Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

MODIFIKASI POLIMER
4.1

Pendahuluan
Modifikasi polimer merupakan suatu upaya untuk memperbaiki sifat-sifat polimer

sehingga menjadi polimer baru dengan mutu yang lebih baik. Sebagai contoh adalah
polimer polietilen yang biasa dikenal sebagai salah satu termoplastik dan sering
digunakan untuk bahan pembungkus, ternyata dapat dimodifikasi sehingga dapat dipakai
sebagai bahan isolasi kabel yang tahan terhadap panas (Jarowenko, 1977).
Banyak monomer yang diubah menjadi homopolimer yang sesuai. Namun, untuk
memenuhi kebutuhan dari jenis polimer yang baru maka dilakukanlah modifikasi polimer
yang sudah ada. Polimer yang akan digunakan harus berfungsi dengan baik dalam
aplikasi tertentu. Kinerja dari polimer ditentukan terutama oleh komposisi dan struktur
molekul polimer. Selain itu juga sifat kimia, fisik, dan karakteristik lain dari bahan
polimer. Oleh karena itu modifikasi komposisi unit struktural merupakan salah satu
pendekatan utama untuk melakukan modifikasi polimer. Selain sifat kimia dan komposisi
unit struktural yang merupakan bagian utama polimer, arsitektur molekul juga
berkontribusi terhadap sifat utama dari produk polimer. Dengan demikian modifikasi
polimer dapat dicapai dengan menggunakan satu atau lebih dari teknik berikut:
a. Kopolimerisasi lebih dari satu monomer
b. Pengendalian arsitektur molekul
c. Reaksi paska polimerisasi dengan melibatkan gugus reaktif atau fungsi yang
dimasukkan dengan bebas ke rantai utama polimer atau gugus samping.
Teknik modifikasi di atas terkait dengan kontrol bahan kimia, komposisi, dan sifat
struktural dari polimer, yang mempengaruhi terutama selama proses polimerisasi.
Namun, beberapa polimer yang digunakan dalam teknologi adalah polimer dalam bentuk
kimia murni. Hampir semua bahan polimer komersial yang tersedia adalah kombinasi
dari satu atau lebih sistem polimer dengan penambahan berbagai bahan aditif, dengan
pertimbangan karena faktor biaya, untuk menghasilkan sifat yang optimal perlu aplikasi
khusus (Jarowenko, 1977).

4.2

KOPOLIMERISASI

Polimer yang paling sederhana ialah homopolimer yang kesatuan berulangnya


memiliki struktur yang sama. Jika dua macam atau lebih monomer mempolimer bersama
dan menghasilkan polimer yang mengandung lebih dari satu macam kesatuan struktur,
maka dapat terbentuk kopolimer (Cowd, 1982).
Makromolekul yang dihasilkan dari polimerisasi telah menghasilkan sejumlah
polimer komersial yang penting. Komposisi kopolimer dapat bervariasi sehingga
membutuhkan berbagai bahan dan proses yang tidak terbatas. Kopolimer A dapat terdiri
dari jumlah yang sebanding dari monomer konstituen. Sifat dari kopolimer yang
dihasilkan akan jauh berbeda dari homopolimer. Disisi lain, kopolime rmungkin hanya
berisi sebagian kecil jumlah dari monomer. Prinsip-prinsip kopolimer dalam beberapa
contoh:
4.2.1 Kopolimer Stirena-Butadiena
Polibutadiena merupakan bahan elastomer dengan sifat elastis, memiliki
ketangguhan dan ketahanan yang baik. Namun, polibutadiena memiliki resistensi yang
relatif kecil untuk bahan seperti minyak, pelarut, oksidasi, dan abrasi. Disisi lain
polistirena tidak bereaksi atau tahan terhadap bahan berupa alkali, asam halida,
pengoksidasi dan pereduksi. Sehingga menyebabkan polistirena mudah untuk diproses.
Polistirena cukup rapuh dengan suhu panas defleksi rendah (82-88 C). Kopolimer
stirena-butadiena dapat memberikan ilustrasi garis lintang yang cukup besar dalam variasi
sifat polimer yang dapat dicapai dengan manipulasi komposisi kopolimer dan distribusi
komponen ini. Stirena dan butadiena dapat dikopolimerisasi untuk menghasilkan
kopolimer acak atau blok. Kopolimer acak stirena-butadiena menunjukkan satu fasa
homogen dan memiliki sifat homopolimer (Ebewele, 2000).
Sebagian besar kekurangan dari homopolimer polibutadiena dapat diatasi dengan
penggabungan 28% stirena kedalam kopolimer. Sifat SBR yang baik membuat SBR
banyak digunakan dalam aplikasi seperti belting, selang, dan barang cetakan dan
vulkanisir lembar dan lantai. Karet sol sepatu dibuat hampir secara keseluruhan dari SBR.
Kopolimer berisi sekitar 25% stirena sebagai perekat. Jika rasiostirena-butadiena berada
pada kisaran 60:40 dan lebih tinggi, kopolimer digunakan sebagai bahan perekat dan cat
lateks. Sebagai contoh, kopolimer emulsi terdiri dari 74% stirena dan 25% butadiena
(berat) yang diaplikasikan secara luas pada produk cat. (Kalal, 1987).

a. StyreneButadiene Rubber (SBR) (Kopolimer Acak)


SBR diproduksi oleh polimerisasi radikal bebas dari stirena dan butadiena, yang
menghasilkan kopolimer acak dan struktur yang tidak teratur. Sehingga SBR memiliki

sifat yang tidak kristalin. Struktur dari kopolimerini dapat dilihat pada Gambar 4.1. SBR
komersial diproduksi oleh kopolimerisasi emulsi atau larutan butadiena dan stirena.
Kopolimerisasi emulsi dapat dibuat melalui proses dingin (41F) atau proses panas
(122F). Kopolimer dari proses panas dan dingin memiliki perbedaan utama dalam berat
molekul, distribusi berat molekul, dan mikro, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Proses kopolimerisasi untuk produksi SBR melibatkan penggunaan katalis alkilitium.
SBR umumnya memiliki berat molekul yang lebih tinggi, distribusi berat molekul yang
kecil, dan memiliki cis-diene yang lebih banyak daripada emulsi SBR (Ebewele, 2000).

