Anda di halaman 1dari 39

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang
Obat merupakan sedian atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi. Dimana obat dibuat dalam berbagai
bentuk sediaan, baik yang digunakan secara oral maupun topikal. Dalam sistem
penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah
bentuk

sediaan.

Penggunaan

suatu

bentuk

sediaan

bertujuan

untuk

mengoptimalkan penyampaian obat sehingga dapat mencapai efek terapi dalam


lingkungan in vivo dimana pelepasan obat berlangsung (Lukman, 2011).
Sediaan transdermal merupakan salah satu bentuk sistem penghantaran
obat dengan cara ditempel melalui kulit. Rute penghantaran obat secara
transdermal merupakan rute pilihan alternatif untuk beberapa obat, karena
mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat memberikan efek obat dalam
jangka waktu yang lama, pelepasan obat dengan dosis konstan, cara penggunaan
yang mudah, dan dapat mengurangi frekuensi pemberian obat (Khan, et al., 2012).
Melalui bentuk sediaan transdermal jumlah pelepasan obat yang diinginkan dapat
dikendalikan, durasi penghantaran aktivitas terapeutik dari obat, dan target
penghantaran obat ke jaringan yang dikehendaki. Tujuan dari pemberian obat
secara transdermal adalah obat dapat berpenetrasi kejaringan kulit dan
memberikan efek terapeutik yang diharapkan (Barhate, et al., 2009)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi dan fisiologi kulit


Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira
16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan
sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit mempunyai
berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera
perasa, dan fungsi pergetahan (Setiabudi, 2008).
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada
garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan
adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak (Tortora,
Derrickson, 2009).
2.1.1.Struktur Kulit
Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu : kulit ari (epidermis), sebagai
lapisan yang paling luar, kulit jangat (dermis, korium atau kutis) dan jaringan
penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau subkutis). Sebagai
gambaran, penampang lintang dan visualisasi struktur lapisan kulit tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Skema bagian kulit

1. Kulit Ari (epidermis)

Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik


untuk diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetik dipakai pada
bagian epidermis. Epidermis melekat erat pada dermis karena secara
fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari
plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam
epidermis. Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu:
a. Lapisan tanduk (stratum corneum), merupakan lapisan epidermis yang
paling atas, dan menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam.
Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti,
tidak mengalami proses metabolism, tidak berwarna dan sangat sedikit
mengandung air.
b. Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak
tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan
tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma
sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat
dilewati sinar (tembus cahaya).
c. Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit
berbentuk

kumparan

yang

mengandung

butir-butir

di

dalam

protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut.


d. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri
atas sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatanjembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel

lapisan saling

berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi metabolifilamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju
normal, tersusun menjadi beberapa baris.
e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan
lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder)
dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel
torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya.
Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan
dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap pengaturan

metabolism demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit. Di dalam


lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui mitosis dan selsel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel
tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel bening (clear cells,
melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.

Gambar 2.2
Penampang lapisan epidermis
2.

Kulit Jangat (Lapisan Dermis)


Lapisan dermis terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan
elemen-elemen selular dan folikel rambut.

Secara garis besar dibagi

menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke


epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars
retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian
ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin
dan retikulin.
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat
keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar palit atau kelenjar
minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak
rambut (muskulus arektor pili).

Sel-sel umbi rambut yang berada di dasar kandung rambut, terusmenerus membelah dalam membentuk batang rambut. Kelenjar palit yang
menempel di saluran kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai
permukaan kulit melalui muara kandung rambut. Kulit jangat sering disebut
kulit sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan kulit.
Ketebalan rata-rata kulit jangat diperkirakan antara 1 - 2 mm dan yang
paling tipis terdapat di kelopak mata serta yang paling tebal terdapat di
telapak tangan dan telapak kaki. Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh
serat-serat, matriks interfibrilar yang menyerupai selai dan sel-sel.
Keberadaan

ujung-ujung

saraf

perasa

dalam

kulit

jangat,

memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing


saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi
mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin. Saraf perasa
juga memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-hal yang dapat merugikan
diri kita. Jika kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat tegang, otot
penegak rambut yang menempel di kandung rambut, akan mengerut dan
menjadikan bulu roma atau bulu kuduk berdiri. Kelenjar palit yang
menempel di kandung rambut memproduksi minyak untuk melumasi
permukaan kulit dan batang rambut. Sekresi minyaknya dikeluarkan melalui
muara kandung rambut. Kelenjar keringat menghasilkan cairan keringat
yang dikeluarkan ke permukaan kulit melalui pori-pori kulit.
Di permukaan kulit, minyak dan keringat membentuk lapisan
pelindung yang disebut acid mantel atau sawar asam dengan nilai pH sekitar
5,5. sawar asam merupakan penghalang alami yang efektif dalam
menangkal berkembang biaknya jamur, bakteri dan berbagai jasad renik
lainnya di permukaan kulit. Keberadaan dan keseimbangan nilai pH, perlu
terus-menerus dipertahankan dan dijaga agar jangan sampai menghilang
oleh pemakaian kosmetika.
Selain pars papiler / lapisan papiler dan pars retikulare / lapisan
retikuler di dalam dermis terdapat dua macam kelenjar yaitu :
a. Kelenjar keringat,

Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet
yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit
membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan
kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat dipermukaan telapak
tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak. Kelenjar keringat
mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan
dari

tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan

jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat
yaitu :
1) Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini mensekresi cairan
jernih, yaitu keringat yang mengandung 95 97 persen air dan
mengandung beberapa mineral, seperti garam, sodium klorida,
granula minyak, glusida dan sampingan dari metabolisma seluler.
Kelenjar keringat ini terdapat di seluruh kulit, mulai dari telapak
tangan dan telapak kaki sampai ke kulit kepala. Jumlahnya di
seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14 liter keringat
dalam waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar keringat
ekrin langsing, bergulung-gulung dan salurannya bermuara
langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
2) Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak,
puting susu, pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur
(anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna
keputih-putihan serta berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar
ini mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan
bau. Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar sebasea pada
saluran folikel rambut. Kelenjar keringat apokrin jumlahnya tidak
terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang disekresikan dari
kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil baligh
dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh hormon.
b. Kelenjar palit,

Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan


dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang
bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut
mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan
rambut. Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali
pada telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua
bagian tubuh terutama pada bagian muka.
Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu
kelenjar palit atau kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel
rambut. Pada kulit kepala, kelenjar palit atau kelenjar sebasea
menghasilkan minyak untuk melumasi rambut dan kulit kepala. Pada
kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar
sebasea membesar sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan
termasuk pada bagian wajah, jika produksi minyak dari kelenjar palit
(sebasea) berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak sehingga
memudahkan timbulnya jerawat.

Gambar 2.3
Penampang Lapisan Dermis
3. Jaringan ikat bawah kulit (Lapisan Subkutis)

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan


ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel
bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang
bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan
yang lain oleh trabekula yang fibrosa.

Lapisan sel-sel lemak disebut

panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini


terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal
tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di abdomen
dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat
sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003).
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang
terletak di bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di
subkutis (pleksus profunda).

