Anda di halaman 1dari 11

A.

Konsep Dasar Bronkopneumonia


1. Pengertian Bronkopneumonia
Bronkhopneumonia merupakan infeksi saluran nafas bagian bawah yang dapat
disebabkan oleh berbagai etiologi dengan tanda penyakit yang paling menonjol adalah
akibat dari peradangan perinken paru (pedoman pemberantasan ISPA, 2002)
Bronkhopneumonia terjadi pada ujung akhir bronkheolus yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen yang membentuk bercak konsolidasi dalam lobis yang berada
didekatnya (Wong, 2004 : 460).
Bronkhopneumonia adalah suatu radang paru (bronkus yang disebsbkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,jamur, dan benda asing) (Ngastiah,
1998:35).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bronkhopneumonia
adalah infeksi saluran pernafasan bagian bawah bronkus yang menyebar ke jaringan paru
sekitarnya (perinken paru) yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen yang membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
baktei, jamur, virus, parasit dan benda asing.
2. Etiologi Bronkopneumonia
a. Baktei: genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan
korinebakterium (Depkes RI. 2001)
b. Virus: golongan miksovirus, adenovirus, pikornavirus, virus influenza.
c. Jamur: aspergilus, hitoplasma, koksidoidomikosis.
d. Aspirasi: cairan amnion, makanan, cairan lambung, benda saing.
3. Anatomi Fisiologi Saluran Pernafasan
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus (Price, 1999)
Pada penyakit bronkhopneumonia infeksi terjadi pada saluran pernafasan bawah,
dimana saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan
alveoli.
a. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk
seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 9 (sembilan) sentimeter.
b. Bronkus
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih
lebar. Sebaliknya bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama bronkus
kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus
segmentalis.percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin
kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminal.
c. Bronkiolus terminal

Bronkiolus terminal disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya yaitu
menghantarkan udara ketempat pertukaran gas yaitu alveolus
d. Paru-paru
Paru-paru merupakan alat pernafasan yang utama, organ yang elastis, berbentuk
krucut, dan letaknya didalam rongga dada tau toraks. Kedua paru-paru saling terpisah
oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar.
Setiap paru-paru mempunyai apeks dan basis. Paru-paru kanan lebih besar dari pada
paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura intrlobaris dan paru-paru kiri
dibagi menjadi dus lobus.
Pernafasan adalah suatu proses ganda yaitu pertukaran gas didalam jaringan
(pernafasan dalam) dan yang terjadi didalam paru-paru (pernafasan luar). Proses
pernafasan dapat dibedakan menjadi tiga segmen:
1) Ventilasi: Merupakan segmen pertam, yaitu masuknya campuran gas-gas keluar
dan kedalam paru-paru.
2) Transportasi: Merupakan stadium kedua dari respirasi, yaitu difusi gas antara
alveolus dan kapiler paru, distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal, dan reaksi
kimia dan fisik dari oksigen dengan darah.
3) Respirasi sel: Merupakan stadium terakhir dari respirasi yaitu saat dimana
metabolik dioksida mendapatkan energi dan karbondioksida terbentuk sebagai
sampah, proses metabolik sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
4. Manifestasi Klinis
Secara umum dapat dibagi menjadi :
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel,
gelisah, malaise, nafsu makan kurang, dan keluhan gasrtointestinal.
b. Gejala umum saluran pernafasan bagian bawah berupa batuk, takipne, ekspektorsi
sputum, nafas cuping hidung, sesak nafas, merintih dan sianosis
Anak yang lebih besar dengan bronkopnemonia akan lebih suka berbaring pada sisi
yang sakit dengan lutu tertekuk karena nyeri dada.
c. Tanda bronkopnemonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas) perkusi pekak,
fremitus melemah, suara nafas melemah, dan ronchi.
d. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak eksursi dada tertinggal didaerah efusi
suara nafas tubuler tepat diatas baras cairan, nyeri dada karena iritasi pleura, (nyeri
berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku
kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa implamasi) bila terdapat iritasi pleura
lobus atas, nyeri abdomen, (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma). Pada
neonatus dan bayi kecil tanpa bronkhopnemonia tidak jelas, efusi pleura pada bayi
akan menimbulkan pekak perkusi (Brunner and Suddart, 2002 : 57)