Gambar 4.1. Struktur SBR ( Ebewele. 2000.)


Tabel 4.1. Perbedaan Sifat SBR pada keadaan Panas dan Dingin (Ebewele. 2000).
Sifat
Berat Molekul
Viskositas Rata-rata,
Berat Rata-rata
Jumlah Rata-rata

Struktur Mikro
1,4 (cis)
1,4 (trans)
1,2 (vinyl)

Panas

Dingin

150-400.000
250-450.000
30-100.000

280.000
500.000
110-260.000

15
58
27

18
69
23

b. Kopolimer Blok StirenaButadiena


Kopolimer blok stirena-butadiena tergolong ke dalam elastomer termoplastik (TPE).
Produk yang terbuat dari polimer ini memiliki sifat yang sama dengan karet yang
divulkanisir, namun kopolimer jenis ini dibuat dari peralatan yang digunakan untuk
fabrikasi polimer termoplastik. Proses ini berjalan dengan cepat dan melibatkan

pendinginan dan lelehan sehingga produk menjadi bentuk karet yang seperti padatan.
Kepingan produk ini dapat di daur ulang (Kalal, 1987).
Kopolimer blok stirena-butadiena tergolong ke dalam elastomer termoplastik jenis
A-B-A. Plastik stirena dan blok disebut sebagai domain, berfungsi sebagai pengunci
cross-link pada karet. Secara komersial, karet termoplastik SBS memiliki proporsi yang
lebih kecil dengan rasio stirena-butadiena (endblock to midblock) di kisaran 15:85 sampai
40:60 berat. Kisaran suhu dari kopolimer SBS ini terletak di antara Tg dari polibutadiena
dan polistrirena. Dalam penggunaan suhu normal, kopolimer blok SBS akan
mempertahankan thermoplasticity dari stirena serta ketangguhan dan ketahanan unit
elastomer (Kalal, 1987)

4.2.2

Kopolimer Etilena
Low-density polyethylene (LDPE) diproduksi di bawah tekanan dan suhu tinggi

dan dapat ditemukan pada aplikasi dalam film dan produk seperti kabel. Sifat fisiknya
ditentukan oleh tiga variabel struktural: densitas, berat molekul, dan berat molekul
distribusi. Seiring dengan peningkatan kepadatan, sifat penghalang, kekerasan, abrasi,
panas, dan ketahanan kimia, kekuatan, dan peningkatan permukaan gloss.
Tabel 4.2. Beberapa Kopolimer Etilen (Ebewele. 2000).
R
O
C O Me
O
C O Et
O
O C O Me
Penurunan

densitas

Kopolimer
Ethylene-methyl acrylate (EMA)
Ethylene-ethyl acrylate (EEA)
Ethylene-vinyl acrylate (EVAc)

akan

meningkatkan

ketangguhan,

fleksibilitas,

dan

perpanjangan, berkurangnya creep dan penyusutan cetakan. Kopolimerisasi etilena


dengan kutub -olefin memungkinkan untuk menghasilkan berbagai bahan seperti karet
untuk produk yang memiliki titik leleh rendah, dan menunjukkan ketangguhan luar biasa
serta fleksibilitasnya (Ebewele, 2000).

4.2.3

Akrilonitril-Butadiena-Stirena (ABS)
ABS adalah termoplastik rekayasa yang dihasilkan oleh kombinasi dari tiga

monomer: akrilonitril, butadiena, dan stirena. Resistensi kimia polimer dan panas serta
stabilitas tergantung pada akrilonitril. Ketangguhan, retensi pada suhu rendah tergantung
pada butadiena. Sementara kekakuan kopolimer penampilan permukaan glossy, dan
kemudahan proses merupakan kontribusi dari stirena. Sifat terpolimer dikendalikan oleh
rasio manipulasi dan distribusi dari tiga komponen tersebut.

Resin ABS terdiri dari dua fase: fase karet yang tersebar dalam matriks gelas secara
terus menerus dari stirena-akrilonitril kopolimer melalui lapisan batas SAN. Fase karet
yang tersebar adalah karet yang dipolimerisasi dari butadiena. Stirena dan akrilonitril
dipolimerisasi menjadi karet sehingga membentuk lapisan batas antara fase terdispersi
karet dan matriks gelas secara terus menerus. Peningkatan berat molekul SAN akan
meningkatkan kekuatan produk dan kemudahan proses, sedangkan konsentrasi, ukuran,
dan distribusi partikel karet mempengaruhi ketangguhan produk dan kekuatan. dengan
luas berbagai sifat telah dikembangkan (Kalal, 1987).

4.2.4

Polimer Kondensasi
Sejumlah besar polimer kondensasi komersial adalah sebagai homopolimer yang

bergantung pada kristalinitas dalam aplikasi seperti pada nilon dan serat pembentuk
poliester,

dan

sebagian

besar

seperti

bahan

thermosetting

(fenolat

dan

urea-formaldehida resin). Dalam banyak aplikasi, polimer kondensasi digunakan sebagai


kopolimer. Beberapa contoh polimer kondensasi adalah:
a Kopolimer Asetal
Kopolimer asetal memiliki built-in stabilisasi panas yang dihasilkan dari proses
kopolimerisasi trioksan dengan sejumlah kecil komonomer, biasanya etersiklik seperti
etilenoksida atau 1,3-diozolane (Kalal, 1987).
(CH2O)3

CH2 CH2

CH2O

CH2O

CH2O

CH2CH2O

Proses ini akan menghasilkan distribusi acak ikatan C C dalam rantai polimer.
Depolimerisasi dari unit etilenoksida jauh lebih sulit dari pada unit oximethilen.
Kopolimerisasi memberikan stabilitas termal pada kopolimer asetal. Kopolimer
menunjukkan retensi yang baik ketika terkena udara panas pada suhu hingga 220F atau
air pada suhu 180F untuk jangka waktu yang lama. Untuk penggunaan intermittent, suhu
yang lebih tinggi dapat ditoleransi (Kalal, 1987).
b

Epoksi
Epoksi adalah bahan polimer yang di dalamnya terdapat kelompok epoksida terminal

reaktif. Resin epoksi yang sering digunakan adalah eter diglisidil A bisphenol (DGEBA)
(Ebewele. 2000).

