Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK II SISTEM RESPIRASI


MODUL 5 RESPIRASI PADA KEADAAN KHUSUS

Disusun Oleh : Kelompok 6


Ahmad Kafi

(1410015040)

Dimas Razaqa Umar

(1410015047)

Aditya Rahman Rosean Y.

(1410015062)

Della Oktavia Setyorini

(1410015020)

Cindy Wira P.

(1410015021)

Faradiba Maulidina

(1410015041)

Ayu Wira Oktalia

(1410015042)

Riski Ayu Rimadani

(1410015065)

Zuhaidah Karimah

(1410015066)

Muhammad Amrillah

(1310015059)

Tutor : dr. Fransiska Sihotang


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayah-Nyalah laporan diskusi kelompok kecil ini ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari DKK kami
mengenai Modul 5 respirasi pada keadaan khusus dalam Blok II Sistem Respirasi. Laporan
ini secara menyeluruh membahas mengenai saluran respirasi atas. Laporan ini dibuat sebagai
bukti jalannya diskusi kelompok kecil kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini, antara lain :
1.

dr. Fransiska Sihotang yang telah membimbing kami kami dalam

2.

melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) ini.


Teman-teman kelompok 6 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya
sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik
dan dapat menyelesaikan makalah hasil diskusi kelompok kecil (DKK)

3.

kelompok 6.
Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
angkatan 2014 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu.

Penulis menyadari dalam laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi tercapainya kesempurnaan
dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) ini.
Samarinda, 20 November 2014

Kelompok 6

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang............................................................................

.2 Tujuan Pembelajaran................................................................

1.3 Manfaat Pembelajaran..............................................................

BAB II ISI DAN PEMBAHASAN


1.1.

Skenario..............................................................................

1.2.

Identifikasi Istilah/ konsep.................................................

1.3.

Identifikasi Masalah.......................................................................

1.4.

Analisa Masalah.............................................................................

1.5.

Strukturisasi....................................................................................

1.6.

Identifikasi Tujuan Belajar.............................................................

1.7.

Belajar Mandiri..............................................................................

1.8.

Sintesis...........................................................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...............................................................................

13

3.2 Saran.........................................................................................

13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................

14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pernapasan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, memiliki tujuan utama

untuk menyediakan kebutuhan Oksigeen dan mengeluarkan Karbon Dioksida yang


berlebihan. Gas tersebut berguna untuk metabolisme sel. Cara agar Oksigen dapat masuk
kedalam tubuh dan sampai ke jaringan dan agar gas hasil Karbon Dioksida hasil dari
metabolisme sel dapat dikeluarkan meliputi proses ventilasi, difusi, perfusi. Proses difusi atau
pertukaran gas dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan parsial di udara dan alveolus.
Tekanan total parsial udara adalah 760 mm Hg. Tekanan parsial adalah tekanan independen
suatu gas dalam campuran beberapa gas lainnya. Namun pada ketinggian tertentu tekanan
tersebut dapat berubah dan menganggau jalannya pernafasan.
Maka dari itu pada DKK kali ini kami membahas mengenai respirasi dalam keadaan
khusus secara mendalam.

1.2

Tujuan
Berdasarkan

skenario

yang

diberikan

pada

modul

ini,

kami

telah

mengidentifikasikan beberapa tujuan pembelajaran kami sebagai berikut.


1. Untuk dapat mengetahui respirasi pada saat berada di ketinggian
2. Untuk dapat mengetahui respirasi pada saat berolahraga

1.3

Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami mekanisme respirasi pada saat berada ketinggian
2. Mahasiswa mampumemahami mekanisme respirasi pada saat berolahraga

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Skenario
PINGSAN SAAT MENDAKI GUNUNG TAMBORA

Dini hari di sebuah desa Doro Mboha Kabupaten Dompu NTB, tampak sekelompok Tim
ekspedisi vulkanologi yang bersiap-siap melakukan pendakian Gunung Tambora dengan
ketinggian 2.850 meter. Salah seorang diantaranya bernama Pak Bambang yang tampak sehat
dan segar bugar. Sesaat kemudian Tim mulai bergerak mendaki gunung dan Pak Bambang
mendaki dengan bersemangat, sampai pada ketinggian 1.150 meter Dia tampak bernapas
lebih cepat dan dalam. Setelah beristirahat sejenak Tim melanjutkan perjalanan ke arah
kaldera yang terletak di ketinggian 1.950 meter, akan tetapi sebelum mencapai kaldera Pak
Bambang merasa ototnya lebih lemah dan sangat mengantuk dan akhirnya jatuh pingsan.
Paramedik yang mendampingi tim ekspedisi langsung menangani Pak Bambang dan
menduga Pak Bambang mengalami hipoksia akut.