e. Adapun jumlah respiratori normal pada anak usia 1-12 bulan (30-60x/menit), 1-2
tahun (25-50x/menit), 3-5 tahun (20-30x/menit), 5-9 tahun (15-30x/menit), dan 10
tahun (15-30x/menit). (Ngastiah, 2008).
5. Penatalaksanaan
Dalam hal pengobatan Bronkhopneumonia/pneumonia perlu di perhatikan
keadaan klinisnya, Bila keadaan klinisnya baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati
di rumah. Juga di perhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat
meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik. (Persatuan
Dokter Paru Indonesia, 2003).
a. Penderita Rawat Jalan
1) Pengobatan Suportif/Simphomatik
a) Istirahat di tempat tidur
b) Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
c) Bila panas tinggi perlu di kompres atau minum obat penurun panas
d) Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
2) Pemberian antibiotik harus diberikan (secara bagan) kurang dari 8 jam
b. Penderita Rawat Inap Di Ruang Rawat Biasa
1) Pengobatan rawat inap di ruang rawat biasa
a) Pemberian terapi oksigen 1-2 liter/menit
b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c) Pemberian obat antipiretik mukolotik
2) Pemberian antibiotik harus diberikan (secara bagan) kurang dari 8 jam
c. Fisiotherafi dada sangat penting dalam melepaskan dan memobilisasi sekret. Atur
posisi anak dengan tepat untuk melakukan drein terhadap paru-paru sakit, kemudian
dada divibrasi dan perkusi. Setelah itu anak diminta untuk napas dalam dan batuk.
Jika anak terlalu lemah atau tidak memungkinkan untuk batuk dengan efeotif, mukus
mungkin harus dikeluarkan dengan menggunakan penghisap nasotrakhea sesuai
indikasi.
Pemerikasaan diagnostik / pemeriksaan penunjang :
a) Foto thorax
(1) Bronkhopneumonia terdapat bercak-bercak pada satu atau beberapa lobus
(2) Jika pada pneumoni terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus
b) Laboratorium
(1) Gambaran darah tepi menunjukan leukositosis dapat mencapai 15.00040.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri
(2) Urin biasanya berwarna lebih tua mungkin terdapat albuminuria ringan karena
suhu yang naik dan sedikit torak hialin
c) Pemeriksaan fisik dengan auskultasi dan perkusi

(1) Bronkopneumoni pada pemeriksaan perkusi terdengar keredupan dan suara


pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras, pada stadium resolusi ronkhi
terdengar lagi
(2) Pneumoni tergantung dari pada luas daerah auskultasi yang terkena pada
perkusi sering tidak ditemukan kelainan hanya terdengar ronkhi basah,
nyaring halus/sedang. (Ngastiyah, 1997)
a.
6. Komplikasi
Pada pneumoni komplikasi yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Gagal jantung, ditandai dengan denyut nadu cepat (>160x/menit). Kapasitas vital dan
compliance paru yang menurun dan aliran darah mengalami konsolidasi
menimbulkan pirau /shunt kanan ke kiri dengan ventilasi perfusi yang mismatch,
sehingga berakibat pada hipoksia, dan kerja jantung mengalami peningkatan
menyebabkan nadi kuat dan cepat serta tekanan darah meningkat. Meningkatnya nadi
dan tekanan darah menyebabkan penurunan fungsi ventrikel sehingga jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
b. Hipoksia, ditandai dengan sianosis, penurunan fungsi ventrikel menyebabkan jantung
tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan, hal
ini menyebabkan hipoksia pada jaringan.
c. Menurunnya oksigen akan menghambat pembentukan sumber energi, sehingga
terlihat lemah dan tonus otot menurun yang menyebabkan lemah untuk makan karena
tidak dapat menghisap.
d. Meningkatkan mukus pada bronkus dan alveoli sampai ke kavum pleura
menyebabkan efusi pleura ditandai dengan perkusi dada redup.
7. Faktor resiko Bronkhopneumonia/pneumonia
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk indonesia dan berbagai
publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor resiko baik yang meningkatkan insiden
(morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat pneumonia/bronkopneumonia (Depkes RI,
2002).
a. Faktor risiko yang meningkatkan insiden pneumonia/ bronkopneumonia
1) Umur < 2 bulan
2) Laki-laki
3) Gizi kurang
4) Berat badan lahir rendah
5) Tidak mendapat ASI memadai
6) Polusi udara
7) Kepadatan tempat tinggal