Gambar 4.2. Eter diglisidil A Bisphenol (DGEBA) (Ebewele. 2000.)


Epoxyresin digunakan dalam berbagai aplikasi seperti dalam lapisan pelindung,
perekat, laminasi, dan plastik dan perangkatlistrik dan elektronik. Epoxy resin memiliki
ketahanan panas yang rendah dibandingkan phenolics karena unit aromatik lebih rendah
dalam strukturnya. Epoxy-novolak merupakan tipe resin epoksi multi fungsi yang
berdasarkan

modifikasi resin epoksi dengan phenolicsnovolak (Gambar.3). Dalam

sistem ini, komponen fenolik memberikan stabilitas termal, sedangkan kelompok


epoksida menjadi cross-linking (Ebewele. 2000).

Gambar 4.3. Struktur Resin novolak-modified epoxy (Ebewele.2000.)


c

Resin UreaFormaldehyde-(UF)
Contoh lain dari peningkatan sifat polimer kondensasi melalui kopolimerisasi

adalah pada resin urea-formaldehida (UF). Ikatan dengan resin UF merupakan ikatan
yang murah dan dapat dilakukan di berbagai kondisi luas. Namun, penggunaannya
dibatasai untuk interior dan aplikasi nonstruktural saja (Ebewele. 2000).
Beberapa faktor struktur molekul yang berkontribusi terhadap proses ini adalah (1)
distribusi rendah dan ketidakseragaman cross-link dalam resin UF (2) kerapuhan dari
resin. Untuk meminimalkan kekurangan ini, turunan urea fleksibel di dan trifunctional
amina dimasukkan ke dalam struktur resin UF melalui kopolimerisasi (Gambar 4.4).
Amina yang digunakan dalam kasus ini adalah turunan urea propilena oksida berbasis
triamin (Ebewele. 2000).
6

CH2 [O CH2CH(CH3)]x NH2


CH3 CH2 C CH2 [ O CH2CH(CH3)]y NH2
CH2 [O CH2CH(CH3)]z NH2
( x + y + z = 5,3)
Gambar 4.4. Struktur propylene oxide-based triamine modifier. (Ebewele. 2000.)

4.3 REAKSI POSTPOLIMERISASI


Reaksi paska polimerisasi merupakan reaksi yang baik untuk meningkatkan sifat
polimer. Reaksi-reaksi ini dapat terjadi pada gugus reaktif yang tersebar dalam polimer
rantai. Reaksi tersebut diantaranya adalah ekstensi rantai, cross-linking, serta bentuk
kopolimer blok dan cangkok. Reaksi dari tipe ini adalah halogenasi, sulfonasi, hidrolisis,
epoksidasi, permukaan, dan reaksi lain dari polimer. Dalam reaksi paska ini polimer
diubah menjadi yang baru dan atau sifat yang lebih baik (Cowd, 1982).

4.3.1
a

Reaksi Polisakarida

Turunan Selulosa
Jaringan berserat dalam dinding sel mengandung polisakarida selulosa. Polisakarida

ini adalah polimer alam yang paling banyak terdapat dan paling tersebar di alam. Sumber
utama selulosa adalah kayu. Umumnya kayu mengandung sekitar 50% selulosa, bersama
dengan penyusun lainnya seperti lignin (Cowd, 1982).
Seluosa dibangun oleh rantai glukosa yang tersambung melalui -1,4. Rumus molekul
glukosa adalah C6H12O6. Selulosa adalah polisakarida-polimer alami yang terdiri dari
cincin glucosidic yang terhubung melalui jembatan oksigen jembatan (Gambar 4.5). Unit
pengulangnya memiliki tiga gugus hidroksil dan acetal linkage. Ikatan -(14) antar unit
anhydro-D-glucose memberikan linearitas pada molekul selulosa (Cowd, 1982).

Gambar 4.5. Struktur Selulosa (Cowd, 1982).


Untuk membuat selulosa processable maka harus mengurangi titik leleh di bawah
suhu dekomposisi dengan cara derivatisasi. Dalam penyusunan turunan selulosa
pengendalian tingkat substitusi dari tiga hidroksil sangat diperlukan. Reaksi lengkap dari
tiga hidroksil umumnya tidak diinginkan. Ketika bereaksi dengan selulosa, reagen
biasanya menyerang (bentuk non-kristalin). Oleh karena itu, jika reaksi dihentikan
kelompok yang bereaksi akan terkonsentrasi di daerah tertentu daripada didistribusikan
secara acak dalam struktur selulosa (Cowd, 1982).
Turunan selulosa yang paling penting adalah selulosa ester dan eter. Ester selulosa
dibuat oleh reaksi dari selulosa yang diaktifkan dengan asam karboksilat yang sesuai,

anhidrida asam, atau asam halida. Esterifikasi diambil sampai selesai (triester) dan
kemudian dihidrolisis kembali. Viskositas dikendalikan dengan menahan reaksi pada
tahap asam sampai berat molekul berkurang pada tingkat yang diinginkan. Untuk plastik,
berat molekul relatif tinggi yang diinginkan, sedangkan untuk aplikasi perekat, pernis,
berat molekul yang lebih rendah yang lebih cocok (Cowd, 1982).
Etil selulosa merupakan paling penting dari eter selulosa. Komersial etil selulosa,
yang sekitar 2,4-2,5 grup etoksi per residu glukosa merupakan bahan cetakan yang
panasnya stabil dan memiliki sifat mudah terbakar yang rendah dan kekuatan yang tinggi.
Sehingga etil selulosa lebih fleksibel dan kuat bahkan pada suhu rendah, namun memiliki
penyerapan air yang relatif tinggi (Cowd, 1982).
b Pati dan Dekstrin
Pati adalah polimer alam berumus molekul (C6H10O5)n. Pati terdapat dalam terigu,
beras, kentang, tumbuhan hijau. Pati mengandung dua macam polimer yang struktur dan
massa molekul nisbinya berbe da, yakni amilosa dan amilopektin. Amilosa yang
menyusun 20-50 % pati alam dibentuk dari kesatuan glukosa yang bergabung melalui
ikatan -1,4 (Gambar 4.6). Komponen pati lainnya adalah amilopektin, yaitu polimer
rantai bercabang yang memiliki ikatan glikosida -1,6 disamping -1,4 (Gambar 4.7)
(Cowd, 1982).

