Dalam Musyawarah
Maulana ilyas rah.a berkata Musyawarah adalah perkara yangbesar.Allah Swt berjanji apabila
kalian duduk ber Musyawarah dan bertawakal kepada Allah Swt ,maka sebelum kalian berdiri
,kalian akan mendapat taufik ke jalan yang lurus.
Musyawarah adalah azas dari usaha dakwah ini yang akan menjadi ruh dalam setiap
pengorbanan.pengorbanan tanpa Musyawarah akan sia-sia.tanpa Musyawarah maka ijtima iyyat
kerja akan hilang dan pertolongan Allah Swt.Akan menjauh,karena nusralullah akan datang
melalui kebersamaan umat ini.
Musyawarah adalah pengganti turunyya wahyu yang tidak akan turun lagi ,usaha ini tidak
mengharap bantuan dari dunia tetepi semata-mata hanya pertolongan dari Allah Swt.Dengan
Musyawarah kesatuan hati akan terwujud dan akan meningkatkan pikir.
Ijima iyyat bukan berkumpulnya sekelompok orang,tetapi adanya kesatuan hati,pikir,dan gerak
sebagai mana dalam shalat berjamaah.ketika shalat seluruh jamaah satu hati (tawajuh),satu pikir
(khusyu) dan satu gerak dan ini akan terwujud jika memiliki sipat itsar (mengutamakan orang
lain daripada diri sendiri) dan tawadhu (merasa orng lain lebih baik daripada diri sendiri).
Maulana Inamul rah a berkata :
Musyawarah adalah berkumpul ,berpikir dan mentaaati keputusan.seluruh anbiya a.s biasa
duduk dan berpikir.Rasullullah Saw masuk ke gua hira duduk berpikir dan menerima
wahyu.dimana ada kerisauan disitu ada petunjuk Allah Swt.
Karena seekor ayam mau mujahadah duduk mengerami telurnya maka telurnya pun mendapat
ruh dan hidup sehingga jika kita mau duduk dalam Musyawarah maka Allah Swt akan bukakan
jalan pemecahan.
Sebelum waktu Musyawarah diadakan para ahli musyawarah banyak berdoa dan menangis
agar Allah Swt memberikan keputusan terbaik dan tetap tawajjuh dalam Musyawarah.apabila
di dalam Musyawarah terjadi kerusakan ini maka keruakan ini akan akan wujud ke seluruh
alam.
Kerja ini adalah kerja Nabi Rasullullah Saw tidak bekerja sendirian tetapi bekerjasama dengan
para sahabat r.a sehingga mereka semua mendapat tarbiyah dari Allah Swt maka betulkan niat
hanya mencari keridhaanNya agar Allah Swt memberi tarbiyah yang sama.
sasaran Musyawarah adalah bagaimana agar setiap usulan dengan mudah dan senang hati
diterima oleh Musyawirin.setiap usul dan keputusan harus jelas terbentang di hadapan seluruh
ahli Musyawarah agar tidak terjadi perpecahan dan selama hal itu merupakan yang terbaik
untuk umat.
Apabila usul kita di terima segera ber istigfar , sebab mungkin saja usul itu mendatangkan
mudharat bagi orang lain ,sebaliknya jika usulan kita di tolak maka ucapkan Alhamdulillah.
Tidak memotong pembicaraan ( interupsi ),tunggulah orang lain selesai bicara dan tidak
boleh menguatkan pendapat orang lain.
Keputusan bukanlah pada suara yang terbanyak. Kebenaran hanya pada Allah dan RasulNya.hendaknya keputusan sesuai dengan laporan ( kargozari ) atau data yang ada.
Tidak mengajkan diri sendiri dalam suatu tugas , kecuali tugas Khidmat dan Mutakallim.
Apabila keputusan telah di tetapkan ,maka ini adalah suatu amanah dari Allah SWT dan
siap melaksanakannya ( samina wa athana ). Menerima keputusan musyawarah sebagai
hadiah bukan sebagai beban.
Apabila dari hasil musyawarah terjadi hal yang tidak diinginkan maka janganlah berandai
andai.hal ini akan menimbulkan peluang syetan untuk memecah hati kita.
Perbedaan pendapat dalam musyawarah adalah rahmat tetapi beda pendapat di
luar musyawarah adalah Laknat.