8) Imunisasi yang tidak memadai


9) Defisiensi vitamin
10) Pemberian makanan tambahan terlalu dini
b. Faktor risiko yang mengingkatkan angka kematian pneumonia/ bronkopneumonia
1) Umur < 2 bulan
2) Tingkat sosial ekonomi rendah
3) Kurang gizi
4) Berat badan lahir rendah
5) Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
6) Kepadaran tempat tinggal
7) Imunisasi yang tidak memadai
8) Menderita penyakit kronis
9) Aspek kepercayaan setempat dalam praktik pencarian pengobatan yang salah

ASUHAN KEPERAWATAN BRONCHOPNEUMONIA


A. PENGERTIAN
1. Broncho pneumoni adalah frekuensi komplikasi pulmonari, batuk produktif yang lama, tanda dan
gejalanya biasanya suhu meningkat, pernafasan meningkat (Suzanne G Bare, 1993).
2. Broncho pneumonia adalah radang paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru yang ditandai
dengan adanya bercak infiltrat ( Whalley and Wong,1996).
3. Broncho pneumonia adalah radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan bendabenda asing (Silvia Anderson,1994).
4. Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang
ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda
asing.
B. ETIOLOGI
Menurut Whaleys dan Wong (1996: 1400) disebutkan bahwa Streptococus, staphylococcus atau basil
ektrik sebagai agen penyebab di bawah umur 3 bulan.
Selain itu juga dapat disebabkan oleh bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus
Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium
Tuberculosis. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.Jamur : Citoplasma
Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp,
Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan etiologi (betz & sawden, 2002) adalah :
1. Pneumonia
Pneumonia stafilokokus, streptokokus dan pneumokokus merupakan pneumonia yang paling sering
ditemukan.
2. Pneumonia Virus
Virus penyebab adalah virus influensa, adenovirus, rubeola, varisela, srtomegalovirus manusia, dan virus
sinsisium pernapasan.
3. Pneumonia Mikroplasma
Mikroplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa sel. Pneumonia
mikroplasma paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomi (Hidayat, 2006) menjadi :
1. Pneumonia Lobaris
Terjadi pada seluruh/satu bagian lobus paru.
2. Pneumonia Interstisial
Terjadi di dalam dinding alveolar dan jaringan peribonkin serta interlobaris.
3. Bronkopneumonia
Terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat mukopurulent untuk membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus.
D. TANDA DAN GEJALA ( Hidayat, 2006 : 50 )
1. Pneumonia Bakteri

