Anda di halaman 1dari 24

AYU FITROTUN NISA 201

0
LI LBM 1
PINGSAN SETELAH KEPALA TERBENTUR
SGD 13

1.

Mengapa didapatkan penurunan kesadaran dan mekanismenya?


GCS menurun penurunan kesadaran
Akibat adanya cedera otak maka pembuluh darah otak akan melepaskan
serotonin bebas yang berperan akan melonggarkan hubungan antara
endotel dinding pembuluh darah sehingga lebih perniabel, maka Blood
Brain Barrier pun akan terganggu, dan terjadilah oedema otak regional
atau

diffus

(vasogenik

oedem

serebri)

Oedema serebri lokal akan terbentuk 30 menit sesudah mendapat trauma


dan kemudian oedema akan menyebar membesar. Oedema otak lebih
banyak melibatkan sel-sel glia, terutama pada sel astrosit (intraseluler)
dan ekstraseluler di substansia alba. Dan ternyata oedema serebri itu
meluas berturut-turut akan mengakibatkan tekanan intra kranial meninggi,
kemudian terjadi kompresi dan hypoxic iskhemik hemisfer dan batang
otak dan akibat selanjutnya bisa menimbulkan herniasi transtetorial
ataupun

serebellar

yang

berakibat

fatal.

Ada sekitar 60-80 % pasien yang meninggal dikarenakan menderita


trantetorial herniasi dan kelainan batang otak tanpa adanya lesi primer
akibat trauma langsung pada batang otak. Kerusakan yang hebat yang
disertai

dengan

kerusakan

batang

otak

akibata

proses

diatas

mengakibatkan kelainan patologis nekroskortikal, demyelinisasi diffus,


banyak neuron yang rusak dan proses gliosis, sehingga jika penderita tidal
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 1

AYU FITROTUN NISA 201


0
meninggal maka bisa terjadi suatu keadaan vegetatif dimana penderita
hanya dapat membuka matanya tanpa ada daya apapun (akineticmutism/coma

vigil,

apallic

state,

locked

in

syndrome).

Akinetic mutism coma vigil lesi terutama terjadi pada daerah basal frontal
yang bilateral dan/atau daerah mesensefalon posterior. Locked in
syndrome kerusakan terutama pada eferen motor pathway dan daerah
depan pons. Apallic states kerusakan luas pada daerah korteks serebri.
Sistem peredaran darah otak mempunyai sistem autoregulasi untuk
mempertahankan Cerebral Blood Flow (CBF) yang optimal sehingga
Tekanan Perfusi Otak (TPO) juga adekuat (TPO minimal adalah sekitar 4050 mmHg untuk mensuplai seluruh daerah otak). Jika Tekanan Intra
Kranial (TIK) meninggi maka menekan kapiler serebral sehingga terjadi
serebral hipoksia diffus mengakibatkan kesadaran akan menurun.
Jika kenaikan TIK terlalu cepat maka Cushing respons tidaklah bisa selalu
terjadi. Demikian pula jika penurunan tekanan darah sistemik terlalu cepat
dan terlalu rendah maka sistem autoregulasi tidak dapat berfungsi dan
CBF pun akan menurun sehingga fungsi serebral terganggu.
Sumber : Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita
Selekta Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000

Kerusakan primer dan sekunder apa saja?????


2.
Apa saja jaringan pelindung otak terhadap trauma eksternal?

LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 2

AYU FITROTUN NISA 201


0

3.

Mengapa pasien mengeluh muntah-muntah beberapa kali sebelum pingsan?


Muntah
Peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi juga merangsang pusat muntah
yang terletak di daerah postrema medulla oblongata di dasar ventrikel keempat
dan secara anataomis berada didekat pusat salivasi dan pernapasan, menerima
rangsang yang berasal dari korteks serebral, organ vestibuler, chemoreseptor
trigger zone ( CTZ ), serabut aferen dan system gastrointestinal. Impuls ini
ekmudian akan dihantarkan melalui serabut motorik yang melalui saraf kranialis
V,VII,IX,X dan XII ke traktus GIT bagian atas dan melalui saraf spinalis ke
diafragma dan otot abdomen. Akibatnya akan terjadi pernafasan yang dalam,
penutupan glotis, pengangkatan palatum mole untuk menutup nares posterior.
Kemudian kontraksi yang kuat kebawah diafragma bersama dengan rangsangan
kontraksi semua otot abdomen akan memeras perut diantara diafragma dan
otot-otot abdomen,membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang
tinggi, diikuti dengan relaksasi otot sfingter oesopagus sehingga terjadi
pengeluaran isi lambung ke atas melalui oesopagus. Hal ini yang menyebabkan
muntah.
Sumber : Listiono D, editor. Tekanan Tinggi Intrakranial. In: Ilmu bedah saraf
satyanegara. Edisi ketiga. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1998; p. 122-3.
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 3