Insya Allah Siap Amal..
[246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan
politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
Adab Musyawarah
Hikmah Musyawarah
Latar Belakang
Saat ini masih banyak orang salah persepsi tentang musyawarah,
sebenarnya hakikat musyawarah adalah cara mengambil keputusan
dengan baik. Tidak dapat di pungkiri bahwa manusia hidup tidak terhindar
dari masalah dan mereka di tuntut untuk menyelesaikannya. Pada sisi
lain, adanya kesulitan dalam mengambil keputusan merupakan hal yang
wajar bahkan bisa menimbulkan kesukaran-kesukaran terhadap
keputusan itu sendiri yang menyangkut seluruh aspek kehidupan.
Dalam musyawarh perbedaan pendapat itu wajar, tapi bagaimana
menyampaikan perbedaan pendapat tersebut agar orang tidak
tersinggung. Dewasa ini musyawarah berkaitan dengan kejadian-kejadian
anarkis seperti sidang para DPR, kenapa demikian karena mereka tidak
paham apa tujuan musyawarah tersebut. Tujuan dengan diadakannya
musyawarah agar tercipta tujuan yang sama.
Islam sudah mengajarkan bagaiman musyawarah yang baik dan
benar, dalam al-Quran bahwa konsep Musyawarah tersebut merupakan
tradisi umat muslim pada masa nabi yang harus terus dilestarikan dalam
tatanan kehidupan sekaligus merupakan perintah Allah yang disampaikan
kepada nabi sebagai salah satu landasan syariah yang harus tetap
ditegakan. Terutama dalam kehidpan moderen saat ini.
2.
Rumusan Masalah
a)
b)
c)
3.
Tujuan penulisan
a)
BAB II
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian musyawarah
Akar kata musyawarah yang sudah menjadi bahasa Indonesia tersebut
adalah syura yang berarti menampakan sesuatu atau mengeluarkan madu dari
sarang lebah. Musyawarah bararti menampakan sesuatu yang semula tersimpan
atau mengeluarkan pendapat yang baik kepada pihak lain.
Syura berasal dari kata syawwara - yusyawwiru yang berarti menjelaskan,
menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu, bentuk lain dari kata kerja
ini adalah asyara (memberi isyarat), tasyawara, (berunding saling tukar pendapat),
Syawir (minta pendapat) musyawarah dan mustasyir ( minta pendapat orang lain).
jadi Syura adalah menjelaskan, menyatakan atau mengajukan pendapat yang baik,
di sertai dengan menaggapi dengan baik pula pendapat tersebut.
2.
apabila cara musyawarah untuk mufakat tidak dapat di capai dan telah
di upayakan berkali-kali maka dapat di gunakan cara lain yaitu dengan
pengambilan suara terbanyak (voting).
Dengan demikian musyawarah dalam demokrasi yaitu memberikan
suatu
kewenangan mengeluarkan
pendapatsebagaimana
telah
ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) yang berbunyi setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan
pendapat.
3.
1.
2.
3.
4.
b) Manfaat Musyawarah
Musyawarah, mengandung banyak sekali manfaatnya. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
Apabila usul kita di terima segera ber istigfar , sebab mungkin saja usul
itu mendatangkan mudharat bagi orang lain ,sebaliknya jika usulan kita di
tolak maka ucapkan Alhamdulillah.
6.
7.
8.
Apabila keputusan telah di tetapkan, maka ini adalah suatu amanah dari
Allah SWT dan siap melaksanakannya ( samina wa athana ). Menerima
keputusan musyawarah sebagai hadiah bukan sebagai beban.
9.
Apabila dari hasil musyawarah terjadi hal yang tidak diinginkan maka
janganlah berandai andai.hal ini akan menimbulkan peluang syetan
untuk memecah hati kita.
BAB III
D. PENUTUP
1.
a)
Kesimpulan
Musyawarah adalah pengambilan keputusan bersama yang telah
disepakati dalam memecahkan suatu masalah. Cara pengambilan
keputusan bersama dibuat jika keputusan tersebut menyangkut
kepentingan orang banyak atau masyarakat luas. Terdapat dua cara yang
dapat ditempuh dalam pengambilan keputusan bersama, yaitu dengan
musyawarah mufakat dan dengan pengambilan suara terbanyak atau
yang lebih dikenal dengan istilah voting.