2.2

Identifikasi Istilah
Berdasarkan pada Blok 2 Modul 3 ini, kami mengidentifikasi beberapa istilah asing

yang berkaitan dengan sistem memori yaitu sebagai berikut.

2.3

Ekspedisi

: perjalanan penyelidikan ilmiah suatu daerah yang kurang dikenal.

Vulkanologi

: ilmu pengetahuan tentang gunung berapi

Pingsan
: suatu keadaan kehilangan kesadaran secara mendadak, kurangnya
aliran O2 di darah dalam otak.

Paramedik

: profesi yang memberikan pelayanan medis

Hipoksia akut

: kurangnya oksigen di tingkat jaringan yang bersifat mendadak.

Kaldera
: kawah gunung berapi yang sangat besar karena ledakan atau
runtuhan gunung berapi

Identifikasi Masalah

Sesuai kasus yang disajikan pada skenario, kami dapat mengidentifikasikan beberapa
masalah yang timbul dalam kasus tersebut sebagai berikut.
1. Mengapa pak Bambang bernafas lebih cepat dan dalam ?
2. Mengapa pak Bambang mengalami lemah otot dan mudah mengantuk kemudian
pingsan ?
3. Bagaimana paramedik menduga pak bambang hipoksia akut ?
4. Mengapa hanya pak bambang yang terkena hipoksia akut ?
5. Bagaimana cara menangani hipoksia akut pada pak bambang ?

2.4Analisa Masalah
Berdasarkan masalah masalah yang telah berhasil kami identifikasikan, kami dapat
menyimpulkan beberapa pendapat dalam diskusi sebagai hipotesa awal kami sebagai berikut.
1. -

Karena tekanan berkurang


Agar pak bambang dapat memenuhi kebutuhan oksigennya.

2. Karena Otot membutuhkan ATP maka pak bambang bernafas dalam karena
kekurangan oksigen, kurangnya oksigen di otak menyebabkaan kantuk dan kemudian
pingsan.

3. Karena ciri-ciri yang tampak pada pak bambang seperti otot melemah, mual, sakit
kepala, euforia, kejang adalah ciri-ciri hipoksia akut.

4. a.

Karena tingkat aklimatisasi pak bambang yang rendah.

b. Karena kurangnya istirahat saat mendaki dan mendaki yang terlalu cepat.

5. Dengan menggunakan pertolongan sinkop saat pingsan yaitu posisi kepala lebih
rendah dari kaki, dan dibawa ke tempat yang lebih rendah .

2.5

Strukturisasi

Respirasi pada
Keadaan Khusus
Kontrol Respirasi
Pada Keadaan
Khusus
Respirasi pada
ketinggian

Respirasi pada
saat olahraga

Rendahnya
PO2

Aklimatisasi

2.6Identifikasi Tujuan Belajar


Kami menentukan beberapa tujuan dan hal hal lain yang perlu dipelajari lebih lanjut
secara mandiri, yaitu sebagai berikut :
1. Fisiologis dan Kontrol pernapasan pada respirasi khusus
2. Acute-Mountain Sickness dan Cronic Mountain Sickness
3. Aklimatisasi dalam jangka panjang dan jangka pendek
4. Penangangan hipoksia akut dan kronik

2.7

Ciri-ciri

Perbedaan

Belajar Mandiri
Pada tahap ini masing-masing anggota diskusi kelompok kecil melakukan belajar

secara mandiri sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditentukan sebelumnya untuk
mengetahui lebih dalam terhadap materi yang akan dibahas pada diskusi kelompok kecil 2.

