Anda di halaman 1dari 35

II.

1 KANKER OVARIUM
Tumor ganas ovarium menempati 2,4-5,6 % dari tumor ganas yang sering ditemukan
pada wanita. Insidensinya dibawah kanker serviks dan karsinoma endometrium namun
angka mortalitas yang tinggi menempatkan tumor ovarium merupakan urutan teratas
tumor gans yang sering diderita wanita. (jihong, 2011)
Tumor ovarium merupakan entitas patologik yang sangat beragam. Keberagaman
tersebut disebabkan oleh adanya tiga jenis sel yang membentuk ovarium normal; epitel
penutup (coelomic) permukaan yang multipoten, sel germinativum totipoten, dan sel
stroma atau genjel seks yang multipoten. Setiap jenis sel tersebut menimbulkan beragam
tumor. (Crum, 2007)
II.1.1 Epidemiologi
Insiden dan mortalitas tumor ganas ovarium dalam 30 tahun terakhir tidak banyak
berubah. Insiden tertinggi di negara Amerika utara, Skandanavia dan Eropa Utara.
Sedangkan di wilayah asia insidensi lebih rendah. Pada tahun 2003 di Amerika serikat
terdapat sekitar 25.400 kasus baru tumor gansa ovarium, diantaranya sekitar 14.300
kasus meninggal karena penyakit tersebut.(Jihong, 2007). Pada tahun 1989-1992 di
indonesia terdapat 1726 kasus kanker ginekologik di Departemen Obstetri dan
Ginekologi RSCM, Jakarta dan 13,6 % adalah kanker ovarium. Namun, berdasarkan
data histopatologik Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 tumor ganas ovarium
menduduki urutan ketiga tumor ganas tersering pada wanita. Pada umumnya penderita
datang sudah dalam stadium II IV (42,5%). Diketahui juga angka kematian akibat
kanker ovarium sebanyak 22,6% dari 327 kematian kanker ginekologi. Nasar,2010
(Aziz, 1995)
II.1.2 Etiologi
Etiologi tumor ganas ovarium tidak jelas, faktor berikut mungkin berkaitan dengan
timbulnya penyakit tersebut :
1. Pengaruh reproduksi : Infertil atau jumlah kehamilan sedikit, memakai stimulan
ovulasi dll. Dapat menambah risiko keganasan ovarium. Sedangkan kehamilan
atern berefek proteksi jelas terhadap timbulnya kegansan ovarium. Beberapa
penelitian menemukan bahwa mwningkatnya jumlah kehamilan tak lengkap juga
dapat menurunkan risiko timbulnya karsinoma ovarium.

2. Pengaruh haid : Usia menopause lanjut dapat sedikit menambah risiko karsinoma
ovari, tapi pengaruhnya tidak besar. Kebanyakan penelitian tidak menemukan
menarke dini sebagai faktor risiko, walaupun beberapa studi menganggap itu
sebagai faktor risiko lemah.
3. Efek hormon eksogen : penggunaan jangka panjang pil kontrasepsi dapat
menurunkan risiko karsinoma ovari. Sebaliknya, terapi substitusi hormon pasca
menopause dapat meningkatkan resikkonya.
4. Faktor Diet : Diet tinggi lemak dapat meningkatkan risiko, sedangkan vitamin,
serat, buah dan sayur dapat menurunkan risikonya.
5. Faktor Genetik : pda kebanyakan kasus, faktor genetik (herediter multigenik)
berinteraksi dengan faktor lingkungan dalam menimbulkan tumor. Sekitar 5-10%
pasien karsinoma ovarium memiliki anggota keluarga yang menderita karsinoma
ovarium. Sedangkan pada wanita dengan riwayat keluarga sindrom keganasan
ovarium herediter (HOCS) berpeluan 20% sesuai dengan pertambahan usia.
II.1.3 Patologi
1. Keganasan epitel ovarium
Keganasan epitel ovarium sering ditemukan, menempati 85-90% dari keganasan
karsinoma ovarium, umumnya terjadi pada wanita setengah baya dan lansia, usia
tersering adalah 50-60 tahun. Berasal dari epitel permukaan ovarium maupun epitel
permukaan yang berinvaginasi kedalam berupa duktus glandular dan kista.
Karsinoma serosa : Mencakup kistadenoma serosa papilar dan karsinoma papilar.
50% timbul serentak dikedua ovarium, mudah tersebar di cavum abdomen dan pelvis,
dapat disertai dengan asites masif, merupakan keganasan epitel ovari yang sering
ditemukan. Irisan penampang tumor sebagai kistik solid, cairan serosa di dalam kista,
di dinding dalam kista sering terdapat banyakbanyak papila rapuh dan nodul padat,
pada setengah lebih sering terdapat tampak papila eksofitik. Tumor jenis tersebut
dibawah mikroskop menurut diferensiasi sel kankaer dibagi menjadi diferensiasi baik,
sedang dan buruk. Kanker berdiferensiasi baik memiliki percabangan papilar rapat ,
dapattampak mitosis, sel tampak anaplastik berat terdapat invasi intestinal jelas,
badan psamoma relatif banyak. Kanker diferensiasi sedang dan buruk memiliki
banyak area padat, papil sedikit atau tidak ada, badan psamoma tidak ditemukan.
Karsinoma Musinosa : lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan kanker serosa,
mengenai overium bilateral pada 10-20% kasus. Sebagian besar tumor multilokular,
padat atau sebagian kistik, didalam kista berisi musin gelatinosa, jarang sekali tumbuh
paila eksofitik, area solid berwarna putih susu atau merah jambu, struktur rapat dan

konsistensi rapuh. Di bawah mikroskop dibagi menjadi 3 gradasi yang berdiferensi


baik dan sedang memiliki struktur glandular yang jelas, percabangan papila epitel
rapat, terdapat dinding bersama glandular, atipia inti sel jelas, terdapat invasi
intestinal. Yang berdiferensiasi buruk struktur glandular tidak jelas, mitosis atipikal
bertambah banyak, produksi musin dari sel sangat sedikit. Pasien sering kali
meninggal karena lesi metastasis peritoneal menimbulkan obstruksi usus.
Karsinoma Endometrioid: Di China relatif jarang ditemukan. Tumor bersifat solid,
irisan penampang berwarna putih kelabu, sangat rapuh, yang kistik di dalamnya berisi
massa polipoid luas, sekitar 1/5 kasus disertai karsinoma endometrium. Mengenai
ovarium bilateral sekitar 30%. Histologi mikroskopik serupa dengan karsinoma
endometrium. Tapi papila di sisni pendek dan lebar, unsur intertisial lebih banyak,
jarang atau tidak ada ciri glandula saling membelakangi.
Tumor ganas Brenner dan karsinoma transisional: Semuanya tergolong karsinoma
fibroepitel. Karsinoma sel transisional merupakan penggolongan baru dari sejenis
karsinoma epitel, suatu tumor ganas yang langsung timbul dari epitel permukaan
ovarium. Dari tumor Brenner bertransformasi ganas di sebut sebagai tumor ganas
brenner. Kedua jenis tumor itu relatif jarang, umumnya ditemukan pada wanita
setengah baya dan lansia, berupa tumor kistik solid. Karena kasusnya sedikit
prognosisnya masih perlu diteliti.
Karsinoma sel jernih: Berasal dari duktus mulleri, jarang ditemukan. Tumor umumnya
bersifat padat, lobular, penampang seperti daging ikan, dapat ditemulan rongga kistik
berukuran bervariasi. Umumnya unilateral. Secara mikroskopik tampak 3 jenis sel
tumor: sel jernih, sel seperti paku sepatu dan sel asidofil. Sel tumor tampak tersusun
seperti bergerombol, papilar dan duktular. Dapat ditemukan endapan kalsium. Sering
disertai endometriosis. Prognosis buruk.
2. Tumor stroma korda seks ovarium
Mencakup tumor yang timbul dari sel granulosa, sel teka, fibroblas, sel Leydig atau
sel stroma dari korda seks. Banyak tumor stroma korda seks dapat menghasilkan
steroid sehingga menimbulkan gejala endrokinal. Yang sering ditemukan adalah
tumor sel granulosa dan sel teka, kedua jenis tumor ini sering timbul bersamaan, dapat
mensekresi estrogen. Tumor bersifat padat, kebanyakan satu sisi, penempang irisan
berwarna putih kelabu atau kekuningan. Di bawah mikroskop tumor sel granulosa
berbentuk bundar atau bersudut, tersusun atau bersarang sarang, folikuloid atau
difus terbentang. Tumor sel teka sering berbentuk bundar atau kumparan, tersusun
dalam berjalinan, sitoplasma kaya akan lipid. Tumor sel granuloma harus dipandang

sebagai potensial ganas, rekurensi tinggi, tapi rekuren relatif lambat, terutama tersebar
dalam rongga peritoneum, sangat jarang metastasis jauh. Tumor sel teka jarang yang
ganas, umumnya pada wanita di atas uisa 50 tahun. Prognosis kedua jenis ini relatif
baik.
3. Tumor ganas sel germinal ovarium
Umumnya terjadi pada orang muda, menempati sekitar 6% dari tumor ganas ovarium.
Sumber dari sel germinal gonad primordial, derajat keganasan umumnya relatif tinggi,
mudah bermetastasis tapi dewasa ini sudah rejimen kemoterapi yang sensitif untuk
tumor jenis ini, sehingga prognosisnya secara jelas berubah.
Teratokarsinoma: Sangat ganas, sering disertai tumor sel germinal lain, AFP dan HCG
serum dapat positif. Massa tumor relatif besar, berkapsul, sering ditemukan nekrosis
berdarah.

Di bawah mikroskoptampak sel primordial poligonal membentuk

lempeng, pita dan sarang, displasia menonjol, mitosis banyak ditemukan, nukleus
tampak vakuolasi, intrasel tampak butiran glasial PAS positif.
Tumor sinus endodermal (tumor sakus vitelinus/yolk sac): keganasan tertinggi,
tumbuh sangat cepat, angka metastasis tinggi, reaksi AFP serum positif, HCG negatif.
Tumor umumnya uni lateral, massa besar, berkapsul, penampang irisan seprti tahu. Di
Bawah mikroskop tampak sel tumor tidak berdeferensiasi, polimorfus, dapat
membentuk seperti jala dan gulungan kawat, seperti sinus endodermal, dan struktur
glandular dll. Teratoma tidak memiliki strutur ini, di dalam dan diluar juga tampak
PAS positif.
Teratoma immatur: angka kejadian dibawah atau mendekati tumor sinus endodermal.
Masaa tumor sangat besar dan unilateral, penampang irisan bersifat padat dan kistik,
berwarna warni. Komponen jaringan kompleks, jaringan embrional belum
berdiferensiasi umumnya berupa neuroepitel, juga terdapat jaringan lainyang berasal
dari 3 lapisan embrional, seperti kolagen, kartilago, dll. Tomor ini memiliki angka
rekurensi dan metastasis tinggi, rekurensi dapat bertransformasi dari immatur ke arah
matur, regularitasnya condong menyerupai pertumbuhkembangan embrio normal.
Semakin lanjut rekurensi, jaringan tumorsemakin tinggi bertransformasi ke arah
maturasi, proses maturasi ini memerlukan proses waktu tertentu.
Disergominoma: merupakan tumor ganas sel germinal ovarium yang tersering
ditemukan dari data luar China, Sedangkan laporan dari China umumnya mengatakan
lebih jarang ditemukan dibandingkan teratoma immatur. Umumnya unilateral, yang
bilateral menempati 10 20% tumor padat, permukaan licin lobulasi, penampang
irisan berwarna merah muda hingga kecoklatan. Di bawah mikroskop sel tumor

berbentuk bundar atau poligonal, nukleus vakuolasi, terletak sentral, nukleolus besar
dan eosinofil, sitoplasma kaya akan glikogen.
4. Tumor metastaik ovarium
Karena ovarium kaya akan limfatik dan aliran darah, ia menjadi organ yang mudah
terkena tumor metastasik. Beberapa keganasan primer di saluran digestif dan mamae
seringkali bermetastasis ke ovarium, salah satu yang penting adalah tumor
Krukenberg atau disebut kanker sel signet ring. Tumor metastatik dari organ di luar
sistem reproduksi pada umumnya tetap mempertahankan bentuk ovarium seperti
semula, berbentuk ginjal, atau oval, permukaan licin, kapsul intak, penampang irisan
padat gelatinosa, kebanyakan bilateral, Di bawah mikroskop morfologi jaringan
bervariasi, dapat berupa adenokarsinoma musinosa dll. Yang paling khas adalah
karsinoma signet ring, menunjukan sel musinosa bervariasi jumlahnya di dalam
stroma fibrosa. Bentuk sel bulat kecil dan tak beraturan jumlahnya, bila sitoplasma
banyak mengandung musin maka nukleus terdesak ke satu sisi, menjadi sel cincin
signet yang tipikal. Pasien keganasan sekunder ovarium umumnya berusia muda
kebanyakan terjadi menopause, prognosis buruk, survival 5 tahun sekitar 10%.
II.1.4 Klasifikasi stadium
Menurut asosiasi obstetriginekologi internasioanal (FIGO) tahun 2003 sebagai berikut
:
Stadium

: Tumor terbatas pada ovarium

Ia

: Tumor terbatas disatu ovarium, kapsul intak,


permukaan tanpa tumor, dalam asites atau air bilasan
peritoneal tak ditemukan sel ganas.

Ib

: tumor terbatas dikedua ovarium , kapsul intak


permukaan tanpa tumor, dalam asites atau air bilasan
peritoneal tak ditemukan sel ganas.

Ic

: tumor terbatas di satu atau kedua ovarium, disertai


salah satu berikut ini : kapsul pecah, terdapat tumor di
permukaan ovarium; dalam asites atau air bilasan
peritoneal ditemukan sel ganas.

Stadium

II

: tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan

metastasis ke pelvis.

IIa

: lesi ekstensi

atau metastasis ke uterus atau tuba

uterina; dalam asites tau air bilasan peritoneal tidak


ditemukan sel ganas.
IIb

: lesi ekstensi ke organ pelvis lainnya; dalam asites atau

air bilasan peritoneal tak di temukan sel ganas.


IIc

: lesi stadium II a atau II b; dalam asites atau air bilasan

peritoneal tak ditemukan sel ganas.


Stadium III

: tumor mengenai satu atau kedua ovarium; dengan bukti


mikroskopik metastasis cavum peritoneal di luar
pelvis, dan/ metastasis ke kelenjar limfe regional.

IIIa

: bukti mikroskopik metastasis cavum peritoneal di


luar pelvis.

IIIb

: diameter maksimal lesi peritoneal di luar pelvis 2


cm.

IIIc

: diameter maksimal lesi peritoneal diluar pelvis > 2


cm, dan/ dengan metastasis kelenjar limfe regional.

Stadium

IV

: metastasis jauh diluar cavum peritoneal.

II.1.5 Jalur Penyebaran


(1) Penyebaran implantasi kavum pelvis dan abdomen: merupakan pola metastasis
utama dan khas dari keganasan ovarium. Yang sering terimplantasi adalah
permukaan uterus, anterior dan lateral rektum, refleksi peritoneum vesika urinaria,
peritoneum pelvis, parakolon, permukaan usus halus, omentum mayus,
subdiapragma kanan, permukaan hati dll.
(2) Ekstensi direk lokal: Ketika tumor ovarium menembus kapsul, ia dapat
menginvasi jaringan organ sekitar, misalnya ke rektum, uterus, tuba uterina,
apendiks, dll. Invasi ini dapat supurfisial hanya mengenai lapisan serosa, dapat
juga ke lapisan otot bahkan lapisan mukosa organ tersebut.
(3) Metastasis limfogen: keganasan ovarium terutama bermetastasis ke kelenjar limfe
paraaorta abdominal dan kelenjar limfe kavum pelvis, pada pasien stadium lanjut
juga dapat ke kelenjar limfe inguinal.
(4) Metastasis hematogen: Jarang ditemukan. Bila timbul metastasis hematogen,
maka pertanda masuk ke stadium lanjut. Lokasi metastasis yang sering ditemukan
adalah berturut turut hati, paru, pleura, ginjal, tulang, adrenal dan limpa.

II.1.6 Manifestasi Klinis


Gejala klinis pada stadium dini umumnya asimptomatik, atau hanya terdapat gejala
tidak khas yang ringan, seperti tidak nafsu makan, kembung, sakit perut berat badan
turun. Keluhan tersering dari penderita adalah perut kembung tidak nyaman, mudah
dikelirukan sebagai dispepsia. Perut kembung dapat disebabkan oleh massa pelvis
menyebabkan naiknya tekanan cavum pelvis, atau asites, massa abdominal
menyebabkan naiknya tekanan intra-abdominal meninggi. Umumnya tanpa nyeri perut
atau hanya nyeri samar, bila tumor mengalami torsi, ruptur, perdarahan dan terinfeksi,
dapat timbul nyeri perut yang lebih jelas. Selain itu sebagian pasien mengalami
perdarahan per vaginam irregular, umumnya gejala ini terjadi pada tumor sel granulose
dan tekoma yang mampu memproduksi estrogen. (Jihong, 2011) Pada tumor yang
berukuran besar dapat menimbulkan rasa berat dan penekanan terhadapa kandung
kemih dapat menimbulkan gejala sering berkemih. (Nasar, 2010)
Tanda fisik
1. Massa cavum pelviko abdominal : ketika tumor ovarium terletak di kavum pelvis,
pemeriksaan ginekologi meraba massa di satu atau kedua sisi uterus, bila tumor
membesar dapat memasuki cavum abdomen. Permukaan tumor ganas dapat
bersifat noduler, padat atau kistik dan padat, bila mengenai jaringan sekitar tumor
menjadi terfiksasi. Bila di ressesus rekto-uterina terdapat massa keras padat
noduler dan koalesen, umumnya bersifat ganas.
2. Tanda asites : pada pemeriksaan fisik terdapat pekak bergeser (shifting dullness)
positif, bila asites masif seluruh abdomen pekak pada perkusi. Asites akibat
keganasanovarium umumnya berwarna merah muda, pemeriksaan sitologi dapat
menemukan sel ganas.
3. Kalainan tanda seksual sekunder : merupakan manifestasi hormon yang di
produksi tomur ovarium. Misalnya pubertas prekok sebelum remaja, perdarahan
per vaginam pada menopause, amenore pada usia reproduktif atau perdarahan
ireguler uteri, maskulinisasi dan lain-lain.
4. Tanda metastasis jauh : seperti pembesaran kelanjar limfe supraclavicular,
hidrothoraks, hepatomegali.
II.1.7 Diagnosis
Terhadap keganasan ovarium, khususnya stadium dini, masih sangat kekurangan
metode diagnosis yang spesifik dan sensitif. Gabungan beberapa penggunaan

beberapa metode pemeriksaan berikut dapat membantu meningkatkan keberhasilan


diagnosis pra operasi.
A. Pemeriksaan pencitraan
1. Rontgen toraks dapat membantu menemukan hidrothoraks; film polos abdomen
dapat menemukan lesi kalsifikasi dalam teratoma; pemeriksaan barium dan
barium enema membantu menyingkirkan tumor primer gastrointestinal dan
mengetahui apakah saluran gastrointestinal terkena; pencitraan saluran kemih
dapat menemukan desakan atau situasi invasi terhadap buli-buli dan ureter.
2. USG dapat menemukan tumor kecil ovarium yang tidak jelas dengan palpasi;
dapat membedakan sifat solid atau kistik dari tumor serta apakah di dalam kista
terdapat papilla, ini membantu diagnosis sifat jinak atau ganas dari tumor; dapat
menemukan asites dan lesi implantasi agak besar dalam cavum pelvikoabdominal, khususnya membantu penentuan lesi metastatin ke hati, limpa dan
ginjal dan organ lain. USG vaginal memiliki berkemampuan diferensiasi lebih
tinggi, jarak prober vagina dan organ cavum pelvis lebih dekat sehingga lebih
jelas terlihat ukuran dan bentuk ovarium.
3. Pemeriksaan CT dan MRI dapat menemukan lesi kecil yang sulit ditemukan
USG, kemampuan diferensiasi lebih tinggi sehingga akurasinya meningkat.
Selain itu CT atau MRI dapat dengan jelas menunjukan hubungan dan jaringan
organ sekitarnya, situasi kelenjar limfe cavum abdomen, pelvis, ada tidaknya
metastasis ke hati limfe dan organ lainnya.
4. PET/CT merupakan tekhnik pencitraan paling maju saat ini. Zat kontras yang
sering dipakai

deoksiglukosa (18F-FDG) dapat mencerminkan metabolisme

dalam tubuh. Jaringan tumor memiliki metabolisme lebih kuat terhadap 18FDG,
ambilan FDG jaringan tumor ganas jauh lebih tinggi dari jaringan normal dan
tumor jinak.
B. Pemeriksaan petanda tumor
Jenis tumor ovarium sangat beragam, tidak setiap jenis memiliki zat petanda
tumor yang bersesuaian, dewasa ini petanda tumor yang dikenal kurang spesifik,
harus digabungkan dengan pemeriksaan lain barulah dapat menegakan diagnosis.
AFP: pada tumor sel germinal ganas ovarium, misal tumor endodermal dan
tetarokarsinoma

dapat

bereaksi

positif,

tapi

harus

menyingkirkan

hepatokarsinoma, hepatitis, kehamilan dll. yang dapat memberikan AFP positif.


Pemeriksaan AFP juga dapat dijadikan suatu parameter pemantau perkembangan
penyakit pasca terapi. Beta-HCG: -HCG merupakan zat petanda sensitif bagi

tumor sel germinal ovarium yang mengandung unsur koriokarsinoma primer. CA125: CA-125 merupakan antigen terkait dengan keganasan epitel ovarium, pada
tumor jinak yang berasal dari duktus mulleri lainya, endometriosis dan inflamasi
peritoneum juga dapat bereaksi positif. Spesifitas zat petanda ini tidak terlalu kuat
tapi sensitivitasnya tinggi, reaksi positif pada keganasan epitel ovarium mencapai
82 94%. Ini merupakan zat petanda pada karsinoma ovari yang paling banyak
digunakan di klinis.
Selain itu, tumor stroma korda seks dan tumor ovarium tertentu dapat memiliki
kadar estradiol dan progesteron serum yang tinggi; beberapa tumor sel germinal
dan tumor epitel memiliki CEA meninngi; pemeriksaan CA199 terhadap
karsinoma musinosa dan karsinoma sel jernih memiliki sensitivitas cukup tinggi;
pemeriksaan zat petanda tersebut dapat menjadi rujukan dalam diagnosis.
C. Pemeriksaan sitologi
Terutama dilakukan pemeriksaan sitologi dari asites. Asites keganasan ovarium
merupakan transudat, kebanyakan dapat ditemukan sel adenokarsinoma,
pemeriksaan ini penting bagi peningkatan diagnosis keganasan ovarium pra
operasi.
D. Laparaskopi
Laparaskopi membantu diagnosis dini keganasan ovarium. Ketika hasil
pemeriksaan USG atau CA 125 darah mencurigakan masa pelvis sebagai
keganasan ovarium; asites masif menyulitkan diferensiasi TB, sirosis dan
kegansan ovarium, dapat dilakukan laparoskopi untuk memastikan diagnosis.
Selain itu juga membantu difernsiasi keganasam primer atau metastasik ovarium
serta penentuan stadium keganasan ovarium secara tepat, dll.
II.1.8 Diagnosis banding
Keganasan ovarium tidak memiliki manifestasi spesifik, mudah dikacaukan dengan
beberapa penyakit lain:
1. Tumor jinak ovarium
Tumor jinak tumbuh ekspansif, volumenya dapat sangat besar, permukaan
tumor licin, umumnya bersifat kistik dinding kista tipis, tanpa asites. Kadar Ca
125 darah<35 U/ml. Diagnosis pasti memerlukan eksisi tumor dan pemeriksaan
patologi.
2. Massa inflamasi pelvis

Mencakup abses ovarium dan kavum pelvis, pielosalping, dll. Pasien dapat
memiliki riwayat demam dan nyeri abdomen bawah, massa terfiksasi, terasa
nodular, melekat ke jaringan sekitar. Kadar CA125 normal atau agak tinggi.
Pasca terapi anti radang tumor dapat menyusut, diagnosis pasti juga
memerlukan laparatomi eksploratif.
3. Endometriosis
Sering mengenai ovarium, juga implantasi dalam cavum rektouterina. Dengan
berulangnya siklus haid mengalami organisasi darah, lesi terus bertambah besar,
menjadi kerass dan melekat dengan jaringan sekitar, dapat membentuk lesi yang
sangat menyerupai keganasan ovarium. Pasien umumnya berusia muda, ada
atau tidak adanya nyeri. Diagnosis dapat dipastikan dari laparoskopi dan
laparotomi eksploratif.
II.1.9 Terapi
Prinsip terapi secara umum adalah terapi gabungan dengan operasi sebagai intinya.
Berdasarkan karakteristik histologisnya dan stadium klinisnya mengguanakan
regimen yang berbeda.
A. Terapi operasi
Operasi merupakan metode paling penting dalam terapi keganasan ovarium,
kecuali bila estimasi klinis tumor inoperabel dan terdapat kontraindikasi operasi.
Beberapa tekhnik operasi yang digunakan :
1. Laparotomi menyeluruh, memastikan stadium: sesuai untuk pasien kanker
ovarium dengan diagnosis pre-operasi stadium I. Ini menyangkut
pengangkatan

uterus

dan

sepasang

adneksanya,

omentum

majus,

pembersihan kelenjar limfe pelvis dan para-aorta abdominal, pemeriksaan


sitologi cavum abdomen (asites atau air bilasan cavum abdomen).
2. Operasi sitoreduksi (debulking): sesuai untuk kasus stadium II ke atas.
Operasi ini mengangkat sebagian besar atau praktis seluruh tumor
(termasuk lesi metastaik). Patokan dari operasi sitoreduksi yang berhasil,
jika setiap lesi yang keganasan yang tertinggal berdiameter < dari 2 cm.
Keberhasilan tersebut berpengaruh terhadap pemulihan imun anti tumor dan
memudahkan radioterapi, kemoterapi.
3. Operasi eksploratif kedua : dalam satu tahun pasca operasi debulking, dan
sudah melakukan minimal 6 kuur kemoterapi, hasil pemeriksaan klinis
maupun penunjang (termasuk CA 125 dan petanda tumor lain) dalam batas

normal, barulah dikerjakan laparotomi eksploratif. Tujuannya adalah


memberikan dasar bagi penghentian kemoterapi atau mengubah regimen
terapi dan kemoterapi, serta mengangkat lesi yang ganas yang ditemukan.
B. Kemoterapi
Keganasan ovarium tidak dapat disembuhkan tuntas hanya dengan melakukan
operasi, kemoterapi kanker merupakan tindakan penting yang harus dilakukan
dalam prinsip terapi gabungan terhadap kanker ovarium.
1. Regimen kemoterapi
a. Regimen lini pertama
Terhadap karsinoma epitel ovari pertama harus memilih regimen TP,
yaitu paklitaksel 135-175 mg/m2, ditambah dengan karboplatin
AUC=6 atau DDP 75 mg/m2. Juga dapat memilih regimen PAC dan
PC, yaitu karboplatin AUC=6 atau DDP 70-100 mg/m 2, ADR 50
mg/m2 atau epirubisin 80 mg/m2, CTX 750 mg/m2, kombinasi
menggunakan 3 atau 2 jenis obat.
Terhadap tumor ganas sel germinal dan tumor stroma korda seks,
dengan regimen VAC dan VBP sebagai regimen lini pertama, VCR
2mg, act-D 1,5-2,5 mg, CTX 750 mg/m 2, ADR 45 mg, DDP 70-100
mg/m2. Regimen Vac terutama dipakai untuk kasus stadium I, efek
buruk lebih ringan. Pada kasus sedang dan lanjut regimen VPB
efektif.
b. Regimen lini kedua
Terhadap kasus rekuren dan belom dikendalikan, dapat memilih obat
sebagai berikut; topotekan, paklitaksel, dosetaksel, ifosfamid,
gemsitabin, doksil, oksaliplatin, etoposid kapsul oral dan lainnya.
2. Jalur dan cara pemberian obat
Pada umumnya, pasca operasi kebanyakan menggunakan kemoterapi
gabungan intra-abdomen dan intravena. Karena keganasan ovarium sering
tersebar dalam cavum abdomen dan pelvis, maka infus intar abdomen
sangat penting. Cara pemberian obat dapat dengan cara tehnik pungsi
jarum tunggal dan teknik kateter dauer. Volume cairan infus intraabdomen sekitar 2000ml, agar obat dapat tersebar secara merata dalam
cavum abdomen. Kemoterapi dapat dilakukan intra-arteri, yaitu melalui
kateterisasi arteri epigastrik inferior, arteri uterina, atau kateterisasi
perkutan melalui arteri femoralis ke arteri illiaka interna dengan tujuan
untuk meninggikan konsentrasi obat dalam aliran darah arteri iliaka

interna, dapat digunakan untuk mengendalikan lesi di dasar pelvis atau


sekitar vagina,. Umumnya diberikan terapi 6-8 kuur, efek toksik
kemoterapi yang tersering ditemukan yaitu depresi sumsum tulang, reaksi
gastrointestinal, nefrotoksisitas, rambut rontok.
C. Radioterapi
Kebanyakan tumor ovarium kurang sensitif terhadap radiasi, radioterapi bukan
metode terapi utama. Tumor disgerminoma ovari sangat peka terhadap radiasi,
dapat disembuhkan melalui radioterapi.
II.1.10 Prognosis
Diantara keganasan ginekologik yang umum ditemukan, tumor gansa ovarium
memiliki efek terapi terburuk, terutama pasien stadium menengah dan lanjut
berprognosis buruk, angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 20-30%. Survival 5
tahun keganasn ovarium stadium I, II, III, dan IV masing-masing adalah 86%, 50%,
19% dan 3%. Faktor yang mempengaruhi prognosis adalah stadium klinis, jenis
patologis, grade patologik, ukuran sisa tumor pasca operasi, jumlah kuur kemoterapi
pasca operasi. Angka survival 5 tahun pada tumor dengan jenis hitologik yang
berbeda juga berbeda, pada karsinoma serosa 15-30%, kistadenokarsinoma 40-50%,
prognosis lebih baik daripada krsinoma serosa. Karsinoma endometrioid memiliki
survival 5 tahun 40-55%, karsinoma embriomnal 13%, terratoma immatur dapat
mencapai 63%. Upaya deteksi dini, peningkatan diagnosis dini, peningkatan
keberhasilan operasi sitoreduksi dan pelaksanaan kemoterapi memadai merupak jalur
perubahan prognosis ke arah yang lebih baik. (Jihong, 2011)
II.2 KANKER UTERUS
Karsinoma Endometrium
Karsinoma endometrium berasal dari endometrium, karena berasal dari korpus
uteri, juga disebut karsinoma korpus uteri. Dari keganasan ginekologik, karsinoma
endometrium menempati 20-30%, bersama karsinoma serviks uteri, karsinoma
ovarium merupakan 3 jenis keganasan ginekologik yang paling sering ditemukan.
Karena kekhususan lokasi anatomisnya, kavum uteri dan vagina berhubungan
dengan dunia luar, gejala awal karsinoma endometrium seperti perdarahan per
vaginam dapat cepat menarik perhatian dokter maupun pasien, mudah ditemukan
dini. Umumnya kasus ketika ditegakkan diagnosis lesi masih terbatas pada uterus,

selain itu terdapat lapisan otot cukup tebal menyelimuti endometrium sehingga
tidak mudah menyebar, metastasis terjadi relatif lambat, maka prognosis relatif baik,
survival 5 tahun total antara 60-70%.
II.2.1 Epidemiologi
Karsinoma endometrium merupakan salah satu keganasan ginekologik
yang paling sering ditemukan. Di antara keganasan organ reproduksi wanita,
insidennya hanya di bawah karsinoma serviks uteri atau karsinoma ovarium
sehingga menempati urutan ke 2 atau ke 3. Di scluruh dunia kasus baru karsinoma
endometrium setiap tahun bcrjumlah 150.000. Perbandingan insiden di dunia.
Amerika Utara, Eropa Utara memiliki insiden tertinggi. kawasan Asia lebih
rendah. Di Amerika Serikat, kasus baru karsinoma endometrium setiap tahun
adalah 38.000, meninggal 3.000. Proporsinya terhadap insiden keganasan
organ reproduksi wanita di mancanegara berturut-turut adalah: Amerika
Serikat 20-25%. Eropa 10-15%, Jepang 3-8%. China 0,99-9,0%. RS Kanker
Univ. Zhongshan antara tahun 1964-1985 telah menangani 1234 kasus karsinoma
endometrium, atau 10.91% dari selumh keganasan sistem reproduksi wanita
dalam periode yang sama. Meskipun karsinoma endometrium dapat timbul pada
setiap usia, tapi pada dasarnya merupakan penyakit wanita lansia, usia rata-rata
kejadian adalah sekitar 55 tahun, 10 tahun lebih lanjut di-banding karsinoma
serviks uteri. RS Kanker Univ. Zhongshan menghimpun data dari 688 kasus, ratarata usia timbul penyakit adalah 52,7 tahun. Yang berusia 50-59 tahun adalah
52,5%. Dari 108 kasus di RS Xiehe Beijing rata-rata usia adalah 53,3 tahun, yang
berusia 50-64 tahun adalah 58,3%.
Dalam 20 tahun terakhir ini, literatur dalam dan luar negeri melaporkan
insiden karsinoma endometrium cenderung me-ningkat, ratio insiden karsinoma
endometrium terhadap karsinoma serviks uteri dari 1:5-10 di tahun 1950an naik menjadi
1:1-3. Penyebab kenaikan insiden karsinoma endometrium terutama disebabkan
beberapa faktor berikut: peningkatan taraf hidup rakyat, usia harapan hidup manusia terus
memanjang, lebih banyak wanita memasuki usia risiko tinggi karsinoma endometrium;
upaya besar-besaran penapisan kanker serviks uteri dan keluarga berencana
menyebabkan insiden kanker serviks uteri menurun sedangkan karsinoma endometrium
relatif meningkat: berkembangnya asuransi ke'sehatan membuat pasien terdiagnosis pada
waktunya; penggunaan meluas hormon estrogen eksogen menambah risiko timbulnya
karsinoma endometrium. Namun perlu dikemukakan bahwa hubungan penggunaan

estrogen dan risiko timbulnya karsinoma endometrium berkaitan dengan faktor dosis
dan cara penggunaan, rasionalitas. lama penggunaan, kandungan reseptor dalam
sitoplasma individual, dll.
II.2.2 Etiologi
II.2.3 Patologi
II.2.4 Klasifikasi stadium
II.2.5 Jalur Penyebaran
II.2.6 Manifestasi Klinis
II.2.7 Diagnosis
II.2.8 Diagnosis banding
II.2.9 Terapi
II.2.10 Prognosis

II.3 KANKER SERVIKS


Karsinoma serviks adalah tumor ganas paling sering ditemukan pada sistem reproduksi
wanita. Kebanyakan kasus berupa karsinoma epitel skuamosa, tumor tumbuh setempat,
umumnya menginvasi jaringan parametrium dan organ pelvis serta menyebar ke kelenjar
limfe kavum pelvis. Gejala yang umum berupa perdarahan dan sekret per vagina.
Operasi, radioterapi merupakan cara terapi radikal utama dewasa ini. Prognosis penyakit
stadium dini sangat baik.
II.3.1 Epidemiologi
Kanker serviks adalah penyakit keganasan dengan mortalitas lebih dari 270.000
dan morbiditas lebih dari 500.000 setiap tahunnya di seluruh dunia. Fakta tersebut

menempatkan kanker serviks sebagai tumor ganas terbanyak kedua pada


perempuan di dunia serta menempati peringkat pertama di negara berkembang
termasuk Indonesia. Departemen Kesehatan RI melaporkan, penderita kanker
serviks di Indonesia diperkirakan 90-100 di antara 100 000 penduduk per tahun.
Data tersebut memperlihatkan bahwa kanker serviks menduduki peringkat pertama
pada kasus kanker yang menyerang perempuan di Indonesia.
Di Indonesia, insidens kanker serviks mulai meningkat sejak usia 20 tahun dan
mencapai puncaknya pada usia 50 tahun. Ketahanan hidup seseorang tergantung
stadium kanker serviks; five years survival rate untuk stadium I, II, III, IV adalah
85%, 60%, 33%, 7%.(Pradipta, 2007)
II.3.2 Etiologi danFaktor resiko
A. Faktor Penyebab
HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak. Sebagai tambahan
perokok sigaret telah ditemukan sebagai penyebab juga. Wanita perokok
mengandung konsentrat nikotin dan kotinin didalam serviks mereka yang merusak
sel. Laki-laki perokok juga terdapat konsetrat bahan ini pada sekret genitalnya, dan
dapat memenuhi serviks selama intercourse. Defisiensi beberapa nutrisional dapat
juga menyebabkan servikal displasia. National Cancer Institute merekomendasikan
bahwa wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-buahan segar dan sayuran
setiap hari. Jika anda tidak dapat melakukan ini, pertimbangkan konsumsi
multivitamin dengan antioksidan seperti vitamin E atau beta karoten setiap hari.
B. Faktor resiko perilaku
1) Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang
dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun, juga dapat dijadikan sebagai
faktor resiko terjadinya kanker serviks. Hal ini diduga ada hubungannya dengan
belum matangnya daerah transformasi pada usia tersebut bila sering terekspos.
Frekuensi hubungan seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada
usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua. (Schiffman,1996).
2) Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin
sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks.

Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan


multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
3) Merokok
Beberapa penelitian menunukan hubungan yang kuat antara merokok dengan
kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti
pola hubungan seksual. Penemuan lain mempekuatkan ditemukanya nikotin
pada cairan serviks wanita perokok bahan ini bersifat sebagai karsinogen dan
bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong
pertumbuhan ke arah kanker.
4) Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasif terdapat pada
pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker
setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna
kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk
menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat
kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risiko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa
sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama
penggunaan kontrasepsi oral berinteraksi dengan faktor lain khususnya pola
kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu,
adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain
lebih sering melakukan pemeriksaan smear serviks, sehingga displasia dan
karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan
kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan
kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor
confounding.
5) Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan
resiko terhadap displasia ringan dan sedang. Namun sampai saat ini tdak ada
indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan menurunkan resiko.
6) Sosial ekonomi

Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara
kejadian kanker serviks dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini juga
diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen
pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi
nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan
masalah tersebut.
7) Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan
yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata
memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya
kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi
pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda
selain istri juga merupakan faktor resiko yang lain.
II.3.3 Patologi
A. Neoplasia intraepitel serviks (CIN)
CIN menunjukkan sebagian sel dalam epitel skuamosa serviks uteri menunjukkan
baterotippia dengan derajat bervariasi, setara dengan hiperplasia atipik dan karsinoma
in situ yang dahulu digunakan. Dan menurut derajat patologinya dibagi menjadi:
1. CIN I hiperplasia atipikal ringan yaitu 1/3 sel bagian bawah epitel skuamosa
serviks

susunannya

menjadi

kacau,

plaritas

lenyap,

dismorfosis

inti,

hiperkromatosis, ukuran dan morfologi inti tak beraturan, kromatin bertambah,


kasar, ratio nukleositoplasma kacau, tampak mitosis atipikal.
2. CIN II hiperplasia atipikal sedang yaitu 2/3 bagian epitel skuamosa mengalami
hiperplasia atipikal, heterotopia jelas, mitosis banyak.
3. CIN III hipierplasia atipikal berat dan karsinoma in situ yaitu hiperplasia
atipikal berat menunjukkan hiperplasia atipikal mengenai 2/3 lebih lapisan epitel,
hanya 1-2 lapis sel permukaan masih normal, mitosis tampak diseluruh lapissan
epitel. Karsinoma insitu menunjukkan sel hiperplasia atipikal menempati seluruh
lapisan epitel skuamosa, tetapi membran basal masih intak, tanpa infiltrasi
interstitial. Hiperplasia atipikal dan karsinoma in situ sering kali mengenai
glandula tubulat uteri.
B. Karsinoma mikroinvasif serviks uteri
Yaitu lesi karsinoma in situ serviks uteri telah menmbus membran basal, menginvasi
interstitial dengan kedalaman 5 mm, lebar 7 mm.

Karsinoma sel skuamosa invasif serviks uteri


Karsinoma ini dapat terjadi d ostium eksternal serviks uteri atau di dalam kanal
serviks, tapi umumnya timbul di daerah peralihan epitel skuamosa dan epitel toraks
serviks uteri. Tipe patologik utama karsinoma invasif serviks uteri adalah karsinoma
sel skuamosa (90%), adenokarsinoma (5-7%), karsinoma adenoskuamosa (2-5%).
Klasifikasi mikroskopik karsinoma sel skuamosa serviks uteri.
1. Tipe erosi: bentuk luar serviks uteri masih terlihat, permukaan erosif atau
granular, mudah berdarah bila tersentuh, sering ditemukan pada karsinoma invasif
stadium dini.
2. Tipe nodular: umumnya berasal dari serviks uteri atau dari ostium eksternal
tumbuh ke dalam kanalis servikalis atau permukaan serviks uteri berbentuk
nodular atau bongkahan. Bentuk ini sering menginvasi ke jaringan dalam, dapat
menyebabkan keseluruhan serviks menjadi kasar, membesar seperti tempayan,
sering menginvasi parametrium, prognosis relatif buruk.
3. Tipe kembang kol: tumor umumnya dari ostium eksternal serviks uteri tumbuh ke
dalam vagina berbentuk seperti kembang kol, pertumbuhan cepat, kaya vaskular,
rapuh, mudah berdarah, nekrosis, sering disertai infeksi. Tumor seperti ini
bermasa bear, invasi di serviks relatif dangkal, dapat menginvasi vagina, tapi
invasi ke parametrium relatif ringan, prognosis relatif baik.
4. Tipe ulseratif: tipe pertumbuhan ke dalam maupun ke luar, setelah infeksi dapat
menimbulkan tukak. Pada tipe pertumbuhan ke dalam, tukak terletak dalam dapat
membentuk rongga, keseluruhan serviks uteri lenyap dan menyatu dengan pars
forniks vagina.
Derajat deferensiasi karsinoma skuamosa serviks uteri
1. Karsinoma skuamosa diferensiasi baik (grade I): sel besar, terdapat granul keratin
yang jelas, tampak jembatan antar sel, heterotipia sel kanker relatif ringan,
mitosis relatif sedikit.
2. Karsinoma skuamosa diferensiasi sedang (gradeII): sel besar, heterotopia sel
menonjol, mitosis relatif banyak, inti hiperkromatosis dan bentuk tak teratur,
jembatan antar sel tidak menonjol, tanpa granul keratin.
3. Karsinoma skuamosa diferensiasi buruk (grade III): sel besar atau sel kecil, tak
ada granul keratin, tak ada jembatan antar sel, bentuk sel abnormal dan mitosis
banyak.

C. Adenokarsinoma serviks uteri


Adenokarsinoma serviks uteri timbul dari epitel torak kanalis servikalis dan asinus
yang memproduksi musin, morfologi umum sama dengan karsinoma skuamosa. Tipe
histologi mencakup adenokarsinoma endoserviks, adenoakantoma, karsinoma sel
jernih, adenokarsinoma musinosa.
Adenokarsinoma endoserviks: berdiferensiasi baik, sulit dibedakan dari epitel dan
glandula endoserviks normal, epitel tidak atipikal hanya tampak glandula lebih
banyak, berekstensi lebih dalam ke interstitium serviks, jika produksi musin banyak
dapat tampak struktur adenokarsinoma musinosa, prognosis buruk. Pada karsinoma
berdeferensiasi sedang sel-sel dan duktus glandular lebih jelas atipikal, sekresi musin
berkurang. Adenokarsinoma berdefensiasi buruk sel kankernya membentuk sarangsarang padat, pita atau lempengan, sangat jarang membentuk duktus glandular.
Adenokarsinoma di dalam lesi kanker serviks dapat ditemukan unsur epitel skuamosa
normal di antara unsur adenokarsinoma.
Karsinoma sel jernih serviks uteri jarang ditemukan. Timbul dari epitel kavum Mulleri
dari mesoderm fetus. Perbedaan dari karsinoma sel jernih adenokarsinoma duktus
mesonefros tidak menganduk glikogen, juga tidak mengandung musin. Sering timbul
pada remaja, derajat keganasan tinggi, prognosis tidak baik.
D. Adenokarsinoma skuamosa serviks uteri
Pada lesi karsinoma serviks uteri, dapat tampak unsur karsinoma skuamosa.
Adenokarsinoma skuamosa jarang ditemukan, prognosisnya relatif buruk.

Gambar 1: Lokasi Karsinoma Serviks

Gambar 2 : Progresivitas
karsinoma Serviks

Gambar 3. Perbandingan Gambaran Serviks yang Normal dan Abnormal

II.3.4 Klasifikasi stadium


A) Klasifikasi stadium TNM
Tis

: karsinoms in situ (karsinoma pre invasif)

T1

: kanker terbatas pada seviks uteri

T2

: invasi kanker melebihi uterus, tapi belum mencapai dinding pelvis atau
belum menginvasi 1/3 bawah vagina.

T3

: kanker ekspansi ke dinding pelvis dan atau mengenai 1/3 vagina dan atau
menimbulkan hidronefrosis atau gagal ginjal.

T4

: kanker menginvasi mukosa buli-buli atau rektum dan atau melebihi pelvis
minor.

N0

: tanpa metastasis kelenjar limfe regional.

N1

: ada metastasis kelenjar limfe regional.

M0

: tanpa metastasis jauh

M1

: ada metastasis jauh

Stadium 0

: Tis N0M0

Stadium I

: T1N0M0

Stadium II

: T2N0M0

Stadium III

: T3N0M0, T1-3N1M0

Stadium IV

: T4N0-N1M0, T1-T4N0-1M1

B) Pembagian menurut FIGO


Stadium

: karsinoma in situ atau karsinoma intraepitel.

Stadium

: kanker terbatas pada serviks uteri.

Ia

: kanker serviks uteri preklinis, diagnosis hanya di bawah


mikroskop.

Ia1

: di bawah mikroskop tampak invasi ringan interstisial,


kedalaman invasi <3 mm, lebar 7 mm.

Ia2

: kanker mikroskopik yang dapat diukur, kedalaman invasi


interstisial 3-5 mm, lebar 7 mm.

Ib

: lingkup tumor lebih besar dari Ia2, tidak peduli apakah tampak
secara klinis. Invasi interstisial yang ada tidak mengubah
stadium.
Ib1

: lesi kanker tampak secara visual berukuran 4 cm.

Ib2

: lesi kanker tampak secara visual berukuran > 4 cm.

Stadium II

: lesi kanker melebihi serviks uteri, tapi belum

mengenai 1/3 bawah vagina. Invasi parametrium belum


mencapai dinding pelvis.
IIa

: kanker mengenai 2/3 atas vagina, tak ada invasi jelas

parametrium.
IIb

: kanker jelas menginvasi parametrium, tapi belum

mencapai dinding pelvis.


Stadium III

: kanker menginvasi 1/3 bawah vagina atau menginvasi

parametrium

sampai

ke

dinding

pelvis

atau

kanker

menimbulkan hidronefrosis atau insufisiensi ginjal.


IIIa

: kanker mengenai 1/3 bawah vagina.

IIIb

: kanker menginvasi parametrium sampai ke dinding

pelvis, atau timbul hidronefrosis atau insufisiensi ginjal akibat


kanker.
Stadium IV

: penyebaran kanker melewati pelvis minor atau kanker

menginvasi mukosa buli-buli atau mukosa rektum.


IVa

: invasi kanker meluas ke organ di dekatnya.

IVb

: kanker menginvasi melebihi pelvis minor, ada

metastasis jauh.

II.3.5 Penyebaran Kanker Serviks


Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah : a) ke
arah fornices dan dinding vagina, b) ke arah korpus uterus, dan c) ke arah
parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan
kandung kemih.
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat
menyebar ke kelenjar iliaka luar dan kelenjar iliaka dalam (hipogastrika). Penyebaran
melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks
umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik
tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus
membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat
dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari
membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah,
maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks,
akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian
disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif,
penyebaran

secara

limfogen

melalui

kelenjar

limfa

regional

dan

secara

perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan


kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula
rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju
kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator,
hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui
trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati ,
ginjal, tulang dan otak.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena perdarahanperdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena
obstruksi ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing.
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke dalam
vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara limfogen
terjadi terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis
minor, baru kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi
penyebaran hematogen (hepar, tulang).
Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:
1.

fornices dan dinding vagina

2.

korpus uteri

3.

parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum

rektovagina dan kandung kemih.


Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe regional
melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral,
paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia di kiri
mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta otak.
II.3.6 Manifestasi klinis
A. Gejala
Kanker serviks stadium dini dapat tanpa gejala jelas, gejala yang utama adalah:
1. Perdarahan per vagina: pada stadium awal terjadi perdarahan sedikit pasca
kontak, sering terjadi pasca koitus atau periksa dalam. Dengan progresi
penyakit, frekuensi dan volume perdarahan tiap kali bertambah, dapat timbul
hemoragi masif. Penyebab perdarahan per vagina adalah eksfoliasi jaringan
kanker.
2. Sekret per vagina: pada stadium awal berupa keputihan bertambah, disebabkan
iritasi oleh lesi kanker atau peradangan glandula serviks, disebabkan
hipersekresi. Dengan progresi penyakit, sekret bertambah, encer seperti air,
berbau amis, bila terjadi infeksi timbul bau busuk atau bersifat purulen.
3. Nyeri: umumnya pada stadium sedang, lanjut atau bila disertai infeksi. Sering
berlokasi d abdomen bawah regio gluteal atau sakrokoksigeal. Nyeri abdomen
bawah tengah mungkin disebabkan lesi kanker serviks atau parametrium
disertai infeksi atau akumulasi cairan, pus dalam kavum uteri, yang
menyebabkan uterus kontraksi. Nyeri keram intermitten abdomen bawah satu
atau kedua sisi mungkin disebabkan oleh kompresi atau invasi tumor sehingga
ureter obstruksi dan dilatasi. Bila timbul hidronefrosis dapat menimbulkan
nyeri area ginjal. Nyeri tungkai bawah, gluteal, sakrum umumnya disebabkan
desakan atau invasi tumor terhadap saraf kavum pelvis.
4. Gejala saluran urinarius: sering kali karena infeksi, dapat timbul polakisuria,
urgensi, disuria. Dengan progresi kanker, dapat mengenai buli-buli, timbul
hematuria, piuria, hingga terbentuk fistel sisto-vaginal. Bila lesi menginvasi
ligamen kardinal, mendesak atau invasi ureter, timbul hidronefrosis, akhirnya
menyebabkan uremia. Tidak sedikit pasien stadium lanjut meninggal akibat
uremia.

5. Gejala saluran pencernaan: ketika lesi kanker serviks menyebar ke ligamen


kardinal, ligamen sakral, dapat menekan rektum, timbul obstipasi, bila tumor
menginvasi rektum dapat timbul hematokezia, akhirnya timbul fistel
rektovaginal.
6. Gejala sistemik: semangat melemah, letih, demam, mengurus, anemia, udem.
B. Tanda fisik
Pada wanita lansia lesi serviks uteri sering terjadi di dalam kanalis servikalis, serviks
pars vaginalis licin, diagnosis mudah terlewatkan. Pada karsinoma in situ atau
karsinoma invasif stadium dini, pada serviks uteri dapat timbul erosi, tukak kecil atau
tumor papilar. Dengan progresi lesi, tumor tumbuh eksofitik berbentuk kembang kol,
papilar, polipoid, jaringan rapuh mudah berdarah dan bersekret. Bila tumor tumbuh
endofitik dapat timbul lesi nodular, dari luar tampak nodul tak beraturan, menginvasi
ke dalam, di permukaan dapat tampak erosi, perdarahan per vagina relatif sedikit. Bila
tumor di sertai infeksi dapat timbul tukak, dapat berupa tukak kecil atau agak dalam
seperti kawah gunung berapi, bila lesi invasif dalam dan jaringan kanker banyak yang
nekrosis dan lepas, bentuk luar serviks uteri terdestruksi, terbentuk rongga.
Pasien kanker serviks uteri, bila serviks berada di dalam kanalis servikalis, bentuk
luar serviks pada stadium awal normal, bila kanalis servikalis disentuh timbul
perdarahan. Bila penyakit progresi lebih jauh, serviks dapat membesar merata,
bertambah kasar, konsistensi keras. Pada stadium lanjut tumor serviks uteri dapat
terlepas membentuk tukak hingga rongga.
II.3.7 Diagnosis dan Diagnosis banding
A. Diagnosis
Berdasarkan gejala dan tanda fisik, diagnosis kanker serviks tidak sulit, tapi kanker
serviks stadium dini atau tipe kanalis servikalis dapat asimtomatik, tanda fisik juga
tidak jelas, umumnya secara visual sulit diketahui, jika tidak memakai alat bantu
diagnosis. Sering terjadi diagnosis terlewatkan atau diagnosis keliru, metode
membantu diagnosis yang sering digunakan adalah:
1. Pulasan kerokan serviks adalah suatu metode pemeriksaan simpel, mudah
dikerjakan dan tanpa rudapaksa jelas, digunakan untuk penapisan dan diagnosis
dini karsinoma serviks uteri.
2. Sitologi pulasan tipis (TCT= thinprep cytologic test), dibandingkan pulasan
pemeriksaan sitologik serviks uteri konvensional. TCT memiliki keunggulan jelas
dalam mendeteksi kelainan epitel serviks uteri. Teknik ini mengurangi hasil

negatif semu, meningkatkan sensitifitas dan spesifisitas identifikasi. Digunakan


untuk penapisan dan deteksi dini karsinoma serviks uteri dan lesi prekanker.
3. Deteksi DNA HPV: telah dipastikan infeksi HPV merupakan kausa utama
karsinoma serviks dan lesi prekankernya. Pemeriksaan HPV risiko tinggi
merupakan salah satu cara menapis karsinoma serviks dan lesi prekanker dewasa
ini, dikombinasikan dengan pemeriksaan sitologik dapat memprediksi tingkat
risiko pasien yang diperiksa, menetapkan interval waktu pemeriksaan penapis,
dan untuk pemantauan pasca terapi karsinoma serviks dan CIN.
4. Pemeriksaan kolposkopi: di bawah cahaya kuat dan kaca pembesar secara visual
binokular langsung melalui kolposkop mengamati lesi di serviks uteri dan vagina
merupakan salah satu cara penunjang penting untuk diagnosis dini karsinoma
uteri dan lesi prekankernya. Terhadap pasien dengan hasil sitologiknya abnormal
atau kecurigaan klinis perlu dilakukan kolposkopi. Pemeriksaan ini dapat
menemukan lesi preklinis yang tak tampak dengan mata telanjang. Dapat
dilakukan biopsi di lokasi mencurigakan, meningkatkan ratio positif dan akurasi
hasil biopsi.
5. Biopsi serviks uteri dan kerokan kanalis servikalis: tujuannya adalah memastikan
diagnosis CIM dan karsinoma serviks uteri. Karsinoma serviks stadium dini
lesinya tidak jelas, untuk dapat memperoleh jaringan kanker secara akurat harus
dilakukan biopsi dari multipel titik, secara terpisan di periksa patologinya.
6. Konisasi serviks uteri: mencakup dengan pisau konvensional dan konisasi dengan
eksisi listrik (LEEP = loop electrosurgical excisional procedure), teknik operasi
ini sesuai untuk sitologi serviks positif, tapi biopsi insisi negatif. Curiga terdapat
mikrokarsinoma invasif namun diagnosis belum ditegakkan. Tidak dapat
menyingkirkan karsinoma invasif, pasien CIN III, pasien muda stadium IA 1 yang
perlu mempertahankan fungsi reproduksi.
7. Petanda tumor: dari kanker serviks uteri belum berhasil dipisahkan antigen
tunggal spesifik, murni secara fisika dan kimia.
8. Pemeriksaan penunjang khusus: pemeriksaan sitoskopi, kanker serviks uteri
stadium sedang dan lanjut bila disertai gejala sistem urinarius harus dilakukan
pemeriksaan sitoskopi untuk memastikan terkena atau tidaknya mukosa dan otot
buli-buli, bila perlu dilakukan biopsi dinding buli-buli untuk memastikan dan
menentukan stadium.
Kolorektoskopi: sesuai untuk pasien dengan gejala saluran pencernaan bawah
atau dicurigai kolon, rektum terkena.

Pielografi intravena: untuk mengetahui apakah segmen bawah ureter terdesak


atau terinvasi hingga obliterasi oleh kanker atau tidak, ini membantu penentuan
stadium dan terapi.
Pemeriksaan CT atau MRI: untuk mengetahu ada tidaknya invasi, metastasis di
lokasi terkait dengan serviks uteri dan jalur penyebaran kanker serviks uteri.
B. Diagnosis banding
1. Peradangan serviks uteri: erosi serviks uteri, TB serviks uteri, polip invlamasi
serviks uteri.
2. Leiomioma submukosa serviks uterus dan uterus.
3. Papiloma, melanoma serviks uteri.
4. Karsinoma metastatik serviks uteri: umumnya dari karsinoma vagina dan
karsinoma endometrium.
Penyakit diatas sering memiliki gejala menyerupai kanker serviks uteri
seperti lekore, perdarahan ireguler per vagina. Dapat dibedakan dari kanker
serviks uteri dengan pemeriksaan biopsi histologi, sitologi pulasan serviks uteri.
II.3.8 Terapi
Metode terapi kanker serviks uteri terdapat operasi, radioterapi, kemoterapi,
imunoterapi dan lainnya. Dewasa ini operasi dan radioterapi menjadi metode terapi
utama. Pemilihan metode terapi berdasarkan pembagian stadium klinis, derajat
deferensiasi patologi, ukuran tumor. Kasus stadium dini hanya dengan operasi atau
radioterapi sudah membawa hasil cukup baik, sedangkan dengan progresi penyakit
umumnya diperlukan terapi gabungan.
A. Terapi untuk karsinoma intraepitel (CIN)
Terdiri atas terapi konservatif, konisasi, dan histeriktomi total.
1. CIN I : menurut data statistik hanya 15% pasien CIN 1 mengalmi
progresifitas lesi, 20% lesi menetap, 65% lesi lenyap spontan. Maka dapat
dipilih terapi fisika dan observasi tindak lanjut.
2. CIN II
: dapat dengan terapi konservatif ataupun konisasi, seperti laser,
krioterapi, elektrokoagulasi, konisasi pisau dingin, LEEP. Dengan LEEP dan
konisasi pisau dingin dapat diperoleh spesimen untuk pemeriksaan patologik,
dapat menemukan karsinoma in situ atau mikro invasif yang belum
ditemukan praterapi.
3. CIN III
: terdapat hiperplasia atipik berat dan karsinoma in situ, perlu
konisasi, untuk pasien berupa lebih tinggi atau tak memerlukan reproduksi
lagi dapat dilakukan histerektomi total, masih kontroversial apakah perlu

mengangkat dinding segmen atas vagina, tapi dewasa ini umumnya


membuang 0,5-1 cm vagina, LEEP hanya sesuai untuk pasien hiperplasia
atipik berat.
B. Terapi karsinoma serviks uteri invasif
1. Terapi operasi
IA1
: dengan histerektomi total, bila perlu konservasi fungsi
reproduksi, dapat dengan konisasi.
IA2
: dengan histerektomi radikal modifikasi ditambah pembersihan
kelenjar limpe kavum pelvis bilateral.
IB1-IIA
: dengan hiterektomi radikal modifikasi atau histerektomi
radikal ditambah pembersihan kelenjar limfe kavum pelvis bilateral, pasien
usia muda dapat mempertahankan ovari.
2. Radioterapi
a. Radioterapi radikal
Dapat digunakan untuk terapi karsinoma serviks uteri stadium I-IV,
khususnya sesuai untuk karsinoma serviks uteri stadium Iib-IV. Tujuannya
adalah agar lesi primer serviks uteri dan lesi sekunder yang mungkin timbul
semuanya mendapat dosis radiasi maksimal, tapi tidak melebihi dosis
toleransi radiasi organ dalam abdomen dan pelvis. Formula radioterapi baku
adalah iradiasi eksternal kavum pelvis ditambah radioteraapi intrakavital
jarak dekat, dosis titik A 80-85Gy, titik B 50-55Gy (titik A terletak 2 cm
diatas forniks lateral, titik potong dengan aksis tengah uterus ke lateral 2
cm, titik B terletak pada satu bidang dengan titik A, 3cm di lateral A).
b. Radioterapi praoperasi
Digunakan untuk stadium IB2/IIA dengan lesi serviks uteri >4 cm, atau
tumor serviks tipe tumbuh ke dalam, kanalis servikalis sangat jelas
membesar. Radioterapi membuat lesi mengecil, meningkatkan keberhasilan
operasi, menurunkan vitalitas sel kanker dan penyebaran intraoperatif,
sehingga mengurangi risiko timbulnya rekurensi sentral.
c. Radioterapi pasca operasi
Untuk pasien yang secara patologik terbukti terdapat metastasis di kelenjar
limfe kavum pelvis, kelenjar limfe para aorta abdominal, jaringan
parametrium, tumor menginvasi lapisan otot dalam serviks uteri, tampak
tumor residif di vagina residual.
3. Kemoterapi
Dewasa ini kemoterapi terutama digunakan untuk terapi kasus stadium sedang
dan lanjut pra-operasi atau kasus rekuren, metastasis. Untuk tumor ukuran besar,
relatif sulit diangkat secara operasi, kemoterapi dapat mengecilkan tumor,

meningkatkan keberhasilan operasi. Terhadap pasien radioterapi, tambahan


kemoterapi yang sesuai dapat meningkatkan sensitivitas terhadap radiasi,
sedangkan bagi pasien stadium lanjut yang tidak sesuai untuk operasi atau
radioterapi kemoterapi dapat membawa efek paliatif.
II.3.9 Komplikasi
1) Retensi urin
Pada waktu histerektomi total radikal mudah terjadi rudapaksa pleksus saraf dan
pembuluh darah kecil intra pelvis, hingga timbul gangguan sirkulasi darah, disuria,
dan retensi urin. Biasanya pasca operasi dipertahankan saluran urin lancar 5-7 hari,
secara berkala dibuka 3-4 hari, fungsi buli-buli biasanya dapat pulih. Pada retensi urin
biasanya sekitar 80% dalam 3 minggu fungsi buli-bulinya pulih.
2) Kista limfatik pelvis
Pasca pembersihan kelenjar limfe pelvis, drainasse limfe tidak lancar, dapat terbentuk
kista limfatik retroperitoneal, umumnya pasien asimtomatik dan mengalami absorpsi
spontan, bila kista terlalu besar timbul rasa tak enak perut bawah, nyeri tungkai
bawah, akumulsi cairan kista dikeluarkan, gejala akan mereda.
3) Sistitis radiasi dan rektitis radiasi
Pasca radiasi pelvis, pasien umumnya mengalami sistitis radiasi ataupun rektitis
radiasi yang bervariasi derajatnya. Gejala berupa rasa tidak enak abdomen bawah,
polakisuria, disuria atau hematuria, tenesmus, mukokezia, dan hematokezia. Bagi
pasien dengan derajat ringan tidak perlu ditangani, bila derajat sedang ke atas
umumnya diobati dengan anti radang, hemostatik, antispasmodik dan lain-lain.
II.3.10 Prognosis
Dari tumor saluran reproduksi, kanker serviks uteri memiliki prognosis relatif baik,
khususnya karsinoma insitu dan karsinoma invasif stadium dini. Survival 5 tahun
karsinoma in situ hampir 100%. Menurut FIGO dari laporan gabungan hasil terapi di
137 lembaga, 32.052 kasus kanker serviks uteri berbagai stadium (Petterson, 1991),
survival 5 tahun pasien stadium I, II, III, IV masing-masing adalah 81,6%, 61,3%,
36,7%, 12,1%.
Faktor yang mempengaruhi prognosis banyak seperti stadium klinis, tipe patologi,
metastasis kelenjar limfe, manipulasi operasi, dan lain-lain. Semuanya dapat
mempengaruhi hasil terapi. Maka dalam terapi pasien kanker serviks uteri harus

berpikir komperhensif, melakukan pemeriksaan cermat, analisis terpadu barulah


menetapkan rejimen terapi. Setelah terapi masih harus terapi berulang berkala.
II.4 KANKER VULVA
II.4.1 Epidemiologi
Sekitar 80 85% terdapat pada wanita pasca menopause, terutama yang dalam
dekade ke-7 sebagai puncak insidensi, paling tidak mengenai 30% wanita
kelompok umur 50-70 tahun, dan dapat merupakan 3-4% dari semua keganasan
ginekologi.
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan < 5% dari semua
keganasan ginekologi dengan angka kejadian 1,1% dari semua keganasan
ginekologi. Usia penderita berkisar 27-70 tahun, terbanyak antara 50-7%.
Karsinoma vulva jarang ditemukan pada golongan umur <45% tahun dan jauh
lebih jarang lagi pada wanita hamil. Umumnya ditemukan pada golongan sosial
ekonomi rendah dengan higiene seksual yang kurang mendapat perhatian.
II.4.2 Etiologi
Tidak banyak diketahui mengenai faktor etiologinya, meskipun disebut tentang
lambatnya menarche (15-17 tahun) dan awalnya menopause (40 tahun) dalam
riwayat

penyakitnya.

Faktor

etnik

tidak

berpengaruh,

meskipun

lesi

granulomatosa sering ditemukan pada suku Negro.


II.4.3 Patologi
Lesi primer sering berupa ulkus dengan tepi induratif atau sebagai tumbuhan
ektofitik (kutil) dengan tempat predileksi terutama di labia mayora, labia minora,
klitoris dan komisura posterior. Lesi bilateral tidaklah jarang, bahkan kedua labia
mayora dapat simetris terkena.
II.4.4 Pembagian tingkat keganasan
Menetapkan

tingkat

penyakit

berdasarkan

sistem

TNM

(Tumor,Nodes,

Metastasis) dan p-TNM (post-TNM), yakni penetapan tingkat penyakit


keganasan sesudah atau pada saat pembedahan.

Tabel II.4.4.1. Pembagian tingkat klinik kanker vulva menurut klasifikasi FIGO
Tingkat Kriteria
0
Karsinoma in situ, karsinoma intra epitel intraepitel seperti pada penyakit
Bowen, penyakit Paget yang non invasif.
I

Tumor terbatas pada vulva dengan diameter terbesar 2 cm/kurang, kelenjar di


lipat paha tak teraba, atau teraba tidak membesar dan mudah digerakkan
(mobil).

II

Tumor terbatas pada vulva dengan diameter > 2cm, kelenjar di lipat paha
(inguinal) tidak teraba, atau dapat teraba bilateral, tidak membesar dan mobil.

III

Tumor dari setiap ukuran dengan :


1) Perluasan di urethra, atau vagina, perineum dan anus, dan/atau
2) Telah menyebar ke tulang atau metastasis jauh.

Tabel II.4.4.2 Penetapan tingkat kanker vulva menurut sistem TNM


T1S

Karsinoma pra-invasif, intra-epitel, in situ

T1

Tumor terbatas pada vulva; diameter terbesar < 2cm

T2

Tumor terbatas pada vulva; diameter terbesar > 2cm

T3

Tumor dari setiap ukuran dengan perluasan ke urethra, dan/vagina,


dan/perineum, dan/anus.

T4

Tumor dari setiap ukuran, yang telah menginfiltrasi mukosa kandung kemih,
dan/rektum, atau keduanya, termasuk bagian proksimal mukosa urethra, dan.ke
tulang.

Kelenjar getah bening regional.

N0

Tak ada kelenjar yang teraba

N1

Kelenjar inguinal teraba, di satu/dua belah lipat paha, tidak membesar, mudah
digerakkan (mobil).

N2

Kelenjar inguinal teraba, di satu/dua belah lipat paha, membesar, keras, masih
mobil.

N3

Kelenjar inguinal membesar, keras, menjadi satu yang terfiksir/sukar


digerakkan, mengalami ulserasi.

Metastasis jarak jauh

M0

Tidak ada metastasis berjarak jauh secara klinis

M1A

Kelenjar panggul dalam (profundal) teraba.

M2A Metastasis berjarak jauh lainnya ditemukan.


II.4.5 Gambaran klinik dan diagnosis
Biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum penderita meminta
pertolongan, oleh karena itu mereka pada umumnya dari golongan lansia (lanjut usia),
malu mengemukakan kepada rekan sebaya, apalagi kepada mereka yang lebih muda.
Bagi mereka yang masih kawin, umumnya sudah tak melayani suami lagi secara
seksual dan tak pernah kelainan ada kelainan di vulvanya disampaikan kepada suami,
sampai pada suatu saat timbul perdarahan atau mengeluarkan bau tak sedap yang
menjadikan orang di sekitar menanyakan kepadanya. Penderita datang dengan
keluhan mengenai iritasi vulva atau pruritus (gatal-gatal) vulva.
Diagnosis akan lebih mudah bila ditemukan benjolan, ulkus atau lesi yang berdarah.
Nyeri biasanya dikeluhkan bila lesinya terdapat dekat klitoris atau urethra, karena
pedih saat kencing. Superinfeksi dari lesi ganas juga menimbulkan rasa sakit dan lebih
banyak iritasi akibat keputihan yang terus menerus. Hanya sekitar 5% yang datang
dengan pembesaran kelenjar lipat paha atau abses sekitar keluhan utama.
II.4.6 Diagnosis dini
Perasaan gatal atau terbakar di vulva harus mendapatkan perhatian untuk mencari area
yang mencurigakan akan keganasa. Daerah tersebut dapat berupa wart (kutil),
benjolan kecil yang berwarna kemerahan, kemerahan atau berpigmen, agak meninggi,
atau ulkus datar yang mudah berdarah dengan teppi induratif. Kalau prosesnya sudah
agak lanjut, mungkin akan ditemukan luka yang dalam, yang telah mengalami infeksi,
dan nekrotik, atau tampak sebagai bunga kobis/kol. Daerah yang mencurigakan harus
dibiopsi untuk penilaian histologik. Untuk itu penggunaan kolposkop diikuti dengan
biopsi terarah (target biopsy) hendaknya dikerjakan bila keadaan memungkinkan.
II.4.7 Penanganan
Pada tingkat klinik 0 (KIS/intraepitel karsinoma) dikerjakan vulvektomi dengan
mengangkat kedua labia mayora, labia minora, sebagian mons veneris dan himen.
Untuk mengembalikan bentuk yang baik dari vulva, dapat dilakukan bedah
rekonstruksi menggunakan skin-graft. Eksisi luas hanya dibenarkan, bila diameter lesi
< 2cm, hanya satu, dan kedalaman invasi tak lebih dari 1 mm. Untuk lainnya prosedur
standar adalah vulvektomi radikal dan limfadenektomi bilateral en bloc. Jika karena

alasan tertentu operasi tak dapat dilakukan, maka dipilih pengobatan dengan
sitostatika, elektrokoagulasi, atau dengan sinal laser.
Pada tingkat klinik I dan II dilakukan vulvektomi radikal dengan limfadenektomi
bilateral kelenjar inguinal luar dan dalam, dalam satu tahap (en bloc). Bila kondisi
penderita tidak memungkinkan untuk dikerjakan dalam satu tahap, limfadenektomi
inguinal bilateral dapat ditunda pelaksanaannya 5-7 hari kemudian.
Pada tingkat klinik III dan IV, diberikan sitostatika secara sistemik baik sebagai obat
tunggal atau pun dalam kombinasi (polikemoterapi), intra-tumor, atau perfusi jaringan
melalui infus saluran getah bening di kaki penderita.
Radioterapi diberikan pasca bedah sebagai adjuvans, bila kelenjar inguinal positif
mengandung tumor, yang ternyata dapat meningkatkan angka harapan hidup 5 tahun
penderita dan menurunkan angka kekambuhan (rasio rekurens). Radioterapi primer
dengan atau tanpa kemoterapi pada tingkat klinik III dan IV lanjut.
Tabel II.4.7.1 Hubungan kedalaman invasi dengan kelenjar inguinal positif
Kedalaman invasi (mm)
<1

Jumlah kasus (%)


34

Metastasis kelenjar (%)


0

1,1 - 2,0

19

10,5

2,1 - 3,0

17

11,8

3,1 - 5,8

14,3

>5

42,5

II.5 KANKER VAGINA


II.5.1 Epidemiologi
Kenker vagina jarang terjadi, biasanya diderita oleh wanita berumur 50 tahun ke atas.
Insiden lebih dari 1 kasus baru per 100.000 populsi wanita setahun.
II.5.2 Patologi
Terbanyak hampir 99% adalah squamous cell carcinoma (epidermoid), sisanya
adenokarsinoma, dan embrional rhabdomiosarkoma (sarkoma botriodes). Tumor
primer vagina jauh lebih jarang dibandingkan dengan tumor sekunder yang berasal
dari penyebaran jaringan yang disekitarnya (serviks dan vulva) dan biasanya terdapat
pada wanita usia 50 70 tahun, kecuali sarkoma botriodes pada bayi dan anak-anak.
II.5.3 Penyebaran

Penyebaran tumor menuju ke kelenjar getah bening tergantung pada lokasi tumor. Bila
proses ganas terdapat pada bagian atas vagina, penyebarannya akan terjadi seperti
pada kanker serviks. Bila berlokasi pada sepertiga bagian distal vagina,
penyebarannya akan menyerupai karsinoma vulva.
II.5.4 Gambaran klinik dan diagnosis
Karsinoma in situ lebih sering didapat sebagai proses yang multifokal. Ia dapat
ditemukan bersama-sama dengan tumor sejenis di bagian lain dari traktus genitalis,
aytau setelah pembedahan yang tidak radikal pada karsinoma in situ serviks uterus,
atau pasca radiasi karsinoma serviks uterus. Adenokarsinoma vagina jarang terjadi,
dapat berasal dari urethra, kelenjar Bartholin, atau sebagai metastasis dari karsinoma
endometrium/ovarium. Mengingat dinding vagina begitu tipis, kebanyakan kanker
vagina yang invasif pada saat didiagnosis, ditemukan dalam tingkat II. Jika seorang
wanita merasa sakit waktu bersetubuh dan berdarah, kemungkinan ia mengidap tumor
ganas, hal ini perlu dipikirkan. Pada tingkat penyakit yang sudah lanjut, disertai flour
albus (keputihan) dan berbau busuk.
Pada pemeriksaan in spekulo dapat ditemukan ulkus dengan tepi yang induratif atau
pertumbuhan tumor eksofitik seperti bunga kol yang mudah berdarah pada sentuhan.
Biopsi harus dibuat pada daerah yang dicurigai, sehingga bukti histologik dapat
menegakkan diagnosis.
Pembagian tingkat keganasan menurut FIGO
Tingkat
Kriteria
0 : Karsinoma in situ, karsinoma intra epitelial
I
II

: Proses masih terbatas pada dinding vagina


: Proses sudah meluas sampai ke jaringan para vaginal, tetapi belum mencapai
dinding panggul

III : Proses telah meluas sampai ke salah satu/kedua dinding panggul


IV

: Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa
rektum/ kandung kemih

II.5.5 Diagnosis Dini


Untuk dapat menangkap lesi pramaligna berupa perubahan epitel/mukosa vagina yang
displastik dapat dikerjakan usapan vaginal untuk pemeriksaan sitologi eksfoliatif
dengan pengecatan menurut Papanicolaou (Papsmear). Pada pemeriksaan rutin secara
berkala, pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologik dari dinding vagina perlu

pula pengambilan bahan dari ektoserviks dan endoserviks. Pada klinik yang sudah
maju, pemeriksaan kolposkopik, biopsi terarah dengan bimbingan kolposkop,
kolpomikroskopi dilakukan untuk membuat diagnosis dini. Diagnosis karsinoma
vagina primer hanya boleh dibuat setelah melalui pemeriksaan yang teliti.
Kemungkinan metastasis di vagina dari tumor lain, harus dapat disingkirkan.
II.5.6 Penanganan
Untuk tingkat klinik 0, dapat dilakukan vaginektomi, elektrokoterisasi, bedah krio,
penggunaan sitostatika topikal atau sinar laser. Untuk tingkat klinik I dan II dilakukan
operasi atau penyinaran. Operasi pada tumor di bagian atas vagina sama dengan
operasi pada kanker serviks, hanya vaginektomi dilakukan lebih luas (>1/2 puncak
vagina harus diangkat), sedang operasi pada bagian bawah vagina mendekati operasi
pada kanker vulva. Sehubung dengan letak kandung kemih atau rektum sangat dekat,
menjalarnya proses ke salah satu alat tersebut kadang-kadang memerlukan
pertimbangan eksenterasi panggul posterior/anterior dengan kolostomi dan/ atau
ureterostomi.
II.5.7 Prognosis
Angka Ketahanan Hidup 5 tahun kurang menggembirakan, berkisar antara 20%-48%.

Anda mungkin juga menyukai