BLOK
KELOMPOK A-9
Ketua : Maygel Nahren (1102019121)
Sekretaris : Fetricia Catherina (1102019079)
Anggota : 1. Alaric Casta Rafi (1102019009)
2. Annisa Amelia (1102019129)
3. Avia Nurul Azzahra (1102019037)
4. Dafa Zenobia (1102019051)
5. Dwi Wisnu Prasetyo (1102019065)
4. Fetricia Catherina (1102019079)
6. Hasyajogi Tiara Harahap (1102019093)
7. Khaura Tsabitha Baraba (1102019107)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018/2019
Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21.424457
Daftar Isi
SKENARIO 3
KATA SULIT 4
PERTANYAAN 5
JAWABAN 6
HIPOTESIS 7
SASARAN BELAJAR 8
LO 1: Memahami dan Menjelaskan Peran Oksigen Dalam Tubuh 8
LO 2: Memahami dan Menjelaskan Pengaturan Suhu Dalam Tubuh 12
LO 3: Memahami dan Menjelaskan Hipoksia 13
LO 4: Memahami dan Menjelaskan Hipotermia 17
Daftar Pustaka 20
2
SKENARIO
Pendaki Gunung Sumbing
Dua pendaki Gunung Sumbing terpaksa dievakuasi oleh tim SAR Kabupaten Temanggung
Jawa Tengah. Mereka dilaporkan mengalami hipoksia akut dan hipotermia. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah melaporkan peristiwa hipotermia
terjadi karena kurangnya persiapan saat mendaki. Menurut keterangan dokter yang merawat
dua pendaki tersebut, jika keadaan hipotermia tidak segera ditangani dapat menyebabkan
kegagalan fungsi tubuh yang lebih dikenal sebagai Mountain Sickness Acute.
3
KATA SULIT
1. Hipoksia : Penurunan asupan oksigen ke jaringan di bawah kadar
fisiologis sekalipun perfusi darah ke jaringan memadai
2. Hipotermia : Kondisi dimana mekanisme tubuh dalam pengaturan
suhu mengalami kesulitan mengatasi suhu dingin
3. Mountain Sickness Acute : Kondisi tidak normal yang terjadi pada tubuh disaat
berada pada ketinggian
4. Evakuasi : Suatu tindakan memindahkan seseorang ke tempat
yang lebih aman agar menjauh dari ancaman atau kejadian yang berbahaya
4
PERTANYAAN
1. Apa penyebab hipoksia akut ?
2. Bagaimana hipotermia bisa terjadi ?
3. Bagaimana hipoksia bisa terjadi ?
4. Apakah faktor usia mempengaruhi terkenanya hipotermia ?
5. Bagaimana pertolongan pertama pada hipoksia dan hipotermia ?
6. Gejala apa saja yang ditimbulkan oleh hipoksia dan hipotermia ?
7. Bagaimana persiapan sebelum mendaki ?
8. Pada ketingggian berapa seseorang bias terkena hipoksia ?
9. Bagaimana respon tubuh saat mengalami hipotermia ?
10. Upaya yang dapat dilakukan guna mencegah hipoksia ?
11. Komplikasi penyakit apa saja yang dapat ditimbulkan oleh hipoksia dan
hipotermia ?
12. Bagaimana diagnosa jika seseorang terkena hipoksia ?
13. Upaya penanganan hipoksia dan hipotermia ?
14. Pada suhu berapa seseorang bisa terkena hipotermia ?
15. Hubungan antara hipoksia dan hipotermia ?
5
JAWABAN
1. Hipoksia akut disebabkan oleh melakukan aktivitas berat, dalam situasi kebakaran
atau dalam ruang sempit atau sedang berada di tempat yang tinggi.
2. Saat merasa kedinginan tubuh akan membentuk mekanisme pengaturan kestabilan
suhu dengan cara melebarkan pembuluh darah. Jika suhu tubuh menurun drastis dan
dibawah batas normal maka panas yang dihasilkan tubuh tidak sebanyak yang hilang
maka saat itulah terjadi hipotermia.