AYU FITROTUN NISA 201


0
4.

Mengapa didapatkan echymosis periorbital bilateral, epistaksis dan otorehea?


EPISTAKSIS
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot
didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena
tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.
Bila ada cedera otak, dapat merobek a.carotis interna yang menimbulkan
perdarahan pada hidung, mulut dan telinga.
Sumber : PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranioserebral tanggal 3 November 2007. Pekanbaru : PERDOSI;2007.

5.
6.

Bagaimana proses dan interpretasi battles sign bilateral?


Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan untuk diagnosis pasien tsb?
1.CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi
dan perubahan

luasnya
jaringan

lesi,
otak.

perdarahan,
Catatan

determinan

ventrikuler,

mengetahui

Untuk

adanyainfark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri


2.MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3.Cerebral Angiography

LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 4

AYU FITROTUN NISA 201


0
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan
otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4.EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5.X-Ray
Mendeteksi

perubahan

struktur

tulang

(fraktur),

perubahan

struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.


6.BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7.PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8.CSF, Lumbal Pungsi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan
untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9.ABGs
Mendeteksi

keberadaan

ventilasi

atau

masalah

pernapasan

(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial


10.Kadar Elektrolit
Untuk

mengkoreksi

keseimbangan

elektrolit

sebagai

akibat

peningkatantekanan intrkranial

LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 5

AYU FITROTUN NISA 201


0
11.Screen Toxicologi
Untuk

mendeteksi

pengaruh

obat

sehingga

menyebabkan

penurunankesadaran
Sumber : PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranioserebral tanggal 3 November 2007. Pekanbaru : PERDOSI;2007.

7.

Bagaimana penilaian GCS dan interpretasinya?


Skor Skala Koma Glasgow

Glasgow Coma Scale, yaitu suatu skala untuk menilai secara kuantitatif
tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi.
Ada tiga aspek yang dinilai, yaitu reaksi membuka mata ( eye opening),
reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi gerakan lengan serta tungkai
(motor respons)1,3.
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan
menjadi:
Cedera kepala ringan, bila GCS 13 15
Cedera kepala sedang, bila GCS 9 12
Cedera kepala berat, bila GCS 3 8

Glasgow Coma Scale


I.

Reaksi membuka mata


4 Buka mata spontan

LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 6

AYU FITROTUN NISA 201


0
3 Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara
2 Buka mata bila dirangsang nyeri
1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
II.

Reaksi berbicara
5 Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
4 Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
3 Dengan rangsangan, reaksi hanya kata, tak berbentuk kalimat
2 Dengan rangsangan, reaksi hanya suara, tak terbentuk kata
1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

III.

Reaksi gerakan lengan/tungkai


6 Mengikuti perintah
5 Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan
4 Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
3 Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
2 Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
1 Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi.
Penderita yang sadar baik (composmentis) dengan reaksi membuka mata
spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi baik, mempunyai nilai GCS
total sebesar 15. Sedang pada keadaan koma yang dalam, dengan
keseluruhan otot-otot ekstremitas flaksid dan tidak ada respons membuka
mata sama sekali, nilai GCS-nya adalah 3
Komponen Mata

LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 7

AYU FITROTUN NISA 201


0

Komponen Motorik

LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 8

AYU FITROTUN NISA 201


0
Komponen Verbal

Sumber : R.Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah


Edisi 2. Jakarta: EGC

8.
9.

Setelah dilakukan pemeriksaan radiologi, kemungkinan apa yang didapat?


Dalam keadaan apa dapat dilakukan alloanamnesa?

10.

Apa yang dimaksud hokum monrow kelli?


a. Hukum Monroe-Kellie
Volume intrakranial adalah tetap karena sifat dasar dari tulang
tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama
dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan
otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).
Vic = V br+ V csf + V bl
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 9

AYU FITROTUN NISA 201


0
Sumber : PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranioserebral tanggal 3 November 2007. Pekanbaru : PERDOSI;2007.

11.
12.

Bagaimana cara menilai lucid interval?


Perbedaan subdural, epidural hematom berdasarkan cidera kepala?
2.5.3. Hematoma epidural21,22
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak. Perdarahan
ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea
media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteria diploica.
Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang
dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa sadar setelah pingsan
sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin bertambah tinggi, nadi
yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat,
hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.
2.5.4. Hematoma subdural22,23
Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea. Perdarahan
dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang
menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter
atau karena robeknya arakhnoid. Gejala yang dapat tampak adalah penderita
mengeluh tentang sakit kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan
psikis, kesadaran penderita semakin menurun, terdapat kelainan neurologis
seperti hemiparesis, epilepsy, dan edema papil.
Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis :22
a. Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan dapat
kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.
b. Hematoma Subdural Sub-Akut
Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma.
Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul
disekitarnya.
c. Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma.
Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung
pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama di sisi durameter.
Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk perdarahan baru yang
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 10

AYU FITROTUN NISA 201


0
menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan
terurai membentuk cairan kental yang dapat mengisap cairan dari ruangan
subarakhnoid. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seperti
tumor serebri.
2.5.5. Hematoma intraserebral15,22
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di
dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat.
Gejala-gejala yang ditemukan adalah :
a. Hemiplegi
b. Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang
meningkat.
c. Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri
perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri
media yang tidak normal.
www.usu.ac.id
13.

Macam-macam cidera kepala?


2.5.1. Komosio Serebri (geger otak)
Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran
keras atau menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat pada fungsi
otak , termasuk kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10 menit yang
disebabkan cedera pada kepala.
Tanda-tanda/gejala geger otak, yaitu : hilang kesadaran, sakit kepala
berat, hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening, lemah,
pandangan ganda.
2.5.2. Kontusio serebri (memar otak)
Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat
diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak menimbulkan
memar dan pembengkakan pada otak, dengan pembuluh darah dalam otak
pecah dan perdarahan pasien pingsan, pada keadaan berat dapat berlangsung
berhari-hari hingga berminggu-minggu. Terdapat amnesia retrograde, amnesia
pascatraumatik, dan terdapat kelainan neurologis, tergantung pada daerah yang
luka dan luasnya lesi:
a. Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan tekanan intracranial
yang dapat menyebabkan kematian.
b. Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat Cheyne-Stokes,

LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 11

AYU FITROTUN NISA 201


0
pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin terjadi rigiditas dekortikal(kedua
tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam sikap fleksi)
c. Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun
hingga koma, pernafasan hiperventilasi, pupil melebar, refleks cahaya tidak
ada, gerakan mata diskonjugat (tidak teratur), regiditasdesebrasi (tungkai
dan lengan kaku dalam sikap ekstensi).
2.5.3. Hematoma epidural21,22
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak. Perdarahan
ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea
media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteria diploica.
Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang
dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa sadar setelah pingsan
sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin bertambah tinggi, nadi
yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat,
hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil. ( pupil kanan dan kiri berbeda) bisa di
sebabkan oleh perdarahan,.
2.5.4. Hematoma subdural22,23
Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea. Perdarahan
dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang
menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter
atau karena robeknya arakhnoid. Gejala yang dapat tampak adalah penderita
mengeluh tentang sakit kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan
psikis, kesadaran penderita semakin menurun, terdapat kelainan neurologis
seperti hemiparesis, epilepsy, dan edema papil.
Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis :22
a. Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan dapat
kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.
b. Hematoma Subdural Sub-Akut
Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma.
Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul
disekitarnya.
c. Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma.
Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung
pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama di sisi durameter.
Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk perdarahan baru yang
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 12

AYU FITROTUN NISA 201


0
menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan
terurai membentuk cairan kental yang dapat mengisap cairan dari ruangan
subarakhnoid. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seperti
tumor serebri.
2.5.5. Hematoma intraserebral15,22
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di
dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat.
Gejala-gejala yang ditemukan adalah :
a. Hemiplegi
b. Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang
meningkat.
c. Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri
perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri
media yang tidak normal.
2.5.6. Fraktura basis kranii22
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk rumah
sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam keadaan
koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak amnesia retrigad
dan amnesia pascatraumatik.
Gejala tergantung letak frakturnya :
a. Fraktur fossa anterior
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata
dikelilingi lingkaran biru (Brill Hematoma atau Racoons Eyes), rusaknya
Nervus Olfactorius sehingga terjadi hyposmia sampai anosmia.
b. Fraktur fossa media
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur memecahkan
arteri carotis interna yang berjalan di dalam sinus cavernous sehingga
terjadi hubungan antara darah arteri dan darah vena ( A-V shunt). c. Fraktur
fossa posterior
Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat melintas
foramen magnum dan merusak medula oblongata sehingga penderita dapat
mati seketika.

LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 13

AYU FITROTUN NISA 201


0

Gambar 2.4 Klasifikasi Cedera Kepala24

14.
15.

Pemeriksaan klinis dan neurologis?


Tanda klinis Fraktur Bassis Cranii
2.5.6. Fraktura basis kranii
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk rumah
sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam keadaan
koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak amnesia retrigad
dan amnesia pascatraumatik.
Gejala tergantung letak frakturnya :
a. Fraktur fossa anterior
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata
dikelilingi lingkaran biru (Brill Hematoma atau Racoons Eyes), rusaknya
Nervus Olfactorius sehingga terjadi hyposmia sampai anosmia.
b. Fraktur fossa media
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 14

AYU FITROTUN NISA 201


0
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur memecahkan
arteri carotis interna yang berjalan di dalam sinus cavernous sehingga
terjadi hubungan antara darah arteri dan darah vena ( A-V shunt).
c. Fraktur fossa posterior
Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat melintas
foramen magnum dan merusak medula oblongata sehingga penderita dapat
mati seketika.

16.

DD
2.1. Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu
sendiri,
serta mengakibatkan gangguan neurologis.10,11
2.3. Penyebab Cedera Kepala
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu
jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam Benda tumpul biasanya berkaitan
dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, dan
pukulan benda tumpul, sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam
(bacok)
dan tembakan.5,15
Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala
terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10%
kecelakaan dalam pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat
diserang
atau di pukul.16
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan
sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda
motor
tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita
terjatuh
helm sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan
langsung kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.15,17
2.4. Epidemiologi Cedera Kepala
2.4.1. Distribusi Cedera Kepala
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 15

AYU FITROTUN NISA 201


0
Cedera adalah salah satu masalah kesehatan yang paling serius. Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan. Cedera
kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma.
Distribusi cidera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara
15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.17
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat setiap tahun hampir 2
juta penduduk mengalami cidera kepala (Packard, 1999). Menurut penelitian
Evans (1996), distribusi kasus cidera kepala pada laki-laki dua kali lebih sering
dibandingkan perempuan dan separuh pasien berusia 15-34 tahun.16
Berdasarkan penelitian Suparnadi (2002) di Jakarta, menunjukkan
bahwa sekitar separuh dari para korban berumur antara 20-39 tahun (47%),
suatu golongan umur yang paling aktif dan produktif. Dalam penelitian ini
didominasi laki-laki (74%) dan pekerjaan korban sebagian besar adalah buruh
(25%), 11% adalah pelajar dan mahasiswa.18
Berdasarkan penelitian Wijanarka dan Dwiphrahasto (2005) di IGD RS
Panti nugroho Yogyakarta, dari 74 penderita terdapat 76% cedera kepala ringan,
15% cedera kepala sedang, dan 9% cedera kepala berat rata-rata umur 29,60
tahun. Dalam penelitian ini didominasi laki-laki (58%) dan pelajar/mahasiswa
(77%).19
Menurut penelitian Amandus (2005) di RSUP Adam Malik Medan,
terdapat 370 penderita cedera kepala rawat inap pada tahun 2002-2004 dengan
proporsi tertinggi pada kelompok umur 17-24 tahun (37,5%) dan didominasi
oleh laki-laki (68,2%).8
Menurut penelitian Riyadina dan Subik (2005) di Instalasi Gawat
Darurat RSUP. Fatmawati Jakarta kecelakaan banyak terjadi pada siang hari,
namun kecelakaan pada malam hari mempunyai proporsi yang lebih tinggi
keparahan cederanya (59%) dibandingkan kecelakaan pada siang hari. Waktu
malam hari suasananya lebih gelap dan sudah mulai sepi. Kondisi tersebut
menyebabkan pengendara mengemudikan kenderaannya dengan kecepatan
tinggi (>60 km/jam), kurang waspada, dan kurang hati-hati. Risiko terjadinya
kematian dan cidera meningkat seiring dengan kenaikan kecepatan
mengemudi.4
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Woro Riyadina
(2005) di Instalasi Gawat Darurat (IGD) di 5 rumah sakit di wilayah DKI
Jakarta didapatkan jumlah kasus sebanyak 425 orang . Korban yang mengalami
cidera parah 41,9% dan meninggal 7,04%. Cidera utama adalah cidera kepala
53,4% dengan comosio cerebri 10,59%. Jenis luka meliputi lecet 86,8%, luka
terbuka 58,35% dan patah tulang 31.29%.20
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 16

AYU FITROTUN NISA 201


0
2.4.2. Determinan Cedera Kepala6
Berbagai faktor terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, mulai dari manusia
sampai sarana jalan yang tersedia. Secara garis besar ada 4 faktor yang
berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas , yaitu faktor manusia, kenderaan,
fasilitas jalan, dan lingkungan.
a. Faktor manusia, menyangkut masalah disiplin berlalu lintas.
1. Faktor pengemudi dianggap salah satu faktor utama terjadinya
kecelakaan dengan kontribusi 75-80%. Faktor yang berkaitan adalah
perilaku (mengebut, tidak disipilin/melanggar rambu), kecakapan
mengemudi, dan gangguan kesehatan (mabuk, mengantuk, letih) saat
mengemudi.
2. Faktor penunjang (jumlah penumpang dan barang yang berlebihan).
3. Faktor pemakai jalan, yakni pejalan kaki, pengendara sepeda, pedagang
kaki lima dan peminta-minta serta tempat pemarkiran kenderaan yang
tidak pada tempatnya sehingga keadaan jalan raya semakin kacau.
b. Faktor kenderaan.
Jalan raya penuh dengan berbagai kenderaan berupa kenderaan tidak
bermotor dan kenderaan bermotor. Kondisi kenderaan yang tidak baik atau
rusak akan mengganggu laju lalu lintas sehingga menyebabkan kemacetan
bahkan kecelakaan.
Saat ini jumlah dan penggunaan kenderaan bermotor bertambah dengan
tingkat pertumbuhan rata-rata 12% per tahun. Komposisi terbesar adalah
sepeda motor (73% dari jumlah kenderaan pada tahun 2002-2003 dan
pertumbuhannya mencapai 30% dalam 5 tahun terakhir). Rasio jumlah
sepeda motor dan penduduk diperkirakan 1:8 pada akhir tahun 2005.
c. Faktor jalan, dilihat dari ketersediaan rambu-rambu lalu lintas, panjang dan
lebar jalan yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah kenderaan yang
melintasinya, serta keadaan jalan yang tidak baik misalnya berlobanglobang
dapat menjadi memacu terjadinya kecelakaan.
d. Faktor lingkungan yaitu adanya kabut, hujan, jalan licin akan membawa
risiko kejadian kecelakaan yang lebih besar.
2.5. Klasifikasi Cedera Kepala
2.5.1. Komosio Serebri (geger otak)5
Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran
keras atau menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat pada fungsi
otak , termasuk kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10 menit yang
disebabkan cedera pada kepala.
Tanda-tanda/gejala geger otak, yaitu : hilang kesadaran, sakit kepala
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 17

AYU FITROTUN NISA 201


0
berat, hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening, lemah,
pandangan ganda.
2.5.2. Kontusio serebri (memar otak)5,23
Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat
diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak menimbulkan
memar dan pembengkakan pada otak, dengan pembuluh darah dalam otak
pecah dan perdarahan pasien pingsan, pada keadaan berat dapat berlangsung
berhari-hari hingga berminggu-minggu. Terdapat amnesia retrograde, amnesia
pascatraumatik, dan terdapat kelainan neurologis, tergantung pada daerah yang
luka dan luasnya lesi:
a. Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan tekanan intracranial
yang dapat menyebabkan kematian.
b. Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat Cheyne-Stokes,
pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin terjadi rigiditas dekortikal(kedua
tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam sikap fleksi)
c. Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun
hingga koma, pernafasan hiperventilasi, pupil melebar, refleks cahaya tidak
ada, gerakan mata diskonjugat (tidak teratur), regiditasdesebrasi (tungkai
dan lengan kaku dalam sikap ekstensi).
2.5.3. Hematoma epidural21,22
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak. Perdarahan
ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea
media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteria diploica.
Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang
dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa sadar setelah pingsan
sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin bertambah tinggi, nadi
yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat,
hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.
2.5.4. Hematoma subdural22,23
Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea. Perdarahan
dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang
menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter
atau karena robeknya arakhnoid. Gejala yang dapat tampak adalah penderita
mengeluh tentang sakit kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan
psikis, kesadaran penderita semakin menurun, terdapat kelainan neurologis
seperti hemiparesis, epilepsy, dan edema papil.
Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis :22
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 18

AYU FITROTUN NISA 201


0
a. Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan dapat
kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.
b. Hematoma Subdural Sub-Akut
Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma.
Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul
disekitarnya.
c. Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma.
Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung
pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama di sisi durameter.
Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk perdarahan baru yang
menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan
terurai membentuk cairan kental yang dapat mengisap cairan dari ruangan
subarakhnoid. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seperti
tumor serebri.
2.5.5. Hematoma intraserebral15,22
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di
dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat.
Gejala-gejala yang ditemukan adalah :
a. Hemiplegi
b. Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang
meningkat.
c. Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri
perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri
media yang tidak normal.
2.5.6. Fraktura basis kranii22
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk rumah
sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam keadaan
koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak amnesia retrigad
dan amnesia pascatraumatik.
Gejala tergantung letak frakturnya :
a. Fraktur fossa anterior
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata
dikelilingi lingkaran biru (Brill Hematoma atau Racoons Eyes), rusaknya
Nervus Olfactorius sehingga terjadi hyposmia sampai anosmia.
b. Fraktur fossa media
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur memecahkan
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 19

AYU FITROTUN NISA 201


0
arteri carotis interna yang berjalan di dalam sinus cavernous sehingga
terjadi hubungan antara darah arteri dan darah vena ( A-V shunt).
c. Fraktur fossa posterior
Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat melintas
foramen magnum dan merusak medula oblongata sehingga penderita dapat
mati seketika.

Gambar 2.4 Klasifikasi Cedera Kepala24


2.6. Tingkat Keparahan Cedera Kepala 24,25
Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS) yang diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada tahun
1974. Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu suatu skala untuk menilai secara
kuantitatif
tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada 3 aspek
yang dinilai yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal
respons),
dan reaksi lengan serta tungkai (motor respons).
Glasgow Coma Scale (GCS) yang dimaksud adalah :
a. Membuka mata (Eye Open) Nilai
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 20

AYU FITROTUN NISA 201


0
Membuka mata spontan 4
Membuka mata terhadap perintah 3
Membuka mata terhadap nyeri 2
Tidak membuka mata 1
b. Respon Verbal (Verbal Response)
Orientasi baik dan mampu berkomunikasi 5
Bingung (mampu membentuk kalimat, tetapi arti keseluruhan kacau) 4
Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat 3
Tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang ( groaning) 2
Tidak ada suara 1
c. Respon motorik (Motoric Response)
Menurut perintah 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
Menjauhi rangsangan nyeri (flexion) 3
Ekstensi spontan 2
Tidak ada gerakan 1
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan
menjadi:
a. Cedera kepala ringan, bila GCS 13-15
b. Cedera kepala sedang, bila GCS 10-12
c. Cedera kepala berat, bila GCS 3-9
2.7. Akibat Jangka Panjang Cedera Kepala26
2.7.1. Kerusakan saraf cranial
a. Anosmia
Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan
yang jika total disebut dengan anosmia dan bila parsial disebut hiposmia.
Tidak ada pengobatan khusus bagi penderita anosmia.
b. Gangguan penglihatan
Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah mengalami cedera
(trauma). Biasanya disertai hematoma di sekitar mata, proptosis akibat
adanya perdarahan, dan edema di dalam orbita. Gejala klinik berupa
penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya negative,
atau hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu setelah cedera yang
mengakibatkan kebutaan, tarjadi atrofi papil yang difus, menunjukkan
bahwa kebutaan pada mata tersebut bersifat irreversible.
c. Oftalmoplegi
Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, umumnya
disertai proptosis dan pupil yang midriatik. Tidak ada pengobatan khusus
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 21

AYU FITROTUN NISA 201


0
untuk oftalmoplegi, tetapi bisa diusahakan dengan latihan ortoptik dini.
d. Paresis fasialis
Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan pengecapan
pada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut
moncong, semuanya pada sisi yang mengalami kerusakan.
e. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya disertai vertigo
dan nistagmus karena ada hubungan yang erat antara koklea, vestibula dan
saraf. Dengan demikian adanya cedera yang berat pada salah satu organ
tersebut umumnya juga menimbulkan kerusakan pada organ lain.
2.7.2. Disfasia
Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan untuk
memahami atau memproduksi bahasa disebabkan oleh penyakit system saraf
pusat. Penderita disfasia membutuhkan perawatan yang lebih lama,
rehabilitasinya juga lebih sulit karena masalah komunikasi. Tidak ada
pengobatan yang spesifik untuk disfasia kecuali speech therapy.
2.7.3. Hemiparesis
Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau kanan)
merupakan manifestasi klinik dari kerusakan jaras pyramidal di korteks,
subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya berkaitan dengan cedera kepala
adalah perdarahan otak, empiema subdural, dan herniasi transtentorial.
2.7.4. Sindrom pasca trauma kepala
Sindrom pascatrauma kepala (postconcussional syndrome) merupakan
kumpulan gejala yang kompleks yang sering dijumpai pada penderita cedera
kepala. Gejala klinisnya meliputi nyeri kepala, vertigo gugup, mudah
tersinggung, gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat, mudah terasa lelah,
sulit tidur, dan gangguan fungsi seksual.
2.7.5. Fistula karotiko-kavernosus
Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal antara arteri
karotis interna dengan sinus kavernosus, umumnya disebabkan oleh cedera
pada dasar tengkorak. Gejala klinik berupa bising pembuluh darah ( bruit) yang
dapat didengar penderita atau pemeriksa dengan menggunakan stetoskop,
proptosis disertai hyperemia dan pembengkakan konjungtiva, diplopia dan
penurunan visus, nyeri kepala dan nyeri pada orbita, dan kelumpuhan otot-otot
penggerak bola mata.
2.7.6. Epilepsi
Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul dalam
minggu pertama pascatrauma (early posttrauma epilepsy) dan epilepsy yang
muncul lebih dari satu minggu pascatrauma (late posttraumatic epilepsy) yang
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 22

AYU FITROTUN NISA 201


0
pada umumnya muncul dalam tahun pertama meskipun ada beberapa kasus
yang mengalami epilepsi setelah 4 tahun kemudian.
2.8. Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Kepala
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan
pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya
kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang
terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman,
dan memakai helm.6
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang
dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang
terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu : 23
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh
tercepat pada kasus cedera. Guna menghindari gangguan tersebut penanganan
masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah yang
lainnya. Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh
karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh
karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga
jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.
Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi
untuk terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda
asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya
terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru.
Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam
airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan
adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali
gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat
menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang
berdarah sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut
dengan ikatan yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian
cairan infuse dan bila perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi
LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 23

AYU FITROTUN NISA 201


0
darah. Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak
darah.
c. Pencegahan Tertier27
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang
lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat
kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang
harapan hidup. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan
psikologis bagi penderita.
Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu
lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis
dan sosial.
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada
lengan atas dan bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan kaliper
c. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya
dan memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya.
Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari
ketidakpastian financial, sosial serta seksual yang semuanya
memerlukan semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda,
perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur
sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang
lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan
masyarakat).
www.usu.ac.id

LI LBM 1`MODUL SARAF SGD 13

Page 24

Anda mungkin juga menyukai