Gambar 4.6. Struktur Amilosa (Cowd, 1982).

Gambar 4.7. Struktur Amilopektin (Cowd, 1982).


Seperti selulosa, pati juga merupakan polisakarida yang pada proses hidrolisis
menghasilkan unit glukosa. Namun, ada dua perbedaan yang signifikan antara pati dan
selulosa. Tidak seperti di selulosa, anhydro-D-glucose unit di pati terhubung melalui -

(14) glikosidik. Struktur pati merupakan campuran molekul amilosa linier dan rantai
bercabang amilopektin (Cowd, 1982).
Dekstrin merupakan produk degradasi pati yang dihasilkan oleh pemanasan pati
dengan adanya atau tidak adanya agen hidrolitik. Berdasarkan pada kondisi konversi,
terdapat tiga jenis dekstrin yang dihasilkan: dekstrin putih, kuning (kenari), dan gusi
Inggris. Konversi mekanismenya kompleks, tetapi melibatkan pemecahan hidrolitik dari
molekul pati menjadi fragmen lebih kecil diikuti dengan penataan ulang repolymerization
ke dalam struktur polimer bercabang (Ebewele .2000).

hidrolisis
ASAM

POLIMER
ISASI

PANAS +
AIR +
ASAM

PANAS +
ASAM

FRAGME
DEXTRI
N
NN
HIDROLIS
Gambar 4.8. Hidrolisis dan Repolimerisasi selama proses dextrin dari Tepung (Ebewele
PATI

.2000)

4.3.2
a

Reaksi Silang

Poliester tak jenuh


Dalam reaksi ini, poliester tak jenuh dicampur dengan monomer dan katalis.

Campuran yang dihasilkan biasanya cairan kental yang dapat dituangkan, disemprot, atau
dibentuk menjadi bentuk yang diinginkan dan kemudian berubah menjadi padatan
thermosetting oleh reaksi silang (Ebewele. 2000).
Prepolimer poliester tak jenuh diperoleh dari kondensasi alkohol polihidrat dan asam
basa. Asam basa terdiri dari satu atau lebih asam jenuh dan/ atau asam tak jenuh. Asam
jenuh berasal dari anhidrida ftalat, asam adipat, atau asam isoftalik, sedangkan asam tak
jenuh biasanya dari anhidrida maleat atau asam fumarat. Alkohol polihidrat yang umum
digunakan adalah glikol (seperti etilen glikol, propilen glikol, dietilen glikol), gliserol,
sorbitol, dan pentaeritritol (Ebewele. 2000).

Reaksi silang dapat dilihat melalui persamaan berikut:

Gambar 4.9. Reaksi silang (Ebewele .2000.)


b

Vulkanisasi
Vulkanisasi merupakan istilah umum yang digunakan ke reaksi ikat silang polimer-

polimer, khususnya elastomer. Vulkanisasi adalah proses dimana suatu jaringan lintas-link
di gunakan dalam elastomer atau reaksi kimia yang menyebabkan molekul elastomer
yang linear mengalami reaksi sambung silang (crosslinking) sehingga menjadi molekul
polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi merubah karet yang bersifat
plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi juga
dikenal dengan proses pematangan, dan molekul elastomer yang sudah tersambung silang
dirujuk sebagai vulkanisasi elastomer. Vulkanisasi menurunkan aliran elastomer dan
meningkatkan kekuatan tarik dan modulus, namun mempertahankan diperpanjang nya
(Stevens, 1989).
Vulkanisasi, ditemukan oleh Goodyear pada tahun 1939, yakni pemanasan elastomer
dengan belerang merupakan proses yang lambat dan tidak efisien. Hal ini dapat
dipercepat dan limbah sulfur dikurangi secara substansial dengan penambahan sejumlah

10

kecil senyawa organik dan anorganik yang disebut akselerator. Akselerator membutuhkan
keberadaan aktivator atau promotor untuk berfungsi optimal. Beberapa akselerator yang
digunakan meliputi senyawa yang mengandung sulfur dan beberapa senyawa nonsulfur,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Beberapa akselarator yang digunakan dalam Vulkanisasi (Stevens, 1989).
Akselerator
2-mercaptobenzothiazole

Struktur

Tetramethylthioureadisulfide

S
S
(CH3)2 N C S S C N (CH3)2

Diphenylguanidine

Zinc butyl xanthate

S
(C4H9O C S-)2 Zn2+

Aktivator biasanya adalah oksida logam seperti zinc oxide. Penggunaan akselerator
dan aktivator meningkatkan efisiensi cross-linking dalam beberapa kasus menjadi kurang
dari dua atom sulfur per cross-link.
1 Karet
Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi
enzimatik isopentil pirofosfat. Unit ulangnya adalah sama sebagaimana 1,4-poliisoprena.
Dimana isoprena merupakan produk degradasi utama karet (Stevens, 1989).
Bentuk utama dari karet alam, yang terdiri dari 97% cis-1,4-isoprena, dikenal
sebagai Hevea Rubber. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri
dari 32-35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein,
sterol ester dan garam. Lateks biasa dikonversikan ke karet busa dengan aerasi mekanik
yang diikuti oleh vulkanisasi (Ebewele. 2000).

