Anda di halaman 1dari 27

A.

Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki beranekaragam suku
dan budaya. Kebudayaan di indonesia sangat di junjung tinggi karena merupakan
sebuah identitas dari negara. Kebudayaan juga tidak lepas dari sistem kebijakan
yang mengatur bangsa misalnya sistem ekonomi nasional, hukum dan kedaulatan
bangsa. Beberapa dekade tarakhir ini budaya di indonesia mulai mengalami
penurunan yang sangat signifikan, hal ini disebabkan karena cara pandang
masyarakat indonesia lebih cendrung ke arah kesenangan dan hiburan daripada
melestarikan budaya sendiri.
Kemerosotan budaya tersebut dapat meyebabkan kehancuran moral bagi
kalangan muda dan generasi bangsa karena pemikiran masyarakat cendrung
semakin permisif, sekuler dan liberal. Perubahan perilaku dan cara berpikir
tersebut disebabkan karena sudah terciptanya sarana hiburan yang semakin bebas
dan terbuka untuk umum seperti tempat karaoke, billyard, perjudian, game
dan diskotik. Dengan tersedianya fasilitas hiburan tersebut masyarakat cenderung
berbalik arah dari segi moralitas karena di tuntut dengan perubahan zaman
kearah

metropolitan

yang

lebih

mementingkan

kesenangan,

tempat

menghilangkan stres dan pengobat lelah dari berbagai aktifitas yang telah dijalani.
Perkembangan Kota Pekanbaru sebagai salah satu kota Metropolitan yang
ditandai dengan makin maraknya tempat hiburan yang muncul di Kota Pekanbaru
dapat menjadi kegiatan bersosialisasi yang dianggap efisien karena aktivitas
masyarakat yang cenderung tinggi dapat mengurangi waktu berinteraksi dan
bersosialisasi dengan sesama dan dapat menjadi kegiatan bersosialisasi yang

dianggap efisien karena aktivitas masyarakat yang cenderung tinggi dapat


mengurangi waktu berinteraksi dan bersosialisasi dengan sesama. Untuk mengatur
tertibnya Hiburan Umum di Kota Pekanbaru ini, maka Pemerintah Kota
Pekanbaru merumuskan suatu kebijakan yang mengatur tentang hiburan umum
tersebut hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2002.
Adapun jenis hiburan yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 tahun
2002 dalam BAB II pasal 2 adalah sebagai berikut :1
a. Bioskop adalah ruangan tertutup maupun terbuka untuk menonton
film layar lebar dengan tujuan untuk mendapatkan hiburan dan
pengajaran atau ilmu pengetahuan umum.
b. Karaoke adalah kegiatan musik dan nyanyian yang disalurkan dan
akan ditampilkan melalui televisi yang dapat di tonton dan diikuti
oleh kelompok orang dengan bernyanyi.
c. Pub adalah kegiatan musik hidup yang diiringi dengan nyanyian
oleh seseorang atau lebih dalam ruangan.
d. Rental video, CD, dan LD adalah tempat atau sarana jasa hiburan
dalam bentuk penyewaan dan penjualan temasuk studio rekaman dan
orgen tunggal.
e. Billiard adalah kegiatan olahraga yang menggunakan bola batu dan
stick kayu oleh seseorang atau lebih pada suatu meja khusus.
f. Taman rekreasi atau taman pancing adalah bentangan alam atau buatan
yang ditata dengan baik dan menarik yang dilengkapi dengan
sarana permainan dan pertunjukan/hiburan untuk tempat rileks, santai

1 Peraturan Daerah Kota PekanbaruNomor 3 tahun 2002 Tentang


Hiburan Umum

serta menghilangkan stress dan diperuntukkan untuk umum dan atau


keluarga.
g. Video game atau play station adalah permainan ketangkasan elektronik
tanpa hadiah.
h. Cafe adalah kegiatan restoran dengan menyuguhkan makanan ringan
khas dan

disertai

dengan

musik

dengan

tujuan

memberikan

hiburan kepada pengunjung cafe (restoran).


