Dalam berbagai literature sejarah disebutkan bahwa kehadiran Islam di Jerman dan
sebagian Negara lain di Eropa, karena didorong oleh factor migrasi dari Negaranegara Islam di Afrika timur, Timur Tengah , Turki , dan Asia. Baik karena alasan
politik maupun untuk mencari pekerjaan.
Akan tetapi, Islam sebenarnya sudah menapakkan jejaknya di Jerman jauh sebelum
itu. Yaitu pada masa Kesultanan Ottoman, sekitar abad ke-18, ketika kedua bangsa
itu menjalin hubungan diplomatic , militer ,dan ekonomi.
Pasukan ini terdiri dari bangsa Bosnia , Albania , dan Tartar. Pada tahun 1760, Prusia
bahkan menambah unit pasukan Korps Bosnia yang berkekuatan 1.000 tentara.
Bersamaan dengan itu, imigrasi penduduk dari sejumlah Negara Islam di kawasan
Balkan juga terus berlangsung. Jumlah mereka terus bertambah.
Pada tahun 1798, untuk kali pertama, sebuah pemakaman Muslim dibuka di Ibu
kota Berlin. Pemakaman itu sempat dipindahkan pada tahun 1866, dan masih ada
hingga kini. Sampai tahun 1900, terdapat lebih dari 10ribu umat Muslim di Jerman
yang kebanyakan dari Balkan dan Turki.
para tawanan ini. Namun, operasional masjid tersebut tak berjalan lama karena
pada tahun 1930 masjid terpaksa ditutup.
Setelah perang usai, masih ada sebagian kecil komunitas Muslim yang menetap di
Berlin. Mereka terdiri atas para intelektual dan mahasiswa. Untuk kali kedua ,
sebuah Masjid didirikan komunitas ini dengan nama Masjid Ahmadiyya di Berlin dan
dibuka secara resmi pada tahun 1924 . Imam pertamanya bernama Maulama Sadrud-Din dari India .
Sejak itu, kehidupan umat Islam terus berkembang , termasuk ke dalam kegiatan
pendidikan dan organisasi .Islam Colloguium , institusi pendidikan untuk anak-anak ,
dibentuk untuk pertama kali tahun tahun 1932. Pada masa itu,terdapat sekitar 3000
muslim di Jerman dan 300 diantaranya warga asli.
Ketika kejaan Nazi dipimpin Hitler berlangsung, umat Islam memang tidak dijadikan
target utama, tapi mereka tetap merasakan kecurigaan dan menerima
ketidakadilan di tengah euphoria supremasi ras Aria (kulit putih). Banyak dari kaum
Muslim terpaksa mengungsi ke Negara lain.
Ketika perang selesai dan dimenangkan oleh sekutu, jumlah umat Islam di Jerman
tinggal beberapa ratus saja. Kebangkitan industry bangsa jerman membuka
lembaran baru. Para pekerja asing diundang untuk mengisi berbagai posisi
pekerjaan di pabrik-pabrik yang telah dibangun.
Era tahun 60-an, terjadi gelombang migrasi dari Negara-negara Islam. Dalam dua
decade, peningkatan jumlah penduduk beragama Islam tercatat sangat pesat.
Angkanya mencapai tiga juta jiwa lebih, dan didominasi oleh pendatang dari Turki
(sebagian besar mereka dari Anatolia , kawasan tenggara Turki).
Keberadaaan orang-orang Islam pertama sekali di negeri Jerman tidak terlepas dari
masuknya bangsa Turki ke wilayah tersebut di akhir abad ke 17 yang merupakan
respons perlawanan terhadap kolonialisme Barat. Mereka menetap dan
berketurunan di wilayah tersebut. Ketika bangkitnya industri-industri di Eropah,
banyak warga Muslim dari Turki dan Timur Tengah melakukan migrasi untuk mencari
pekerjaan ke Eropah termasuk Jerman. Tahun 1961, 1963, dan 1965 orang-orang
keturunan Turki, Maroko, dan Tunisia direkrut sebagai pekerja di Jerman atas
persetujuan antara pemerintah Jerman dengan negara-negara bersangkutan.