n CH2 = C CH = CH2
CH3

[ CH2 C = CH CH2 ]n
CH3

Natural rubber
Isoprene
[poly isoprene]
[2-methyl
butadiene]
Karet alam memiliki sifat-sifat antara lain, warnanya agak kecoklat-coklatan,
tembus cahaya atau setengah tembus cahaya, dengan berat jenis 0,91-093. Sifat
mekaniknya tergantung pada derajat vulkanisasi, sehingga dapat dihasilkan banyak jenis
sampai jenis yang kaku seperti ebonite. Temperatur penggunaan yang paling tinggi sekitar
99C, melunak pada 130C dan terurai sekitar 200C. Sifat isolasi listriknya berbeda

11

karena pencampuran dengan aditif. Namun demikian, karakteristik listrik pada frekuensi
tinggi, jelek. Sifat kimianya jelek terhadap ketahanan minyak dan ketahanan pelarut. Zat
tersebut dapat larut dalam hidrokarbon, ester asam asetat, dan sebagainya. Karet yang
kenyal agar mudah didegradasi oleh sinar UV dan ozon (Stevens, 1989).
Kebanyakan bahan elastis seperti logam yang digunakan sebagai per, perilaku
elastis disebabkan oleh distorsi ikatan. Ketika gaya bekerja, panjang ikatan menyimpang
dari kesetimbangan dan energi tarik disimpan secara elektrostatistik ( Purba. 2001).
Karet sering diasumsikan memiliki perilaku yang sama dengan hal tersebut tapi hal
ini merupakan gambaran yang kurang tepat. Karet merupakan material yang sangat unik
karena energi tarik disimpan melalui panas (Purba. 2001).
Dalam keadaan relaksasi, karet memanjang, menggulung rantai polimer yang
saling berhubungan di bagian dalam (interlink) pada beberapa titik. Diantara pasangan
rantai polimer yang saling berhubungan setiap monomer dapat dengan bebas berotasi
dengan ikatan lainnya. Pada temperatur kamar, karet menyimpan energi kinetik yang
cukup jadi setiap bagian berosilasi seperti tali yang digoyangkan secara cepat (Stevens,
1989).
Ketika karet ditarik, interlink menegang dan tidak dapat berosilasi lagi. Energi
kintiknya didapatkan sebagai panas yang berlebih. Oleh karenanya entropi akan
berkurang ketika karet berubah dari keadaan relaksasi ke keadaan tertarik. Relaksasi karet
bersifat endotermis dan karena alasan ini gaya yang digunakan saat sepotong karet
memanjang akan bertambah terhadap temperatur (Stevens, 1989).
2

Poliolefin dan Polisiloksan


Polyethylene, kopolimer etilena-propilena, danpolisiloksan dihubungkan secara

cross-linked denganperoksida danpemanasan. Proses ini melibatkanpembentukan polimer


radikaldiikuti oleh radikal kopling seperti pada persamaan berikut:

ROOR
2 RO*
RO* + CH2 CH2
2 CH2CH

ROH + CH2CH
CH2 CH
CH2 CH

Efisiensi dari proses inibiasanya kurang dari satu cross-link per molekul peroksida
terdekomposid. Untuk meningkatkan efisiensi reaksi silang, sebagian kecil molekul tidak
jenuh dimasukkan ke dalam struktur polimer (Purba. 2001).
Untuk polisiloksan, kopolimerisasi dari sebgian kecil vinil-metilsilanol akan
meningkatkan lintas linkability seperti pada persamaan di bawah ini.

CH2
CH
CH3
HO Si OH + HO Si OH
CH3
CH3

CH2
CH CH3
O Si O Si O
CH3 CH3
12

4.3.3

Hidrolisis.
Poli(vinil alkohol) (PVA) dibuat dari proses hidrolisis (atau lebih tepatnya

alkoholisis) dari poli(vinil asetat) dengan metanol atau etanol. Reaksi dikatalisis oleh
asam dan basa. Namun, katalis basa biasanya digunakan karena lebih cepat dan bebas dari
reaksi samping (Purba. 2001).

CH2 CH2 + nCH3OH


O n
C=O
CH3

CH

CH

+
nCH
C
OCH3
2
3
H+ or OHOH
n

Karena kelarutannya dalam air, poli(vinil alkohol) digunakan sebagai agen


penebalan untuk berbagai emulsi dan sistem suspensi. Dengan kadar hidroksil yang
tinggi, PVA digunakan secara luas sebagai perekat air-larutan dengan kapasitas mengikat
yang sangat baik untuk bahan selulosa seperti kertas (Cowd, 1982).
Sebagian hidrolisis poli(vinil asetat) mengandung gugus hidroksil dan asetat.
Ketika gugus OH secara parsial menghidrolisis poli(vinil asetat) dikondensasikan dengan
aldehida kemudian unit asetal akan terbentuk. Polimer yang dihasilkan mengandung
gugus asetal, hidroksil, dan asetat dan dikenal sebagai poli(vinilasetal) (Purba. 2001).

RCH

CH2 CH CH2 CH CH2 CH CH2 CH


O
OH
OH
OH
O
C=O
CH3
CH2 CH CH2 CH CH2 CH CH2 CH
O
O
OH
O
C
C=O
R
H
CH3
Acetal
Alcohol
Acetate
Reaksi butiraldehida atau formaldehida menghasilkan poli (vinil butiral) atau poli
(vinil formal). Yang paling penting dari poli (vinilasetal) adalah poli (vinil butiral). Gugus
residual OH di kondensasi dengan gugus metilol dalam resin PF, MF, dan UF (Cowd,
1982).