i. Kebun binatang adalah tempat dimana berkumpulnya berbagai
jenis binatang untuk dijadikan tontonan dan hiburan bagi masyarakat.
j. Group band atau orgen tunggal adalah suatu kelompok musik yang
mempunyai kegiatan dibidang kesenian sebagai sarana hiburan dengan
memungut bayaran dan atau jasa sewa.
Pemerintah membuat ketentuan yang harus dipatuhi pengusaha didalam
perizinan tempat hiburan. Dan ketentuan syarat yaitu terdapat pada BAB III Pasal
4 (empat) adalah sebagai berikut:
a. Jarak lokasi atau tempat usaha hiburan umum minimal 1000 meter dari
tempat ibadah atau sekolah, kecuali hiburan yang berlokasi dalam
lingkungan Hotel, Plaza, Pusat-pusat perbelanjaan dan pertokoan
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

swasta, taman rekreasi/taman pancing dan kebun binatang.


Tidak mengganggu ketenangan masyarakat atau lingkungan.
Tidak tempat transaksi obat-obatan terlarang.
Tidak menggunakan obat-obatan terlarang.
Tidak menjual minuman keras.
Tidak menyediakan wanita malam dan atau penghibur (WTS).
Tidak tempat prostitusi.
Tidak tempat kegiatan perjudian.

Sehubungan dengan jenis-jenis tempat hiburan umum yang ada di Kota


Pekanbaru. Dalam hal ini, penulis mengambil tempat hiburan umum billyard
sebagai objek penelitian. Billiard adalah jenis permainan yang dimainkan dengan

cara mendorong atau memukul bola diatas meja khusus. Permainan Billiard terdiri
dari beberapa peralatan utama dalam memainkannya yaitu bola, cue stick, dan
meja yang dilapisi kulit dengan kantong di beberapa sisinya. Billiard juga
mempunyai sub permainan yang memiliki peraturan-peraturan yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Permainan ini dimainkan pada sebuah arena dan digemari
oleh masyarakat sebagai sarana hiburan. Namun billiard tidak hanya sebagai
sebuah permainan hiburan semata. Billiard juga merupakan sebuah olahraga yang
dapat dipertandingkan dan dapat dijadikan sebuah prestasi.
Saat ini perkembangan olahraga billiard di tanah air mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Dengan banyaknya event-event pertandingan,
olahraga billiard mempunyai peluang yang sama dengan cabang olahraga lainnya
di mana billiard juga dipertandingkan di event sea games, asian games dan
setingkat dunia, membuktikan banyaknya peminat olahraga ini. Tetapi pada
kenyataannya Billiard pada saat ini dikategorikan sebagai sarana hiburan karena
billiard merupakan salah satu olahraga yang sangat memberi peluang bisnis besar
bagi pengusaha-pengusaha billiard. Untuk mengatur tertibnya sarana hiburan
Billiard di Kota Pekanbaru ini, maka Pemerintah Kota Pekanbaru merumuskan
suatu kebijakan yang mengatur tentang waktu operasional tempat usaha yang
tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2002. Berdasarkan peraturan
tersebut diatas, juga dijelaskan mengenai waktu buka dan tutup untuk sarana
hiburan billiard adalah mulai jam 08.00 pagi sampai dengan jam 22.00 malam.
Kemajuan industri hiburan billiard ini membuat para pengelola usaha
membuat tambahan waktu sesuai dengan permintaan penggemar dari billiard itu

sendiri, tambahan waktu di luar batas waktu yang telah ditetapkan oleh perda
sangat banyak sekali ditemukan di berbagai tempat hiburan dan permainan
billyard yang ada di pekanbaru. Kurangnya kekuatan Peraturan Daerah tentang
hiburan malam tersebut dapat menyebabkan semakin banyak tempat hiburan ini
yang beraktifitas di luar jam batas yang telah ditetapkan. Selain itu, tidak menjual
minuman keras. Oleh karena itu, di dalam operasional tempat hiburan billyard di
Kota Pekanbaru tidak diperbolehkan menjual minuman keras sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 03 tahun 2002 tentang
Hiburan Umum. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Karena banyak ditemukannya tempat hiburan billiard
yang menyediakan minuman keras dalam operasional.
Berdasarkan survey awal dan pengamatan dilapangan, penulis menemukan
beberapa fenomena yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah
dalam penertiban izin hiburan billiard di Kota Pekanbaru, seperti :
1. Masih ada tempat hiburan billiard di Kota Pekanbaru yang menyalahgunakan
waktu buka dan tutup tempat hiburan billiard adalah mulai jam 08.00 pagi
sampai dengan jam 02.00 pagi. Pelanggaran tersebut diatas sering terjadi,
yakni pada hari-hari libur. Dari hasil tinjauan penulis dilapangan, adapun
beberapa perusahaan hiburan billiard di Kota Pekanbaru yang melakukan
pelanggaran dan tidak melakukan pelanggaran jam operasional dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :2
Tabel 1
2 Hasil Pra Pengamatan dan Tinjauan Lapangan pada Tanggal 10
Februari 2016