2.8

SINTESIS
1. Fisiologi pada saat berada pada ketinggian seperti berada diatas gunung

Pada saat seseorang diatas pegunungan maka secara otomatis tubuhnya akan
melakukan aklimatisasi sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi diatas pegunungan.
Pada saat diatas pegunungan tekanan atmosfer menjadi rendah sehingga menyulitkan
proses pernapasan didalam tubuh. Mengapa tekanan atmosfer yang rendah dapat
menghambat proses pernapasan karena pada saat tekanan atmosfer diatas pegunungan
terjadi penurunan, kadar atau fraksi oksigen tidak mengalami pengurangan sehingga
tekanan parsial oksigen di tempat tinggi menjadi turun dibawah normal dan berkisar
100 mmHg. Karena tekanan parsial oksigen diatmosfer menurun maka menyebabkan
tubuh mengaklimatisasi guna untuk menyesuaikan tekanan parsial oksigen di alveoli
dan di atmosfer. Jika seseorang gagal dalam melakukan aklimatisasi maka seseorang
tersebut akan mengalami hipoksia akut dan acute mountain sickness. Cara tubuh
untuk mengaklimatisasi terhadap perbedaan tekanan parsial yaitu dengan cara :
1. Jika ada terjadi penurunan PO2 di dalam arteri maka akan secara otomatis akan
ditangkap oleh kemoreseptor perifer karena pada dasarnya kemoreseptor perifer
ini merangsang kuat terhadap PO2 arteri. Letak kemoreseptor perifer ini terletak di
badan karotis dan badan aorta yang masing-masing terletak dipercabangan arteri
karotis komunis disisi kanan dan kiri dan diarkus aorta.
2. Karena adanya penurunan PO2 arteri secara signifikan (yaitu jika PO2 arteri turun
dibawah 60 mmHg) akan merangsang kemoreseptor untuk mengirimkan neuron
ke badan medulla untuk mempercepat dan memperdalam ventilasi untuk
memenuhi kebutuhan PO2 dalam darah.
3. Bentuk rangsangan atau tindakan yang dilakukan oleh kemoreseptor ini hanya
terjadi jika terjadi kekurangan PO2 didalam darah, bukan karena kurangnya kadar
oksigen didalam darah.
4. Jika ada terjadi peningkatan Pco2 didalam arteri maka akan merangsang
kemoreseptor sentral. Sebenarnya kemoreseptor sentral bukan merangsang
langsung terhadap Pco2 didalam darah melainkan hanya merangsang H+ yang
berada didalam CES (Cairan Ekstrasel) otak. Kemoreseptor sentral ini berada
dibatang otak. Zat-zat yang bisa dilalui didalam CES otak hanyalah senyawa gas
seperti O2 dan CO2. Karena adanya kadar H+ yang tinggi dalam CES otak maka
kemoreseptor sentral akan mengirimkan sinyal ke pusat pernapasan di medulla

untuk meningkatkan ventilasi guna untuk mengeluarkan CO2 keluar dari tubuh
menuju atmosfer.
Fisiologi pada saat melakukan kegiatan atau exercise
Pada saat kita berolahraga tubuh kita pasti memerlukan oksigen yang lebih banyak
untuk memenuhi proses metabolisme didalam tubuh terutama diotot (pada saat kita
berolahraga). Untuk mencukupi kebutuhan oksigen ini maka pernapasan pun akan
menjadi cepat dan dalam. Bentuk penyesuaian tubuh terhadap kegiatan atau exercise
juga hampir mirip dengan proses aklimatisasi saat berada di ketinggian. Penyebab
peningkatan ventilasi ini dapat dipengaruhi oleh 3 faktor kimiawi yaitu : peningkatan
Po2, peningkatan Pco2 dan peningkatan H+ akan tetapi tampaknya bukan hal ini yang
terjadi. Selain faktor kimiawi ada juga faktor lain yang berperan dalam respons
ventilasi terhadap olahraga yaitu :
1. Reflex yang berasal dari gerakan tubuh. Reseptor sendi dan otot yang tereksitasi
selama kontraksi otot secara reflex merangsang pusat pernapasan, meningkatkan
ventilasi secara mendadak. Bahkan gerakan pasif anggota badan.
2. Peningkatan suhu tubuh. Banyak dari energy yang dihasilkan selama kontraksi
otot diubah menjadi panas dan bukan melakukan kerja mekanis yang
sesunggahnya. Karena peningkatan suhu tubuh merangsang ventilasi maka
produksi panas terkait olahraga ini jelas berperan dalam respons pernapasan
terhadap olahraga. Untuk alas an yang sama, peningkatan ventilasi sering
menyertai demam
3. Pelepasan epinefrin. Hormon medulla adrenal epinefrin juga merangsang
ventilasi. Kadar epinefrin dalam darah meningkat selama olahraga sebagai respons
terhadap lepas muatan system saraf simpatis yang menyertai peningkatan aktivitas
fisik
Impuls dari korteks serebri. Khususnya pada awal olahraga, daerah motoric korteks
serebri dipercayai merangsang secara bersamaan neuron-neuron motorik otot. Hal ini
serupa pada penyesuaian kardiovaskular yang dimulai oleh korteks motoric pada awal
olahraga. Dengan cara ini, regio motoric otak mengaktifkan respons ventilasi dan
sirkulasi untuk menunjang peningkatan fisik yang dilakukannya. Penyesuaian
antisipatorik ini adalah mekanisme regulatorik umpan maju: yaitu, penyesuaian terjadi
8

