Anda di halaman 1dari 29

SEJARAH POLITIK INDONESIA

A. BEBERAPA TEORI AWAL TENTANG POLITIK


Etimologis
Istilah politik berasal dari bahasa Yunani yakni Polis atau negara kota.
Politik adalah masalah kenegaraan atau kekuasaan mengatur negara.
Politik

juga

kekuasaan

untuk

mengambil

kebijaksanaan,

pengambil

keputusan. Adapun istilah negara berasal dari bahasa sansekerta yakni


nagari, artinya kota tempat kedudukan raja. Sejarah politik objeknya adalah
kekuasaan dan kenegaraan.
Definisi Negara
Plato (429-374) dalam bukunya Politea, menyatakan negara itu seperti
tubuh yang berkembang dari beberapa individu yang terorganisasi. Adapun
bentuk-bentuk itu antara lain :
Aristokrasi : kekuasaan dipegang para cendekiawan/pintar yang diutamakan
keadilan dan kepentingan bersama.

Timokrasi

sekelompok

penguasa

(elit)

yang

lebih

mengutamakan

kepentingan kelompoknya dan karena itu tidak adil.


Oligarchie : kekuasaan negara dipegang kaum hartawan (konglomerat) dan
berkembanglah kepemilikan swasta.
Demokrasi : pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan kepentingan
umum diutamakan, disamping kebebasan/kemerdekaan.
Tyrani : pemerintahan dipegang seorang dan biasanya tidak adil dan
mementingkan dirinya atau keluarganya.
Menurut Plato yang terbaik adalah aristokrasi, sedangkan demokrasi
karena kebebasan bisa menimbulkan kekacauan/perang saudara.

Tokoh Yunani kuno lainnya, Aristoteles (384-322) yang dianggap bapak


ilmu politik dengan bukunya Politica. Adapun bentuk-bentuk negara yaitu :
Monarchie, kekuasaan dipegang oleh seorang raja. Sistem ini baik kalau
digunakan untuk kepentingan umum. Tetapi menjadi jelek bilah hanya untuk
kepentingan pribadi atau kelompoknya dan disebut Tyrani.
Aristokrasi, pemerintahan di pegang oleh sekelompok orang karena untuk
kepentingan umum itu baik. Kalau hanya kepentingan pribadi / penguasa itu
jelek dan disebut Oligarchie.
Demokrasi, teori di pegang oleh rakyat tetapi kenyataan di pegang
sekelompok orang saja yang sekarang disebut kaum elit. Menjadi jelek kalau
bukan untuk kepentingan umum dan menjadi baik kalau untuk kepentingan
umum dan disebut Republik.
Dimasa Renaissance yang terkenal tokoh dari Italia (Florence) yaitu
Nicolo Machiavelli (1469-1527). Dengan bukunya II Principe (pelajaran
untuk raja, sang penguasa/sang pangeran). Pokok pikirannya antara lain
Dilapangan praktek negara, penguasa tak perlu menghiraukan tatasusila,
sebab bila tatasusila di laksanakan bisa merugikan penguasa atau negara.
Orang berjuang menggunakan kekuasaan/kekerasan seperti binatang yang
tak mengenal hukum (yang ada hukum rimba) pokoknya suatu saat raja
harus seperti singa (ditakuti rakyat) atau kancil (dapat menipu rakyat). Bila
perlu janji raja tak perlu di tepati.
Barang siapa mempunyai kekuasaan berarti mempunyai hukum dan barang
siapa tak mempunyai kekuasaan berarti tak punya hukum.
Apakah ajaran Machievelli juga masih dipakai penguasa dimana pun,
kapanpun sehingga ada istilah Tyrani , Diktatur, dengan praktek

: tujuan

menghalalkan cara.
Syarat adanya negara harus ada : wilayah, penduduk, pemerintah
yang berdaulat. Sedangkan syarat lainnya mampu berhubungan dengan
negara lain dan adanya pengakuan. Syarat akhir ini tidak mutlak. Pengakuan

de fakto (berdasarkan realita) dan de yure (berdasarkan hukum). Keberadaan


negara menjadi kuat apabila semua syarat di atas di penuhi dan menjadi
anggota organisasi regional maupun internasional.

B. PERIODISASI SEJARAH NASIONAL INDONESIA


NO
1
2

MASA/WAKTU
.....ABAD IV
ABAD IV - XV

KETERANGAN
PRA SEJARAH INDONESIA
JAMAN KLASIK/ HINDU BUDHA

LAINNYA
BELUM ADA TULISAN
KERAJAAN NASIONAL :
SRIWIJAYA
MAJAPAHIT

ABAD XV-1908
(kebangkitan nasional
20 mei 1908)

ISLAM DAN IMPERIALISME BARAT

PERLAWANAN FISIK
PRG PADRI (1819-1837
PRG DIPNEGRO (1825-1830)
PRG ACEH (1873-1904)
SEBAB GAGAL :
BERSIFAT LOKAL/KEDAERAHAN
SPORADIS/TIDAK SERENTAK
SENJATA TAK SEIMBANG
ADANYA PENGKHIANATAN
POLITIK DEVIDE ET IMPERA
(PECAH BELAH UNTK DIKUASAI)

1908-1945

1928 sumpah pemuda


(terbentuknya bangsa budaya)
1942 pendudukan jepang

1945-1949
(ORLA)

PERGERAKAN NASIONAL
(perlawanan dengan orang. Politik dengan
ormas lainnya)
1945 proklamasi kemerdekaan
(terbentuknya NKRI)
P0ERGERAKAN KEMERDEKAAN

1949-1966
(ORLA)

KONSOLIDASI NASIONAL
1949 : KMB
1959 : DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959
11-3-1966 : SUPERSEMAR

MEMBASMI PEMBERONTAKAN :
DI, RMS, PRRI, DITAMBAH
TRIKORA

1966-1998 (ORBA)
1998-......
(REFORMASI)

PERLAWANAN DENGAN :
DIPLOMASI
GRELIYA

MASA PEMBANGUNAN
MASA PERUBAHAN

Keberhasilan Pergerakan Nasional (1908-1945)

Mulai

ada kesadaran berbangsa (1908), meningkatnya menjadi bangsa

budaya (1928) dan puncaknya bangsa negara (1945).

Kegagalan perlawanan fisik diganti dengan strategi perlawanan debgan


organisasi politik/partai politik

Mulai meningkatnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia

Strategi mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan (1945-1949) :

Perang Perang :

Perang frontal antara lain : pertempuran Surabaya (10-11-1945), pendudukan


Yogyakarta (serangan 1 maret 1949)
Perang gereliya : terutama waktu agresi Belanda I (21-7-1947) dan II (19-121949).