Data Pra Survey Penelitian Pada Perusahaan Hiburan Billiard Yang


Melanggar Jam Operasional di Pekanbaru
Melanggar Jam
No

Perusahaan

1 Millenium
2 Arena Entertainment
3 88 Hokki Bowling Centre
4 Hollywood Pool & Billiard
5 Sudirman Inter Exe Club
6 Planet Billiard
7 Teratai Bilyard Sport
8 Dome Station Pool Cafe
9 Koro Koro Pool Cafe
10 361 Pool & Terrace cafe
Sumber: Tinjauan Lapangan, 2016

Alamat
Jl. T. Tambusai
Jl. T. Tambusai No.01
Jl. Riau No. 42 Lt.4
Jl. Kuantan
Jl. Sudirman No. 105
Jl. T. Umar Plaza
Jl. Arengka
Mal SKA Lt. IV
Jl. Hr. Soebrantas
Star City Square Lt. 2

Operasional
Ya
Tidak

Tabel diatas menunjukkan bahwa masih banyak perusahaan hiburan billiard


yang memiliki izin di Kota Pekanbaru yang melanggar jam operasional.
2. Dari hasi pantauan penulis, jam tutup tempat billiard di Kota Pekanbaru ini
pukul 00.00 - 01.00 pagi saat akhir pekan. Sedangkan lokasi lainnya berupa
tempat billiard tersebar di Jalan Kuantan, Jalan Sudirman, Jalan Tambusai.
Ditempat ini masing-masing ada empat tempat biliard yang tutup pukul 02.00
pagi. Sisanya terdapat di Jalan Soebrantas yang buka pukul 10.00 pagi dan
tutup pukul 02.00 pagi. Dari seluruh tempat hiburan yang dicek, rata-rata
mereka melanggar jadwal operasional. Tidak saja tempat hiburan yang
memiliki izin tempat hiburan, namun juga yang tidak memiliki izin dalam
operasionalnya seperti Gajah Mada Pool, Ring Billiard, Hands Pool, Era Mas
Pool dan Bola Mas Pool.
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2002 Pemerintah Kota
Pekanbaru telah menunjuk aparat yang melaksanakan di lapangan yakni Satuan
Polisi Pamong Praja. Dalam pelaksanaannya Satpol PP bertugas untuk melakukan

pengawasan tempat hiburan billiard yang menyalahi aturan dan Dinas


Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru memberikan izin TDUP.
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan, maka penulis tertarik
untuk meneliti IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN IZIN
HIBURAN BILLIARD DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2010-2015.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan fenomena emperis yang telah
diuraikan diatas, maka penulis mencoba merumuskan masalah penelitian, yaitu:
1. Bagaimana implementasi kebijakan penertiban izin hiburan billiard di Kota
Pekanbaru tahun 2010 2015 ?
2. Bagaimana peran pemerintahan lokal dalam implementasi kebijakan
penertiban izin hiburan billiard ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah seperti yang telah diuraikan diatas,
penulis dalam melaksanakan penelitian ini memiliki tujuan sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui implementasi kebijakan penertiban izin hiburan
billiard di Kota Pekanbaru tahun 2010 2015.
b. Untuk mengetahui peran pemerintahan lokal dalam implementasi
kebijakan penertiban izin hiburan billiard.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan


penguasaan teori-teori yang relevan dan pemahaman atas upaya
penertiban izin hiburan.
b. Secara praktis penulisan ini diharapkan mampu memberi sumbangan
pemikiran atau bahan masukan bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Pekanbaru dalam memberikan izin hiburan serta Satuan Polisi
Pamong Praja dalam menindaklanjuti mengenai tempat hiburan yang
menyalahi aturan perda.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk

memperjelas

konsep

pada

penelitian

ini,

maka

penulis

merangkaikan beberapa pendapat para ahli sesuai dengan tujuan penelitian. Teoriteori yang digunakan merupakan rangkaian penelitian yang akan disandingkan
pada permasalahan untuk memperoleh hasil yang baik. Menurut Ndraha,
pemerintahan adalah semua badan organisasi yang berfungsi memenuhi dan
melindungi kebutuhan dan kepetingan manusia dan masyarakat. Sedangkan yang
dimaksud dengan pemerintah adalah proses pemenuhan dan perlindungan
kebutuhan masyarakat.3
Pengertian

kebijakan

publik

menurut

Dye

dalam

Subarsono,

mengemukakan bahwa Kebijakan publik adalah: is whatever governments


choose to do or no to do artinya apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan. Dye mengatakan bahwa bila pemerintah memilih
3 Ndraha, Talinzidhu, 2005, Teori Budaya Organisasi, Rineka Cipta,
Jakarta. Hal 36

untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan yang objektif dan kebijakan
publik harus meliputi semua tindakan pemerintah jadi bukan semata-mata
merupakan pernyataan keinginan pemerintah saja. Sesuatu yang tidak
dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan negara. Hal ini disebabkan
karena sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai dampak
yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah. 4 Sementara
itu, menurut Laswell dan Kaplan dalam Nugroho mendefinisikan kebijakan publik
sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilainilai tertentu, dan praktek-praktek tertentu.5
Menurut Frederick dalam Nugroho, pengertian kebijakan publik adalah
serangkaian tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam suatu tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana
kebijakan yang diusulkan ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus
mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. 6 Dalam
proses perumusan, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan, diperlukan tindakan
evaluasi sebagai penilaian apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan dengan
baik dan diimplementasikan dengan baik dan benar pula. Implementasi bermuara
pada output yang dapat berupa kebijakan itu sendiri maupun manfaat langsung
4 Subarsono, 2008, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta. Hal 12
5 Nugroho D, Riant, 2009, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi
dan Evaluasi, Elex Media Komputindo, Jakarta. Hal 83
6 Nugroho D, Riant, Op. Cit. Hal 83

yang dapat dirasakan oleh pemanfaat. Menurut Winarno evaluasi kebijakan publik
acap kali dipahami sebagai evaluasi atas implementasi kebijakan saja.
Sesungguhnya evaluasi kebijakan publik mempunyai tiga lingkup makna, yaitu:
evaluasi perumusan kebijakan, evaluasi implementasi kebijakan dan evaluasi
lingkungan kebijakan.7 Sementara itu, menurut Nugroho, implementasi kebijakan
pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik.
Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan
tujuan yang jelas.8 Sedangkan menurut Gaffar, implementasi adalah suatu
rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat
sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. 9
Pengertian implementasi diatas apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah bahwa
sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk
positif seperti undang-undang dan kemudian di diamkan dan tidak dilaksanakan
atau di implementasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau di
implementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Menurut
Sunggono, implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk mencapai

7 Winarno, Budi, 2008, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, MedPress,


Yogyakarta. Hal 34
8 Nugroho D, Riant, Op. Cit. Hal 158
9 Afan, Gaffar, 2009, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hal 295

10

tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu


tertentu.10
Keberhasilan implementasi menurut Grindle dipengaruhi oleh dua variabel
besar, yakni isi kebijakan dan lingkungan implementasi. Variabel isi kebijakan
mencakup, yakni:11
1) Sejauhmana kepentingan kelompok sasaran (target group) termuat
dalam isi kebijakan.
2) Jenis manfaat yang diterima oleh target group.
3) Sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan.
4) Apakah letak sebuah program sudah tepat.
5) Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementatornya
dengan rinci.
6) Apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai.
Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup, yakni:
1) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh
para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.
2) Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa.
3) Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
Disini kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda dan
sulit diimplementasikan dibanding yang menyangkut kepentingan sedikit. Oleh
karenanya tinggi-rendahnya intensitas keterlibatan berbagai pihak (politisi,
10 Sunggono, Bambang, 2004, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Sinar
Grafika, Jakarta. Hal 137
11 Ibid. Hal 70