3. Ketika suhu tubuh menurun pada saat itu kebutuhan oksigen meningkat, jika
hemoglokbin pada darah tidak mengikat oksigen maka akan menyebabkan keadaan
hipoksia.
4. Ya, karena saat itu fungsi tubuh semakin melemah dan mengakibatkan sistem
metabolisme menurun dan dapat menyebabkan risiko terjadinya hipotermia lebih
tinggi.
5. Pada hipoksia diberikan supply oksigen dan pada hipotermia diberikan pakaian yang
menghangatkan atau lebih tebal dan mengonsumsi yang dapat menghangatkan tubuh.
6. Pada hipoksia gejala yang ditimbulkan ialah bernafas pendek, lemas, dan konsentrasi
menurun. Sedangkan pada hipotermia menggigil dan sulit bergerak atau kaku.
7. -memakai dan membawa pakaian hangat dan nyaman
-membawa supply oksigen
-membawa obat-obatan pribadi
-membawa asupan yang cukup
-membawa alas tidur seperti matras atau sleeping bag
8. Pada ketinggian >2000mdpl
9. Saat suhu lingkungan menurun maka metabolisme tubuh akan naik dan mengeluarkan
panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
10. -istirahat yang cukup
-asupan pokok tercukupi
-tidak merokok
-latihan fisik sebelum mendaki
11. -vertigo
-kejang
-katarak
-pneumonia
-perubahan perilaku
-kematian pada jaringan organ
12. -melakukan pemeriksaan darah
-memasangkan alat pulse oksimentry
13. Pada keadaan hipoksia diberi alat bantu pernafasan dan melakukan terapi oksigen
hiperbarik, sedangkan pada hipotermia dimasukkan dalam ruangan yang hangat.
14. ≤ 35℃ (suhu tubuh)
15. Saat kadar oksigen yang masuk dalam tubuh menurun (hipoksia) maka metabolisme
dalam tubuh terganggu sehingga tidak dapat beradaptasi dengan suhu lingkungan
sekitarnya (hipotermia).
6
HIPOTESIS
Saat seseorang berada di dataran tinggi akan mengalami kekurangan kadar oksigen (Hipoksia)
yang menyebabkan sesak napas, lemah dan terganggunya metabolisme tubuh, sehingga
mengakibatkan tubuh tidak dapat beradaptasi dengan suhu lingkungan sekitar (Hipotermia).
Jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat akan mengakibatkan kematian untuk menghindari
hal tersebut maka penanganan dapat dilakukan dengan cara menggunakan alat bantu
pernapasan dan memakai pakaian yang hangat. Oleh sebab itu maka dianjurkan untuk
beristirahat serta melalukan latihan fisik sebelum mendaki.
7
SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan menjelaskan Peran Oksigen Dalam Tubuh
1.1 Definisi
Merupakan unsur kimia berupa gas dengan simbol O, nomor atom 8 dan berat
atom 15,9994. Gas oksigen diatomik merupakan 20,8% dari volume udara.
Oksigen adalah zat tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan terdapat bebas
di udara serta dalam kombinasi pada sebagian besar zat padat, cair, dan gas non
unsur.
1.2 Peranan
Oksigen penting untuk makhluk hidup karena merupakan unsur penting dari DNA
dan hampir semua bahan biologis penting lainnya.
Dua per tiga tubuh manusia terdiri dari oksigen. Sel manusia membutuhkan
oksigen untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme, karena oksigen
merupakan komponen penting pada pembentukan Adenosin Trifosfat (ATP). ATP
adalah sumber energi untuk melakukan aktivitas seluler secara maksimal dan
memelihara efektivitas segala fungsi tubuh.
Bila oksigen yang tersedia banyak maka mitokondria akan memproduksi ATP.
Tanpa oksigen, mitokondria tidak akan membuat ATP. Jika oksigen dalam jumlah
yang sedikit, tubuh akan tetap menghasilkan ATP pada sitosol melalui proses
glikolisis dan merupakan reaksi anaerob. Tapi jumlah yang dihasilkan tidak
sebanyak yang dihasilkan mitokondria. Oleh karena itu, jika tubuh terus menerus
dalam keadaan tanpa oksigen maka sel akan kehilangan fungsinya.
8
Pada pernapasan luar, darah akan masuk ke dalam kapiler paru-paru yang
mengangkut sebagian besar karbon dioksida sebagai ion bikarbonat (HCO3–)
dengan persamaan reaksi seperti berikut.
H2CO3 ⇒ H2O+CO2
Enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel-sel darah merah dapat
mempercepat reaksi. Ketika reaksi berlangsung, hemoglobin melepaskan ion-
ion hidrogen yang telah diangkut; HHb menjadi Hb. Hb merupakan singkatan
dari haemoglobin, yaitu jenis protein dalam sel darah merah. Selanjutnya,
hemoglobin mengikat oksigen dan menjadi oksihemoglobin (HbO2).
Hb+O2⇒HbO2
Selama pernapasan luar, di dalam paru-paru akan terjadi pertukaran gas yaitu
CO2 meninggalkan darah dan oksigen masuk ke dalam darah secara difusi.
Terjadinya difusi O2 dan CO2 ini karena adanya perbedaan tekanan parsial.
Tekanan udara luar sebesar 1 atm (760 mmHg), sedangkan tekanan parsial O 2
di paru-paru sebesar ± 160 mmHg. Tekanan parsial pada kapiler darah arteri ±
100 mmHg, dan di vena ± 40 mmHg. Hal ini menyebabkan O 2 dari udara
berdifusi ke dalam darah.
Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena ± 47 mmHg, tekanan parsial
CO2 dalam arteri ± 41 mmHg, dan tekanan parsial CO2 dalam alveolus ± 40
mmHg. Adanya perbedaan tekanan parsial tersebut menyebabkan CO2 dapat
berdifusi dari darah ke alveolus.
HbO2⇒Hb+O2
Difusi oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan jaringan dapat
terjadi, karena tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah
dibandingkan di dalam darah. Hal ini disebabkan karena sel-sel secara terus
menerus menggunakan oksigen dalam respirasi selular.
9
Dalam keadaan biasa, tubuh kita menghasilkan 200 ml karbon dioksida per
hari. Pengangkutan CO2 di dalam darah dapat dilakukan dengan tiga cara
berikut.
CO2 + Hb ⇒ HbCO2
3) Sekitar 6–10% CO2 diangkut plasma darah dalam bentuk senyawa asam
karbonat (H2CO3).
a. Penyangga Karbonat
10
Penyangga karbonat berasal dari campuran asam karbonat ( H 2CO3 ) dengan
basa konjugasi bikarbonat ( HCO3 ).
b. Penyangga Hemoglobin
Pada darah, terdapat hemoglobin yang dapat mengikat oksigen untuk
selanjutnya dibawa ke seluruh sel tubuh. Reaksi kesetimbangan dari larutan
penyangga oksi hemoglobin adalah:
HHb + O2 (g) 2 - + H +
c. Penyangga Fosfat
Pada cairan intra sel, kehadiran penyangga fosfat sangat penting dalam
mengatur pH darah. Penyangga ini berasal dari monohidrogen fosfat (HPO 3
2-
). campuran dihidrogen fosfat (H2PO4 - ) dengan H2PO4- (aq) + H + (aq) 2 PO4
(aq)
11
Dalam kondisi normal tubuh menghasilkan sekitar 200 cc karbon dioksida dan
setiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc karbon dioksida. Hal tersebut
menyebabkan terbentuknya asam karbonat dan pH darah menjadi asam (4,5).
Dengan adanya ion Na+ dan K+, keasaman darah dapat dinetralkan.
12
Proses mekanisme pengaturan suhu tubuh pada kondisi dingin
Pada kondisi dingin tubuh akan mengalami hal-hal berikut.
1. Keringat tidak dihasilkan.
2. Otot di bawah kulit berkontraksi sehingga kantong rambut tegak. Ini menyebabkan
rambut berdiri untuk menangkap panas. Kontraksi otot menimbulkan bintil-bintil
kecil di tubuh, kondisi ini biasa kita sebut dengan istilah merinding.
3. Arteri yang membawa darah ke bawah permukaan kulit berkontraksi. Dengan
demikian darah tidak menuju ke dekat permukaan kulit. Ini mencegah darah
membuang panas ke lingkungan sehingga suhu tubuh tidak turun.