2.
E. DAFTAR PUSTAKA
Djoko Soetopo. 1987. Faedahmusyawarah, yogyakarta: pustakapelajar.
Syafiie, Inu kencana.2002system pemerintahan Indonesia, Jakarta :PT Rineka cipta
http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Musyawarah1.html
http://aakkuucintaindonesia.blogspot.com
ADAB BERMUSYAWARAH
ADAB
BERMUSYAWARAH
Oleh: Ahmad Adaby Darban
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Sudah 15 abad yang lalu Islam mengajarkan musyawarah sebagai lembaga untuk
berunding dalam memecahkan persoalan bersama, atau membahas sesuatu untuk
memperoleh suatu keputusan bersama. Secara jelas dan terdapat bukti tekstual
bahwa Islam yang pertama kali mengajarkan musyawarah ( jauh sebelum lahirnya
ide demokrasi ). Musyawarah berasal dari kata syawara yusyawiru
musyawaratan, yang artinya berunding.
Dan bagi orang-orang yang mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka diputuskan dengan MUSYAWARAH di antara mereka, dan
mereka menafkahkan sebagain rizki yang Kami berikan kepada mereka ( Q.S. AsySyura:38).
Maka disebabkan dari rahmat Allah-lah kamu berlaku santun terhadap mereka,
sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi
mereka, dan BERMUSYAWARAHLAH dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah berbulat-tekad, maka bertawakallah kepada Allah,
sesungguhnya Allah itu menyenangi orang-orang yang bertawakal kepadaNya
( Q.S. Ali Imran : 159 ).
Dalam musyawarah harus diikuti dua orang atau lebih, dan akan lebih baik lagi bila
terdapat penengah (moderator), sebab dalam musyawarah kemungkinan dapat
terjadi perbedaan pendapat yang akan menimbulkan dialog, sampai dengan debat
ketika membahas sesuatu. Dengan musyawarah itu diharapkan akan mendapatkan
hikmah, kebijakan dan kebajikan bersama, serta kemaslahatan semua pihak. Selain
itu, semua anggota musyawarah mempunyai hak bicara yang sama, dan berbeda
atau sama pendapat dengan anggota musyawarah yang lain, sehingga diperlukan
hujjah atau argumentasi untuk meyakinkan pendapatnya. Suasana dinamis dan
dialogis akan muncul, yang diikuti saling memahami dan menghormati perbedaan
pendapat, sehingga dapat diambil kesimpulan atas kesepahaman bersama.
Oleh karena itu sejak dari zaman KHA Dahlan, Muhammadiyah selalu
menggunakan musyawarah di dalam mengambil keputusan persyarekatan, dan ini
merupakan tradisi yang sehat bagi Muhammadiyah sampai saat ini.
Dalam perjalanan sejarahnya, Muhammadiyah telah menyusun peringkat
musyawarah, yaitu antara lain: Di tingkat nasional permusyawaratan tertinggi ialah
Muktamar ( zaman Hindia Belanda diberi nama Konggres ), dan di bawah muktamar
adalah Sidang Tanwir. Di tingkat Propinsi permusyawaratan Muhammadiyah disebut
Musyawarah Wilayah (Muswil); Di daerah tingkat II, disebut Muyawarah Daerah
(Musda); Di daerah Kecamatan disebut Musyawarah Cabang (Muscab); dan di
tingkat paling bawah disebut Musyawarah Ranting (Musrant). Dengan demikian di
ADAB
BERMUSYAWARAH
OLEH:
AHMAD ADABY DARBAN
Adab Bermusyawarah
Dalam Islam
Ditulis oleh Abu Bakar Bin Yang. Posted in Utusan Malaysia
Perbezaan pendapat manusia sama ada dalam perkara yang berkaitan dengan hal ehwal
agama atau urusan dunia merupakan lumrah hidup dan tabie hidup manusia. Namun ianya
bukanlah alasan untuk kita sentiasa bertelagah sesama sendiri sehingga membelakangkan
adab dan etika. Bahkan dalam syariat Islam itu sendiri telah menggariskan prinsip-prinsip serta
adab sekiranya timbul perbezaan pandangan dalam sesuatu hal atau urusan. Contohnya,
syariat Islam itu menggalakkan umatnya bermusyawarah untuk menentukan sesuatu urusan,
dan di dalam musyawarah itu akan lahir suasana untuk bermuzakarah, berdialog dan
perbincangan yang sihat. Dan perbincangan itu pula mestilah berteraskan kepada akal yang
waras, pemikiran yang bernas serta berdebatan yang dilakukan dengan sebaik-baiknya. Yang
mana kesemuanya ini bertujuan untuk mencari kebenaran, kebaikan dan manfaat manusia
seluruhnya.