11

pengusaha, masyarakat, kelompok sasaran, dsb) dalam implementasi kebijakan


akan berpengaruh terhadap efektivitas implementasi kebijakan.
Menurut Ripley dalam Winarno, mengidentifikasi enam karakteristik
birokrasi sebagai hasil pengamatan terhadap birokrasi di Amerika Serikat, yaitu:12
1) Birokrasi diciptakan sebagai instrumen dalam menangani keperluankeperluan publik (public affair).
2) Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam implementasi
kebijakan publik yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda
dalam setiap hierarkinya.
3) Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda.
4) Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang kompleks dan luas.
5) Birokrasi mempunyai naluri bertahan hidup yang tinggi dengan begitu
jarang ditemukan birokrasi yang mati.
6) Birokrasi bukan kekuatan yang netral dan tidak dalam kendali penuh
dari pihak luar.
Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers
bukanlah

jaminan

bahwa

kebijakan

tersebut

pasti

berhasil

dalam

implementasinya. Ada beberapa faktor penghambat dalam implementasi kebijakan


menurut Sunggono, yakni:13
1) Isi kebijakan
12 Winarno, Budi, 2008, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, MedPress,
Yogyakarta. Hal 149-160
13 Sunggono, Bambang, 2004, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Sinar
Grafika, Jakarta. Hal 151

12

Implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan,


maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, saranasarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan
terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya
ketetapan intern

maupun ekstern dari kebijakan yang akan

dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasikan dapat


juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti.
2) Informasi
Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang
peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau
sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik.
Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan
komunikasi.
3) Dukungan
Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada
pengimplementasian tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan
kebijakan tersebut. Dukungan ini dapat berupa dana/alokasi anggaran.
Dalam praktik implementasi kebijakan, kita seringkali mendengar para
pejabat maupun pelaksana mengatakan bahwa kita tidak mempunyai
cukup

dana

untuk

membiayai

program-program

yang

telah

direncanakan. Dengan demikian, dalam beberapa kasus besar kecilnya


dana akan menjadi faktor yang menentukan keberhasilan implementasi
kebijakan.

13

4) Pembagian Potensi
Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu
kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara
para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan
dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur
organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila
pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan
pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan
yang kurang jelas.
Adanya penyesuaian waktu khususnya bagi kebijakan-kebijakan yang
kontroversial yang lebih banyak mendapat mendapat penolakan warga masyarakat
dalam implementasinya. Menurut Anderson dalam Sunggono, terdapat faktorfaktor yang menyebabkan anggota masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan
suatu kebijakan publik, yaitu :14
1) Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum, dimana
terdapat beberapa peraturan perundang-undangan atau kebijakan
publik yang bersifat kurang mengikat individu-individu.
2) Karena anggota masyarakat dalam suatu kelompok atau perkumpulan
mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak sesuai atau
bertentangan dengan peraturan hukum dan keinginan pemerintah.

14 Ibid. Hal 144-145

14

3) Adanya

keinginan

untuk

mencari

keuntungan

dengan

cepat

diantaranya anggota masyarakat yang mencenderungkan orang


bertindak dengan menipu atau dengan jalan melawan hukum.
4) Adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan ukuran kebijakan
yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi
sumber ketidakpatuhan orang pada hukum atau kebijakan publik.
5) Apabila suatu kebijakan ditentang secara tajam (bertentangan) dengan
system nilai yang dianut masyarakat secara luas atau kelompokkelompok tertentu dalam masyarakat. Suatu kebijakan publik akan
menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai manfaat positif
bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau
perbuatan manusia sabagai anggota masyarakat harus sesuai dengan
apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Sehingga apabila
perilaku atau perbuatan mereka tidak sesuai dengan keinginan
pemerintah atau negara, maka suatu kebijakan publik tidaklah efektif.
E. Kerangka Pemikiran
Menurut Partowidagdo (1999), model kebijakan adalah rekonstruksi
bantuan untuk menata secara imajinatif dan menginterprestasikan pengalamanpengalaman kita tentang keadaan bermasalah (problematic situation) untuk
mendeskripsikan, menjelaskan, dan meramalkan aspek-aspek terpilih dari keadaan
bermasalah tersebut dengan maksud memecahkan permasalahannya.15 Sedangkan
15 Khairul Anwar, 2011, Ekonomi Politik: Formulasi Kebijakan dalam
Konteks yang Berubah, Alaf Riau, Pekanbaru. Hal 42