4.3.4

Pembentukan Kopolimer Blok dan Cangkok


Kopolimer blok dan cangkok merupakan proses yang sangat sering digunakan

dalam membuat produk polimer. Metode ini sangat baik digunakan untuk memperbaiki

13

beberapa sifat yang berbeda dari homopolimer atau polimer tunggalnya. Kopolimer blok
atau cangkok digunakan sangat luas dalam berbagai kebutuhan termasuk membuat
material yang tahan benturan, thermoplastik elastomer, kompatibilizer, polimer
emulsifier, membran dan sebagai sistem pembawa dalam sistem transportasi obat.
Struktur blok atau cangkok memberikan sumbangan yang besar untuk diproduksi secara
komersial dan hal ini sangat penting bagi industri karena kemudahan dalam
pengendaliannya baik melalui proses bulk atau larutan (Cowd, 1982).
a

Kopolimerisasi Blok
Kopolimer blok mengandung blok dari satu monomer yang dihubungkan dengan

blok monomer yang lain. Kopolimer blok biasanya terbentuk melalui proses polimerisasi
ionik. Untuk polimer ini, dua sifat fisik yang khas yang dimiliki dua homopolimer tetap
terjaga. Kopolimer blok dapat dibuat melalui beraneka metode. Salah satu diantaranya
melibatkan mekanisme anion. Pada tahap pertama satu macam monomer mempolimer
secara anion dan reaksi dibiarkan berlangsung sampai monomer itu habis. Kepada
polimer yang sedang tumbuh kemudian ditambahkan monomer kedua yang lalu
bergabung pada rantai membentuk blok kedua. Proses ini berulang sebanyak diperlukan.
Kopolimer balok yang banyak diperdagangkan adalah feniletena-buta-1,3-diena, yang
bercirikan karet lentuk-bahang (Cowd, 1982).
Pembuatan kopolimer blok membutuhkan kehadiran kelompok reaktif terminal.
Kopolimer blok dari butil akrilat-stirena dan akrilonitril-stirena telah disusun oleh
penyinaran butil akrilat atau akrilonitril yang mengandung inisiator fotosensitif
(misalnya, 1-azo-bis.1-cyanocyclohexane) dengan radiasi UV yang intensif. Sehingga
menciptakan radikal kaya monomer yang bila dicampur dengan stirena akan
menghasilkan kopolimer blok yang sesuai (Cowd, 1982).
Keberhasilan teknik kopolimer blok ini tergantung pada keadaan fisik polimer.
Tabel 4 menunjukkan beberapa kopolimer blok yang digunakan dalam teknik ini
Tabel 4.4. Variasi Kopolimer Blok (Ebewele. 2000).
Polimer

Monomer

Acrylamide

Acrylonitrile

Isobutylene

Acrylonitrile
Stryrene
Vinyldene chloride

Metyl acrylate

Vinyl chloride
Vinyllidene chloride

Methacrylonitrile

Acrylonitrile

14

Methacrylonitrile

co

vinyl

Methyl methacrylate

chloride
Methyl methacrylate

Methacrylonitrile
Styrene
Vinyldene chloride

Teknik umum dari kopolimer blok adalah memasukkan kelompok peroksidake


dalam polimer kelompok akhir sebagai stabil. Polimer tersebut kemudian dicampur
dengan monomer segar, dan kelompok peroksida yang terdekomposisi di bawah kondisi
yang tepa tmenghasilkan kopolimer blok. Misalnya, polimer phthaloyl peroksida yang
dipolimerisasi sampai batas tertentu dengan stirena. Polimer yang dihasilkan dicampur
dengan metil metakrilat. Pada dekomposisi, kelompok internal dan peroksid membentuk
radikal yang memprakarsai polimerisasi metil metakrilat (Ebewele. 2000).

Kopolimerisasi Cangkok (Graft)


Kopolimerisasi graft merupakan teknik untuk memodifikasi sifat kimia dan sifat

fisika dari polimer. Ada tiga macam metode kopolimerisasi graft yaitu Grafting From,
Grafting Todan Grafting Through. Kopolimerisasi grafting from adalah pencangkokan
rantai cabang (graft) pada sisi aktif yang terdapat pada rantai utama (backbone).
Sedangkan pada metode grafting to, pembawa sisi aktif adalah rantai cabang. Pada
metode grafting through, adanya makromer dengan BM rendah dan sisi yang tidak jenuh
sehingga polimer yang sedang tumbuh dapat bereaksi pada sisi yang tidak jenuh
menghasilkan kopolimer graft (Stevens. 1989).
Mekanisme pembuatan rantai graft yang umum adalah menggunakan polimerisasi
radikal bebas yang mempunyai tig atahapan proses, diantaranya inisiasi, propagasi dan
terminasi Proses inisiasi adalah proses pembentukan radikal bebas dari inisiator.
Sedangkan proses propagasi adalah proses pertumbuhan polimer sebagai akibat dari
penggabungan monomer-monomer ke dalam rantai radikal aktif yang kemudian
dilanjutkan dengan proses terminasi yang merupakan proses penghentian propagasi
(Stevens. 1989).
Ada tiga metode umum untuk mereparasi kopolimer-kopolimer cangkok:
1. Monomer dipolimerisasi dalam

hadirnya suatu polimer dengan percabangan

yang terjadi dari transfer rantai.


2. Monomer dipolimerisasi dalam hadirnya polimer yang memiliki gugus-gugus
fungsional reaktif atau letak-letak yang bisa diaktifkan, misalnya, oleh radiasi.
15

3. Dua polimer yang memiliki gugus-gugus fungsional reaktif direaksikan bersama.


Diperlukan tiga komponen untuk berlangsungnya pencangkokan lewat transfer
rantai; polimer, monomer, dan inisiator. Fungsi inisiator adalah untuk mempolimerisasi
monomer sehingga membantu radikal, ion atau kompleks koordinasi polimerik yang
kemudian bisa menyerang polimer asal, atau untuk bereaksi dengan polimer asal sehingga
membentuk spesies inisiator dia tas kerangka polimer, yang menginisiasi polimerisasi
monomer. Sebagaimana dengan kopolimerisasi biasa, rasio reaktivitas monomermonomer juga perlu dipertimbangkan untuk memastikan bahwa pencangkokan akan
terjadi. Juga perlu memperhatikan frekuensi transfer untuk menetapkan

jumlah

cangkokan. Biasanya, campuran homopolimer-homopolimer terjadi bersamaan dengan


kopolimer cangkok (Stevens, 1989).
Kopolimer cangkok dapat dihasilkan dengan memicu polimerisasi monomer B
disertai adanya homopolimer dari monomer A. Radikal bebas yang dihasilkan
mengeluarkan atom-atom sepanjang rantai poli(A), sehingga menghasilkan sisi radikal
pada rantai itu sendiri. Pada sisi radikal itu poli(B) tumbuh. Cara lain pembentukan
kopolimer cangkok adalah melalui penyinaran dengan sinar ultraviolet yang digunakan
untuk membentuk radikal bebas sepanjang rantai hopolimer (Stevens. 1989).
Semua kopolimer cangkok disusun dari polimer kerangka dasar dan rantai cabang
yang berasal dari monomer lain. Dalam reaksi kopolimerisasi, karet alam bertindak
sebagai induk (backbone), sedangkan monomer metil metakrilat bertindak sebagai
monomer cangkok (graft).

B
B
B
B
GRAFT
B
B GRAFT
A A A A A A A A A
B
BACKBON
B
GRAFT
E
B
Gambar 4.10. Model Sistematika Kopolimer Cangkok (Stevens. 1989).
Keuntungan dari proses kopolimerisasi cangkok adalah terbentuknya ikatan antara
dua monomer yang lebih kuat dibandingkan penggabungan yang terjadi hanya secara
fisik. Efisiensi proses kopolimerisasi secara umum dipengaruhi oleh berat molekul
primer, temperatur, konsentrasi monomer, serta viskositas internal kopolimer yang
terbentuk (Stevens. 1989).

4.4 POLIMER-POLIMER FUNGSI


a

Poliuretan

16

Poliuretan merupakan polimer pilihan untuk berbagai macam aplikasi biomedis.


Poliuretan digunakan secara luas dalam perangkat seperti prostesis vaskular, membran,
kateter, operasi plastik, katup jantung, dan organ buatan.
Alasan utama keberhasilan penerapan poliuretan sebagai biomaterial adalah sifat
biokompatibilitas dan formulasi fleksibilitasnya. Modifikasi kimia dan/ atau biologi dari
permukaan poliuretan, seperti grafting hidrogel seperti akrilamida atau poli (hidroksietil
metakrilat)

akan

meningkatkan

kompatibilitas

darah.

Biokompatibilitas

dan

kompatibilitas darah dapat ditingkatkan dengan memperlakukan permukaan polimer


dengan larutan albumin atau gelatin diikuti oleh reaksi silang dengan gluteraldehida atau
formaldehida.
b

Stabilisator Ikatan Polimer


1 Antioksidan
2,6-ditertiarybutyl-1, 4-vinyl fenol atau 4-isopropenil fenol mudah berpolimerisasi
dengan

isoprena,

butadiene,

stirena,

dan

metil

metakrilat.

Kopolimer yang dihasilkan merupakan antioksidan yang baik untuk polimer


induknya pada komposisi kopolimer 10 sampai 15 mol% dari antioksidan yang
dipolimerisasi.
2

Penghambatan nyala
Penghambatan nyala

biasanya

halogen

yang

mengandung

bahan

2,4,6

Tribromophenyl, pentabromophenyl, dan 2,3-dibromopropil turunan ester akrilat


dan metakrilat dapat dengan mudah dipolimerisasi atau dikopolimerisasi dengan
3

stirena, metil metakrilat, akrilonitril dan untuk menghasilkan polimer.


Stabilisator Ultraviolet
Stabilisator ultraviolet menjadi senyawa yang paling efektif untuk melindungi

bahan polimer dari ultraviolet dan fotodegradasi.


Polimer Dalam Obat
Polimer yang biasanya digunakan dalam pemberian obat adalah berbagai turunan

selulosa, poliakrilat, poli (vinil pirolidon), polioksietilena, poli (vinil alkohol), dan poli
(vinil asetat).
1. Mengontrol pelepasan obat
Tujuannya

adalah untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi bahaya

overdosis, dengan risiko efek samping.


2. Pengiriman obat langsung ke tempat
Polimer dalam pengiriman obat bertindak hanya sebagai pembawa tanpa adanya
aktivitas farmakologis intrinsik atau efek terapi. Dengan adanya gugus-gugus

17

tertentu pada polimer ini, ia memiliki ligan-ligan tertentu pada biomolekul pada
tubuh. Sehingga reaksi pada tubuh dapat bersifat spesifik .

4.5 Termoplastik Elastomer (TPE)


Termoplastik elastomer (TPE) adalah suatu campuran atau senyawa polimer yang
merupakan gabungan dari sifat-sifat proses termoplastik dengan tampilan fungsi
elastomer konvensional, pada temperature lelehnya menunjukkan karakter termoplastik
yang memungkinkan untuk dibentuk kembali menjadi barang jadi, dalam skala suhu
selama proses pembuatan memiliki perilaku elastomer tanpa ikat silang. Pembuatannya
dapat dilakukan pada fase leleh maupun fase emulsi. Selama empat dekade terakhir ini
perkembangan TPE telah mendapat banyak perhatian dibidang pengetahuan dan
teknologi polimer. Sekarang TPE telah menjadi salah satu barang penting dan termasuk
polimer kelas tinggi dalam perdagangan. Faktor utama yang menjadi penyebab
perkembangan

pertumbuhan

TPE

adalah

persenyawaannya

yang

sederhana,

pembuatannya cepat, hasil samping mudah digunakan lagi (reuse) dan mudah didaur
ulang (recycle) (Purba. 2001).
Penggunaan elastomer yang murah dan termoplastik yang mahal akan menghasilkan
pengurangan dari segi biaya bahan, disamping itu dapat meningkatkan beberapa sifat
mekanik seperti kekuatan hentaman (impak) dan sifat-sifat lainnya. Di samping itu
penambahan bahan aditif yang murah juga dapat mengurangkan biaya bahan, ini
termasuk penggunaan bahan pengisi sebagai penguat dan bahan pengisi yang bukan
sebagai penguat (Purba. 2001).
Termoplastik elastomer mempunyai beberapa kelebihan dari segi penggunaannya
antaranya:
a

Secara umum TPE telah diformulasikan sepenuhnya dan tersedia, serta

dapat digunakan tanpa perlu dilakukan pencampuran.