Banyak sebab yang boleh melahirkan suasana perbezaan pendapat ini, di mana
antaranya ialah berbezanya kefahaman terhadap sesuatu perkara, perbezaan hujah
dan alasan yang bersandarkan kepada sumber yang juga berbeza, dan perbezaan
penggunaan istilah atau bahasa. Malah ada juga yang berpegang kepada sesuatu
pendirian secara membuta tuli tanpa ilmu pengetahuan yang sah, yang natijahnya
melahirkan golongan yang berhujah dengan penuh kejahilan, ketaksuban, hasad dengki
dan mengikut hawa nafsu. Inilah antara gambaran yang diperlihatkan oleh al Quran
watak-watak jahil kaum musyrikin yang tidak mahu mengakui kerasulan dan kebenaran
Nabi Muhammad s.a.w. walaupun baginda mendatangkan dalil-dalil, bukti-bukti dan
bahkan mukjizat yang jelas dan nyata di depan mata mereka. Namun disebabkan
keangkuhan, kesombongan, hasad dengki dan kepentingan peribadi atau puak, maka
segala dalil dan bukti yang jelas dan nyata tadi ditolak.
Dengan menelusuri sejarah peradaban dan tradisi keilmuan Islam, kita dapati terdapat
banyak khazanah penulisan cerdik pandai Islam yang mengupas isu perbezaan
pendapat ini secara ilmiah dan bernas. Antaranya, Adab al Hiwar (adab
berdialog), Ilmu al Jidal (ilmu berdebat), Adab al Iktilaf (adab berbeza pendapat) dan
sebagainya. Kesemua penulisan ini menjurus kepada membentuk suasana yang sihat,
berakhlak dan beradab walaupun dalam keadaan masing-masing memiliki pendapat
dengan alasan dan hujah yang bebeza-beza. Inilah indah dan cantiknya Islam, iaitu
agama yang bersifat syumul dalam segala hal, memiliki sifat universal' untuk semua
kaum dan bahasa, serta berupaya menyatukan semua rupa bangsa di bawah satu
payung yang besar lagi adil, walaupun mereka itu terdiri daripada pelbagai warna kulit,
bahasa, dan budaya.
Dalam semangat membentuk manusia yang beradab inilah maka adab-adab
bermuzakarah yang digariskan oleh syariat Islam ialah ianya mestilah berpaksikan
kepada kebenaran, jauh dari segala bentuk pembohongan dan sentiasa berusaha
menjauhi segala bentuk keraguan. Bahkan kemuliaan adab-adab bermuzakarah ini
hendaklah sentiasa dipertahankan walaupun berhadapan dengan mereka yang
berhujah dengan alasan yang batil sepertimana yang telah dirakamkan oleh al Quran,
iaitu dialog antara nabi Musa a.s dengan Firaun. Sungguhpun memenangi perdebatan
atau perang mulut' dengan Firaun, nabi Musa tetap mempertahankan nilai-nilai
ketinggian akhlak ketika berhujah dan berdialog sehingga memaksa Firaun yang batil itu
menggelar nabi Musa a.s sebagai gila dan ahli sihir.
Inilah antara hikmahnya apabila sesuatu hujah yang kuat dan benar itu disampaikan
dengan penuh sopan, berakhlak dan beradab, maka ianya secara tabie menjadi lebih
bertenaga dan dapat diterima oleh orang ramai. Lihat saja apa yang berlaku seterusnya
kepada sekumpulan ahli sihir Firaun yang turut serta dalam perdebatan perdana antara
nabi Musa a.s. dengan Firaun itu. Apabila Musa a.s. mengemukakan hujah-hujahnya
yang jelas dan benar sehingga Firaun dan para pengikutnya tidak mampu berhujah
balas lagi, dan setelah terbukti kepada mereka kebenaran nabi Musa a.s dan
terserlahlah kebatilan Firaun, maka berimanlah kumpulan ahli sihir tadi kepada
kebenaran yang dibawa oleh nabi Musa a.s. Inilah semangat yang ingin kita bawa
dalam suasana perbezaan pendapat, iaitu sanggup menerima kebenaran dengan hati
yang terbuka dan mengiakan kelemahan serta menolak kepalsuan.