Belakangan warga Muslim dari Libanon, Palestina, Afganistan, Aljazair, Iran, Iran dan
Bosnia juga datang ke Jerman mengungsi karena negara mereka dilanda perang.
Karena merupakan negara maju, Jerman juga menjadi target bisnis dan pendidikan.
Banyak para profesional, pebisnis, pekerja dan mahasiswa Muslim dari India,
Pakistan, dan Asia Tenggara datang dan sebagian menetap di sana.
Jumlah penduduk Muslim di Jerman saat ini berkisar 3,7 juta jiwa. Mayoritas adalah
keturunan Turki dengan jumlah lebih dari 2 juta orang. Menurut statistik tahun 1999,
komposisi kaum Muslim di negeri ini adalah sbb: Turki 2.053.564, Bosnia 167.690,
Iran 116.446, Marokko 81.450, Afghanistan 71.955, Libanon 54.063, Pakistan
36.924, Tunisia 26.396, Syiria 19.055, Aljazair 17.705, Irak 16.745, Mesir 13.455,
Yordania 12.249, Albania 10.528, Indonesia 9.470, Somalia 8.248, Banglades 7.156,
Sudan 4.615, Malaysia 3.084, Senegal, 2.509, Gambia 2.371, Libya 1.898, Kirgistan
1.662, Azerbaijan 1.399, Guinea 1.287, Usbekistan 1.249, Yaman 1.083. Tidak jelas
berapa jumlah Muslim yang berasal dari Jerman sendiri. Satu laporan dari Lembaga
Statistik Khusus umat Islam di Jerman menyebutkan sedikitnya 18.000-an orang,
namun ada dugaan menyebutkan sekitar 40.000 orang.
Kebebasan Beragama
polling percaya bahwa umat Islam harus diberikan kebebasan untuk melaksanakan
ajaran agama mereka.
Organisasi-organisasi Islam di Jerman umumnya berafilisasi kepada kelompokkelompok kultural seperti tersebut diatas. Namun belakangan ada upaya-upaya
penyatuan dengan membuat lembaga yang berfungsi sebagai mediator dan
pemersatu berbagai organisasi yang ada.
Tidak hanya di level sekolah, pendidikan Islam juga mulai diperkenalkan pada
tingkat akademik dengan membuka Jurusan Teologi Islam di perguruan tinggi di
Jerman. Pendidikan pada tingkat akademik ini dianggap dapat memberi solusi
terhadap masalah kehidupan Muslim dalam keragaman dan juga dapat mengangkat
isu partisipasi mereka dalam diskursus politik di negara tersebut.
bisnis. Karenanya tidak sedikit mesjid yang memiliki toko, restoran, perpustakaan,
dan ruang pertemuan. Saat ini jumlah mesjid di Jerman berkisar 2000, namun
sebagian besar tidak dalam bentuknya yang umum, melainkan ruko-ruko yang
berada dekat pusat bisnis dan perumahan kaum Muslim. Tuntutan kaum Muslimin
untuk membangun mesjid dalam bentuknya yang umum selalu kandas di tingkat
parlemen setempat. Namun sejak tahun 1990-an, banyak mesjid yang utuh dan
megah di bangun. Satu laporan menyebut sekitar 200 telah terbangun dan lebih
dari 30 dalam proses pembangunan.
Sebagai catatan akhir, dapat dikatakan bahwa perkembangan Islam dan komunitas
Muslim di Jerman tampak memberi dampak yang positif bagi kehidupan masyarakat
Jerman. Penerimaan Islam oleh masyarakat Jerman sendiri menunjukkan agama ini
memberikan alternatif bagi pemecahan masalah kehidupan mereka. Islam tidak lagi
diidentikkan sebagai agama para imigran melainkan agama yang terintegral dari
kehidupan mereka sendiri. Integrasi Islam dan kultur mereka inilah yang akan
membangun apa yang dikenal sebagai Euro Islam.