15

menurut Winarno (2004) penggunaan model untuk kajian kebijakan sangat besar
manfaatnya. Pertama, kebijakan publik merupakan proses yang kompleks, karena
itu sifat model yang menyederhanakan realitas akan sangat membantu dalam
memahami realitas yang komplek itu. Kedua, sifat alamiah manusia yang tidak
mampu memahami realitas yang kompleks tanpa menyederhanakan terlebih
dahulu, maka peran model dalam menjelaskan kebijakan akan semakin berguna.
Lester dan Stewart mengemukakan ada dua model kebijakan yang paling baik,
yaitu model elitis (elite models) dan model pluralis (pluralism models).16
Sehubungan dengan pendapat ahli di atas, maka kerangka pemikiran
dalam penelitian ini menggunakan pendekatan model pluralis. Penelitian ini
banyak membahas sisi untung-rugi ekonomis kebijakan penertiban izin hiburan
billiard dan pergulatan kepentingan masing-masing aktof di tingkat lokal.
Konseptualisasi yang diajukan oleh para kaum pluralis yang sudah dikualifikasi
oleh teori group politcs dan local politics bisa dipakai untuk merumuskan
kerangka teori kebijakan.
Fokus utama dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan. Secara
teoritis, penulis mengadopsi teori Khairul (2011) mengenai harmonisasi kebijakan
desentralisasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu koalisi, negosiasi,
kerjasama, struktur dan kekuasaan. Kajian ini akan diarahkan untuk mendapatkan
informasi mengenai kepentingan para aktor yang terlibat dalam implementasi
kebijakan.

16 Khairul Anwar, Op. Cit. Hal 43

16

Untuk lebih jelas melihat landasan berpikir penelitian ini, maka dapat
dilihat pada bagan berikut ini :
Gambar I.1 Kerangka Berpikir

Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2002


Tentang Hiburan Umum

Element 1. KEBIJAKAN
Izin Hiburan
Waktu Operasional
Hiburan
Denda dan Sanksi
Pengawasan

Element 2. KEPENTINGAN AKTOR


Masing-masing aktor, individu maupun
kelompok yang terlibat dalam proses
kebijakan.
Satpol PP
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Pengusaha Billiard

Teori Khairul (2011:15):


- Koalisi
- Negosiasi
- Kerjasama
- Struktur
- Kekuasaan

Harmonisasi Kebijakan
Penertiban Izin Hiburan Billiard
di Kota Pekanbaru
F. Defenisi Konseptual
Defenisi konsep operasional adalah penjabaran lebih lanjut tentang gejala
yang diteliti dan dikelompokkan dalam variabel penelitian. Adapun konsep
operasional digunakan dalam menjelaskan gejala-gejala yang diteliti, disamping
itu juga untuk menghindari kesalahpahaman dalam pengertian konsep penelitian

17

ini, maka dikemukakan pengertian konsep-konsep tersebut dengan masalah yang


sedang diteliti. Selain itu dari pada itu defenisi konsep akan memberikan
kemudahan bagi penulis dalam membahas permasalahan dalam penelitian ini.
Adapun defenisi konsep yang di tuangkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Implementasi adalah suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara
terus menerus usaha-usaha untuk mencapai apa yang akan dan dapat
dilakukan.
2. Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah

pada tujuan yang

diusulkan oleh seorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan


tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya
mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran
yang diinginkan
3. Pemerintahan adalah semua badan organisasi yang berfungsi memenuhi
dan melindungi kebutuhan dan kepetingan manusia dan masyarakat.
4. Penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan terhadap pemanfaatan
izin hiburan umum yang tidak sesuai dengan rencana dapat terwujud
5. Izin adalah kewenangan administratif yang dimiliki oleh pemerintah
sebagai salah satu sarana untuk mengawasi aktifitas pengusaha hiburan
umum.
6. Hiburan Billiard adalah jenis permainan yang dimainkan dengan cara
mendorong atau memukul bola diatas meja khusus.

G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh
kembali pemecahan terhadap segala permasalahan. Metode penelitian yang

18

digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yaitu penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain.
Penulis menguraikan tulisan ini menggunakan metode penelitian deskriptif
analitis yaitu usaha mengumpulkan, menyusun dan menginterprestasikan data
yang ada kemudian menganalisa data tersebut, menelitinya, menggambarkan dan
menelaah secara lebih jelas dari berbagai faktor yang berkaitan dengan kondisi,
situasi dan fenomena yang diselidiki.17
1. Lokasi Penelitian
Tempat yang menjadi lokasi penelitian adalah Kantor Satpol PP,
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru, serta tempat Hiburan
Billiard di Kota Pekanbaru dengan pertimbangan bahwa banyaknya tempat
hiburan billiard yang beroperasional di Kota Pekanbaru, sehingga dengan
memilih lokasi ini diharapakan agar mudah untuk mengetahui kebijakan
ekonomi politik dalam penertiban izin hiburan billiard di Kota Pekanbaru.
2. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer merupakan kata-kata atau tindakan orang yang
diamati atau di wawancarai.18 Data primer ini digunakan sebagai data
utama dalam penelitian ini. Didalam data primer ini berasal dari
informan atau narasumber yang diwawancarai oleh penulis.
b. Data Sekunder
Sedangkan data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari
arsip-arsip dan catatan-catatan yang terdapat pada kantor atau instansi
17 Moleong, Lexy, 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rosdakarya,
Bandung. Hal 15
18 Ibid. Hal 112

19

yang terkait dengan masalah penelitian. Adapun data sekunder yang


digunakan penulis dalam penelitian ini adalah arsip-arsip yang berasal
dari kantor Dinas Kebudayaan dan Parawisata dan Kantor Satpol PP.
3. Sumber Data
Sumber data penelitian adalah subyek dari mana data dapat
diperoleh.19 Penulis dalam penelitian ini mengambil sumber data dari
wawancara yang dilakukan terhadap beberapa informan yakni:
a. Informan Kunci yaitu mereka yang terlibat langsung dalam
implementasi kebijakan yang di teliti, yaitu sebagai berikut: Kepala
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru, Kepala Satpol PP
Kota Pekanbaru.
b. Informan Tambahan yaitu mereka yang dapat memberikan informasi
walaupun tidak terlibat langsung dalam implementasi kebijakan
maupun terlibat secara langsung. Oleh karena itu di dalam penelitian
ini penulis menggunakan informan tambahan karena untuk mencari
informasi tambahan mengenai penertiban izin hiburan billiard. Adapun
Informan tambahan tersebut yaitu: Pemilik tempat hiburan billiard dan
pelanggan.

No

Subjek

Penelitian
Informan
Kunci

Tabel 2
Subjek Penelitian
Nama
Drs. H.Hermanius, MM

Jabatan

Jml

Kadis Dinas

Kebudayaan dan
Pariwisata Kota

19 Arikunto, S., 2002, Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek,


Rineka Cipta, Jakarta. Hal 107

20

Sarkawi, S.Pd, MM

Pekanbaru
Seksi Rekreasi

dan Hiburan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata Kota
Zulfahmi Adrian, AP. M.Si

Pekanbaru
Kepala Satpol PP

Budi Mulia, SH

Kota Pekanbaru
Sekretaris Satpol

PP Kota
Desheriyanto, S.STP

Pekanbaru
Kepala Bidang

Ketertiban Umum
Satpol PP Kota
2

Informan

Tarigan

Pekanbaru
Pemilik Teratai

Reymond Basir

Bilyard Sport
Pemilik
Planet

Tambahan

Anton
Parmonangan
Jumlah

Billiard
Pelanggan Teratai
Pelanggan Planet

4. Teknik Pengumpulan Data


Sumber data yang dapat digunakan dalam penelitian studi kasus
seperti ini, yaitu : dokumen, catatan arsip, wawancara, pengamatan
langsung, pengamatan perperan serta dan bukti fisik. Sebagai konsekuensi
dari karakter studi kasus tersebut, semua teknik pengumpulan data yang