Pleksus yang di dermis bagian atas

mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di


pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah
berukuran lebih besar.

Bergandengan dengan pembuluh darah teedapat

saluran getah bening (Djuanda, 2003).

Gambar 2.4
Penampang Lapisan Subkutis
2.2.Api dan Eksipien seleksi dan analisis
2.2.1

Deskripsi Umum Fentanyl

Mengandung tidak kurang dari 99.0% dan tidak lebih dari 101.0%, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.
Sinonim
N-Phenyl-N-[1-(2-phenylethyl)piperidin-4-yl]propanamide.
Pemerian
Bubuk putih atau hampir putih.
2.2.2

Sifat-sifat Fisikokimia
Struktur (Martindale, 2009).
Fentanyl
C22H28N2O

BM 336,5

Gambar 1. Struktur fentanyl


Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air; bebas larut dalam alkohol dan di metil alkohol.
(British Pharmacopoeia,2009).
Penyimpanan
Terlindung dari cahaya (Martindale, 2009)
2.3 Golongan Obat Berdasarkan Farmakoterapi
Fentanyl termasuk golongan obat analgesik narkotik. Analgetika
narkotika atau analgesik opioid yang digunakan dalam istilah farmakologi
merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium maupun
morfin, digunakan terutama untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri
(Ganiswara,1995).
2.4 Indikasi dan Alasan
Fentanyl adalah opioid kuat yang dapat digunakan untuk pengobatan nyeri
kanker (
Berdasarkan laporan WHO, insidens kanker pada 2008 adalah sebesar
12.667.470 kasus baru, dan diperkirakan angka ini akan menjadi lebih dari 15 juta
pada tahun 2020. Selain risiko mortalitas, yang sering dikeluhkan pada penyakit
ini adalah nyeri. Berdasarkan suatu penelitian yang melihat derajat nyeri yang
dirasakan oleh pasien, disebutkan bahwa 1/3 pasien dengan kanker mengalami
nyeri dengan derajat sedang hingga berat. Secara umum, ada beberapa pengobatan
yang dapat diberikan untuk mengatasi nyeri, salah satunya adalah obat-obatan dari

10

golongan opioid. Berdasarkan data tahun 2007, di Amerika sebanyak 70% dari
seluruh pasien yang menderita nyeri ini memerlukan pengobatan opioid jangka
panjang. Fentanyl adalah opioid kuat yang dapat digunakan untuk pengobatan
nyeri kanker. Oleh karena itu, pembuatan patchfentanyl dirasa perlu.
2.5 Mekanisme Kerja Obat
Fentanil merupakan opioid sintetik yang agonis selektif yang bekerja
terutama pada reseptor dengan sedikit berpengaruh pada reseptor dan .
Fentanil merupakan opioid yang poten, mempunyai potensi analgesia 100-300
kali efek morfin. Bersifat lipofilik yang memungkinkan masuk ke struktur
susunan saraf pusat dengan cepat. Sistem transdermal menghantarkan fentanil,
dari reservoir dengan jumlah yang hampir konstan per unit waktu. Perbedaan
konsentrasi yang timbul antara larutan jenuh obat di dalam reservoir dan
konsentrasi yang rendah di dalam kulit mendorong pelepasan obat fentanil
bergerak ke arah konsentrasi yang lebih rendah dengan kecepatan yang
ditentukan oleh membran pelepas kopolimer dan difusi fentanil melalui
lapisan kulit. Meskipun kecepatan aktual penghantaran fentanil ke kulit
berbeda selama periode pemakaian 72 jam, tiap sistim dilabel dengan fluks
nominal yang mencerminkan jumlah rata-rata obat yang dihantarkan ke
sirkulasi sistemik melalui kulit
2.6 Farmakokinetik
Setelah penempelan sistim fentanyl patch, konsentrasi fentanil serum
akan meningkat mencapai 12-18 jam sampai tercapai tahap plateu. Bila sistim
ini dibiarkan tertinggal menempel, konsentrasi fentanil hanya akan meningkat
sedikit setelah 24 jam. Setelah pelepasan sistim, konsentrasi fentanil akan
menurun perlahan, dengan waktu paruh terminal mencapai 15-21 jam
2.7 Dosis dan Cara Pemberian
Pasien yang merokok > 10 rokok/hari dimulai dengan step 1 dosis 21
mg/hari, dilanjutkan step 2 dosis 14mg/hari, dan diakhiri step 3 dosis 7mg/hari.
Pasien yang merokok < 10 rokok/hari dimulai dengan step 2 dosis 14mg/hari, dan
diakhiri step 3 dosis 7mg/hari. Tempelkan patch yang baru setiap 24 jam pada

11

bagian kulit yang tidak berambut, bersih, dan kering pada bagian atas tubuh atau
bagian atas lengan (Lacy et. al., 2009).
2.8 Kontraindikasi
Penggunaan nicotine dikontraindikasikan pada:
a.
Hipersensitivitas terhadap nicotine, karena dapat menyebabkan munculnya
reaksi hipersensitivitas.
Ibu hamil, karena nicotine dilaporkan dapat menyebabkan terjadinya

b.

keguguran, berat badan rendah pada bayi yang baru lahir dan peningkatan
mortalitas perinatal. Nicotinememiliki kategori D pada sediaan transdermal
c.

untuk ibu hamil.


Ibu menyusui, karena nicotine terdistribusi dan terakumulasi ke ASI.

d.

Nicotine dapat menyebabkan terjadinya mortalitas perinatal.


Pasien yang merokok setelah mengalami infark miokard, karena nicotine
mempengaruhi

sistem

cardiovaskular

sehingga

dapat

memperparah

e.

terjadinya infark.
Pasien bukan perokok, karena nicotineakan beredar di pembuluh darah dan

f.

mempengaruhi sistem cardiovascular.


Pasien dengan aritmia yang mengancam jiwa atau angina pektoris yang
parah nicotine mempengaruhi sistem cardiovaskular dengan menyebabkan
denyut jantung tidak beraturan sehingga dapat memperparah aritmia dan
angina pektoris.
(Thomson, 2006; Lacy et. al., 2011).
2.9 Efek Samping dan Toksisitas

a.

Efek samping yang dapat muncul selama penggunaan nicotine antara lain:
-

Efek samping yang sering dijumpai : Sakit kepala (Sistem saraf


pusat);eritema, pruritus, rasa terbakar (Kulit); nafsu makan meningkat
(Saluran pencernaan).

Efek samping yang jarang dijumpai :hipertensi, detak jantung cepat atau
tidak beraturan (Sistem cardiovaskular); reaksi hipersensitivitas;edema,
eritema, gatal, kemerahan dan urticaria (Kulit);diare, konstipasi, nyeri perut,
kembung, mual, muntah (Sistem pencernaan)
(Thomson, 2006).

12

b. Toksisitas dari penggunaan nicotine, dapat muncul pada dosis 40-60 mg


untuk orang dewasa dengan gejala:
-

Efek awal mual, muntah, salivasi, nyeri perut, diare, kulit pucat, keringat
dingin, sakit kepala, pusing, gangguan pendengaran dan penglihatan, tremor,
bingung dan lemah.

Efek akhir kelelahan ekstrim, pingsan, hipotensi, kesulitan bernafas, detak


jantung cepat dan lemah atau tidak beraturan, kejang dan meninggal karena
terjadi paralisis respiratori dan gagal jantung.
Penanganan yang dapat dilakukan bila terjadi toksisitas nicotinedalam

bentuk sediaan transdermal patchadalah:


-

Untuk menurunkan absorpsi: lepaskan patch dari kulit, bilas permukaan


kulit dengan air dan keringkan. Jangan menggunakan sabun karena dapat
meningkatkan absorpsi nicotine. Jika patch tertelan, berikan karbon aktif.
Untuk pasien yang tidak sadar, saluran pernafasan harus diamankan terlebih
dahulu sebelum diberikan karbon aktif menggunakan tube nasogastrik.
Pengulangan dosis karbon aktif diberikan selama patch masih berada di
saluran pencernaan karena akan terus melepaskan nicotine.

Untuk mempercepat eliminasi: larutan saline katartik dan sorbitol


ditambahkan pada dosis awal pemberian karbon aktif untuk mempercepat
eliminasi patch.

Terapi supportive: berikan antikonvulsan seperti lorazepam atau barbiturat


untuk kejang, dan atropin untuk sekresi bronkial yang terlalu banyak dan
diare, terapi pendukung respiratori untuk gagal nafas, terapi cairan intensif
untuk hipotensi dan kolaps kardiovaskuler. Vasopresor kemungkinan
digunakan untuk hipotensi bila tidak ada respon menggunakan atropin dan
cairan. Pasien yang dicurigai atau mengalami overdosis nicotine sebaiknya
berkonsultasi dengan psikiater.
(Thomson, 2006).

2.10
Obat A
Nicotine

Interaksi Obat
Obat B
Propanolol

Efek
Menurunkan

Penanganan
Pustaka
Diperlukan
Thomson,

13

metabolisme sehingga

penurunan

menyebabkan

dosis

peningkatan efek

propanolol

2006

terapeutik dari
Nicotine

Insulin

propanolol
Meningkatkan efek

Penurunan

Thomson,

terapeutik dari insulin

dosis insulin

2006

dengan cara

diperlukan

meningkatkan

untuk pasien

absorpsi insulin

diabetes

sehingga konsentrasi

yang

insulin dalam plasma

menggunaka

meningkat

n insulin
yang tibatiba berhenti

Nicotine

Nicotine

Isoprotereno

Menurunkan efek

merokok
Diperlukan

Thomson,

terapeutik karena

peningkatan

2006

terjadi penurunan

dosis

jumlah katekolamin

isoproterenol

disirkulasi
Meningkatkan efek

Diperlukan

Thomson,

terapeutik karena

penurunan

2006

terjadi penurunan

dosis

jumlah katekolamin

prazosine

Prazosine

disirkulasi

14

3.1

Pengembangan Formula
Contoh Sediaan yang Beredar di Pasaran
Nama dagang

Pabrik

Watson

Bentuk

Kekuatan/

Sediaan

potensi

patch

75 mcg/h

15

Janssen Jilag

patch

25 mcg/hr

Ranbaxy

Patch

12 mcg/h

3.1.1 Pra Formulasi Fentanyl


Pemerian
Bubuk putih atau hampir putih.
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air; bebas larut dalam alkohol dan di metil alkohol.
(British Pharmacopoeia,2009).
Penyimpanan
Terlindung dari cahaya (Martindale, 2009)
Analisis Pemilihan Eksipien
a. Polyvinylpyrrolidone (PVP)

Rumus molekul PVP adalah (C6H9NO)n, sedangkan nama kimianya adalah


1-Ethenyl-2-pyrrolidinone homopolymer. Polimer PVP juga dikenal
dengan nama E1201; Kollidon; Plasdone; poly[1-(2-oxo-1-pyrrolidinyl)

16

ethylene]; polyvidone; povidone; povidonum; Povipharm; PVP; 1-vinyl-2pyrrolidinone polymer (Rowe et al., 2009).
Pemerian
: Bentuk PVP adalah serbuk putih atau putih
kekuningan; berbau lemah atau tidak berbau;
higroskopik
: Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P dan

Kelarutan

dalam kloroformP, kelarutan tergantung dari


bobot molekul rata-rata; praktis tidak larut dalam
eter P (Depkes RI, 1979).
: Melunak pada 150 0 C
: Tidak kompatibel dengan Thimerosal karena dapat

Titik lebur
Inkompatibilitas

membuat kompleks dengan PVP


Stabilitas
: 150 0 C
Fungsi dan konsentrasi yang digunakan : Fungsi polimer ini adalah
sebagai penghancur; dissolution enhancer; suspending agent; pengikat
pada tablet, digunakan konsentrasi 10-25% sebagai polimer hidrofilik
(Rowe et al., 2009).
b. Etil Cellulose (EC)
Rumus molekul dari EC adalah C12H23O6(C12H22O5)nC12H23O5, sedangkan
nama kimianya adalah cellulose ethyl ether (Rowe et al., 2006). Polimer
ini juga dikenal dengan nama Aqua coat ECD, Aqualon; E462; Ethocel;
Surelease
Pemerian

: Polimer EC berbentuk serbuk hablur, berwarna putih


kecoklatan, tidak berbau, tidak berasa, mudah

Kelarutan

mengalir (free flowing)


: Polimer ini praktis tidak larut dalam gliserin,
propilenglikol dan air. Mengandung tidak kurang dari
46.5% etoxyl groups yang dapat larut dalam

kloroform, etanol 95%, etilasetat, metanoldan toluene


Titik lebur
: 129-133
Inkompatibilitas : Polimer ini inkompatibel dengan wax (lilin ) paraffin
dan wax (lilin) mikrokristalin
Stabilitas
: Cukup stabil
Wadah dan Penyimpanan

17

Etil selulosa disimpan dalam wadah kering, jauh dari panas, pada
temperature tidak lebih dari 320 C.
Fungsi dan konsentrasi yang digunakan sesuai fungsi tersebut :Fungsi
EC adalahsebagai coating agent, bahan pengikat, bahan pengisi, viscosityincreasing agent. Sebagai sustained-release tablet coating digunakan
konsentrasi 3.0-20.0% sebagai polimer hidrofobik (Rowe et al., 2006).
c. Propilenglikol
Fungsi

: plasticizer

Titik didih

: 188C

Kelarutan

: Larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%),


gliserin, dan air; larut 1/6 bagian dalam eter; tidak
larut dalam mineral oil, tetapi larut sebagian
dalam minyak essensial.

Inkompatibilitas

: propilenglikol inkom dengan reagen pengoksidasi


seperti kalium permangat.

Wadah dan penyimpanan


Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk
dan kering.
(Rowe, 2009).
d. Etanol
Pemerian

: Tidak berwarna, jernih, mudah menguap,


cairan mudah terbakar, higroskopis.

Fungsi

: pelarut zat tambahan

Kelarutan

: sangat mudah larut dalam air dan dengan


metilen klorida

Wadah dan penyimpanan

: terlindung dari cahaya


(British Pharmacopoeia, 2009).

Alasan Pemilihan eksipien:


1. Silica oil 360

18

Silica oil 360 sebagai semipermeable (release) membran dapat


digunakan karena tidak mengiritasi kulit dan tidak berinteraksi dengan
eksipien lain
2. Etil selulosa dan PVP K-30
Penggunaan polimer

hidrofobik

seperti

etilselulose

(EC)

menyebabkan terbentuknya barier sehingga bahan aktif terjebak dalam


sediaan yang mengakibatkan bahan aktif tidak mudah dilepaskan dari
basisnya sedangkan polimer hidrofilik seperti polivinilpirolidon (PVP)
menyebabkan terbentuknya pori-pori sehingga membantu pelepasan
bahan aktif dari basisnya sehingga perlu untuk mengkombinasikan
antara

polimer

hidrofobik

dengan

polimer

hidrofilik

dalam

perbandingan tertentu (Utami, 2006).


Penggunaan polimer hidrofilik seperti PVP akan menyebabkan
media disolusi mudah berpenetrasi kedalam matrix, sehingga terjadi
difusi bahan obat yang cepat.
3. Menthol
Salah satu enhancer yang di gunakan dalam sediaan transdermal
adalah menthol, dimana menthol merupakan golongan terpen.
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Olivella (2007), yang
melakukan penelitian dengan menggunakan perbandingan enhancer
menthol dan dymethylformamide (DMF), menunjukan hasil bahwa
menthol meningkatkan permeasi quersetin 9 kali lebih tinggi dari DMF.
Secara umum, suatu enhancer bekerja dengan cara mengganggu stuktur
dari stratum korneum, berinteraksi dengan protein intraseluler dan
perbaikan partisi dari obat (Thakur et al, 2006).
4. Propilenglikol
Propilenglikol merupakan salah satu zat peningkat penetrasi.
Mekanisme propilenglikol yaitu meningkatkan kelarutan bahan obat
sehingga dapat meningkatkan difusi obat menembus membran sel dan
memberikan efek hidrasi pada kulit yaitu dengan melunakkan lapisan
keratin pada stratum korneum sehingga meningkatkan jumlah obat yang
pernetrasi lewat kulit (Wiliams et al, 2004).
5. Polietilen glikol

19

3.3
3.3.1

Formulasi, Metode dan Pembuaatan Sediaan


Formulasi
Bentuk zat aktif yang digunakan sebagai sediaan patch adalah fentinyl

.Fentinyl dibuat dalam bentuk patch, karena pada pemberian oral nicotine
mengalami First Past Effect sehingga bioavaibilitasnya kecil, melalui rute
pemberian secara transdermal dapat meningkatkan bioavaibilitas nicotine. BM
nicotine 162, 23 (Sweetman, 2009), obat yang memiliki BM < 500 lebih mudah
menembus stratum corneum. Koefisien partisi nicotine (log P =1.09) (Benfenati
et. al., 2003) berada pada rentang log P = 1-3., sehingga dapat diabsorpsi oleh
kulit yang memiliki membrane sel yang bersifat bilayer. Formulasi untuk
patchnicotinedengan ukuran 5 x 5 cm adalah :
Bahan
Fentinyl
Etil selulosa
PVP
Propilenglikol
Silica oil 360
Diklorometan
Etanol 95 %

Jumlah per patch


14 mg
0.75%
0.25%
3%
2%
30%
0.015 ml
Add 100%

3.3.2 Metode dan pembuatan sediaan


Akan dibuat patch fentanyl dengan kekuatan sediaan 12 mg dan luas 5 x 5
cm. Pembuatan patch transdermal ini dilakukan dengan teknik pencetakan,
dimana digunakan sebuah cetakan yang dilapisi aluminium foil yang berfungsi
sebagai lapisan luar dari patch. Teknik pencetakan ini merupakan teknik yang
paling sederhana, menghasilkan patch yang rapat.

20

a. Perhitungan dan penimbangan:


Jumlah sediaan yang akan dibuat sebanyak 100 patchdengan berat 100 mg
dan luas permukaan 5 x 5 cm, maka bahan yang dibutuhkan :
Bahan
Nicotine
HPMC
PVP
Propilenglikol
Natrium Lauril Sulfat
Dibutil Phtalat
Diklorometan
Etanol 95 %
Konversi kelarutan polimer :

Jumlah per patch


14 mg
0.75 mg
0.25 mg
3 mg
2 mg
30 mg
0.015 ml
Add 100 mg

Jumlah 100 patch


1.4 kg
7.5 kg
2.5 kg
30 kg
20 kg
300 kg
1.5 ml
Add 10 kg

1. HPMC
HPMC dilarutkan dalam pelarut etanol : diklorometan dengan
perbandingan 50 : 50 (a) (Kelarutan : LARUT 10 30)
-

HPMC 0.75% dari 100 mg


Pelarut

= 0,75 mg
= 0.00075 g x 30 ml = 0.0225 ml

2. PVP
PVP dilarutkan dalam pelarut etanol (kelarutan1-10)
- PVP 0.25% dari 100 mg
= 0.25 mg
-

Pelarut

= 0.00025 g x 10 ml = 0.0025 ml

b. Prosedur pembuatan:
-

HPMC dilarutkan dalam pelarut etanol : diklorometan dengan perbandingan

50 : 50 (a)
PVP dilarutkan dalam 0.0025 ml etanol (b)
Campurkan (a) dan (b) kemudian dipanaskan sampai didapatkan campuran

yang jernih dan homogen menggunakan magnetic stirrer.


Nicotine ditambahkan ke dalam campuran 1, diaduk menggunakan magnetic

stirrer hingga homogen (campuran 2).


Ditambahkan propilenglikol dan natrium lauril sulfat ke dalam campuran 2.
Ditambahkan dibutyl phthalate kedalam campuran 2
Ditambahkan etanol 95 % dan diaduk menggunakan magnetic stirrer

sampai terbentuk campuran yang homogen.


Campuran tersebut dituangkan ke dalam cetakan yang sudah dilapisi dengan

aluminium foil dan dibiarkan mengering pada suhu ruangan.


Patch yang telah kering dikeluarkan dari cetakan.

21

Patch yang dihasilkan dilakukan evaluasi dalam interval waktu tertentu.


Setelah lulus evaluasi, sediaan patch dikemas dalam kemasan yang sesuai
dan diberi etiket.

3.4

In Process Control (IPC) dan Pengawasan Mutu Obat Jadi

3.4.1

In Process Control (IPC)

a.

Organoleptis
Tujuan
Prinsip

b.

: menjamin bentuk, warna, dan bau produk ruahan baik


: mengamati bentuk, warna, dan bau patch produk ruahan

Keseragaman Kadar
Tujuan
Prinsip

: Menjamin keseragaman kandungan zat aktif.


: Menetapkan kadar beberapa patch satu per satu

Penafsiran Hasil

sesuai penetapan kadar.


: kandungan masing-masing patchtidak boleh
menyimpang dengan simpangan baku relatif 6%.

c.

Keseragaman Tebal
Tujuan
Prinsip

: Menjamin penampilan patch yang baik.


: beberapa patch diukur ketebalannya dengan
menggunakan mikrometer pada 5 daerah yang
berbeda pada tiap patch dan dan dihitung bobot

Penafsiran Hasil

rata-ratanya.
: tebal masing-masing patchtidak boleh
menyimpang dengan simpangan baku relatif 6%.

d.

Keseragaman Bobot
Tujuan
Prinsip

: Menjamin keseragaman kandungan zat aktif


: Diambil beberapa patch secara acak lalu ditimbang

Penafsiran Hasil

satu per satu dan dihitung bobot rata-ratanya.


: Berat masing-masing patchtidak boleh
menyimpang terlalu jauh dari berat rata-rata yang
tertera pada etiket dengan simpangan baku relatif

6%.
e.

Integritas Penutup

22

Penutup sediaan transdermal perlu diuji untuk memastikan tekanan dari


dalam sediaan tidak mendorong penutup untuk terbuka dan mengakibatkan
kebocoran. Pengujian dilakukan dengan cara mengambil sejumlah produk
ruahan transdermal kemudian diamati secara visual adanya kebocoran.
Masing-masing sampel diletakkan pada permukaan yang datar dan keras
kemudian ditimpa dengan beban seberat 13,6 kg. Setelah 2 menit, sampel
diamati kebocorannya secara visual. Produk dikatakan gagal apabila jumlah
sampel yang bocor melebihi jumlah sampel yang tidak bocor (The United
State Pharmacopeial Convention, 2014)
3.4.2

Pengawasan Mutu Obat Jadi

a. Uji Keseragaman Berat Patch


Tujuan
: Menjamin keseragaman kandungan zat aktif
Prinsip
: Diambil beberapa patch secara acak lalu ditimbang
Penafsiran Hasil

satu per satu dan dihitung bobot rata-ratanya.


: Berat masing-masing patchtidak boleh
menyimpang terlalu jauh dari berat rata-rata yang
tertera pada etiket dengan simpangan baku

relatif 6%.
b. Uji Keseragaman Tebal Patch
Tujuan
: Menjamin penampilan patch yang baik.
Prinsip
: beberapa patch diukur ketebalannya dengan
menggunakan mikrometer pada 5 daerah yang
berbeda pada tiap patch dan dan dihitung bobot
Penafsiran Hasil

rata-ratanya.
: tebal masing-masing patchtidak boleh

menyimpang dengan simpangan baku relatif 6%.


c. Keseragaman Kandungan Patch
Tujuan
: Menjamin keseragaman kandungan zat aktif.
Prinsip
: Menetapkan kadar beberapa patch satu per satu
Penafsiran Hasil

sesuai penetapan kadar.


: kandungan masing-masing patchtidak boleh
menyimpang dengan simpangan baku relatif 6%.

d. Peel Adhesion Test

23

Pengujian ini dilakukan untuk mengukur gaya yang dibutuhkan untuk


melepaskan sediaan transdermal dari permukaan kulit. Produk jadi sediaan
transdermal diaplikasikan terhadap substrat pada waktu dan suhu tertentu.
Kemudian sediaan dilepas dari substrat menggunakan instrumen yang dapat
mengontrol sudut pelepasan (misalnya 90 atau 180) dan kecepatan pelepasan
(misalnya 330 mm/menit). Gaya pelepasan dicatat. Prosedur ini diulang
menggunakan minimal 5 sampel (The United State Pharmacopeial Convention,
2014).
e. Moisture loss
Tujuan: Menjamin patch tidak kehilangan kelembapan
Prinsip: Menetapkan persentase berat pacth setelah disimpan didalam
desikator yang mengandung kalsium klorida anhidrat selama 3 hari.
f. Moisture absorption
Tujuan: Menjamin patch tidak menyerap uap air disekitarnya sehingga
tidak mempengaruhi kadar zat aktif.
Prinsip: Menetapkan berat 6 patch yang disimpan dalam desikator yang
berisi 100 mL larutan jenuh alumunium klorida setelah 3hari
penyimpanan.
g. Tensile strength
Tujuan: Menjamin ketahanan patch terhadap tarikan
Prinsip: tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai patch dapat tetap
bertahan sebelum putus
h. Uji permeasi kulit menggunakan hewan
Tujuan: Mengetahui laju permeasi nicotine
Prinsip: Menguji permeasi nicotine dari patch menggunakan suatu sel
difusi dengan cara mengukur konsentrasi nicotine dalam cairan penerima
pada selang waktu tertentu.
i. Uji Disolusi
Tujuan: Mengetahui laju difusi nicotine
Prinsip: Menguji difusi nicotine dari patch menggunakan membrane kulit
ular dengan cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima
pada selang waktu tertentu.
j. Uji iritasi kulit
Tujuan: Menjamin patch tidak akan merusak kulit
Prinsip: Mengamati perubahan yang terjadi pada kulit yang ditempel patch
selama kurang lebih 7 hari.

24

Penafsiran Hasil: Tidak ada kulit yang mengalami eritema atau edema.
3.5

Pengemasan dan Penyimpanan Sediaan Akhir


Sediaan akhir dikemas menggunakan PVC (Polyvinyl chloride) yang

merupakan merupakan bahan kemas yang tahan terhadap udara dan bersifat
menghalangi uap air (Leonard, 1996).
Desain kemasan sekunder :

Untuk menjaga stabilitas, sediaan patch nicotine sebaiknya disimpan


dibawah suhu 25C, terlidung dari cahaya dan kelembaban.
BAB IV
PENGUJIAN MUTU SERTA METODE ANALISIS
4.1

Struktur Molekul dan Dasar Analisis Zat Aktif


Struktur molekul nicotine, yaitu :

25

Nama kimia

: 3-[(2S)-1-Methyl2pyrrolidinyl]pyridine
-pyridyl-alpha-N-methyl pyrrolidine
Bobot molekul
: 162,23
Rumus kimia
: C10H14N2
(The United State Pharmacopeial Convention, 2006).
Dari struktur molekul tersebut, diketahui bahwa nicotine memiliki :
Gugus Fungsi
Metil:
CH3

Jenis Ikatan
Ikatan Kovalen:
C=N,
C-N,
C-C,
C=C,
C-H

Piridin:

Pirolidin:

Pada

gugus

piridin

terdapat

ikatan

rangkap

terkonjugasi

yang

menyebabkan senyawa ini dapat dianalisis menggunakan spektrofometeri UV-Vis


karena ikatan rangkap terkonjugasi merupakan kromofor yang mengabsorpsi sinar
pada daerah UV-Vis. Ikatan antar atom (pada senyawa nicotine berupa ikatan
kovalen),

menyebabkan

senyawa

ini

dapat

dianalisis

menggunakan

spektrofotometri IR. Kelarutan dan interaksinya dengan fase gerak maupun fase
diam, menyebabkan nicotine dapat dianalisis denganKromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT). Nicotine merupakan senyawa yang mudah menguap, sehingga
dapat pula dianalisis menggunakan GC.Secara volumetri nicotine dapat dianalisis
dengan menggunakan potensiometri karena bersifat basa lemah.
4.2

Metode Analisis Yang Diusulkan Untuk Pengujian Mutu Bahan Baku


(Zat Aktif Dan Eksipien), Ruahan, dan Obat Jadi

4.2.1
a
1

Pengujian Mutu Bahan Baku


Nicotine
Spektrofotometri UV

26

Pengujian dengan Spektrofotometri UV dapat digunakan untuk analisis


kualitatif dan kuantitatif.Nicotine memiliki kromofor sehingga dapat
dianalisis dengan metode ini. Spektrum serapan UV zat aktif akan
menunjukkan maksimum dan minimum seperti pada spektrum baku
(kualitatif). Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan
kurva baku.
2

Spektrofotometri Infra Merah (IR)


Pengujian dengan Spektrofotometri IR dapat memberikan informasi
mengenai gugus fungsi yang ada pada senyawa, dan metode ini lebih
spesifik dalam mengidentifikasi senyawa dibandingkan dengan metode
lain karena adanya daerah sidik jari (dibandingkan terhadap standar).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


KCKT memiliki sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi tinggi
yang menerapkan kemampuan kemajuan teknologi kolom, sistem pompa

bertekanan tinggi dan detektor yang sensitif.


Volumetri
Nicotine dapat ditetapkan kadarnya menggunakan metode potensiometri
karena merupakan senyawa basa lemah.

4.2.2

Pengujian Mutu Produk Ruahan


Pengujian mutu produk ruahan dilakukan In Process Control (IPC) yang

mencakup:
1 Organoleptis
2 Keseragaman Kadar
3 Keseragaman Tebal
4 Keseragaman Bobot
5 Integritas Penutup
4.2.3

Pengujian Mutu Obat Jadi


Pengujian mutu sediaan transdermal meliputi:
1
2
3
4
5

Keseragaman Kadar
Keseragaman Tebal
Keseragaman Bobot
Peel Adhesion Test
Moisture Loss

27

6
7
8
9
10
4.3

Moisture Absorption
Tensile Strength
Uji Permeasi Kulit
Uji Disolusi
Uji Iritasi Kulit

Prosedur Analisis Bahan Baku, Bahan Ruahan, dan Obat Jadi

4.3.1 Prosedur Analisis Bahan Baku


a

Nicotine
1.
Identifikasi dengan reaksi warna
Nicotine + sianogen bromide warna oranye (positif)
(Moffat et. al., 2005).
2.
Spektrofotometri UV
Buat larutan 1mg/ mL nicotine dalam air. Ambil 1 mL dari larutan ini
dan masukkan ke labu ukur 50 mL, encerkan dengan HCl 0,1 N hingga
batas.

Amati

panjang

gelombang

maksimum

dan

absorbansinya

menggunakan Spektrofotometri UV-Vis (The United State Pharmacopeial


Convention, 2006).
Dibuat kurva baku nicotine, kemudian tentukan persamaan garis y= a +
bx. Y merupakan absorbansi, x merupakan konsentrasi (kadar baku). Plot
absorbansi yang diperoleh dalam pengukuran sampel, hitung kadarnya
menggunakan persamaan garis tersebut.
Larutan baku:
Masukkan USP Nicotine bitartrate dehydrate RS yang ekivalen dengan
50mg nicotine ke dalam 25 mL corong pemisah. Tambahkan 5 mL
ammonium hidroksida 6 N, 3 mL natrium hidroksida 1 N, dan 20 mL nheksan. Kocok selama 5 menit, biarkan hingga terjadi dua fase, ambil
lapisan atas n-heksan dan masukkan ke dalam vial, evaporasi dengan aliran
gas nitrogen. Larutkan residu nicotine dalam air dengan konsentrasi 1
mg/mL. Encerkan 1 mL larutan ini dengan asam hidroksida 0,1 N hingga 50
mL. Untuk memperoleh kurva baku, dibuat larutan baku dengan berbagai
konsentrasi (The United State Pharmacopeial Convention, 2006).
3.

Spektrofotometri Infra Merah (IR)

28

Dibuat pelat cakram dari zat aktif dengan KBr, kemudian dilewarkan
sinar IR melalui pelat tersebut, hasil spektrum yang diperoleh dibandingkan
terhadap standar.
Interpretasi hasil Spektrofotometri IR:

Bilangan
gelombang
(cm-1)

Intensitas

Bentuk
puncak

Dugaan

712

Kuat

Tajam

N-H wagging

810

Medium

Tajam

=C-H bending

1022

Medium

Tajam

C-C

1040

Medium

Tajam

C-N

1310

Medium

Tajam

C=C

1575

Kuat

Tajam

C=N
(Moffat et. al., 2005).

4.3.2
1

Prosedur Analisis Produk Ruahan


Organoleptis

29

Pengujian organoleptis meliputi bentuk, warna, bau dari patch dan


kebocorannya. Sejumlah produk ruahan transdermal diamati kebocorannya.
Apabila terdapat kebocoran maka produk dikatakan gagal (The United State
Pharmacopeial Convention, 2014).
2

Integritas Penutup
Penutup sediaan transdermal perlu diuji untuk memastikan tekanan dari

dalam sediaan tidak mendorong penutup untuk terbuka dan mengakibatkan


kebocoran. Pengujian dilakukan dengan cara mengambil sejumlah produk
ruahan transdermal kemudian diamati secara visual adanya kebocoran.
Masing-masing sampel diletakkan pada permukaan yang datar dan keras
kemudian ditimpa dengan beban seberat 13,6 kg. Setelah 2 menit, sampel
diamati kebocorannya secara visual. Produk dikatakan gagal apabila jumlah
sampel yang bocor melebihi jumlah sampel yang tidak bocor (The United
State Pharmacopeial Convention, 2014)
4.3.3

Prosedur Analisis Obat Jadi

1. Keseragaman Kadar
Pengujian kadar dilakukan menggunakan spektrofotometri UV dan KCKT
dengan prosedur sebagai berikut:
a

Spektrofotometri UV
Ambil 1 mL dari larutan hasil usapan dan masukkan ke labu ukur 50

mL, encerkan dengan HCl 0,1 N hingga batas. Amati panjang gelombang
maksimum dan absorbansinya menggunakan Spektrofotometri UV-Vis
(The United State Pharmacopeial Convention, 2006).
Dibuat kurva baku nicotine, kemudian tentukan persamaan garis y= a
+ bx. Y merupakan absorbansi, x merupakan konsentrasi (kadar baku).
Plot absorbansi yang diperoleh dalam pengukuran sampel, hitung
kadarnya menggunakan persamaan garis tersebut.
Masukkan USP Nicotine bitartrate dehydrate RS yang ekivalen dengan
50mg nicotine ke dalam 25 mL corong pemisah. Tambahkan 5 mL

30

ammonium hidroksida 6 N, 3 mL natrium hidroksida 1 N, dan 20 mL nheksan. Kocok selama 5 menit, biarkan hingga terjadi dua fase, ambil
lapisan atas n-heksan dan masukkan ke dalam vial, evaporasi dengan
aliran gas nitrogen. Larutkan residu nicotine dalam air dengan konsentrasi
1 mg/mL. Encerkan 1 mL larutan ini dengan asam hidroksida 0,1 N hingga
50 mL. Untuk memperoleh kurva baku, dibuat larutan baku dengan
berbagai konsentrasi (The United State Pharmacopeial Convention, 2006).
b

KCKT
Larutan uji
Larutan referen

:Larutkan 20 mg senyawa dalam 25 mL fase gerak


: a). Larutkan 4 mg nicotine ditartrate CRS dan 2
mg myosmine R dalam fase gerak dan encerkan
dengan 50 mL fase gerak, b). Encerkan 0,4 mL

Fase gerak

larutan uji dengan 100 mL fase gerak.


: Larutkan 2,31 g sodium dodecyl sulphate R dalam
campuran 250 ml acetonitrile R dan 750 ml larutan
yang mengandung 13.6 g/l potassium dihydrogen
phosphate R, gunakan buffer untuk menstabilkan
pH 4.5 dengan buffer sodium hydroxide R atau

Fase diam

phosphoric acid
:Kolom stainless steel dengan panjang 0.10 m dan
internal diameter 8 mm, dipak dengan octadecylsilyl

silica gel for chromatography R (4 m)


: 1,5 mL/menit
: spektrofotomer UV 245 nm
: 13 menit
(British Pharmacopoeia, 2009).
Syarat keseragaman kadar pada sediaan transdermal yaitu bila rata-rata

Kecepatan alir
Detektor
Waktu retensi

dari 10 unit dosis berada di antara 90% - 110% dari kadar total yang tertera
pada kemasan atau jika masing-masing unit dosis berada di antara 75% 125% dari kadar rata-rata (European Pharmacopoeia, 2005).
2. Keseragaman Tebal

31

Pengujian ini untuk menjamin penampilan patch yang baik. Prinsipnya


yaitu beberapa patch diukur ketebalannya dengan menggunakan mikrometer
pada 5 daerah yang berbeda pada tiap patch dan dan dihitung bobot rataratanya. Tebal masing-masing patch tidak boleh menyimpang dengan
simpangan baku relatif 6%.
3. Keseragaman Bobot
Pengujian ini untuk menjamin keseragaman kandungan zat aktif. Diambil
beberapa patch secara acak lalu ditimbang satu per satu dan dihitung bobot
rata-ratanya. Berat masing-masing patch tidak boleh menyimpang terlalu jauh
dari berat rata-rata yang tertera pada etiket dengan simpangan baku relatif
6%.
4. Peel Adhesion Test
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur gaya yang dibutuhkan untuk
melepaskan sediaan transdermal dari permukaan kulit. Produk jadi sediaan
transdermal diaplikasikan terhadap substrat pada waktu dan suhu tertentu.
Kemudian sediaan dilepas dari substrat menggunakan instrumen yang dapat
mengontrol sudut pelepasan (misalnya 90 atau 180) dan kecepatan
pelepasan (misalnya 330 mm/menit). Gaya pelepasan dicatat. Prosedur ini
diulang menggunakan minimal 5 sampel (The United State Pharmacopeial
Convention, 2014).
5. Moisture Loss
Pengujian ini dilakukan untuk menjamin patch tidak kehilangan
kelembapan. Prinsipnya dengan menetapkan persentase berat patch setelah
disimpan didalam desikator yang mengandung kalsium klorida anhidrat
dengan suhu 40C selama 1 hari atau lebih hingga menunjukkan hasil yang
stabil (Aqil, et al., 2008).
6. Moisture Absorption

32

Pengujian ini untuk menjamin patch tidak menyerap uap air disekitarnya
sehingga tidak mempengaruhi kadar zat aktif. Prinsipnya dengan menetapkan
berat 6 patch yang disimpan dalam desikator yang berisi 100 mL larutan jenuh
alumunium klorida dengan suhu 34 C dan kelembapan 75% setelah 3 hari
penyimpanan (Das, et al., 2006).
7. Tensile Strength
Pengujian ini untuk menjamin ketahanan patch terhadap tarikan.
Prinsipnya dengan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai patch dapat
tetap bertahan sebelum putus (Prabhakara, et al., 2010)
8. Uji Permeasi
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui laju permeasi nicotine
denganmenggunakan suatu sel difusi dengan cara mengukur konsentrasi
nicotine dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.Uji permeasi
dilakukan dengan menggunakan metode sel difusi Franz. Susunan alat difusi
yang digunakan terdiri dari waterbath shaker, gelas kimia, pompa pengatur
kecepatan alir, sel difusi dan selang berdiameter 5 mm. Sediaan patch yang
telah dipotong sebesar 2x2 cm ditempelkan pada pemukaan atas membran.
Bagian reseptor terdiri dari gelas kimia yang diisi dengan dapar fosfat pH 6,4
dan diletakkan di atas waterbath shaker dengan pengaturan suhu dijaga agar
suhu tetap pada 37oC. Pada saat pengambilan sampel, sampel diambil
sebanyak 5 ml kemudian reseptor langsung diisi kembali menggunakan dapar
fosfat pH 6,4 dengan volume yang sama. Seluruh sampel ditentukan
konsentrasinya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang
259 nm (Duraivel, et.al., 2014).
9. Uji Disolusi
Pengujian ini untuk mengetahui kelarutan zat aktif di dalam cairan tubuh.
Metode yang digunakan yaitu Rotating Cylinder Method. Prosedurnya yaitu
dengan menempatkan medium pada tabung alat disolusi. Lepaskan permukaan
patch minimal 1 cm lebih besar pada seluruh sisi. Letakkan patch pada
permukaan yang bersih dengan membran yang kontak langsung dengan

33

permukaan. Aplikasikan bagian yang ada perekatnya pada batas membran.


Dengan menggunakan tekanan yang rendah, aplikasikan bagian yang tidak
lengket dari patch ke silinder, sehingga permukaan yang rilis kontak langsung
dengan media disolusi. Setiap 15 menit dilakukan pengujian kadar dengan
spektrofotometri UV. Jumlah kadar zat aktif yang rilis dari patch
mengekspresikan jumlah per luas permukaan per satuan waktu (European
Pharmacopoeia, 2005).
10. Uji Iritasi Kulit
Pengujian iritasi pada kulit dapat dilakukan dengan metode penilaian atau
scoring. Penilaian iritasi yaitu dari 0 sampai 4 berdasarkan tingkat keparahan
dari terbentuknya eritem atau edema. Tingkat keamanan patch menurun
dengan peningkatan nilai iritasi (Jayaprakash, et al., 2010).
4.4

Pengujian Stabilitas Obat Jadi


Berdasarkan CPOB 2012, uji stabilitas merupakan serangkaian uji yang

didesain untuk mendapatkan jaminan stabilitas suatu produk. Pengujian stabilitas


memungkinkan ditetapkannya cara penyimpanan yang direkomendasikan, periode
uji ulang, dan masa edar bahan baku aktif atau produk. Uji stabilitas dapat
dilakukan dengan cara pengujian jangka panjang dan pengujian dipercepat,
dengan kondisi sebagai berikut :
Jenis Uji
Jangka
panjang /Real
Time

Dipercepat

Kondisi
Frekuensi
penyimpanan
Pengujian
30C + 2C / 75% RH 0, 3, 6, 9, 12, 18, 24
+ 5% RH
bulan dan setiap
tahun untuk
mengetahui shelflife

Jumlah
Batch
Minimal 3

40C + 2C / 75% RH 0, 3, 6 bulan


+ 5% RH

Minimal 3
(ASEAN, 2005).

BAB V
REGULASI DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

34

Registrasi Obat Jadi


Dasar hukum registrasi obat jadi, yaitu:

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008


tentang Registrasi Obat.
Registrasi obat jadi dibagi atas tiga kelompok, yaitu:
1

Obat baru : - zat berkhasiat baru


- Indikasi baru
- bentuk sediaan / cara pemberian baru

2
3

Produk biologi
Obat copy, yaitu obat yang berkhasiat sama dengan obat yang sudah
terdaftar

Prosedur pendaftaran obat jadi dibagi menjadi dua tahapan, yaitu:


a

Pra registerasi
Untuk pertimbangan jalur evaluasi dan kelengkapan dokumen registrasi:
Obat baru (Jalur I: 100HK, Jalur II: 150HK, Jalur III: 300HK)

Obat Copy (Jalur I: 100HK, Jalur II: 80HK, Jalur III: 150HK)
Registrasi
Penyerahan dokumen registrasi dengan persyaratan sebagai berikut:
i Mengisi form permintaan disket, sesuai hasil pra registrasi atau surat
ii
iii
iv

permohonan.
Membayar biaya evaluasi.
Mengisi disket.
Menyerahkan berkas lengkap sesuai tujuan registrasi.

Pihak yang mengajukan pendaftaran obat jadi diantaranya adalah:


i

Industri farmasi, untuk dapat jadi lokal dan kontrak, obat jadi lisensi,

ii

dan obat jadi impor.


Pedagang besar farmasi (PBF) untuk obat jadi impor.

Data administrasi yang dibutuhkan untuk administrasi pendaftaran obat:


i
ii

Produksi dalam negeri :


Fotokopi izin industri farmasi.; Fotokopi sertifikat CPOB.
Kontrak :
Fotokopi izin industri farmasi pendaftar dan penerima kontrak;
Fotokopi perjanjian kontrak; Fotokpi sertifikat CPOB penerima
kontrak dan pendaftar

35

iii

Lisensi :
Persyaratan sama dengan produksi dalam negeri; Perjanjian lisensi
Impor :
Fotokopi izin industri farmasi /PBF; surat penunjukan dari pemilik

iv

produk di luar negeri; Certificate of Pharmaceutical Product / Free


sale certificate (asli) dari negara produsen; Site master file (untuk
produsen yang produknya belum mempunyai izin edar di Indonesia
atau dengan kondisi tertentu).
(BPOM, 2011)
b

Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 tahun


2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
Pada Pasal 22 tentang tata laksana registrasi obat dinyatakan bahwa

registrasi obat dilakukan setelah tahap pra-registrasi.Permohonan pra-registrasi


dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada Kepala Badan
dilampiri dengan dokumen pra-registrasi atau dokumen registrasi. Dokumen
registrasi

disusun

sesuai

format

ASEAN

Common

Technical

Dossier

(ACTD).Permohonan diajukan dengan mengisi formulir sesuai contoh pada


Lampiran I pada Peraturan ini.Petunjuk pengisian formulir tercantum pada
Lampiran II pada Peraturan ini.Permohonan pra-registrasi dan registrasi dikenai
biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.Permohonan pra-registrasi dan registrasi dapat diajukan
secara elektronik.
Nomor izin edar sediaan patchnicotine adalah DKL1507300555A1
Keterangan :
D

= obat dengan nama dagang

= golongan obat keras

= produksi dalam negeri (lokal)

15

= tahun pendaftaran obat jadi (15=2015)

073 = nomor urut pabrik di Indonesia


005 = nomor urut obat jadi yang disetujui oleh pabrik
55

= nomor urut sediaan (patch)

36

= kekuatan obat jadi (A = pertama di setujui,B = kedua, C = ketiga)

= kemasan utama untuk nama, kekuatan dan bentuk sediaan obat jadi
(2 = kemasan yang kedua, 3 = kemasan yang ketiga)

Penandaan Sesuai Undang-Undang


Patch nicotine digolongkan ke dalam golongan obat keras. Oleh karena itu,

ketentuan penandaan pada kemasan berpedoman pada SK Menkes No. 193/Kab/B


VII/71 tanggal 21 Agustus 1971 tentang Peraturan Pembungkusan dan Penandaan
Obat, SK Menkes RI No. 02396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras
Daftar G, dan Surat Edaran Dirjen POM No. 4266/AA/II/86 tanggal 26 Agustus
1986 tentang Tanda Khusus Obat keras G. Penandaan pada kemasan, leaflet, atau
brosur harus sama atau mendekati contoh tanda khusus di bawah ini:

Disertai dengan kalimat:


HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Menurut keputusan kepala badan pengawas obat dan makanan RI Namun
HK.03.1.23.10.11.08481tentang kriteria dan tata laksana registerasi obat,
informasi minimal yang harus dicantumkan pada rancangan kemasan adalah:
1

Brosur
a Nama Obat
b Bentuk Sediaan
c Besar kemasan (unit)
d Nama dan kekuatan zat aktif
e Nama dan alamat pendaftar
f Nama dan alamat produsen
g Nama dan alamat pemberi lisensi
h Cara pemberian
i Nomor izin edar
j Nomor bets
k Tanggal produksi

37

l
m
n
o
p
q
r
s

Batas kadaluarsa
Indikasi
Posologi
Kontraindikasi
Efek samping
Interaksi obat
Peringatan-perhatian
Peringatan khusus, Misalnya :
i Harus dengan resep dokter
ii Tanda peringatan (P.No.1 P.No. 6)
iii Kotak peringatan
iv Bersumber babi/bersinggungan
v Kandungan alkohol
Cara penyimpanan obat (termasuk cara penyimpanan setelat rekonstitusi)

Penandaan khusus, misalnya:


i Harga everan tertinggi
ii Logo golongan obat (obat keras/bebas terbatas/bebas)
iii Logo generik (khusus untuk obat generik)
Distribusi Obat Jadi
Pendistribusian obat diatur dalam Cara Distribusi Obat yang Baik

(CDOB).Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.05.3.2522


tahun 2003 tentang penerapan pedoman cara distribusi obat yang baik, dijelaskan
bahwa distribusi obat yang baik adalah terselenggaranya suatu sistem jaminan
kualitas oleh distributor, yaitu:
a

Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat diperoleh

yang dibutuhkan pada saat diperlukan


Terlaksananya pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat tepat sampai
kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat

dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan


Menjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang sampai ke tangan
konsumen adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai

tujuan penggunaan
Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan
termasuk selama transportasi

38

Distribusi obat dimulai pada saat obat selesai diproduksi oleh industri hingga
sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah (pasien). Alur distribusi obat:
Industri Farmasi (Produsen)

Konsumen

Pedagang Besar Farmasi

Sarana Distribusi Obat Jadi lain


(Apotek, Rumah Sakit, Toko obat,
dll)

39

BAB VI
INFORMASI OBAT JADI
1
a

Informasi Obat Jadi


Informasi yang perlu disampaikan pada pasien antara lain:
Tempelkan patch yang baru setiap 24 jam pada bagian atas tubuh atau bagian lengan
atas yang kering, bersih, dan tidak berambut

b
c
d

Jangan mengonsumsi rokok selama menjalani terapi penggantian nicotine


Konsultasi lebih lanjut dengan dokter bila pasien sedang mengonsumsi obat lain
Patch ini merupakan step 2 terapi pengganti nicotine yang digunakan bagi pasien yang
merokok < 10 rokok/hari

Anda mungkin juga menyukai