Pemprosesan TPE adalah mudah, yaitu sama seperti pemprosesan bahanbahan termoplastik, hal ini menjadikan TPE lebih cepat dan memerlukan

biaya yang lebih rendah.


Masa fabrikasi TPE adalah jauh lebih singkat dan lebih cepat
dibandingkan fabrikasi karet konvensional. Waktu pencampuaran TPE
lebih singkat beberapa menit untuk pencampuran dan pemvulkanisasi

karet termoset, jadi produktivitas untuk karet TPE adalah lebih tinggi.
Setiap langkah pemprosesan karet termoset terdapat skrap yang terpaksa
dibuang. Sebaliknya skrap produk TPE dapat digunakan kembali dan
sudah tentu akan memurahkan biaya produksi, oleh sebab itu
pemprosesan TPE adalah lebih ringkas dan penggunaanya memerlukan
biaya yang lebih rendah.

18

TPE dapat meliputi polyolefin, polistiren-kopolimer dan poliuretan. Sedang TPE


berbasis campuran karet plastik dapat dibagi menjadi dua kelas utama yaitu : TPO
(termoplastik olefin) dan TPV (termoplastik vulkanisasi). TPO dapat dibuat secara mudah
dan biaya yang relative murah karena dispersi phase karet tidak terjadi secara ikat silang,
sebaliknya TPV memerlukan proses lebih komplek karena dispersi fase karet harus terjadi
secara ikat silang selama proses pencampuran sebagian besar melalui vulkanisasi dinamik
atau proses ikat silang in-situ. TPE dapat dibuat dengan cara pencampuran pada fase
emulsi maupun fase leleh dari polimer pembentuknya. Pembuatan TPE ada bermacammacam tergantung jenis polimer pembentuk, kompatibilizer, filler dan aditif lainnya
(Stevens. 1989).
Proses pembuatan TPE ada beberapa cara, campuran antara natural rubber dan
polystyrene (NR/PS) berhasil dilakukan dengan penambahan NR-g-PS sebagai
kompatibilizer. TPE ini mempunyai tarik yang lebih baik, tetapi pada penambahan
kompatibilizer berlebih, akan menurunkan sifat mekanis. Penambahan jumlah NR-g-PS
yang sama film dari campuran NR/PS pada mol ratio 80/20 memiliki kuat tarik yang baik
dibanding mol ratio yang lain. Epoksi karet alam (ENR) dicampur dengan epoksi resin
dengan adanya curing agent dapat memperbaiki sifat mekanis pada penambahan ENR
tidak lebih dari 5 phr, tetapi interaksi permukaan karet epoksi resin dapat diperbaiki
dengan adanya gugus epoksi berlebih, rigiditas gugus epoksi dan kristalinitas rendah
mempengaruhi sifat mekanis. ENR dan PS dapat dicampur tanpa adanya kompatibilizer,
ENR dibuat secara in-situ dan PS disintesis dalam fase emulsi. Seterusnya dicampur
dalam fase lateks untuk membuat lembaran/film TPE dengan metoda casting. Sifat termal
dan sifat mekanisnya diselidiki. TPE juga dapat dibuat dari campuran antara limbah
polietilena (WPE), karet reclaim (RR) dan abu terbang (FA) hasil pembakaran batu bara,
diperoleh TPE dengan kuat tarik, kuat impak dan sifat keras komposit lebih baik dengan
adanya Si-69 (Stevens. 1989).

4.6 Penutup
Modifikasi polimer merupakan suatu upaya untuk memperbaiki sifat-sifat polimer
sehingga menjadi polimer baru dengan mutu yang lebih baik. Tujuan dari modifikasi

polimer ini digunakan pada obat-obatan, poliuretan, dan stabilisator ikatan


polimer. Modifikasi polimer dapat dicapai dengan menggunakan satu atau lebih dari
teknik:
e
f

Kopolimerisasi lebih dari satu monomer


Pengendalian arsitektur molekul

19

Reaksi paska polimerisasi

Kopolimer adalah suatu polimer yang mengandung dua unit atau lebih monomer
yang secara kimia berbeda. Reaksi paska polimerisasi merupakan reaksi yang baik untuk
meningkatkan sifat polimer. Reaksi-reaksi ini dapat terjadi pada gugus reaktif yang
tersebar dalam polimer rantai. Reaksi tersebut diantaranya adalah ekstensi rantai, crosslinking, serta bentuk kopolimer blok dan cangkok.
Termoplastik elastomer (TPE) adalah suatu campuran atau senyawa polimer yang
merupakan gabungan dari sifat-sifat proses termoplastik dengan tampilan fungsi
elastomer konvensional. Faktor utama yang menjadi penyebab perkembangan
pertumbuhan TPE adalah persenyawaannya yang sederhana, pembuatannya cepat, hasil
samping mudah digunakan lagi (reuse) dan mudah didaur ulang (recycle).

DAFTAR PUSTAKA
Cowd, M.A. 1982. Kimia Polimer. Bandung: Penerbit ITB
Ebewele, R.O. 2000. Polymer Science and Technology. University of Benin:
Nigeria.
Jarowenko, W. 1977. Handbook of Adhesives, 2nd ed., Skeist, I., Ed. Van Nostrand
Reinhold. New York.
Kalal, J. 1987. Makromol. Chem. Macromol. Symp., 12, 259.
Purba. Michael. 2001. Kimia Jilid 3 untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.
Stevens, M. P. 1989. Polymer Chemistry. West Hartford: Oxford University Press,
Inc.

20

Anda mungkin juga menyukai