a. Rinitis ringan
b. Anoreksia
c. Gelisah
d. Demam
e. Malaise
f. Napas cepat & dangkal (50-80)
g. Ekspirasi bersemi
h. Lebih dari 3 tahun sakit kepala & kedinginan
i. Kurang dari 2 tahun vomitus & diare ringan
j. Leukositosis
k. Fototorax pneumonia lobar
2. Pneumonia Virus
a. Batuk, rinitis
b. Demam ringan, batuk ringan dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat dan protasi (kelesuan)
c. Empisema obstruktif
d. Hasil foto torax bronkopneumonia
e. Penurunan leukosit
3. Pneumonia mikroplasma
a. Awal demam, menggigil, sakit kepala, anoreksia, mialgia (nyeri otot)
b. Rinitis, sakit tenggorokan
c. Batuk kering berdarah
d. Hasil foto torax area konsolidas
E. PATOFISIOLOGI
Bakteri dan virus penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan
berupa edema, sehingga akan mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang
terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadinya sel PMN (polimofonuklear) fibrin eritrosit, cairan edema
dan kuman alveoli. Kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibril dan leukosit PMN di alveoli dan proses
fagositosis yang cepat dilanjutkan stadium resolusi dengan meningkatnya jumlah sel makrofag di alveoli,
degenerasi sel dan menipisnya febrio serta menghilangkan kuman dan debris (Mansjoer, 2000: 966).
F. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum dapat dibagi menjadi:
1. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise,
nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
2. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipneu, ekspektorasi sputum, napas cuping
hidung, sesak napas, air hunger, merintih, dan sianosis.
3. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas
bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas
melemah, dan ronkhi.
4. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggi di daerah efusi, perkusi pekak,
fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat diatas batas cairan, friction rub,
nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul),
kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa enflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri
abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
5. Tanda infeksi ekstrapulmonal.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test
resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
2. Secara laboratorik gambaran darah tepi leukositosis mencapai 15.000-40.000/mm dengan pergesaran
ke kiri. Urin berwarna lebih tua, terdapat albuminuria ringan karena suhu naik dan sedikit torak hialin.
Analisa gas darah arteri menunjukan asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi CO2.
3. Foto thorax bronkopneumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada
pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
H. PENULARAN
1. Droplet infection
2. Makanan & minuman yang terkontaminasi
3. Peralatan pernapasan yang terkontaminasi
4. Penggunaan peralatan (ex. Alat makan) secara bersama-sama
I. PENCEGAHAN
1. Hindari udara yang lembab
2. Pastikan kebersihan makanan, diri & lingkungan
3. Tingkatkan daya tahan tubuh & asupan gizi
4. Anjurkan untuk imunisasi lengkap & tepat waktu
J. PENATALAKSANAAN
1. Medik
a. Penisillin 50.000 u/kg BB/hr ditambah dengan klomfenikol 50-70 mg/kg BB/hr atau diberikan antibiotik

yang mempunyai spektrum luas seperti ampisillin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5
hari.
b. Pemberian O2 dan cairan intravena biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam
perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan KCl 10mEg/500 ml/botol infus.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia,
maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan analisa hasil gas darah arteri.
d. Kemotherapi untuk mycroplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau
Tetrasiklin 3 4 mg sehari.
e. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
2. Keperawatan
a. Menjaga kelancaran pernapasan
b. Kebutuhan istirahat
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan
d. Mengontrol suhu tubuh
e. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman
f. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
K. KOMPLIKASI
1. Atelektasis
Adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya
mobilisasi atau refleks batuk hilang.
Apabila penumpukan secret akibat berkurangnya daya kembang paru-paru terus terjadi dan penumpukan
secret ini menyebabkan obstruksi bronkus intrinsik
2. Empisema
Adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau
seluruh rongga pleura.
Terjadi di mulai adanya gangguan pembersihan jalan napas akibat penutupan sputum, peradangan yang
menjalar ke bronkhiolus menyebabkan dinding bronkhiolus mulai melubang dan membesar.
3. Abses paru
Adalah pengumpulan pus dalam paru yang meradang.
Di dalam paru-paru berdinding tebal, nanah mengisi rongga yang dibentuk ketika infeksi atau peradangan
merusak jaringan paru. Bisul sering merupakan hasil dari bunyi aspirasi radang paru-paru ketika
campuran organisme masuk ke dalam paru-paru bisul dapat menyebabkan haemorhagic di dalam paruparu jika tidak diperlakukan, tetapi atibiotik yang khusus membunuuh bakteri anaerobic dan organisme
lain secara cepat dapat mengurangi bahaya.
4. Infeksi sitemik
5. Endokarditis
Adalah peradangan pada endokardial
6. Meningitis
Adalah infeksi yang menyerang selaput otak
Penyebaran virus haemofillus influenza melalui hematogen ke system saraf sentral. Penyebarannya juga
bisa di mulai saat terjadi infeksi saluran pernapasan atau dimana manifestasi klinik meningitis
menyerupai pneumonia.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BRONCHOPNEUMONIA
A. PENGKAJIAN
1. Wawancara
a Apakah adanya riwayat batuk
b Apakah adanya penurunan napsu makan
c Apakah sering mengalami demam
2. Riwayat Kesehatan
a. Adanya riwayat mual dan muntah
b. Riwayat penyakit infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam
c. Anorexia, sukar menelan yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi
d. Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
e. Batuk produktif, pernapasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : dispneu, takipneu, napas cuping hidung, gerak dada naik turun pada daerah yang sakit
b. Palpasi : fremitus suara normal sampai dengan meningkat
c. Perkusi : redup, batas tegas
d. Auskultasi : ronkhi basah halus atau vesikuler
4. Data Fokus (Doengoes, 2000)
a Pernapasan
1) Gejala : takipneu, dispneu, progresif, pernapasan dangkal, penggunaan obat aksesoris, pelebaran
nasal
2) Tanda : bunyi napas ronkhi, halus dan melemah, wajah pucat atau sianosis bibir atau kulit
b Aktivitas atau istirahat
1) Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
2) Tanda : penurunan toleransi aktivitas, letargi