Dengan Diplomasi :

Dengan Belanda menghasilkan : perjanjian Linggarjati (25-3-1947), Renville


(17-1-1948), KMB (27-12-1949)
Dengan PBB sehingga dibentuk KTN (1947) dan UNCI (1949).

N
O

BENTUK
NEGARA

KONSTI
TUSI

DASA
R
NEGA
RA

SISTEM
DEMOK
RASI

REPUBLIK/
NKRI
ITEM

UUD 45

PANCASI
LA
ITEM

D. LIBERAL?

RIS

KONSTI
TUSI
RIS

REPUBLIK/
NKARI

ITEM

6
7

1
2

NAMA
LEGISL
ATIF

KET

PRESIDENSIL

KNIP

DEMOKRA
SI
PARLEMEN
TER

PARLEMENTER/
LIBERAL

KNIP

ITEM

ITEM

ITEM

PARLEMEN
(DPR+SEN
AT)

UUDS/
UUD
1950
UUD
1945

ITEM

D. LIBERAL

ITEM

ITEM

DEMOKRASI
TERPIMPIN

PRESIDENSIL

PARLEMEN
(DPRS
+SENAT)
MPRS+DP
RS

17-81945
14-111945
9MAKLI
MAT NO
X)
27-121945
(ADA 16
NEGAR
A
BAGIAN
)
17-81950

ITEM

ITEM

ITEM

ITEM

MPR+DPR

ITEM

ITEM

ITEM

DEMOKRASI
PANCASILA
D. LIBERAL
(BANYAK
PARTAI)

ITEM

MPR+DPR

ITEM

SISTEM
KABINET

5-71959
(DEKRIT
PRESID
EN)
11-31966
20 MEI
1998

Senat adalah : wakil Negara bagian jaman RIS. DPR adalah wakil
rakyat. Tugas konstituante hasil pemilu 1955 adalah : untuk menyususn
kembali dasar Negara yakni UUDS 1950.
Papda masa pemerintahan Belanda di Indonesia, Belanda membentuk
Parlemen yang disebut Voolksraad (dewan rakyat) yang dipilih tidak melalui
pemilu tetapi di tunjuk langsung oleh Gubernur Jemdral.
Trilogy Van Deventer : politik balas jasa untuk Negara jajahan yakni
Indonesia ada tiga hal yang perlu dilaksanakan, yakni : Edukasi, Irigasi dan
kolonisasi/transmigrasi ke lampung.
Bagan pesta demokrasi di Indonesia {PEMILU}
NO

TAHUN

PESERTA

UNTUK
LEMBAGA

JMLH
KURSI

PEMENAN
G

LAIN-LAIN

1955

28 PARTAI
+
ORMAS=PE
RORANGAN

DPR
KONSTITUS
I

272
544

PNI,NU,
MASYUMI
PKI

1971

10 PARTAI

DPR/MPR

350/

GOLKAR

1977
&1982
1987, 1992
& 1997

3 PARTAI

DPR/MPR

350/

GOLKAR

PEMILU PALING
DEMOKRATIS.
DIANGKAT 12
ORANG SEMUA
GOLONGAN
DIANGKAT 100
ORANG ABRI &
POLRI
ITEM

3 PARTAI

DPR/MPR

425/

GOLKAR
PDIP,
GOLKAR,
PPP
GOLKAR,
PDIP, PPP

1999

48 PARTAI

DPR/MPR

462/

2004

24 PARTAI

DPR/DPD

2009

44 PARTAI

DPR/DPD

550+132(4
x33)
MPR: 582
560+132
MPR: 692

DEMOKRAT
, GOLKAR
PDIP

DIANGKAT 75
ORANG ABRI &
POLRI
DIANGKAT 35
ORANG ABRI &
POLRI
TIDAK ADA YANG
DI
ANGKAT/NETRAL
ITEM

KETERANGAN :
Pada pemilu 2009 hanya ada 9 partai yang menduduki kursi DPR, yakni :
Democrat
Golkar
PDIP
PKS
PAN
PPP
PKB
GERINDRA
HANURA

C. PARTAI POLITIK
Berdasarkan UU No. 3 Tahun 1975 jo UU No. 3 Tahun 1985, tentang
Partai Politik dan Golongan Karya di Indonesia ada tiga organisasi kekuatan
social politik, yaitu : Partai Politik (PDI dan PPP) dan Golongan Karya.
Pengertian Kekuatan Sosial pada dasarnya sama dengan pengertian partai
politik dalam arti umum.
Secara etimologis kata Partai berasal dari bahasa latin yakni pars yang
berarti bagian. Dalam perkembangannyapengertian kata partai selalu di
kaitkan dengan badan-badan parlementer dan badan-badan pemilihan.
Sehingga partai menandai dirinya dengan prinsip-prinsip demokrasi. Partaipartai politik berkembang bersamaan dengan berkembangnya proses-proses
parlementer dan proses-proses pemilihan. Pada bagian pertama abad ke 19
konsepsi partai lebih banyak mengacu pada berpikir tentang ideologi dari
pada tentang manusianya yang membentuk dan duduk didalamnya. Studi
yang dilakukan akhir-akhir ini misalnya tentang pembuatan keputusan
(decision making) telah memusatkan perhatiannya tentang apa yang
diperbuat partai dari pada partai organisasinya.
Dalam membuat analisa tentang partai politik manapun juga harus
diperhitungkan aspek-aspek ideologi, dasar-dasar sosial, struktur, organisasi,
partisipasi dan strateginya (Duverger,, 1984 : 3 5).

Dibawah ini dikemukakan beberapa pengertian tentang Partai Politik


yang diberikan oleh para sarjana terkemuka, antara lain :

Sigmund Neumann : Partai Politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri


dari pelaku-pelaku politik yang aktif yaitu mereka yang memusatkan
perhatiannya

pada

pengendalian

kekuasaan

pemerintahan

dan

yang

bersaing untuk menperoleh dukungan rakyat dengan beberap kelompok lain


yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.

R.H.Soltou : Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit


banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan
denganmemanfaatkan kekuasaan untuk memilih tujuan untuk menguasai
pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.