Seterusnya Islam memperindahkan lagi ciri-ciri muzakarah itu dengan menuntut setiap
ahli muzakarah agar bersifat rendah diri dan jauh dari segala sifat sombong dan
menunjuk-nunjuk. Lihatlah kisah nabi Sulaiman a.s. dengan burung Hud-Hud.
Walaupun nabi Sulaiman memiliki kerajaan yang besar namun baginda tetap menerima
hujah burung itu dengan rendah diri dan bercakap secara hikmah dan lemah
lembut. Sungguhpun nabi Sulaiman a.s. mempunyai kuasa tertinggi dalam memimpin
bala tentera yang begitu besar, namun baginda masih memberi ruang kepada burung
Hud-Hud yang kerdil itu untuk membela diri dan memberi alasan dan pendapat.
Ruang untuk berhujah bukan diberikan kepada yang memiliki alasan yang kuat dan
benar sahaja, tetapi juga kepada mereka yang lemah dan batil untuk menyampaikan
pandangannya. Lihatlah dialog yang berlaku antara Allah s.w.t. dengan Iblis. Ruang
yang luas diberikan Allah s.w.t. kepada Iblis untuk mengemukakan hujahnya walaupun
jelas Iblis berada pada pihak yang batil yang mana akhirnya tersingkap isi hati sebenar
Iblis untuk menyesatkan umat manusia seluruhnya. Ini memperlihatkan kepada kita
bahawa antara adab bermuzakarah atau berdialog yang sihat itu ialah memberi ruang
kepada semua pihak untuk menyampaikan hujah masing-masing. Setelah semua hujah
didengar barulah keputusan boleh dibuat secara adil dan saksama.
Sorotan kisah-kisah seperti berdialognya Allah s.w.t. dengan Iblis, kisah nabi Sulaiman
a.s. bermuzakarah dengan burung Hud-Hud dan perdebatan antara nabi Musa a.s.
dengan Firaun, jelas mengajar kita bahawa kebebasan bersuara untuk memberi hujah
dan pandangan adalah antara perkara yang diberi ruang oleh Islam. Di mana hak ini
bukan dikuasai oleh satu pihak sahaja, tetapi juga dinikmati oleh semua orang di dalam
sesebuah masyarakat atau negara, dan pada masa yang sama kebebasan ini
hendaklah dilandaskan kepada nilai akhlak dan etika yang murni.
Dalam konteks sekarang adab bermuzakarah perlu difahami oleh setiap individu
masyarakat kerana perkara ini sentiasa dihadapi oleh kita dalam setiap masa dan
tempat. Oleh demikian, adab-adab yang telah digariskan oleh syariat Islam sewajibnya
dipatuhi supaya ia menghasilkan natijah yang terbaik dalam setiap perbincangan dan
dialog. Sikap fanatik kepada kumpulan tertentu sebelum berlakunya muzakarah dan
dialog tidak akan membawa kebenaran yang diharapkan malah mungkin akan
menimbulkan keadaan yang lebih parah lagi. Maka dalam hal ini sikap keterbukaan
amat perlu kepada setiap individu ahli muzakarah untuk mencari kebenaran dan
keadilan yang terbaik.
Inilah antara kelemahan yang menggusarkan yang sedang melanda umat Islam ketika
ini, iaitu perpecahan yang diakibatkan oleh kepelbagaian aliran pemikiran dan berasa
hanya apa yang diperjuangkan itu sahaja yang betul. Walaupun Islam tidak pernah
menolak hakikat kerencaman pendapat, namun perselisihan yang menimbulkan
pertentangan dan ketegangan sehingga menenggelamkan hakikat kebenaran Islam itu
adalah suatu yang perlu dielakkan.