c Integritas ego : banyaknya stressor


d Makanan atau cairan
1) Gejala ; kehilangan napsu makan, mual, muntah
2) Tanda : distensi abdomen, hiperperistaltik usus, kulit kering dengan turgor kulit buruk, penampilan
kakeksia (malnutrisi)
e. Nyeri atau kenyamanan
1) Gejala : sakit kepala, nyeri dada (pleritis), meningkat oleh batuk, nyeri dada substernal (influenza),
mialgia, atralgia
2) Tanda : melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada posisi yang sakit untuk membatasi
gerakan)
5. Data Penunjang
1) Foto thorax bronkopneumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus
2) Secara laboratorik ditemukan leukositosis mencapai 15.000 - 40.000 /mm
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi mukus meningkat
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan kapiler alveoli
3. Hipertermia b.d proses infeksi
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d out put berlebih
5. Intoleransi aktivitas b.d ganggaun suplai oksigen
6. Cemas b.d kurang pengetahuan orang tua atau informasi tentang penyakit
C. INTERVENSI
1. Diagnosa 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus meningkat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas kembali efektif.
NOC : Respiratory status : Airway patency
Indicator
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih
b. Menunjukan jalan napas yang paten
c. Mampu mengeluarkan sputum
d. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor penghambat jalan napas
Keterangan skala :
1 = Selalu menunjukan
2 = Sering menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Jarang menunjukan
5 = Tidak pernah menunjukan
NIC : Airway Management
Intervensi
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
c. Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction
d. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
e. Monitor respirasi dan status O2
f. Berikan bronkodilator bila perlu
2. Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas kembali lancar.
NOC : Respiratory status : Gas exchange
Indicator
a. Mendemontrasikan peningkatan ventilasi
b. Oksigenasi yang adekuat
c. Memelihara kebersihan paru
d. Bebas dari tanda-tanda distress pernapasan
e. TTV dalam rentang normal
Keterangan skala :
1 = Selalu menunjukan
2 = Sering menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Jarang menunjukan
5 = Tidak pernah menunjukan
NIC : Respiratory Monitoring
Intervensi
a. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
b. Monitor suara napas
c. Auskultasi suara napas, catat area penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
d. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas
e. Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis)
f. Monitor TTV
3. Diagnosa 3 : Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal.
NOC : Thermoregulation
Indicator