sebelum faktor-faktor homeostatic berubah. Hal ini berbeda dari hal yang lebih umum
terjadi yaitu penyesuaian regulatorik untuk memulihkan homeostatis berlangsung
sesudah suatu faktor mengalami perubahan.
2.

Acute Mountain Sickness dan Kronic mountain sickness


A.Acute mountain sickness : Sejumlah kecil orang naik ke tempat tinggi dengan
cepat akan sakit mendadak dan dapat meninggal bila tida diberi oksigen atau bila
tidak dipindah ke tempat rendah.Penyakitnya timbul beberapa jam sampai 2 hari
setelah naik ke tempat tinggi.Terdapat 2 peristiwa yang sering terjadi :
a. Edema otak akut : Ini diduga sebagai akibat dari vasodilatasi lokal dari pembuluh
darah otak yang disebabkan oleh hipoksia .Dilatasi anteriol
meningkatkan

kapiler,yang

selanjutnya

menyebabkan

perembesan cairan ke dalam jaringan otak.Edema otak dapat


menjurus ke arah disorientasi berat dan efek-efek lain yang
berkaitan dengan kelainan fungsi otak.
b.Edema paru akut : Penyebab dari hal ini masih belum diketahui,tetapi diduga
sebagai berikut, Hipoksia hebat menyebabkan arteriol paru
mengalami konstriksi,tetapii konstriksi di suatu tempat terjadi
lebih hebat daripada di tempat lainnya,sehingga akan makin
banyak darah yang dipaksa mengalir melalui pembuluh paru
yang tidak mengalami konstriksi.Yamg jumlahnya semakin
sedikit .Sebagai akibatnya ialah tekanan kapiler di tempattempat tersebut menjadi tinggi sekali dan terjadilah edema
lokal.Proses itu kemudian berlanjut dan makin banyak daerah
paru yang mengalami kelainan fungsi yang berat dan dapat
mematikan.Namun

biasanya

pemberian

oksigen

akan

memulihkan proses dalam beberapa jam.


B.Cronic mountain sickness : Terkadang,orang yang terlalu lama berdiam di tempat
tinggi dapat menderita hal ini,gejalanya adalah :
1. Sel darah merah dan hematokrit meningkat tinggi sekali.
2. Tekanan arteri pulmonalis meningkat,bahkan melebihi peningkatan normal yang
terjadi pada aklimatisasi.
3. Jantung sisi kanan sangat membesar.
9

4. Tekanan perifer arteri menurun.


5. Terjadi gagal jantung kongestif.
6. kematian,kecuali dipindah ke tempat yang lebih rendah.
Penyebab dari peristiwa-peristiwa tersebut mungkin 3 hal yaitu :
1.Massa sel darah merah menjadi terlalu besar sehingga viskositas darah meningkat
beberapa kali lipat;hal ini akan menurunkan aliran darah dalam jaringan sehingga
pengangkutan oksigen juga berurang.
2.Arteriol paru mengalami spasme akibat hipoksia baru.Hal ini terjadi akibat
mekanisme kontriksi sebagai reaksi terhadap hipoksia,yang secara normal terjadi
dengan tujuan mengalihkan aliran darah dari alveoli rendah oksigen ke alveoli
tinggi oksigen.
3.Spasme arteriol pulmonalis mengalihkan banyak aliran darah ke pembuluh paru
nonalveolar,sehingga banyak darah paru yang mengalami jalan pintas tanpa
mengalami oksigenisasi,dan hal ini akan lebih mempersulit keadan. Kebanyakan
dari penderita dapat pulih kembali dalam beberapa hari atau minggu setelah
penderita itu dipindahkan ke tempat yang lebih rendah.
C.Subacute mountain sickness : Kurang lebih hampir sama seperti