Jika diperhatikan, kebanyakan perselisihan yang membawa kepada pertentangan dan
perpecahan amat berkait rapat dengan sikap fanatik dan rasa keakuan' melampau
terhadap pendapat sendiri, lantas cuba menguasai pemikiran orang lain dan tiada
kesediaan untuk menghormati pandangan selain daripada pandangan sendiri. Penyakit
yang disebut juga sebagai al-`ijab bi al-ra'yi' atau penyakit mengkagumi pendapat
sendiri ini bagaikan wabak berbahaya yang sedang menjalar di kalangan umat Islam
sehingga mereka tidak lagi mewarisi sikap dan adab para pejuang dan pendokong
Islam terdahulu.
Diriwayatkan bahawa Khalifah Umar Abdul Aziz yang terkenal dengan keadilannya itu
juga tidak pernah mengimpikan supaya para sahabat tidak berselisih faham sama
sekali. Ini kerana baginya, perbezaan pendapat akan membuka pintu keluasan,
keanjalan dan kemudahan kepada umat yang mempunyai tabiat dan keperluan yang
berbeza. Pelbagai bukti sejarah mengenai perselisihan di kalangan sahabat dapat
disaksikan sejak zaman Rasulullah s.a.w. lagi seperti perselisihan mereka mengenai
arahan Nabi berkenaan solat Asar sewaktu mengunjungi Bani Quraizah. Ini adalah
peristiwa terkenal yang mengungkapkan hakikat perbezaan pendapat, tetapi Rasulullah
s.a.w. sedikitpun tidak mencela kedua-dua kumpulan yang berselisih faham itu.
Banyak lagi contoh-contoh lain perbezaan dan perselisihan pendapat yang berlaku
dikalangan sahabat seperti persoalan politik, pemilihan Khalifah, isu memerangi
golongan yang enggan membayar zakat dan pelbagai perbezaan dalam masalah fekah
yang kesemuanya ditangani tanpa mengikut hawa nafsu dan dorongan perasaan yang
melulu. Begitulah tingginya adab dan etika perbezaan pendapat yang didokongi para
sahabat Nabi s.a.w. yang kemudiannya diwariskan kepada generasi selepasnya.
Sehinggalah umat Islam kini dihinggapi penyakit baru yang cepat membarah, sekaligus
meranapkan akal budi dan akhlak umat itu sendiri. Gara-gara penyakit inilah maka kita
menyaksikan suasana umat yang amat menyayat hati dan meruntun perasaan.
Gamatnya pertelagahan di kalangan umat Islam itu sendiri sehingga mengakibatkan
terabainya tanggungjawab utama menyelesaikan pelbagai masalah umat yang melanda
kini.
Sebaliknya
seluruh
tenaga
dihabiskan
dan
tertumpu
kepada
polemik, "politiking", adu-domba dan perlumbaan menambah bilangan penyokong
terhadap pendapat masing-masing.
Justeru, dalam upaya mengembalikan sinar kegemilangan Islam yang semakin pudar,
usaha penjernihan sikap dan pemikiran harus segera dilakukan ke atas setiap umat
Islam. Umat seharusnya kembali menjiwai budaya dan prinsip penting yang mendasari
sikap dan perwatakan generasi awal Islam terutamanya dalam menangani fenomena
perbezaan pendapat.
Prinsip-prinsip tersebut termasuklah sikap keterbukaan kepada pandangan berbeza,
tidak taksub atau fanatik kepada pandangan sendiri, berlapang dada, saling hormatmenghormati dan sayang-menyayangi antara satu sama lain. Mungkin jalan keluar dari
belitan konflik fanatik' pemikiran yang melanda ini terkandung dalam ungkapan tokoh
pembaharuan Islam, Jamaluddin al-Afghani yang mengatakan ...bekerjasamalah dalam
hal-hal yang disepakati dan bertolak-ansurlah dalam hal-hal yang diperselisihkan...'
Sesungguhnya kepelbagaian pendapat sebenarnya mampu memperkaya khazanah
pemikiran Islam andaikata kita bersedia menghadapinya secara matang dan bijaksana.
Tetapi andainya kita menanganinya dengan sikap keanak-anakan, menganggap mereka
yang tidak sealiran sebagai musuh, maka perbezaan pendapat pasti menjadi bahan
bakar penyemarak api persengketaan yang membinasakan.
duduk ber Musyawarah dan bertawakal kepada Allah swt, maka sebelum
kalian berdiri, kalian akan mendapat taufik ke jalan yang lurus. "
Musyawarah adalah azas dari usaha dakwah ini yang akan menjadi ruh
dalam setiap pengorbanan.pengorbanan tanpa Musyawarah akan siasia.tanpa Musyawarah maka ijtima "iyyat kerja akan hilang dan pertolongan
Allah Swt.Akan menjauh, kerana nusralullah akan datang melalui
kebersamaan umat ini. Musyawarah adalah pengganti turunyya wahyu
yang tidak akan turun lagi, usaha ini tidak mengharap bantuan dari dunia
tetepi semata-mata hanya pertolongan dari Allah Swt.Dengan Musyawarah
kesatuan hati akan menjadi kenyataan dan akan meningkatkan pikir. Ijima
iyyat bukan berkumpulnya sekumpulan orang, tetapi adanya kesatuan hati,
fikir, dan gerak sebagai mana dalam solat berjamaah.ketika solat seluruh
jamaah satu hati (tawajuh), satu fikir (khusyuk) dan satu gerak dan ini akan
menjadi kenyataan jika mempunyai sipat itsar (mengutamakan orang lain
daripada diri sendiri) dan tawadhu (merasa orng lain lebih baik daripada diri
sendiri). Maulana Inamul rah a berkata: Musyawarah adalah berkumpul,
berfikir dan mentaaati keputusan.seluruh anbiya as biasa duduk dan
berpikir.Rasullullah Saw masuk ke gua hira duduk berfikir dan menerima
wahyu.dimana ada kerisauan disitu ada petunjuk Allah swt. Kerana seekor
ayam mau mujahadah duduk mengeram telurnya maka telurnya pun
mendapat ruh dan hidup sehingga jika kita mau duduk dalam Musyawarah
maka Allah swt akan bukakan jalan penyelesaian. Sebelum waktu
Musyawarah diadakan para ahli musyawarah banyak berdoa dan
menangis agar Allah swt memberikan keputusan terbaik dan tetap tawajjuh
dalam Musyawarah.apabila di dalam Musyawarah terjadi kerosakan ini
maka keruakan ini akan akan wujud ke seluruh alam. Kerja ini adalah kerja
Nabi Rasullullah Saw tidak bekerja sendirian tetapi bekerjasama dengan
para sahabat ra sehingga mereka semua mendapat tarbiyah dari Allah swt
maka betulkan niat hanya mencari keridhaanNya agar Allah swt memberi
tarbiyah yang sama. sasaran Musyawarah adalah bagaimana agar setiap
cadangan dengan mudah dan senang hati diterima oleh Musyawirin.setiap
usul dan keputusan harus jelas terbentang di hadapan seluruh ahli
Musyawarah agar tidak terjadi perpecahan dan selama hal itu merupakan
yang terbaik untuk umat. Tidak menyimpan prasangka dalam Musyawarah,
seluruhnya harus di bentangkan dan di ajukan. Bila banyak cadangan yang
ADAB MUSYAWARAH
Apapun usulan yang muncul harus bisa kita tanggapi dengan terbuka kalau tidak begini
orang tidak akan menganggap penting ikut musyawarah
Jika dalam musyawarah terdapat kerusakan, maka kerusakanini akan wujud pada
seluruh alam.
Ringkasnya maksud musyawarah adalah agar setiap orang meneriama Agama secara
sempurna
Setiap orang harus bisa membaca kemampuan orang lain, dan dapat menggunakan
sesuai kemampuan.
Berfikir dengan sungguh-sungguh cari kecocokan antara petugan dan pelaksana,
jangan sampai orang yang dapat tugas merasa tertekan.
Orang-arang yang berkemampuan tapi tidak hadir dalam musyawarah harus diundang
dan dimanfaatkan(digunakan kebaikan berfikirnya)
Tamsilan: Karena ayam mau mengerami telurnya, maka telurpun mendapatkan ruh dan
hidup, maka manusia kalau mau duduk musyawarah maka Alloh akan bukakan jalan-jalan
pemecahan.