4. Otot menerima pesan dari hipotalamus untuk menggigil. Menggigil akan
meningkatkan produksi panas karena merupakan reakasi eksotermik di sel otot.
Mengigil lebih efektif daripada berolahraga untuk menghasilkan panas karena
organisme tetap diam. Dengan demikian, lebih sedikit panas yang hilang ke
lingkungan melalui konveksi.
Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan suhu tubuh saat kondisi dingin
Kita juga bisa melakukan usah untuk meningkatkan suhu tubuh. Hal-hal berikut ini
merupkan hal yang umum kita lakukan saat tubuh merasa dingin.
1. Menggunakan selimut atau pakaian tebal. Selimut atau akaian tebal akan
menghalangi udara udara lingkungan yang dingin masuk, dan sebaliknya juga
mencegah radiasi panas dari tubuh keluar. Jadi radiasi panas dari tubuh
terperangkap di bawah selimut atau pakaian tebal sehingga kita merasa hangat.
2. Memegang benda hangat juga bisa meningkatkan pansa tubuh misalnya minuman
hangat seperti teh, kopi atau susu. Ini adalah cara kita mendapatkan panas secara
konduksi dari gelas hangat tersebut.
3. perapian atau api unggun juga biasa digunakan untuk menghangatkan diri
3.2 Penyebab
Berdasarkan jenisnya hipoksia dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :
1) Hipoksia hipoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena
kurangnya oksigen yang masuk ke dalam paru-paru. Sehingga oksigen dalam
darah menurun kadarnya. Kegagalan ini dapat disebabkan oleh adanya
sumbatan/obstruksi di saluran pernapasan.
2) Hipoksia anemik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan oleh karena
hemoglobin dalam darah tidak dapat mengikat atau membawa oksigen yang
cukup untuk metabolism seluler. Seperti keracunan karbon monoksida (CO2).
13
3) Hipoksia stagnan adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena hemoglobin
dalam darah tidak mampu membawa oksigen ke jaringan yang disebabkan
kegagalan sirkulasi seperti heart failure atau embolisme.
4) Hipoksia histotoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan oleh karena
jaringan yang tidak mampu menyerap oksigen. Salah satu contohnya
merupakan keracunan sianida. Sianida dalam tubuh akan mengaktifkan
beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal, terutama sitokrom
oksidase dengan mengikat bagiann ferric heme group dari oksigen yang
dibawa darah.
3.3 Gejala
Gejala dan tanda-tanda hipoksia bersifat nonspesifik dan mirip dengan gagal
jantung dan kondisi lainnya. Walau banyak pasien dengan hipoksia mengalami
dyspnea (sulit bernafas), manifestasi klinik cenderung mengarah secara
neuorologis dan kardiovasukuler daripada pernafasan. Walau sianosis seharusnya
muncul saat hemoglobin ter-deoksigenasi lebih dari 5gr/dL, tanda-tandanya cukup
beragam pada tiap pasien saat mendeteksi hipoksemia. Gejala dan tanda hipoksia
adalah dyspnea atau sesak nafas, respiratory distress, kelelahan, sianosis atau
perubahan warna pada kulit menjadi biru keunguan, palpitasi, takipnea, pusing,
takikardia, agitasi,kardiak disritmia, sakit kepala, hipertensi, tremor, hipotensi,
asteriksis, letalergi, diaforesis. Berdasarkan apa yang digunakan saat inspirasi,
gejala hipoksia terdiri dari 2:
5) Gejala hipoksia saat bernafas dengan udara biasa Terdapat berbagai
mekanisme kompensasi untuk meningkatkan toleransi pada ketinggian
(aklimatisasi) yang bekerja untuk jangka waktu tertentu. Namun pada subjek
yang tidak teraklimatisasi gejala mental seperti iritabilitas, muncul pada
ketinggian ± 3.700m. Pada ketinggian 5.500m gejala hipoksia menjadi berat,
dan pada ketinggian 6.100m umumnya kesadaran mulai menghilang.
6) Gejala hipoksia saat bernafas dengan oksigen. Jika kita bernafas 100% O2,
faktor pembatas pada toleransi terhadap ketinggian adalah tekanan atmosfer
total. Diatas ketinggian 10.400m peningkatan ventilasi akibat rendahnya PO2
alveolus akan sedikit menurunkan PCO2 alveolus, tetapi pada ketinggian
13.700m dengan barometer lingkungan sebesar 100mmHg, PO2 alveolus
maksimum yang dapat di pertahankan saat bernafas dengan 100% O2 adalah
40mmHg. Pada ketinggian 14.000m kesadaran akan hilang meski diberi 100%
O2. Berdasarkan kosensus Lake Louis, hipoksia pada ketinggian atau Acute
Mountain Sickness (AMS) adalah sebuah spektrum penyakit dimana ada
beberapa tahap dan berbeda keparahannya.
Acute Mountain Sickness (AMS) Muncul ketika baru mencapai
ketinggian yang baru. Gejala berupa sakit kepala atau salah satu dari
mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, lemas, pusing, sulit tidur.
High Altitude Cerebral Edema (HACE) Dianggap sebagai versi AMS
yang lebih parah. Hal-hal yang dapat terjadi yaitu perubahan status
14
kesadaran atau ataksia(ketidakseimbangan koordinasi gerak) pada
seseorang yang diduga AMS.
High Altitude Pulmonary Edema (HAPE) Dengan gejala sulit bernafas
ketika istirahar, batuk-batuk, dada terasa tidak enak (rasa tertekan),
lemah/kemampuan tubuh menurun.
3.4 Diagnosa
Dokter dapat mendiagnosis hipoksia dengan mengevaluasi tingkat gas oksigen
dalam darah dengan menggunakan pulse oksimeter, atau mengukur langsung pada
sampel darah yang diambil dari arteri. Bacaan oksimeter yang normal adalah
sekitar 95% sampai 100%. Jika tingkat oksigen bernilai 90% atau di bawahnya,
terdapat kemungkinan dalam kondisi hipoksia. Tes-tes lain mungkin diperlukan
dalam beberapa kasus jika dokter ingin memeriksa apakah ada potensi masalah
lain seperti keracunan karbon monoksida yang menjadi penyebab hipoksia. Tes
tersebut dapat berupa tes fungsi paru-paru, bersamaan dengan tes lain untuk
membantu menentukan penyebab rendahnya tingkat saturasi oksigen.
3.5 Mekanisme
Mula-mula hipoksia menyebabkan fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP
oleh mitokondria. Penurunan ATP merangsang fruktokinase dan fosforilasi,
menyebabkan glikolisis aerobic. Glikogen dapat menyusut, asam laktat dan fosfat
anogranik terbentuk sehingga menurunkan pH intrasel.
15
Pemeliharaan okseginasi jaringan tergantung pada 3 sistem organ:
1. System kardiovaskular
2. Hematologi
3. Respirasi
3.6 Komplikasi
Hipoksia yang terlambat diatasi dapat mengakibatkan kerusakan sel, jaringan,
maupun organ, dan dapat menyebabkan kematian.Namun hipoksia yang ditangani
dengan pemberian oksigen juga dapat menimbulkan komplikasi. Pemberian
oksigen secara berlebihan justru dapat meracuni jaringan tubuh (hiperoksia). Hal
ini bisa menyebabkan:
1. Katarak
2. Vertigo
3. Kejang
4. Perubahan perilaku
5. Pneumonia
3.7 Penanganan
Pertolongan pertama ketika menghadapi hipoksia dengan melakukan tindakan
ABC, Air way, breathing dan circulation.
16
LO 4. Memahami dan Menjelaskan Hipotermia
4.1 Pengertian
Hipotermia adalah suatu kondisi mana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu
kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin, Hipotermia juga dapat didefinisikan
sebagai suhu bagian dalam tubuh di bawah 35 °C. Tubuh manusia mampu
mengatur suhu pada zona termonetral, yaitu antara 36,5-37,5 °C. Lokasi
pengukuran suhu inti tubuh mencakup rektal, esofageal, atau membran timpani
yang dilakukan secara benar.
4.2 Penyebab
1. Berada di Lingkungan yang dingin terlalu lama
4. Dehidrasi
4.3 Gejala
Gejala hipotermia bervariasi, tergantung kepada tingkat keparahannya. Berikut ini
merupakan gejala hipotermia dari yang ringan hingga berat:
1. Hipotermia Ringan (34-36℃)
Gejala yang terjadi pada penderita hipotermia ringan adalah menggigil secara
hebat, terutama pada ekstremitas; sulit berjalan dan berbicara; mengalami
pernapasan dengan frekuensi lebih dari 24 kali per menit (takipnea); denyut
jantung berdetak lebih cepat daripada denyut jantung normal (takikardi);
pernapasan cepat dan biasanya dangkal (hiperventilasi); berkemih terus-
menerus karena “cold diuresis”.
Gejala pada penderita hipotermia berat adalah tekanan darah menjadi rendah
(hipotensi), nadi lemah, edema paru, koma, aritmia ventrikel, dan henti
jantung.
17
Kulit pucat dan terasa dingin ketika disentuh
Mati rasa
Menggigil
Respons menurun
Gangguan bicara
Penurunan kesadaran
Sesak napas
4.4 Diagnosa
Seseorang dapat dipastikan menderita hipotermia melalui gejala atau tanda yang
terlihat secara fisik. Akan tetapi, mengingat seringkali seseorang tidak menyadari
bahwa dirinya menderita hipotermia, maka pemeriksaan darah juga dapat
membantu mengonfirmasi hipotermia dan tingkat keparahannya.
4.5 Mekanisme
Mekanisme terjadinya hipotermia sama dengan mekanisme kehilangan panas
tubuh. Kehilangan panas tubuh dapat terjadi melalui beberapa proses, yaitu radiasi,
konduksi, konveksi, dan evaporasi. Berikut penjelasannya:
1. Radiasi. Semakin dingin suhu lingkungan di sekitar Anda, maka semakin besar
pula panas tubuh yang akan Anda keluarkan (radiasi). Tubuh manusia
menghasilkan panas yang diradiasi melalui kulit. Panas tersebut diradiasi dari
kulit ke pakaian, lalu ke lingkungan di sekitar Anda. Dengan menggunakan
pakaian yang tepat, Anda dapat meminimalisir kehilangan panas tubuh, juga
mencegah kehilangan panas tubuh melalui proses lain.
2. Konduksi. Proses ini terjadi ketika Anda bersentuhan secara langsung dengan
objek atau permukaan yang basah. Air dapat menghilangkan panas pada tubuh
Anda 25 kali lebih cepat ketimbang angin.
3. Konveksi. Konveksi adalah proses dimana panas tubuh hilang terbawa oleh
hembusan angin atau air yang bersentuhan langsung dengan kulit.
4. Evaporasi. Ketika keringat pada kulit atau pakaian Anda yang basah menguap,
maka pada saat itu Anda sedang kehilangan panas tubuh. Proses ini
menggambarkan kehilangan panas tubuh melalui perubahan cairan menjadi
gas, atau yang disebut dengan evaporative heat loss. Pakaian yang lembab
dapat menyebabkan meningkatnya kehilangan panas tubuh melalui proses
konduksi, dan evaporasi.
4.6 Komplikasi
a. Hipotermia ringan (32 – 35 ˚C)
Takikardi
Takipnea
18
Hiperventilasi
Sulit berjalan dan berbicara
Mengigil
Sering berkemih karena “cold diuresis”
Nadi berkurang
pernapasan dangkal dan pelan
berhenti menggigil
reflex melambat
pasien menjadi disorientasi
sering terjadi aritmia
hipotensi
nadi lemah
edema paru
koma
aritmia ventrikel
henti jantung
4.7 Penanganan
Memberikan pakaian yang hangat
Memberikan minuman yang hangat
Memakai selimut
Berpindah tempat yang lebih kering dan hangat
19
Daftar Pustaka
http://repository.unimus.ac.id/860/3/BAB%20II.pdf
http://repository.ump.ac.id/189/3/BAB%20II_Wahyu%20Tri%20W..pd
20