acute

mountain sickness tetapi memiliki sifat persisten dan sembuh dengan turun ke
tempat yang lebih rendah.
3. Aklimatisasi
Aklimatisasi pada PO2 rendah
Sesorang yang tinggal di tempat tinggi selama beberapa hari, minggu, atau
tahun, menjadi teraklimatisasi terhadap PO2 rendah, sehingga efek buruknya terhadap
tubuh makin lama makin berkurang, dan memungkinkan orang tersebut bekerja lebih
berat tanpa mengalami hipoksia atau untuk naik ketempat yang lebih tinggi.
Prinsip-prinsip utama yang terjadi pada aklimatisasi ialah (1) peningkatan
ventilasi paru yang cukup besar, (2) peningkatan jumlah sel darah merah, (3)
peningkatan kapasitas difusi paru, (4) peningkatan vaskularisasi jaringan perifer, dan
(5) peningkatan kemampuan sel dalam menggunakan oksigen sekalipun PO2 rendah.
Aklimatisasi alami pada penduduk asli yang hidup di tempat tinggi

10

Banyak penduduk yang tinggal di pegunungan seperti Andes dan Himalaya


yang berada di atas ketinggian 13.000 kaki, bahkan sampai ketinggian 17.500-19.000
kaki. Banyak dari penduduk tersebut lahir di ketinggian dan tinggal di sana sepanjang
hidup. Dalam semua aspek aklimatisasi, penduduk asli selalu lebih superior
dibandingkan dengan penduduk luar yang sudah beraklimatisasi sebaik mungkin.
Proses aklimatisasi pada penduduk tersebut sudah dimulai sejak lahir, menyebabkan
ukuran dadanya menjadi lebih besar, sedangkan ukuran tubuh lainnya lebih kecil. Dan
jantungnya (terutama jantung kanan) menjadi lebih besar dibanding orang yang
tinggal di daerah rendah. Jantung kanan yang besar itu menyebabkan tekanan yang
tinggi dalam arteri pulmonalis sehingga dapat mendorong darah melalui kapiler paru
yang telah melebar.
Pengangkutan oksigen oleh darah ke jaringan juga jauh lebih mudah pada
orang-orang di atas. Sebagai contoh, perhatikanlah bahwa PO2 oksigen arteri pada
orang-orang yang tinggal di tempat tinggi hanya 40 mmHg, tetapi karena jumlah
hemoglobinnya lebih banyak, maka jumlah oksigen dalam darah arteri menjadi lebih
banyak dibanding oksigen dalam darah pada penduduk yang tinggal di tempat rendah.
Perhatikan juga bahwa PO2 vena pada penduduk di tempat tinggi hanya 15 mmHg
lebih rendah daripada PO2 vena penduduk di tempat rendah, sekalipun PO2nya
rendah. Ini menunjukkan bahwa pengangkutan oksigen ke jaringan adalah lebih baik
pada penduduk yang secara alami telah mengalami aklimatisasi

4.

Hipoksia
berdasarkan jangka waktu : terbagi menjadi 2 yaitu kronis dan akut.

Akut : saat tekanan parsial O2 turun ketika berada di ketinggian tekanan parsial
di alveolus juga turun hingga 60 mm Hg juga frekwensi dan kedalaman
pernapasan maka hal ini akan menyebabkan kekurangan O2 di tingkat jaringan.
Hal ini dapat memicu kemoreseptor perifer mengerimkan impuls aferen ke
kemoreseptor sentral yang mnyebabkan peningkatan frekwensi dan kedalaman
pernapasan.

11

Kronis : hipoksia kronis tidak hanya terjadi pada orang yang tinggal lama di
ketinggian namun dapat di karenakan oleh penyakit jantung paru yang menahun
yang memberikan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan O2 di tingkat jaringan.