Huszar dan Stevenson : Partai Politik adalah sekelompok orang yang


teroganisasikan serta berusaha untuk mengendalikan pemerintahan agar
dapat melaksanakan program-programnya dan menempatkan/mendudukan
anggota-anggota dalam pemerintahan. (Haryanto, 1982 :86-88).
Dari beberap definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian Partai
Politik mencakup komponen-komponen sebagai berikut :

Sekelompok warga negara yang sedikit banyak telah terorganisasikan,

Anggota-anggotanya mempunyai cita-cita, tujuan, dan orientasi yang sama,

Berusaha merebut dukungan rakyat untuk memperoleh atau mengendalikan


kekuasaan politik atau pemerintahan,

Berusaha untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan,


Menempatkan anggota-anggotanya dalam jabatan-jabatan politik atau
pemerintahan,

Cara memperoleh kekuasaan/menduduki jabatan-jabatan politik atau


pemerintahan adalah dengan jalan konstitusional atau inkonstitusional.

Dilihat dari hakekat partai politik amat sulit dibedakan dengan


kelompok kepentingan yang di organisasikan secara rapi. Tetapi antara
keduanya dapat dibedakan secara umum yaitu bahwa kelompok kepentingan
berusaha mempengaruhi kebijakansanaan pemerintah, sedangkan partapi
politik benar-benar berkehendak memperoleh dan menguasai jabatanjabatan politik atau pemerintah. Sekalipun dalam kenyataan dan praktiknya
perbedaan antara partai politik dengan kelompok kepentingan tidak setegas
itu. Atau dengan kata lain, partai politik berusaha mencari kekuasaan melalui
pemilihan-pemilihan atau cara-cara lain untuk menduduki jabatan-jabatan
politik atau pemerintahan. Tetapi kelompok kepentingan pada dasarnya
hanya berusaha untuk mempengaruhi para pemegang kekuasaan.
a. Fungsi Partai Politik
Dalam dunia literatur dikenal ada enam macam fungsi partai politik yaitu :
Partai Politik Sebagai Sarana Komunikasi Politik.
Partai

Politik

bertindak

sebagai

penghubung

antara

pihak

yang

memerintah dan yang di perintah, yaitu menampung informasi dari


masyarakat disalurkan ke pihak penguasa dan sebaliknya informasi yang
berasal dari penguasa kepada masyarakat.
Informasi dari masyarakat yang berupa pendapat dan aspirasi di atur dan
di olah sedemikian rupa sehingga dapat disalurkan kepada pengambil
kebijaksanaan. Dan sebaliknya informasi dari pemerintah yang berupa
rencana, program atau kebijakan-kebijakan pemerintah disebarluaskan oleh
partai politik kepada masyarakat.
Fungsi partai politik sebagai sarana komunikasi politik berbeda dalam
berbagai negara. Perbedaan itu terutama berkaitan faham atau ideologi
yang di anutnya, misalnya di negara yang menganut faham demokrasi
berlangsung dua arah secara seimbang, tetapi di negara yang menganut
faham otokrasi pada umumnya komunikasi politik hanya berlangsung satu
arah saja, ialah dari pihak penguasa kepada masyarakat.

Partai Politik Sebagai Sarana Artikulasi dan Agregasi Kepentingan.


Sebagaimana

disebutkan

diatas,

partai

politik

mempunya

fungsi

menyalurkan berbagai macam pendapat, aspirasi atau tuntutan masyarakat.


Proses untuk mengolah, merumuskan dan akhirnya menyalurkan pendapat,
aspirasi atau tuntutan itu kepada pemerintah dalam bentuk dukungan atau
tuntutan

dinamakan

artikulasi

kepentingan.

Dalam

praktiknya

atau

kenyataannya artikulasi kepentingan itu tidak hanya di jalankan oleh partai


politik saja, tetapi dapat juga di jalankan oleh kelompok kepentingan.
Seangkan proses penggabungan tuntutan, dukungan atau sikap dari
berbagai

kelompok

masyarakat

agregasi

kepentingan.

Seperti

yang

mempunyai

artikulasi

persamaan

kepentingan,

maka

disebut
agregasi

kepentinganpun tidak hanya di jalankan oleh partai politik saja, tetapi dapat
dijalankan oleh kelompok-kelompok kepentingan.
Dalam

suatu

merupakan

sistem

input

yang

politik,
di

artikulasi

salurkan

dan

kepada

agregasi

kepentingan

lembaga-lembaga

yang

berwenang untuk membuat keputusan atau kebijakan seperti misalnya


dewan perwakilan rakyat atau pemerintah untuk di olah atau lazim di sebut
konversi menjadi output dalam bentuk-bentuk peranturan-peraturan dan
kebijakan-kebijakan umum lainnya.
Partai Politik Sebagai Sarana Sosialisasi Politik.
Disamping menanamkan ideologi partai kepada para pendukungnya,
maka partai politik harus pula menyampaikan atau mengajarkan nilai-nilai
dan keyakinan politik yang berlaku dinegaranya. Partai politik yang harus
mendidik masyarakat agar mempunyai kesadaran akan hak dan kewajiban
sebagai warga negara. Proses penyampaian ini dinamakan sosialisasi politik.
Pada

umumnya

menyelenggarakan

proses

sosialisasi

kursus-kursus,

politik

ditempuh

penataran-penataran

dengan
atau

cara

ceramah-

seramah tentang politik.


Dinegara-negara yang sedang berkembang fungsi utama sosialisasi politik
biasanya lebih banyak ditujuhkan pada usaha untuk memupuk integrasi

nasional dimana umumnya bangsa yang sedang membangun itu masih


bersifat heterogen.
Partai Politik Sebagai Sarana Rekrutmen Politik.
Partai Politik berusaha untuk menarik warga negara menjadi anggota
partai yang berarti memperluas partisipasi warga negara dalam kehidupan
politik. Rekrutmen politik merupakan salah satu cara untuk menyeleksi
anggota-anggota partai yang berbakat untuk dipersiapkan menjadi caloncalon pemimpin. Salah satu cara yang ditempuh oleh partai politik adalah
dengan menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader partai yang
dipersiapkan menjadi pemimpin untuk dimasa akan datang.
Rekrutmen

politik

juga

dimaksudkan

untuk

menjamin

kelangsungan/kelestarian hidup dari partai politik yang bersangkutan.


Dengan cara-cara demikian maka proses regenerasi akan berjalan dengan
lancar, kelangsungan hidup partai serta kaderisasi kepemimpinan partai
akan lebih terjamin.
Partai Politik Sebagai Sarana Pembuat Kebijaksanaan.
Partai Politik disebut sebagai sarana pembuat kebijakan apabilah partai
yang bersangkutan merupakan mayoritas dalam badan perwakilan atau
memegang

tampuk

pemerintahan.

Tetapi

jika

sebuah

partai

hanya

berkedudukan sebagai partai oposisi, maka ia tidak dapat dikatakan sebagai


sarana

pembuat

kebijakan

sebab

fungsinya

hanya

mengkritik

kebijakansanaan-kebijaksanaan yang dibuat pemerintah.


Partai Politik Sebagai Sarana Pengatur Konflik.
Dinegara-negara yang menganut faham demokrasi, masalah perbedaan
pendapat dan persaingan adalah merupakan suatu hal yang wajar. Dengan
adanya perbedaan pendapat dan persaingan itu sering kali timbul konflikkonflik atau pertentangan antara mereka. Dalam hubungan ini, maka partai
politik berfungsi sebagai sarana pengatur konflik, guna mencari konsensus.

b. Klasifikasi Partai Politik


1. Partai politik dapat digolongkan atau di klasifikasikan dengan
berbagai cara. Menurut segi komposisi dan fungsi keanggotaannya dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

Partai Massa.
Ciri utamanya adalah jumlah anggota atau pendukungnya yang banyak.
Dalam partai massa memang jumlah anggota yang dipentingkan. Pada
umumnya partai massa memang mempunya program, walaupun programprogramnyaitu agak kabur dan bersifat agak umum. Anggota partai massa
ini pada umumnya berasal dari berbagai golongan atau kelompok yang ada
pada

masyarakat.

kepentingan

tidak

Apabila

golongan

disalurkan,

maka

atau

kelompok

itu

mempunyai

kelompok-kelompok

itu

akan

memisahkan diri sebagai kekuatan baru menjadi partai tandingan. Dalam


keadaan demikian maka partai massa yang bersangkutan menjadi lemah.

Partai Kader.
Sebaliknya, Partai Kader ciri utama dan dipentingkan adalah disiplin dan
ketaatan organisasi. Sehingga partai kader tidak mementingkan jumlah
anggota yang banyak. Bisanya masalah doktrin dan ideologi partai harus
tetap di jaga dan dijamin kemurnian serta kelangsungannya. Disiplin dan
ketaantan dalam arti apabilah anggota-anggotanya menyimpang atau
menyeleweng

dari

doktrin

atau

ideologi

partai

akan

dipecat

dari

keanggotaannya. (Budiarjo, 1980 :166-167 dan Haryanto, 1982 :96-97).


2. Apabila klasifikasi partai politik tersebut tersebut dari segi sifat dan
orientasinya, maka partai politik dapat dibagi menjadi dua jenis pula, yakni :

Partai perlindungan/Patrogane Party


Partai Perlindungan adalah partai yang aktif pada saat-saat akan
dilangsungkan nya pemilihan umum. Tujuannya adalah untuk memenangkan
pemilihan umum, dengan maksud untuk mendudukan anggota-anggotanya
pada jabatan-jabatan politik maupun pemerintahan sesuai dengan target
atau programnya. Oleh karena itu pada umumnya partai perlindungan
kurang mempunyai disiplin yang ketat dalam keanggotaannya.
Partai Azas/Partai Ideologi/Programatic Party
Partai Ideologi pada umumnya memiliki disiplin yang ketat dalam
keanggotaannya. Terhadap calon anggota dilakukan penyaringan, sedangkan
untuk menjadi anggota pimpinan diisyaratkan criteria, misalnya secara
bertahap dengan system kaderisasi.
3. Selain klasifikasi seperti diatas, masih juga terdapat klasifikasi dari
segi atau cara lain, yaitu menurut system yang di anut dalam Negara yang
bersangkutan. Ada tiga macam perbedaan, yakni :
Sistem Partai Tunggal.
Apabila dalam suatu Negara hanya terdapat satu partai politik, maka
Negara tersebut menganut system sati partai atau system partai tunggal.
Kecendrungan untuk mengambil pola system partai tunggal antara lain
disebabkan

karena

di

Negara-negara

baru

para

pemimpin

sering

dihadapkan pada masalah bagaimana mengintegrasikan berbagai golongan,


daerah serta suku yang bersorak heterogen. Kekewatiran timbul bahwa
keanekaragaman social dan buday itu dibiarkan dapat timbul gejolak-gejolak
social politik yang dapat menghambat kelancaran usaha pembangunan.
Partai Tunggal dan organisasi yang bernaung dibawahnya berfungsi
ganda, sehingga dilakukan perpaduan antara kepentingan partai dan
kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Sistem Dwi Partai.

Dalam kepustakaan ilmu politik pengertian system dwi partai diartikan


dengan adanya dua partai atau lebih, tetapi dengan dominasi dari dua partai
saja. Dalam system ini biasanya secara silih berganti sebagai hasil dari
pemilihan umum menjadi partai yang berkuasa dan partai oposisi. Dalam
persaingan untuk memenangkan pemilihan umum kedua partai bersaing
secara ketat untuk merebut dukungan orang-orang yang berada diantara
kedua partai tersebut dan dinamakan Pemilihan Mengambang (Floating
Vote).
System dwi partai dapat berjalan dengan baik apabila terpenuhi tiga
syarat yakni :

Komposisi masyarakat homogen,

Konsensus dalam masyarakat mengenai azas dan tujuan sosial yang pokok
kuat,

Adanya kontinyuitas sejarah (Budiarjo, 1980 ; 168-169).


Sistem Multi Partai.
Pada umumnya keanekaragaman ras, agama, suku bangsa dan daerah
cendrung berkembang kea rah pembentukan system multi partai. Sehimgga
saistem multi partai

lebih mencerminkan adanya masyarakat yang

majemuk (Pluralistis). Apa bila dalam system multi partai ini tidak ada partai
yang dominant biasanya kestabilan politik sulit untuk dipertahankan. Apalagi
bila sistem multi partai menitik beratkan pada lembaha legislatif.
Pola sistem multi partai biasanya ditunjukan dengan sistem pemilihan
perwakilan

berimbang

(proportional

representation).

Dengan

sistem

pemilihan perwakilan berimbang itu partai-partai kecil dapat memperoleh


keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang diperoleh pada
suatu tingkat daerah pemilihan ditarik ke tingkat daerah pemilihan yang
lebih tinggi untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan untuk
memperoleh tambahan satu kursi perwakilan.

Suatu peranan yang sangat diharapkan dari partai politik di negaranegara yang sedang berkembang (sedang membangun)adalah sebagai
sarana untuk mengembangkan integrasi dan identitas nasional. Pengalaman
dibeberapa negara menunjukan bahwa partai politik sering kali tidak
mampuh membina integrasi, akan tetapi malahan dapat menimbulkan
pengkotakkan

dalam

pertentangan-pertentangan.

Sekalipun

banyak

kelemahannya, tetapi secara garis besar partai politik tetap dianggap


sebagai sarana penting dalam kehidupan politik. Pembangunan bangsa
dengan segalah dimensinya hanya mungkin dilakukan apabila ada di
dukungan/partisipasi seluruh masyarakat dan untuk itu kekuatan sosial
politik memberikan andil untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang
timbul dalam negara serta memobilisasikan partisipasi rakyat. (Budiarjo,
1981: 20-21).
4. Menurut sifatnya , partai politik dibedakan menjadi beberapa
macam, yaitu
Partai Politik Ekstrim.
Suatu partai politik dikatakan bersifat ekstrim apabila partai politik itu
menganut suatu ajaran sebagai azasnya dan para pengikutnya secara apriori
tidak dapat bekerjasama atau tidak adanya saling pengertian dengan partai
politik lainnya dalam suatu wilayah negara yang sama.
Partai Politik Lunak.
Suatu

partai

politik

dikatakan

lunak

apabila

partai

politik

yang

bersangkutan berdasarkan ajaran/azaz dapat membinah kerjasama, saling


adanya toleransi dengan partai politik lainnya dalam wilayah suatu negara
yang sama.
Partai Politik Moderat.

Suatu partai politik dikatakan bersifat moderat apabila partai politik itu
berdasarkan ajaran yang dijadikan

azasnya beserta para pengikutnya

secara loyal dapat bekerjasama dengan partai politik lain yang hidup dan
berkembang dalam suatu wilayah negara yang sama.
Dalam kenyataannya pembedaan tersebut hanya bersifat gadrasi karena
pada dasarnya yang mewarnai suatu partai politik adalah para pelaku politik,
(Pandoyo, 1981 : 19-21).

c.

Fusi Sebagai Penyederhanaan Sistem Kepartaian


Organisasi-organisasi

kekuatan

sosial

politik

di

Indonesia

telah

disederhanakan dengan UU Republik Indonesia No. 3 Tahun 1975 tentang


Partai Politik dan Golongan Karya. Usaha penyederhanaan ini dimaksudkan
juga sebagai langkah untuk mendayagunakan kehidupan politik sehingga
dapat tumbuh dengan semakin kuat dan mantap, sekaligus memberikan
kepastian hokum tentang hokum, fungsi, hak dan kewajiban yang sama dan
sederajad dari organisasi-organisasi social politik itu sesuai dengan prinsipprinsip demokrasi Pancasila dan pelaksanaan pembangunan bangsa.
UU.No.3 Tahun 1975 itu telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 1985
sebagai usa penyesuaian perkembangan kehidupan social politik dengan
tuntutan dan kemajuan pembangunan nasional. UU.No.3 Tahun 1985 itu
merupakan pelaksanaan Tap. MPR No. II/MPR/1983 tentang GBHN yang
menetapkan bahwa satu-satunya azas bagi organisasi kekuatan social politik
dan kemasyarakatan adalah PANCASILA.
Dalam UU ini yang dimaksudkan dengan Partai Politik dan Golongan
Karya adalah organisasi kekuatan social politik yang merupakan hasil
pembaharuan dan penyederhanaan kehidupan politik di Indonesia, yaitu :

1.

Dua partai Politik yang pada saat berlakunya UU ini bernama : Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

2. Satu Golongan Karya yang pada saat berlekunya UU ini bernama : Golongan
Karya.
Partai Persatuan Pembangunan merupakan hasil fusi dari kelompok
Partai Politik yang bernafaskan Islam, yaitu :
1. Partai NU
2. Parmusi
3. PSII
4. PERTI
Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia merupakan hasil fusi dari :
1. PNI
2. Parkindo
3. Partai Katolik
4. IPKI
5. Partai Murba
Jadi sebelum terjadinya fusi yang kemudian tertuang dalam UU No.3
Tahun 1975 tersebut di Indonesia terdapat 9 Partai Politik dan 1 Golongan
Karya.
Partai Politik dan Golongan Karya sebagai organisasi yang dibentuk
oleh anggota masyarakat warga negara RI atas dasar persamaan kehendak,
mempunyai kedudukan, fungsi, hak dan kewajiban yang sama dan sederajad
sesuai dengan UU ini dan kedaulatannya berada di tangan anggota.
Partai Politik dan Golongan Karya berdasarkan Pancasila sebagai satusatunya azas. Azas dimaksud hdala azas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Tujuan Partai Politik dan Golongan Karya adalah :
1. Mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945

2.

Menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata spiritual dan


material berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah NKRI.

3. Mengembangkan kehidupan Demokrasi Indonesia.


Tujuan tersebut harus dicapai melalui program-program dengan
jira/semangat kekeluargaan, musyawarah dan gotong rotong. Partai Politik
dan Golongan Karya wajib mencantumkan azas dan tujuan itu dalam
Anggaran Dasarnya.
Partai Politik dan Golongan Karya memiliki fungsi :
1.

Sebagai salah satu lembaga Demokrasi Pancasila menyalurkan pendapat


dan aspirasi masyarakat secara sehat dan mewujudkan hak-hak politik
rakyat,

2.

Membina anggota-anggotanya menjadi warga negara RI yang bermoral


Pancasila, setia terhadap UUD 1945 dan sebagai salah satu wadah untuk
mendidik kesadaran politik rakyat.
Adapun yang menjadi kewajiban Partai Politik dan Golongan Karya
adalah :

1. Melaksanakan, mengamalkan dan mengamankan Pancasila dan UUD 1945.


2. Mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan RI.
3. Mengamankan dan melaksanakan GBHN dan Tap MPR lainnya.
KONSEP DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
(Pidato di BPUPKI Nomor I, II, dan III. Dan lainnya merupakan kesepakatan)
I.

Mr. Moh. Yamin (29 Mei 1945) :


1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

II.

Prof.Dr. Soepomo (31 Mei 1945) :


1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan Lahir dan Batin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat

III.

Ir. Soekarno (1 Juli 1945) :


1. Kebangsaan atau Nasionalisme
2. Peri Kemanusiaan dan Internasionalisme
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Social
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
(Diberi nama PANCASILA)

IV.

Piagam Yakarta (22 Juni 1945) :


1.

Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syarat Islam bagi pemelukpemeluknya

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


3. Persatuan Indonesia
4.

kerakyatan

Yang

dipimpin

oleh

Hikmat

Kebijaksanaan

dalam

Kebijaksanaan

Dalam

Permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
V.

UUD 1945 (Disyahkan PPKI 18 agustus 1945) :


1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4.

Kerakyatan

Yang

Dipimpin

Permusyaratan/Perwakilan

Oleh

Hikmat

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


(Tercantum pada bagian Pembukaan)
VI.

Konstitusi Ris (27 Desember 1949) maupun UUD Sementara (17 Agustus
1950) :
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Social
(Tercantum pada bagian Pembukaan)

A. BERBAGAI KRISIS DAN REFORMASI POLITIK DI INDONESIA.


( Sebagai Bahan Kegiatan Sanctioning Materi Penataran Sejarah di PPPG dan
PPKN Madang Tgl 22 s/d 26 Oktober 2001)

I.

PENGERTIAN ISTILAH.
Krisis secara etimologis

berasal dari bahasa Inggris : crisis yang artinya

kalut, genting, keadaan yang kalut, saat genting. Krisis dalam arti luas
meliputi keadaan kalut, genting disegalah bidang kehidupan masyarakat
sehingga ada krisis ekonomi, krisis moral, krisis kebudayaan, krisis politik
dan sebagainya.
Reformasi, berasal dari Formasi dari akar kata Form, yang berarti bentuk,
rupa. Formasi secara etimologis dari bahasa Inggris yakni Formation, artinya
ukuran, susunan. Reformasi berarti membentuk lagi, menyususn lagi,
menata kembali, memperbaiki lagi. Dengan demikian Reformasi Politik
adalah perubahan terhadap susunan atau bentuk atau sistem ke bentuk atau
susunan

atau

model

yang

baru

mengganti

yang

lama,

dibidang

ketatanegaraan dengan harapan atau tujuan yang lebih baik.


Politik, berasal dari kata polis yang berarti kota, negara kota (Yunani) dan
berkembang

dengan

istilah

Polites

warga

negara,

Politikos

kewarganegaraan. Politika (Romawi) yang berarti : masalah kenegaraan.


Bapak ilmu politik adalah Aristoteles (384-322) dengan bukunya Politeia.
Yang membahas Ilmu Politik dimana intinya adalah masalah :Negara atau
Kekuasaan (memerintah atau mengatur negara beserta masyarakatnya).
Dengan

demikian

Krisis

Politik

adalah

krisis

kenegaraan

atau

krisis

kekuasaan (pemerintah).
II.

KRISI POLITIK DI NEGARA INDONESIA


Krisis politik berarti terjadi kekalutan, keadaan yang genting dalam
ketatanegaraan Indonesia yang mempunyai dampak luas sehingga terjadi
perubahan (reformasi). Apabila krisis tersebut dapat diatasi dan tidak terjadi
perubahan ketatanegaraan karena hanya terjadi sesaat, walaupun juga
termasuk disebut krisis politik tetapi tidaklah termasuk reformasi. Sebaliknya
kemungkinan terjadi reformasi ketatanegaraan tetapi tidak melalui krisis
politik, tidak terjadi ketegangan dalam kehidupan politik.
A. Krisis Politik
Peristiwa 3 Juli 1946.
Tuntutan pengikut Tan Malaka yang dipimpin oleh Mr. Muhamad Yamin agar
Presiden Soekarno mengganti Kabinet Syahrir tetapi akhirnya di tolak.
Peristiwa ini di dahului dengan terjadinya penculikan PM Syahrir dan lainlainnya ketika berada di Solo pada 27 Juni 1946 dan berkat seruan Presiden
Soekarno maka Syahrir di bebaskan dari penyekapannya di lereng gunung
Lawu. Akibatnya, tokoh-tokoh Persatuan Perjuangan (Volksfront) diadili dan
dihukum pada Februari 1948. sangat terkenal pidato Muh Yamin yaitu : Sapta
Dharma.
Pemberontakan PKI di Madiun (18 September 1948).
Setelah kabinet Amir Syarifudin jatuh pada 29 Januari 1948 kemudian
bergabung dengan FDR yang dipimpin oleh Muso dengan strategi Jalan
Baru yang mempunyai arti menentang pemerintah yang mau berunding

dengan Belanda sekaligus bertindak Oposisi terhada kepemimpinan Dwi


Tunggal Soekarno-Hatta.
Apalagi Soekarno kurang percayai partai, terutama sub bekas oposisi (PNI
dan Masyumi). Akibatnya dibentuk kabinet non partai/Ekstra Parlementer
yaitu Kabinet Hatta jadi Hatta selain menjadi Wakil Presiden juga menjadi
Perdana

Mentri

untuk

mengatasi

pemberontakan

PKI

sekaligus

melaksanakan Perjanjian Renville.


Peristiwa 17 Oktober 1952.
Karena

pihak

parlemen

(DPRS)di

tuduh

terlalu

ikut

campur

dalam

kepemimpinan dan kebijakasanaan AD maka terjadilah demonstrasi yang


sebagian besar pendukung KASAD Kol. AH. Nasution dengan mengarahkan
moncong senjata berat ke arah istana negara, mengajukan tuntutan ;
bubarkan parlemen, disebabkan yang Republiken hanyalah 1/3 dan lainnya
adalah bekas boneka Belanda. Demonstrasi ini di pimpin oleh Letkol. Kemal
Idris, tetapi tuntutan itu di tolak presiden. Terkenal akan ucapan : Tentara
adalah Pasopati Negara, Jangan ikut-ikut Politik. Peristiwa ini berkepanjangan
di tubuh para perwira AD, yaitu adanya kelompok AH. Nasution dan
kelompoknya Kol. Bambang Supeno yang pro parlemen. Akhirnya Kol. AH.
Nasution di pecat dan terjadi pergantian pimpinan AD, bahkan KSAP APRI
yaitu Mayjen Simatupang mengundurkan diri. Walaupun dampak peristiwa
secara formal dapat diselesaikan dalam rapat Collegial (RACO) para perwira
Addi Yogyakarta pada 25 februari 1955 yang disebut : Piagam Keutuhan AD,
ternyata pergantian pimpinan AD oleh kabinet Ali I (1953 1955)
memperoleh mosi tidak percaya dari parlemen sehingga kabinet pun jatuh
pada 12 Desember 1955.
Krisis politik (1957 1959)
Setelah Pemilu tahun 1955 (parlemen dan Konstituante) tidak ada partai
yang menang mutlak sehingga dibentuk kabinet Koalisi (PNI, Masyumi , NU
dll) tanpa PKI, keadaan politik ternyata tidak stabil sehingga Kabinet Ali II