a. Suhu tubuh dalam rentang normal


b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Keterangan skala :
1 = Selalu ditunjukan
2 = Sering ditunjukan
3 = Kadang ditunjukan
4 = Jarang ditunjukan
5 = Tidak pernah ditunjukan
NIC : Fever treatment
Intervensi
a. Monitor suhu sesering mungkin
b. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
c. Monitor kesadaran
d. Berikan antipiretik
e. Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila
f. Tingkatkan sirkulasi udara
4. Diagnosa 4 : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi.
NOC : Fluid Balance
Indicator
a. Membran mukosa lembab
b. Kelembaban kulit dalam baas normal
c. Tidak ada asites
d. Tidak haus berlebih
Keterangan skala :
1 = Selalu ditunjukan
2 = Sering ditunjukan
3 = Kadang ditunjukan
4 = Jarang ditunjukan
5 = Tidak pernah ditunjukan
NIC : Fluid Management
Intervensi
a. Montor berat badan
b. Pertahankan intake dan output
c. Monitor status hidrasi
d. Monitor TTV
e. Monitor indikasi kelebihan cairan
f. Monitor hasil laboratorium berhubungan dengan retensi cairan
5. Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan aktivitas cukup.
NOC : Activity tolerance
Indicator
a. Pola napas dalam rentang normal
b. Warna kulit normal
c. Kemampuan untuk berbicara saat aktivitas
d. Kebutuhan oksigen aktivitas terpenuhi
Keterangan skala :
1 = Selalu menunjukan
2 = Sering menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Jarang menunjukan
5 = Tidak pernah menunjukan
NIC : Activity Therapy
Intervensi
a. Tentukan kesedian pasien untuk meningkatkan aktivitas sesuai kondisi fisik
b. Bantu pasien untuk memilih aktivitas yang sesuai kondisinya
c. Bantu pasien untuk fokus dalam melakukan aktivitasnya
d. Monitor emosiaonal, fisik dan spiritual terhadap aktivitas
e. Bantu keluarga memonitor peningkatan aktivitas ke arah tujuan
6. Diagnosa 6 : Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan orang tua atau informasi tentang
penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cemas teratasi.
NOC : Anxiety control
Indicator
a. Monitor intensitas cemas
b. Menyingkirkan tanda kecemasan
c. Mencari informasi untuk mengurangi kecemasan
d. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
Keterangan skala :

1 = Tidak pernah dilakukan


2 = Jarang dilakukan
3 = Kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Selalu dilakukan
NIC : Anciety Reduction
Intervensi
a. Tenangkan pasien dan keluarga
b. Berikan informasi pada pasien dan kelurga tentang diagnosa, prognosis dan tindakan
c. Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan
d. Berusaha memahami keadaan pasien dan keluarga
e. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa takut
f. Tentukan kemampuan pasien dan kelurga untuk mengambil keputusan
D. EVALUASI
1. Diagnosa 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi mucus meningkat
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih
(tidak ada suara nafas tambahan)
b. Menunjukan jalan napas yang paten
(jalan nafas paten)
c. Mampu mengeluarkan sputum
(tidak ada sputum)
d. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor penghambat jalan napas
(tidak ada faktor penghambat jalan nafas)
2. Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas b.d perubahan kapiler alveoli
a. Mendemontrasikan peningkatan ventilasi
b. Oksigenasi yang adekuat
c. Memelihara kebersihan paru
d. Bebas dari tanda-tanda distress pernapasan
e. TTV dalam rentang normal
(S 36C, RR 24x/mt)
3. Diagnosa 3 : Hipertermia b.d proses infeksi
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
(suhu 36,8D)
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
(N 80x/mt, RR 24 x/mt)
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
(warna kulit normal dan tidak pusing)
4. Diagnosa 4 : Resiko kekurangan volume cairan b.d output berlebih
a. Membran mukosa lembab
b. Kelembaban kulit dalam batas normal
c. Tidak ada asites
d. Tidak haus berlebih
(tidak ada dehidrasi)
5. Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas b.d gangguan suplai oksigen
a. Pola napas dalam rentang normal
(pola nafas normal)
b. Warna kulit normal
(tidak sianosis)
c. Kemampuan untuk berbicara saat aktivitas
d. Kebutuhan oksigen aktivitas terpenUhi
6. Diagnosa 6 : Cemas b.d kurang pengetahuan orang tua atau informasi tentang penyakit
a. Monitor intensitas cemas
b. Menyingkirkan tanda kecemasan
c. Mencari informasi untuk mengurangi kecemasan
(tidak gelisah, terlihat terang dan relax)
d. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Adella Piller, PHd, RN, RNP, (1999) Maternal and Child Health Nursing Care of The Bearing and Child
Lippincot, England
Arif Mansjoer (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid ke 2. Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Carpenito, Linda Juall (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.EGC.Jakarta
Ellisabeth.J.Corwin (2001). Pathofisiologi.EGC.Jakarta
Prince,Sylvia.A.(1998).Pathofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.Edisi 4.Jilid 2.EGC.Jakarta
Prince,S.A & Wilson, L.M (1993).Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 4.Jilid
2.EGC.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai