingga
7. mengganggu bioavailabiliti obat
8. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah
kadang terhenti
9. pengirimannya sampai berbulan-bulan
10. Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan
kebosanan
11. Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB
12. Kasus MDR-TB rujuk ke ahli paru
B. Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda (MDR)
Klasifikasi OAT untuk MDR
Kriteria utama berdasarkan data biologikal dibagi menjadi 3 kelompok OAT:
1. Obat dengan aktivitas bakterisid: aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid
yang bekerja pada pH asam
2. Obat dengan aktivitas bakterisid rendah: fluorokuinolon
3. Obat dengan akivitas bakteriostatik, etambutol, cycloserin dan PAS
Fluorokuinolon
Secara invitro fluorokuinolon dapat digunakan untuk kuman TB yang
resisten terhadap lini-1 yaitu moksifloksasin konsentrasi hambat minimal paling
rendah
dibandingkan
gatifloksasin,
fluorokuinolon
sparfloksasin,
lainnya
levofloksasin,
dengan
ofloksasin
urutan
dan
siprofloksasin.
74
berikutnya
dan
siprofloksasin),aminoglikosida
(amikasin,
kanamisin
dan
75
perikarditis konstriktiva
2)
76
77
78
obat
HIV/AIDS
misalnya
zidovudin
akan
meningkatkan
79
80
Penatalaksanaan
1. Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) OAT Stop
2. Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop
3. Bila gejal klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan: Bilirubin > 2 OAT
Stop
4. SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop
5. SGOT, SGPT > 3 kali : teruskan pengobatan, dengan pengawasan
Paduan OAT yang dianjurkan :
1. Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
2. Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium
normal kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH)
desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan
klinik dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh , bila klinik dan
laboratorium normal , tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai dengan
dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES
3. Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi
VI.11 KOMPLIKASI
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :
1. Batuk darah
2. Pneumotoraks
3. Luluh paru
4. Gagal napas
5. Gagal jantung
6. Efusi pleura
VI.12 DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)
81
Organisasi
Kesehatan
Dunia
(WHO)
menyatakan
bahwa
kunci
B. Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh :
1. Pasien berobat jalan
Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau
petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak
mampu datang secara teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas
setempat. Rumah PMO harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan
DOT ini.
Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO
82
a.Petugas kesehatan
b.
c.Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
2. Pasien dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas
RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
C. Langkah Pelaksanaan DOT
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai,
pasien diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut
harus ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT
D. Persyaratan PMO
1. PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh
selama pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita
HIV/AIDS.
2. PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan,
kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani
pasien
E. Tugas PMO
1. Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik
2. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat
3. Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang
telah ditentukan
4. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga
selesai
5. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap
mau menelan obat
83
84
85
2. Bila seorang pasien ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai
ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat
3. Contoh formulir terlampir
VI.15 INTERNATIONAL STANDART FOR TUBERCULOSIS CARE
International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar
yang melengkapi guideline program penanggulangan tuberkulosis nasional yang
konsisten dengan rekomendasi WHO. Standar tersebut bersifat internasional dan
baru di launching pada bulan februari 2006 serta akan segera dilaksanakan di
Indonesia.
International Standard for Tuberculosis Care terdiri dari 17 standar yaitu 6
estndar untuk diagnosis , 9 stndar untuk pengobatan dan 2 standar yang
berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Adapun ke 17 standar tersebut
adalah :
1. Setiap individu dengan batuk produktif selam 2-3 minggu atau lebih yang
tidak dapat dipastiklan penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberculosis
2. Semua pasien yang diduga tenderita TB paru(dewasa, remaja dan anak anak
yang dapat mengeluarkan dahak) harus menjalani pemeriksaan sputum secara
mikroskopis sekurang-kurangnya 2 kali dan sebaiknya 3 kali. Bila
memungkinkan minimal 1 kali pemeriksaan berasal dari sputum pagi hari
3. Semua pasien yang diduga tenderita TB ekstra paru (dewasa, remaja dan
anak) harus menjalani pemeriksaan bahan yang didapat dari kelainan yang
dicurigai. Bila tersedia fasiliti dan sumber daya, juga harus dilakukan biakan
dan pemeriksaan histopatologi
4. Semua individu dengan foto toraks yang mencurigakan ke arah TB harus
menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi
5. Diagnosis TB paru, BTA negatif harus berdasarkan kriteria berikut : negatif
paling kurang pada 3 kali pemeriksaan (termasuk minimal 1 kali terhadap
dahak pagi hari), foto toraks menunjukkan kelainan TB, tidak ada respon
terhadap antibiotik spektrum luas (hindari pemakaian flurokuinolon karena
mempunyai efek melawan M.Tb sehingga memperlihatkan perbaikan sesaat).
86
Bila ada fasiliti, pada kasus tersebut harus dilakukan pemeriksaan biakan.
Pada pasien denagn atau diduga HIV, evaluasi diagnostik harus disegerakan.
6. Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura,KGB hilus/mediastinal) pada anak
dengan BTA negatif berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan TB dan
terdapat riwayat kontak atau uji tuberkulin/interferon gamma release assay
positif. Pada pasien demikian, bila ada fasiliti harus dilakukan pemeriksaan
biakan dari bahan yang berasal daribatuk, bilasan lambung atau induksi
sputum.
7. Setiap petugas yang mengobati pasien TB dianggap menjalankan fungsi
kesehatan masyarakat yang tidak saja memberikan paduan obat yang sesuai
tetapi juga dapat memantau kepatuhan berobat sekaligus menemukan kasuskasus yang tidak patuh terhadap rejimen pengobatan. Dengan melakukan hal
tersebut akan dapat menjamin kepatuhan hingga pengobatan selesai.
8. Semua pasien (termasuk pasien HIV) yang belum pernah diobati harus
diberikan paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional
menggunakan obat yang biovaibilitinya sudah diketahui. Fase awal terdiri
dari INH,Rifampisin, Pirazinamid dan etambutol diberikan selama 2 bulan.
Fase lanjutan yang dianjurkan adalah INH dan rifampisin yang selama 4
bulan. Pemberian INH dan etambutol selama 6 bulan merupakan paduan
alternative untuk fase lanjutan pada kasus yan keteraturannya tidak dapat
dinilai tetapi terdapat angka kegagalan dan kekambuhan yang tinggi
dihubungkan dengan pemberian alternatif tersebut diatas kususnya pada
pasien HIV. Dosis obat antituberkulosis ini harus mengikuti rekomendasi
internasional. Fixed dose combination yang terdiri dari 2 obat yaitu INH dan
Rifampisin, yang terdiri dari 3 obat yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid dan
yang terdiri dari 4 obat yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol
sangat dianjurkan khususnya bila tidak dilakukan pengawasan langsung saat
menelan obat.
9. Untuk menjaga dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan perlu
dikembangkan suatu pendekatan yang terpusat kepada pasien berdasarkan
kebutuhan pasien dan hubungan yang saling menghargai antara pasien dan
87
pemberi
pelayanan.
Supervisi
dan
dukungan
harus
memperhatikan
kesensitifan gender dan kelompok usia tertentu dan sesuai dengan intervensi
yang dianjurkan dan pelayanan dukungan yang tersedia termasuk edukasi dan
konseling pasien. Elemen utama pada strategi yang terpusat kepada pasien
adalah penggunaan pengukuran untuk menilai dan meningkatkan kepatuhan
berobat dan dapat menemukan bila terjadi ketidak patuhan terhadap
pengobatan. Pengukuran ini dibuat khusus untuk keadaan masing masing
individu dan dapat diterima baik oleh pasien maupun pemberi pelayanan.
Pengukuran tersebut salah satunya termasuk pengawasan langsung minum
obat oleh PMO yang dapat diterima oleh pasien dan sistem kesehatan serta
bertanggungjawab kepada pasien dan sistem kesehatan
10. Respons terapi semua pasien harus dimonitor. Pada pasien TB paru penilaian
terbaik adalah dengan pemeriksaan sputum ulang (2x) paling kurang pada
saat menyelesaikan fase awal (2 bulan), bulan ke lima dan pada akhir
pengobatan. Pasien dengan BTA+ pada bulan ke lima pengobatan dianggap
sebagai gagal terapi dan diberikan obat dengan modifikasi yang tepat (sesuai
standar 14 dan 15). Penilaian respons terapi pada pasien TB paru ekstra paru
dan anak-anak, paling baik dinilai secara klinis. Pemeriksaan foto toraks
untuk evaluasi tidak diperlukan dan dapat menyesatkan (misleading)
11. Pencatatan tertulis mengenai semua pengobatan yang diberikan, respons
bakteriologik dan efek samping harus ada untuk semua pasien
12. Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan
kemungkinan co infeksi TB-HIV, maka konseling dan testing HIV
diindikasikan untuk seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan
rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang rendah, konseling dan testing
HIV hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda tanda yang
diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat
berisiko tinggi terpajan HIV.
13. Semua pasien TB-HIV harus dievaluasi untuk menentukan apakah
mempunyai indikasi untuk diberi terapi anti retroviral dalam masa pemberian
OAT.Perencanaan yang sesuai untuk memperoleh obat antiretroviral harus
88
Pasien TB dengan MDR harus diterapi dengan paduan khusus terdiri atas
obat-obat lini kedua. Paling kurang diberikan 4 macam obat yang diketahui
atau dianggap sensitif dan diberikan selama paling kurang 18 bulan.
BAB VII
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Segi Biologis :
2. Segi Psikologis :
89
B. SARAN
1. Untuk masalah medis (TB Paru) dilakukan langkah-langkah :
oleh
petugas
kesehatan
atau
dokter
yang
menangani.
Kuratif
2. Untuk masalah status gizi yang masuk kategori Gizi kurang, dilakukan
.langkah-langkah ;
Kuratif
disembuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Eddy, PS. Sejarah dan Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis. Simposium
Tuberkulosis. Surabaya, Des. 1982 : 11-20.
2. Raviglione MC, Snider DE, Kochi Arata, Global Epidemiology of
Tuberculosis JAMA 1995 ; 273 : 220-26.
3. WHO.TB A Clinical manual for South East Asia. Geneva, 1997; 19-23.
4. Aditama T.Y. Tuberculosis Situation in Indonesia, Singapore, Brunei
Darussalam and in Philippines, Cermin Dunia Kedokteran 1993 ; 63 : 3
7.
91
Retno Asti.
Patofisiologi,
Diagnosis,
Dan
Klafisikasi
92