(24-3-1956) tidak bisa mengatasi dan menyerahkan mandatnya kepada


presiden pada 14 Maret 1957. sebab timbulnya krisis antara lain :
Bung Hatta mengundurkan diri dari Wakil Presiden, sehingga Dwi Tunggal
menjadi pecah pada tahun 1956.
Dalam Pemilu dengan tak terduga PKI menjadi 4 besar dan dengan adanya
Konsepsi Presiden (Kabinet 4 kaki) menimbulkan rasa tidak puas golongan
yang anti komunis.
Timbulnya rasa tidak puas dari beberapa daerah serta belum layaknya
kehidupan para prajurit menyebabkan timbulnya beberapa Dewan Daerah
yang mengambil alih kekuasaan dan nantinya timbul pemberontakan
PRRI/Permesta, selain itu adanya upaya membunuh Presiden Soekarno yang
terjadi beberapa kali, diantaranya Peristiwa Cikini.
Untuk mengatasi krisis maka dinyatakan SOB (Staat Orlog en Beleigh =
Darurat Perang) dan dibentuk Zaken Kabinet (Kabinet Ahli) yang dipimpin
oleh Ir. H. Djuanda (Non Partai).
Krisis bertambah dengan gagalnya Konstituante untuk membuat UUD baru,
akibatnya perbedaan tentang dasar negara : Pancasila atau Piagam Jakarta.
B. Reformasi Politik Tanpa Krisis Politik.
Demokrasi Parlemen.
Sidang

PPKI

pada

tanggal

22

Agustus

1945

dengan

keputusannya

membentuk : Komite Nasional, PNI (Partai Tunggal), BKR. Untuk


menggambarkan Indonesia negara demokrasi maka terjadilah reformasi
ketatanegaraan Indonesia yaitu :
Maklumat Wakil Presiden No. X, dimana KNIP yang tadinya sebagai pembantu
presiden di jadikan lembaga legislatif (parlemen) pada tanggal 16 oktober
1945.
Maklumat Pemerintah pada tanggal 3 November 1945, masyarakat diberi
keleluasaan membentuk partai politik yang berarti sistem partai tunggal
(PNI) tidak jadi dilaksanakan dan diganti dengan multi partai.

Kabinet Presidensial (menurut UUD 1945) dirubah menjadi

Kabinet

Parlementer sehingga terbentuk kabinet Syahrir I pada tanggal 14


November 1945 (ini merupakan pelanggaran pertama terhadap UUD 1945).
NKRI menjadi RIS.
Sebagai kelanjutannya KMB UUD 1945 diganti Konstitusi RIS dan NKRI di
ganti RIS yang terdiri dari 16 negara bagian. Presiden Soekarno menjadi
Presiden RIS dan Wakil Presiden Hatta menjadi Perdana Mentri RIS. Adapun
pejabat Presiden RI adalah M. Assat, sedangkan badan legislatif terdiri dari
Parlemen dan Senat. Tetapi RIS yang terbentuk pada tanggal 17 desember
1949 akhirnya bubar pada tanggal 15 Agustus 1950 dan kembali menjadi
NKRI, sedangkan Konstitusi RIS diganti UUDS (UUD 1950).
C. Reformasi Politik Akibat Krisis Politik.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959/Demokrasi Terpimpin.
Akibat krisis politik pada tahun 1957 hingga 1959, terutama setelah
gagalnya konstituante menyususn UUD berakibat : kembali ke UUD 1945
(Kabinet Presidensial); Konstituante di bubarkan, DPR hasil pemilu 1955 di
ganti

DPRGR,

partai

disederhanakan

menjadi

tinggal

10

partai

dan

Demokrasi Liberal/Parlementer di ganti Demokrasi Terpimpin, serta lahirnya


lembaga inkonstitusional antara lain : Front Nasional. Disamping itu mulai
tampilnya Militer dalam kancah politik karena termasuk golongan fungsional
sehingga ada anggota militer yang diangkat menjadi pimp[inan maupun
anggota MPRS/DPRGR sejak tahun 1960. hal ini berarti Dwi Fungsi ABRI
sudah di laksanakan sejak Demokrasi Terpimpin.
Catatan tentang Dwi Fungsi ABRI :
Secara faktual dalam masa perangkemerdekaan ada gerilyawan yang
menjadi kepala desa, camat di daerah Republik.
Waktu pemberontakan PKI di Madiun maka diangkat Gubernur Militer yaitu
Kol. Sungkono di Jawa Timur dan Kol. Gatot Subroto di Jawa Tengah.
Bahkan dalam rangka Nasionalisasi Perusahan Milik Negara-Negara Barat,
masa perjuangan pembebasan Irian Barat, banyak direktur perusahan yang

diambil dari kalangan ABRI, contohnya pabrik rokok Faroka (Belgia), dimana
dirutnya adalah Mayor Harmani.
Adapun Dekrit Presiden tak mungkin berhasil bila tanpa dukungan AD yang
mana KSAD kembali di jabat oleh Mayjen. AH. Nasution pada tahun 1955.
konsepsi Dwi Fungsi ABRI dikemukakan oleh AH.Nasution pada waktu
memberi kuliah umum di AMN Magelang pada tahun 1958, dimana intinya
ABRI bukan hanya sekedar alat negara tetapi juga ikut serta dalam
penyelenggaraan negara. Kiranya ini rentetan dari peristiwa 17 oktober 1952
yang juga akibat dari kurangnya kewibawaan sipil (partai sipil) dalam
mengatasi krisis negara.
Surat Perintah Sebelas Maret 1966/Demokrasi Pancasila.
Krisis politik akibat adanya G 30 S/PKI serta jatuhnya Presiden Soekarno (SI
MPRS 1967) menjadikan Supersemar dianggap sebagai kelahiran ORBA yang
menggantikan ORLA . dimana Demokrasi Terpimpin diganti Demokrasi
Pancasila (1966-1998). Reformasi antara lain :
ABRI tak ikut dalam pemilu tetapi diangkat (konsensus Pelabuhan Ratu pada
tahun 1968) antara Presiden Soeharto dengan Partai Politik.
ABRI sebagai golongan fungsional dapat menjadi anggota Eksekutif,
Legislatif di pusat maupun di daerah, termasuk menjadi pimpinan MA.
Partai Politik disederhanakan dari 10 partai (Pemilu 1971) menjadi 3 partai
dengan diadakan nya fusi pada tahun 1973.
UUD 1945 disakralkan sehingga MPRS/MPR lewat TAP nya tetap akan
mempertahankan (Ingat referendum yang sulit untuk dilaksanakan).
Kembali ke Demokrasi Parlementer 1998.
Setelah presiden Soeharto menyerahkan kekuasaannya kepada Wapres
Habbie pada tanggal 21 November 1998, sangat marak tuntutan reformasi
disegalah bidang, antara lain :
Pemilu tahun 1999 diikuti 48 partai politik