21

1
1
9

mungkin dan relevan dengan pertanyaan penelitian yang akan digunakan


dalam penelitian ini, meliputi :
a. Wawancara (interview)
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti
dengan informan.20 Wawancara metode yang digunakan untuk
memperoleh informasi secara langsung, mendalam, tidak berstruktur
dan individual. Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara dimana
pewawancara dapat dengan leluasa memberikan pertanyaan secara
lengkap dan mendalam. Wawancara tidak berstruktur sangat memadai
dalam

penelitian

kualitatif.

Wawancara

dilakukan

dengan

menggunakan daftar pertanyaan dan wawancara secara mendalam/indepth interview dengan seluruh informan.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara meneliti,
mempelajari, serta menelaah dokumen, arsip-arsip yang terdapat
diinstansi-instansi terkait mengenai penelitian. Peneliti mengumpulkan
informasi atau dokumen yang telah tersedia melalui literatur-literatur
maupun data-data yang telah tersedia pada instansi terkait dan pustaka
yang relevan dengan topik penelitian. Dokumen adalah bahan tertulis,
ataupun film maupun foto-foto yang dipersiapkan karena adanya
permintaan seorang penyidik sesuai dengan kepentingan.21
5. Teknik Analisa Data
Setelah pengumpulan data tahap selanjutnya ialah analisis data,
yaitu penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan
20 Gulo W, 2005, Metodelogi Penelitian, Gramedia, Jakarta. Hal 119
21 Moleong, Lexy, Op. Cit. Hal 216

22

bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh


pengertian yang cepat dan pemahaman arti keseluruhan. Tahap ini
merupakan tahap akhir sebelum menarik kesimpulan hasil penelitian. Data
yang sudah diolah akan memberikan gambaran mengenai hasil penelitian.

H. Sistematika Penulisan

23

Adapun sistematika penulisan ini dibahas dalam 4 bab, dimana


pembahasan-pembahasan bab tersebut mempunyai kaitan antara satu dengan yang
lainnya, yaitu :
BAB I

PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


Pada bab ini akan dibahas mengenai sejarah Kota Pekanbaru, letak
geografis dan keadaan alam, kondisi sosial dan ekonomi, dan
kondisi pemerintah Kota Pekanbaru.

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini menjelaskan pembahasan mengenai hasil penelitian
yang diperoleh di lapangan.

BAB IV

PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah dibuat serta
saran-saran hasil penelitian.

I. Daftar Kepustakaan

24

Arikunto, S. 2002. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineka Cipta.
Gaffar, Afan. 2009. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gulo W. 2005. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Gramedia.
Islamy, M. Irfan. 2000. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta:
Sinar Grafika.
Khairul Anwar,. 2011. Ekonomi Politik: Formulasi Kebijakan dalam Konteks
yang Berubah. Pekanbaru: Alaf Riau.
Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.
Ndraha, Talinzidhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho D, Riant, Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi dan Evaluasi,
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009.
Rasyid, M. 2000. Otonomi Daerah Negara Kesatuan Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sedarmayanti. 2004. Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna
Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance. Bandung:
Mandar Maju.
Subarsono. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008.
Sunggono, Bambang. 2004. Hukum dan Kebijaksanaan Publik. Jakarta: Sinar
Grafika.
Tangkilisan, Nogi Hassel. 2003. Evaluasi Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Balairung.
Wahab, Solichin Abdul. 2002. Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi
keImplementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Sinar Grafika.
Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Yogyakarta: MedPress.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pembentukan, Susunan
Organisasi Dan Tatakerja Dinas-Dinas di Lingkungan Pemerintah
Kota Pekanbaru

25

Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2002 tentang Hiburan Umum

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN IZIN HIBURAN


BILLIARD DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2010-2015

26

PROPOSAL

OLEH:

MUHAMMAD YUSUF
1201154217

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016

27

Anda mungkin juga menyukai