Pembimbing:
dr. Hermawan Krisdiono, Sp.P
Disusun Oleh:
Alfonsius Richy Natam, S.Ked
NPM: 08700282
BAB I
STATUS PENDERITA
A.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. K
Umur
: 60 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Agama
: Islam
Alamat
Status Perkawinan
: Menikah
Suku
: Jawa
Tanggal periksa
: 19 juli 2014
B.
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
2. Riwayat Penyakit Sekarang
: sesak napas
:
Riwayat hipertensi (+) sejak 3 bulan yang lalu, dan minum obat serta kontrol
tidak rutin.
4.
5.
Riwayat terpapar polutan dan asap rokok (+) di pabrik mtempat kerja
maupun di rumah karena pasien mengaku 2 anaknya yang laki-laki perokok
berat.
C.
1.
2.
3.
ANAMNESIS SISTEM
Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-).
Kepala
: sakit kepala (+), pusing (-), rambut tidak rontok, benjolan (-).
4.
Hidung
5.
Telinga
6.
Mulut
7.
8.
Pernafasan
9.
Kadiovaskuler
10.
Gastrointestinal
(+),
11.
Genitourinaria
Neurologik
13.
Psikiatri
14.
Muskuloskeletal
15.
Ekstremitas Atas : Bengkak (-), sakit (-), ujung jari tangan dingin (-),
telapak tangan pucat (-)
16.
Ekstremitas Bawah : Bengkak (-), sakit (-), ujung jari kaki dingin (-),
telapak kaki pucat (-)
D.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak Lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan
kurang.
2. Tanda Vital
BB
: - kg
TB
: - cm
BMI
:-
BBBR
:-
Tensi
: 170/80 mmHg
Nadi
Pernafasan
: 30 x /menit
Suhu
: 36,6 oC
3. Kulit
Warna gelap, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), venektasi (-),
petechie (-), spider naevi (-).
4. Kepala
Bentuk normal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-), atrofi m.
temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimic wajah / bells
palsy (-).
5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek kornea (+/+),
warna kelopak (coklat), arkus senilis (-/-), radang (-/-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), saddle nose (-)
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah
atrofi (-), tepi lidah hiperemis (-), tremor (-), gusi berdarah (-).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga
dalam batas normal.
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10.Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid
(-),
Clavicularis Sinistra
batas kanan bawah
Palpasi
kanan
PALPASI
kanan
kiri
Fremitus raba
6
N
N
N
N
N
N
N
N
Perkusi
N
N
N
N
N
N
N
N
: sonor/sonor
PERKUSI
S
S
S
S
S
S
S
S
Depan
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
belakang
S
S
S
S
S
S
S
S
Auskultasi :
-
Posterior
Sinistra
+
Dextra
+
Sinistra
+
Dextra
+
belakang
kiri
+
kanan
+
kiri
+
kanan
+
Posterior
Sinistra
-
Dextra
-
Sinistra
-
Dextra
-
Suara bronchofoni
Anterior
Posterior
Sinistra
-
Dextra
-
Sinistra
-
Dextra
-
12.Abdomen
-
Perkusi : tympani
13.Ektremitas
palmar eritema (-/-)
akral dingin
-
Oedem
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Hb
: 14,9 g/dL
Lekosit
: 17.500 /cm3
Trombosit : 45,7%
GDS
: 195 mg/dL
SGOT
: 60 U/L
SGPT
: 31,2 U/L
Ureum
: 32 mg/dl
BUN
: 15 mg/ dl
Infiltrasi (+)
Diafragma mendatar
Vertebra/costa normal
Daftar masalah
Initial
diagnosa
1.)Sesak napas terus Penyakit
diagnosa
-spironometri
PLANNING
terapi
monitoring
edukasi
-hindari
faktor
nasal 3 perkembang
pencetus
lpm
+ an klinis
(debu,asap
rokok,
salbutam
batuk)
ol
3x1
-kurangi
aktivitas
tab
berat
+methyl
km
predisolo
nn
2x1,
6.)jarak
Cefotaxi
fff
m 3x 1
dd
menerus,
makin paru
-foto thorax
lama
makin obstruksi
Cek DL
memberat
2.)sesak
kronis
dirasakan (PPOK)
melebar
sela
iga
O2 Evaluasi
amp iv
dd
memanjang
nh
8.)auskultasi:
bh
whezeeng
bv
9)suara
napas
menurun
10.)ekspirasi
memanjangr
11)ronki
basah
-spironometri
menerus
severe
2.)mengi/ngik-ngik
persis
bronkus
salbutam
3.)batuk berdahak
(step 4)
Lab:
ol
-darah
tab
-kurangi
-sputum
+methyl
aktivitas
5)RR= 30X/menit
-BGA
predisolo
berat
-foto thorax
-prick test
2x1,
DL
Cefotaxi
6.)jarak
sela
iga
melebar
7.) wheezing +/+
lekositosis
Infeksi
sekunder
O2 nasal Evaluasi
3x1
an klinis
-Hindari
pencetus(al
ergen)
3x1
amp.iv
Santages
ik
1.)TD
:140/90 Hiperten
-profil lipid
3x1
amp.iv
Catopril
mmHg
12,5 mg
garam dan
2.)Nyeri kepala
II
-BUN
santan
Creatinin,ser
,santages
um,ureum
x1
2x1
amp.
10
BAB II
PEMBAHASAN PENYAKIT
A. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara disaluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya.
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal
3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara
distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga
memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat
dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria
PPOK.
B. PERMASALAHAN DI INDONESIA
11
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari
10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka
kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6
dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :
Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)
Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an
menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an
Industrialisasi
Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan
Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar
penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara
klinik timbul gejala sesak terutama pada aktiviti, radiologik menunjukkan
gambaran bekas TB (fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal paru
menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok
penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi
Pascatuberkulosis (SOPT).
Fasiliti pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas
sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasiliti pelayanan untuk
penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan
standar untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah
sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan Puskesmas.
Pencatatan Departemen Kesehatan tidak mencantumkan PPOK sebagai
penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah Pedoman Penatalaksanaan PPOK
untuk segera disosialisasikan baik untuk kalangan medis maupun masyarakat luas
12
13
E. DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan
tanda inflasi paru.
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
14
15
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan
retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
16
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat.
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
-Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan.
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
5. Analisis gas darah
17
18
G. KLASIFIKASI
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh
sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
diprediksi dengan VEP1.
19
H. PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel,
sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan
stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
1. Edukasi
20
21
22
23
24
25
Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
26
27
28
29
BAB IV
KESIMPULAN
Dari kasus ini dapat dilihat dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang rontgen thorax yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
diagnosis dari penderita adalah Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
eksasebasi akut dan infeksi sekunder.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) - Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia :2003
2. Ilmu Penyakit Dalam , FK UI : 2005
3. Antariksa Budhi, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Bagian
Pulmonologi & Ilmu Kedokeran Respirasi FKUI RS Persahabatan Jakarta :
2009.
31