Kabinet dibentuk multi partai karena tak ada yang menang mutlak, tetapi
ada menteri yang masih dari ABRI.
Adanya upaya amandemen UUD 1945, diantaranya kejelasan masa jabatan
presiden.
Adanya upaya menghapuskan Dwi Fungsi ABRI paling tidak sejak tahun 2004
ABRI tidak duduk lagi di DPR, mungkin hanya di MPR (?).
Masa sekarang ini kekuasaan di pegang oleh sipil (partai politik) dan berbeda
dengan masa ORBA dimana kekuasaan dipegang oleh Militer dengan baju
Golkar.

KESIMPULANNYA :
Kabinet

: Presidensial (1945) Parlementer (1945-1957) Presidensial

(1959 -.)
Legislatif : KNIP SENAT/PARLEMEN DPRS DPR DPRGR/MPRS DPR/MPR
Demokrasi : Parlementer Terpimpin Pancasila Parlementer
Konstitusi : UUD 1945 Konstitusi RIS UUDS UUD 1945 -....(?)
Bentuk Negara : NKRI RIS NKRI (bandingkan adanya otonomi luas dengan
negara bagian RIS).

KRISIS DAN REFORMASI KABINET RI SEJAK TAHUN 1945


SEBABNYA :
TOKOH SESUATU

PARTAI YANG DIBERI MANDAT Presiden tak berhasil

membentuk kabinet Koalisi (maklum belum ada partai yang mayoritas)


sehingga menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno.
Antara partai berebutan jabatan Perdana Mentri atau berambisi untuk
memegang posisi menteri yang dianggap penting (maklum berlakunya
sistem Cowhandle)
Adanya mosi tidak percaya pada parlemen, sehingga kabinet menjadi jatuh.

AKIBATNYA :

DALAM MASA Demokrasi Liberal kabinet jatuh bangun atau Presiden


mengambil alih kepemimpinan kabinet, sehingga dibentuk kabinet :
Ekstra Parlementer, Zaken Kabinet atau merubah menjadi Kabinet
sistem presisdensial. Kadang-kadang kabinet bisa selamat setelah
adanya reformasi, umpamanya pergantian menteri, penambahan
menteri dari partai oposisi.

KABINET RI SEJAK 1945 - 2009


(Perhatikan : sistem, Nama, Usia, masa Kerja, Nama Partai Perdana Mentri )
ORDE LAMA (22 tahun)
1. Presidensial (2 September 14 November 1945)

: Demokrasi......(?)

2. Parlementer (14 November 1945 5 Juli 1959)

: Demokrasi Liberal

Syahrir I,II,III (14 Nov 45 26 Juli 1947 )

: Partai Sosialis

Amir I,II (3 Juli 1947 29 januari 1948)

Hatta I,II (29 januari 1948 20 Des 1949)

: Ekstra Parlementer

Hatta III/RIS (20 Des.1949 6 Sep. 1950)

: Ekstra Parlementer

Natsir (6 Sep. 1950 27 April 1951)

: Masyumi

Sukiman (27 April 1951 3 April 1952)

Wilopo (3 April 1952 30 juli 1953)

: PNI

Ali I (30 juli 1953 12 Agustus 1955)

: PNI

: Partai Sosialis

: Masyumi

Burnahudin Harahap (12 Agt 55 24 Mar 56)

: Masyumi

Ali II (24 Maret 1956 9 April 1957)

: PNI

Djoenda(Karya) I,II (9 Apr 57 10 Jul 1959)

: Zaken Kabinet/Non

partai

3. Presidensial (10 Juli 1959 -..............................)

Kerja I,II,II,IV (10 Jul 59 27 Agt 1964)

Dwikora I,II (27 Agt 1964 25 Juli 1966)

Ampera I,II (25 Jul 1966 6 Juni 1968)

: Demokrasi Terpimpin.
: Pres. Soekarno
: Pres. Soekarno
: Triumvirat (Soekarno, H.
Buwono dan Adam

Malik)

ORDE BARU (30 Tahun)


4. Presidensial (11 Maret 1966 21 November 1998)

: Demokrasi Pancasila.

Pembagunan I (6 juni 1968 Maret 1973)

: Soeharto/Pjb. Presiden

Pembangunan II - VI (28 Mar 73 21 mei 1998)

: Soeharto/Pres. Soeharto

REFORMASI
5. Presidensial (1998...............................................)

: Demokrasi Parlemnter

Pembangunan VII (21 Mei 1998 oktober 1999)


bln)

: Presiden BJ. Habibie (17

Persatuan Nasional (Oktober 1999 juli 2001)

: Pres. Abd. Wahid

(23 bln)

Gotong Royong (Juli 2001-Oktober 2004)

: Pres. Megawati (37 bln)

Indonesia Bersatu I (Okt 2004 okt 2009)

: Pres. Susilo bamabng

Yud.

Indonesia bersatu II (Okt 2009 Okt 2014)

; Pres. Susilo Bambang

Yud.

CATATAN :
Dengan bukti banyak partai (48) partai dan kabinet Wahid di ganti menunjukan
kebangkitan Demokrasi Parlementer/ partai berperan
Masa Demokrasi Parlementer (45 47 atau 45 59) kabinet mengalami jatuh
bangun dimana selama 12 tahun atau 14 tahun terdapat 11 kabinet tanpa
menghitung reformasi kabinet yang bersangkutan. Usia terlama adalah kabinet Ali I
selama 23 bulan.

POSISI

DAN

KEDUDUKAN

REFORMASI YAITU :

MPR

SEBELUM

DAN

SESUDAH

AMANDEMEN

DAN

KEDUDUKAN MPR SEBELUM REFORMASI :

KEDUDUKAN MPR SETELAH REFORMASI :

Catatan
Tidak ada lembaga tertinggi negara. Semua lembaga sama kedudukannya/sejajar.
Malang 17 Oktober 2001
Soepratignyo

Diketik kembali malang 6 Januari 2011


John Muli

Anda mungkin juga menyukai