Ciri-cirinya :

Kronis :
Polycythemhia
Hypertropi ventrikel kanan
Dipsnu
Kelelahan
Papill edema
Arrthythmias

Akut:
Takikardia
Meningkatnya frekwensi pernapasan
Dipsnu
Gelisah
Penglihatan yang buram
Europia
Koma
Kematian

Pengobatan : Terapi O2
12

O2 dapat di berikan dengan cara sebagai berikut :


1) meletakkan kepala pasien di dalam suatu tenda berisi udara yang mengandung
oksigen
2) pasien bernapsan dengan O2 murni atau O2 dengan konsentrasi tinggi dan sebuah
masker
3) pemberian O2 melalui selang intranasal.
Pada hipoksia atmosferik, terapi O2 dapat memperbaiki kekurangan kadar O2
dalam udara inspirasi secra sempurna dan oleh itu memberi hasil terapi 100% efektif.
Pada hipoksia hipoventilasi seseorang yang bernapas dengan O2 100%, setiap kali
bernapas dapat mengalirkan O2 ke dalam alveoli lima kali lebih banyak dari pada bila
bernapas dengan udara normal. Tetapi penggunaan ini tidak berguna pada keadaan
kelebihan CO2 dalam darah yang juga di sebabkan oleh hipoventilasi.
Pada hipoksia yang disebabkan oleh gangguan difusi membran alveolus, pada
dasarnya terjadi efek yang sama seperti pada hipoksia hipoventilasi, karena terapi O2
dapat meningkatan PO2 dalam alveoli paru dari nilai normal kira-kira 100 mmHg
sampai setinggi 600 mmHg. Hal ini meningkatkan gradien tekanan O2 untuk difusi O2
dri alveoli ke darah dari nilai normal 60 mmHg hingga menjadi 560 mmHg atau
peningkatan yang lebih dari 800 %. Manfaatnya bahwa darah paru pada pasien dengan
edema paru mengambil O2 tiga sampai empat kali lebih cepat daripada tanpa terapi.
Pada hipoksia yang disebabkan oleh anemia, kelainan transpor O2 oleh
hemoglobin, defisiensi sirkulais, atau pintasan fisiologis, maka terapi O2 nilainya jauh
lebih rendah, karena dalam alveoli telah terdapat oksigen yang normal. Masalah
sebenarnya adalah salah satu mekanisme atau lebih untuk mengangkut oksigen dari
paru ke jaringan menjadi berkurang. Walaupun demikian, sejumlah kecil O2 tambahan,
antara 7 sampai 30%, dapat di angkut dalam keadaan terlarut dalam darah bila O2
alveolus ditingkatkan hingga mencapai maksimum, walaupun jumlah yang di angkut
oleh hemoglobin sangat berubah. Jumlah O2 tambahan yang sedikit ini mungkin
berbeda antara keadaan hidup dan mati.
Pada berbagai jenis hipoksia akibat penggunaan O2 jaringan yang tidak adekuat,
abnormalis yang terjadi bukan pada pengambilan O2 oleh paru atau pun transpornya ke
jaringan, melainkan karena sistem enzim metabolik jaringan yang tidak mampu

13

menggunakan O2 yang di kirimkan. Oleh karena itu, masih diragukan terapi O2 adalah
suatu terapi yang bermanfaat.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1

KESIMPULAN
Seseorang manusia selalu menyesuaikan fungsi tubuhnya dimanapun tempatnya untuk

dapat menyesuaikan dengan lingkungan. Proses penyusuaian tersebut adalah aklimatisasi.


Pada skenario yaitu naik gunung, aklimatisasi yang dilakukan adalah peningkatan ventilasi
guna untuk memenuhi kebutuhan oksigen agar terpenuhi. Peningkatan ventilasi ialah suatu
proses aklimatisasi tersebut.
Prinsip-prinsip utama aklimatisasi:
1. Peningkatan ventilasi
2. Peningkatan produksi eritrosit
3. Peningkatan kapasitas difusi
4. Pertumbuhan vaskularisasi jaringan
5. Peningkatan kemampuan sel dalam menggunakan O2

3.2

SARAN
Dengan mengetahui modul ini, dapat mempermudah kita untuk mengetahui proses

proses aklimatisasi. Dan dengan mengetahui ini kita dapat mempersiapkan diri dalam
mendaki gunung

14

DAFTAR PUSTAKA
Sherwood, L. (2011). Fisiologi manusia : Dari Sel ke Sistem (Ed. 6). Jakarta : EGC
Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Ed. 12). Jakarta : EGC

15

Anda mungkin juga menyukai