Semua nabi biasa duduk dan berfikir, Rosululloh SAW masuk kedalam Goa Hiro duduk
dan berfikir menerima wahyu, dimana ada kerisauaan disana ada jalam Alloh. Hadraji
menekankan Agar setiap masjid ada musyawarah harian, begitu pula disetiap rumah.
bayangkan jika rumah tidak memiliki amir(pemimpin), sebagai mana ketika kita khuruj, ada amir
dan ada makmur, maka tertib ini pula yang mesti dihidupkan dirumah-rumah.
Jika dirumah ada amir dan makmur, yang bekerja melaksanakan agama,
memusyawarahkan
1. Perkara sholat awal waktu
2. Kapan waktu ta'lim
3. Kapan waktu makan
4. Bahkan kapan waktu tidur
Sasaran musyawarah adalah: bagaimana agar setiap usulan dan setiap keputusan
dengan mudah dan senang diterima oleh seluruh peserta(makmur). Maka supaya tidak ada
pecah hati, setiap usulan dan keputusan harus jelas dan terbentang dihadapan setiap ahli
musyawarah. Maka itu pula, malam senbelum musyawarah agar ahli musyawarah berdo'a dan
menangis agar Alloh memberi keputusan khoirNya. dan jaga terus ketawajuhan selama
musyawarah. Dan selama musyawarah kita dibolehkan mengganti usulan selama itu
merupakan yang terbaik untuk usaha Agama.
Untuk dibacakan menjelang musyawarah markas atau halaqoh, sekali-kali, lagi dan lagi demi
pemeliharaan adab bathin. Amin.
memperoleh hasil yang baik dan benar yang akan menjadi tindakan bersama,
seseorang atau satu kelompok.
Dalam
syura..tiap
anggota
diminta
mengeluarkan
fikiran,
kemudian
dipertimbangkan bersama. Mana pendapat yang benar atau kuat dan tepat
alasannya atau lebih munasabah (memungkinkan) dan lebih mendekati
kebenaran, maka itulah keputusan syura yang wajib diterima bersama untuk
menjadi tindakan bersama, tindakan seseorang atau tindakan suatu kelompok.
Dalam syura, perbincangan mesti dua arah atau lebih. Tidak dikatakan syura
kalau satu pihak saja yang berbicara dan memberi pendapat. Syura secara Islam
mesti dilakukan dengan bertata-tertib, beradab, berperaturan dan cara-cara yang
ditetapkan oleh Islam.
Berikut ini ialah tata tertib atau disiplin dan adab-adab syura menurut Islam..yang
artinya..ketika satu syura tidak mencermikan ciri tersebut..maka syura tersebut
idak dianggap syura Islam walaupun diberi nama syura Islam. Nama tidak lah
penting, yang penting ialah ciri-cirinya.
cekidot
tata tertib atau disiplin dan adab-adab syura menurut Islam:
1. Tujuan dan niat anggota syura ialah mencari dan menegakkan kebenaran
karena ALLAH. Masing-masing mesti mengawal diri dari maksud riya',
bermegahan, ujub atau untuk hobi semata-mata. Sebaiknya masingmasing
mempunyai
rasa
takut
pada
ALLAH,
kalau-kalau
terjadi
perbincangan yang tidak tepat dan tidak selaras dengan kehendak ALLAH
dan Rasul. Untuk mengelak dari riya', ujub dan bermegahan, caranya ialah
masing masing mengharapkan kebenaran itu datangnya dari orang lain,
bukan dari dirinya. Dan dia akan merendahkan diri untuk menerima dan
mendukung kebenaran yang sudah ditemui itu.
2. Sekiranya kebenaran itu keluar dari mulut kita sendiri, segeralah banyak
bersyukur pada ALLAH, karena memperlihatkan kebenaran itu kepada
kita. Bukankah kita dhaif untuk menemukannya kalau bukan dengan
petunjuk dari ALLAH? Dengan ilmu dan keyakinan yang demikian, Islam
menyelamatkan majelis syura dari timbulnya rasa sombong, bermegahan,
menunjuk kepandaian, merasa diri lebih tinggi, mujadalah (debat tidak
menentu), keras kepala, hina-menghina, jatuh-menjatuhkan dan akhlak
lain yang keji.
3. Di waktu seorang anggota syura berbicara, anggota- anggota yang lain
mesti menghormati pandangannya dan sama-sama mendengarnya.
Biarkan dia menghabiskan bicaranya walaupun
doa: