Anda di halaman 1dari 25

ASPEK PERPAJAKAN BISNIS

PEMBIAYAAN MURABAHAH BANK


SYARIAH
Tugas Kelompok
MCI-704 Perpajakan Lanjutan
Penyusun:
123131021 Emilia Permatasari
123131088 Chintya Dwinanda
123150172 Darmadi Slamat

Latar Belakang (1/2)


Berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 dan Undang-Undang Nomor 42

Tahun 2009, memberikan angin segar bagi pelaku transaksi syariah. Pasalnya kedua
Undang Undang ini mulai mengatur perlakuan perpajakan secara khusus atas
transaksi syariah, sehingga lebih memberikan kepastian hukum perlakuan perpajakan
transaksi syariah yang selama ini terjadi terdapat perbedaan persepsi mengenai
perlakuan perpajakan antara para pelaku transaksi syariah dan Direktorat Jenderal
pajak.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dalam Pasal 31D
memerintahkan untuk membentuk Peraturan Pemerintah yang mengatur perlakuan
Pajak Penghasilan atas transaksi kegiatan Usaha Berbasis Syariah dipersamakan
dengan atau sebagaimana yang berlaku atas transaksi sepadan yang dilakukan oleh
pelaku usaha dalam industri yang sama yang berdasarkan sistem konvensional.
Dengan demikian, perlakuan Pajak Penghasilan tidak bersifat distortif serta akan
memberikan perlakuan yang sama (level playing field) bagi Wajib Pajak dalam suatu
industri yang sama.

Latar Belakang (2/2)


Prinsip dalam transaksi syariah melarang adanya unsur:

a. riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl);
b. kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan);
c. maysir (unsur judi dan sikap spekulatif);
d. gharar (unsur ketidakjelasan); dan
e. haram (unsur haram baik dalam barang / jasa serta aktivitas operasional yang terkait).
Konsekuensi dengan tidak diperkenankannya adanya unsur riba, maka pengenaan bunga seperti

dalam kelaziman pembiayaan konvensional tidak diperkenankan, sehingga dalam transaksi


syariah pola pembiayaan diubah dengan skema-skema tertentu yang jika dikenakan pajak dengan
perlakuan perpajakan yang berlaku umum akan mengakibatkan perlakuan yang tidak netral antara
pembiayaan dengan prinsip syariah dan pembiayaan konvensional.
Pada tugas kelompok ini dibatasi ruang lingkup pembahasan pada perlakuan akuntansi dan aspek

PPN, PPh untuk pembiayaan murabahah bank syariah dengan pertimbangan bahwa transaksi ini
saat ini yang paling dominan dilakukan para pelaku perbankan syariah.

Alur Transaksi Pembiayaan Murabahah Bank


Syariah*
negosiasi

Akad murabahah
NASABAH

BANK SYARIAH
Pembayaran: uang muka, angsuran
beli

kirim
SUPPLIER

* Waluyo, Akuntansi Pajak edisi 6, halaman 367

dokumen

Perbedaan kredit bank konvensional dan


pembiayaan murabahah bank syariah (1/2)

Perbedaan kredit bank konvensional dan


pembiayaan murabahah bank syariah (2/2)

Studi Kasus Pembiayaan Murabahah BRI Syariah


(1/2)*
Syarat-syarat umum pembiayaan seperti bank konvensional

> surat pemohonan tertulis yang memuat gambaran umum usaha


> legalitas usaha: identitas diri dan akte pendirian usaha
> laporan keuangan: neraca, laba rugi, persediaan terakhir, rek. bank
Tahapan prosedur

> solisitasi: survey yang dilakukan oleh marketing officer


> permohonan: nasabah mengajukan permohonan berikut lampirannya
> investigasi: teliti kelayakan calon nasabah misal BI check, penilaian jaminan
> analisa: analisa kekayaan dan kelayakan usaha calon nasabah
> persetujuan: proses penentuan disetujui atau tidaknya pembiayaan
> pengumpulan data tambahan: untuk memenuhi persyaratan tambahan
> pengikatan: pengikatan pembiayaan ataupun pengikatan jaminan
> pencairan: persyaratan pembiayaan termasuk tambahan harus dipenuhi
> monitoring: memantau pelunasan angsuran apakah lancar saat jatuh tempo
* Emilia Permatasari, Analisis penerapan murabahah (jual beli) dan perlakuan akuntansi
murabahah untuk pembiayaan konsumtif pada bank BRI syariah cabang Tangerang

Studi Kasus Pembiayaan Murabahah BRI Syariah


(2/2)*
Teknis perbankan: jaminan, dokumentasi, saksi, wanprestasi
Aspek teknis:

pengunaan dana -> kontrak jangka pendek sekali akad,


barang yang boleh dibeli -> asset sesuai syariah Islam,
supplier -> dinilai dan ditentukan bank,
nasabah -> mau dan mampu bayar serta cakap hukum,
supplier -> serahkan barang ke nasabah, dibayar bank setelah akad,
harga jual -> ditentukan di awal dan tidak berubah selama perjanjian,
jangka waktu -> 1bulan 10 tahun,
lain-lain -> denda tunggakan, penyelesaian nasabah tidak mampu bayar.
Aspek pembayaran: pembayaran ke supplier, kewajiban nasabah,

pendapatan, biaya administrasi


* Emilia Permatasari, Analisis penerapan murabahah (jual beli) dan perlakuan akuntansi
murabahah untuk pembiayaan konsumtif pada bank BRI syariah cabang Tangerang

Studi kasus akuntansi murabahah BRI Syariah

Suku bunga bank konvensional pada saat itu = 13,62%

Angsuran per bulan = Nilai Plafon x Margin% / 12 x 1 / (1- 1 / (1 + Margin% / 12) jangka waktu)
Margin per bulan angsuran = Saldo pokok bulan sebelumnya x Margin% x (30 / 360)
Angsuran pokok per bulan = Angsuran per bulan - Margin per bulan angsuran
Sisa pokok per bulan = Sisa pokok bulan sebelumnya Angsuran pokok per bulan
Nilai Plafon = Rp 8,500,000
Margin% = 21% (dibulatkan dari 20.64%)
Jangka Waktu = 24 bulan
Angsuran per bulan = Rp 8,500,000 x 20.64% / 12 x 1 / (1- 1/(1+20.64%/12)24) = Rp 435,292
Margin angsuran bulan 1 = Rp 8,500,000 x 21% x (30/360) = Rp 148,750
Angsuran pokok bulan 1 = Rp 435,292 Rp 148,750 = Rp 286,542
Sisa pokok bulan 1 = Rp 8,500,000 Rp 288,542 = Rp 8,213,458
Margin angsuran bulan 2 = Rp 8,213,458 x 21% x (30/360) = Rp 143,735
Angsuran pokok bulan 2 = Rp 435,292 Rp 143,735 = Rp 291,557
Sisa pokok bulan 2 = Rp 8,500,000 Rp 291,557 = Rp 7,921,928
dan seterusnya sampai bulan 24

Jurnal Akuntansi Pada Pembiayaan Murabahah


Jurnal pertama kali yang dilakukan oleh bank yaitu pada saat bank melakukan
transfer uang ke rekening nasabah sebesar pokok pembiayaan Murabahah dan
margin.
Db.Gross Murabahah
10,447,000.00
Cr.Rekening antar bagian
10,447,000.00
Db.Rekening antar bagian
8,500,000.00
Cr.Rekening nasabah
8,500,000.00
Db.Rekening antar bagian
1,947,000.00
Cr.Margin Murabahah di tangguhkan
1,947,000.00

Jurnal Pada Saat Melakukan Angsuran


Pada saat melakukan angsuran, bank akan mendebet langsung rekening nasabah
sebesar jumlah yang disepakati pada saat perjanjian yaitu Rp 435,292.00 yang juga
dalam hal ini mengurangi pembiayaan Murabahah sebesar Rp 286,542.00 disisi kredit
dan bank juga akan mengakui keuntungan Murabahah yang ditangguhkan (disisi debet)
sebagai pendapatan Murabahah (disisi kredit) bank pada periode tersebut (03-09-2012)
sebesar Rp 148,750.00 :
Db.Kas/Rekening Nasabah
Cr.Rekening Antar Bagian

286,542.00
286,542.00

Db.Rekening Antar Bagian


Cr.Piutang Murabahah

286,542.00
286,542.00

Db.Margin Murabahah Ditangguhkan


148,750.00
Cr.Pendapatan Murabahah
148,750.00

Studi Kasus Akuntansi Murabahah BRI Syariah*


Pendapatan diakui bank BRI Syariah dengan cara cash basis,

sedangkan dalam Pedoman Akuntansi Syariah Indonesia


(PAPSI) dan PSAK 102 pengakuan pendapatan diakui dengan
accrual basis, serta ada suatu jurnal pada saat bank mencairkan
pembiayaan kepada rekening nasabah kemudian pencairan
tersebut disalurkan kembali oleh bank kepada rekening supplier
untuk melakukan pembelian barang
Dalam hal lain, penerapan akuntansi sudah sesuai dengan

ketentuan yang telah diatur dalam PAPSI dan PSAK 102:


> pembukuan saat bank memperoleh asset dan supplier,
> pembukuan saat bank memperoleh uang muka nasabah,
> pembukuan pada saat pembayaran angsuran
* Emilia Permatasari, Analisis penerapan murabahah (jual beli) dan perlakuan akuntansi
murabahah untuk pembiayaan konsumtif pada bank BRI syariah cabang Tangerang

Peraturan Bank Indonesia (PBI) Untuk Pembiayaan


Murabahah dan Transaksi Murabahah
PPN atas transaksi Murabahah
Tidak ada PPN atas pembiayaan Murabahah.
Pembiayaan Murabahah
PBI No. 7/46/PBI/2005

Transaksi Murabahah
PBI No. 5/7/PBI/2003

Para pihak

Bank sebagai penyedia dana, nasabah Bank sebagai penjual,


sebagai penerima dana untuk transaksi nasabah sebagai
murabahah
pembeli

Penyerahan
Barang Kena
Pajak

Penyerahan Barang Kena Pajak dari


Penyerahan Barang
penjual langsung kepada nasabah
Kena Pajak dari penjual
(terkena PPN). Tidak ada penyerahan kepada bank, dan
Barang Kena Pajak dari penjual kepada penyerahan Barang
bank, tidak juga ada penyerahan Barang Kena Pajak dari Bank
Kena Pajak dari bank kepada nasabah. kepada nasabah.

Perlakuan PPN Pembiayaan Murabahah


Dengan berlakunya UU No 42 tahun 2009, perlakuan PPN untuk transaksi

pembiayaan murabahah yang selama ini menjadi ganjalan menjadi lebih jelas.
Bank Syariah tidak perlu memungut PPN atas penyerahan barang kena pajak
kepada pembeli akhir. Berdasarkan Pasal 1 A ayat (1) huruf h UU No 42 Tahun
2009 penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah,
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak
yang
membutuhkan
Barang
Kena
Pajak.
Contoh : dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia

dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A
atas pesanan nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip
syariah, bank syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan
kemudian menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan Undang-Undang ini,
penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh
Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B.

Perlakuan PPh pembiayaan murabahah (1/4)


Pembiayaan murabahah menggunakan prinsip jual beli sehingga memunculkan margin

yang merupakan selisih antara dana yang diberikan dengan total dana yang harus
dikembalikan oleh penerima dana.
Ketentuan pemajakan atas transaksi murabahah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah. Karena terkait
dengan pembiayaan, bukan semata-mata transaksi jual beli, maka terhadap margin tersebut
diperlakukan sebagai penghasilan yang merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan.
Namun demikian, dalam hal transaksi murabahah dilakukan oleh Bank Syariah sebagai
penjual maka atas margin tersebut tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23, hal ini sesuai
dengan ketentuan pasal 23 ayat (4) UU Pajak Penghasilan dimana dalam ketentuan tersebut
diatur bahwa penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank tidak dilakukan
pemotongan PPh Pasal 23.
Sampai saat ini ketentuan perpajakan belum mengatur secara khusus saat pengakuan

penghasilan dalam transaksi murabahah yang dilakukan Bank Syariah. Sesuai dengan
pasal 28 UU KUP perlakukan perpajakan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan.

Perlakuan PPh pembiayaan murabahah (2/4)


Dalam PSAK 102 keuntungan murabahah diakui:
pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh yang tidak
melebihi satu tahun; atau selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk
merealisasikan keuntungan tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Metode-metode
berikut ini digunakan, dan dipilih yang paling sesuai dengan karakteristik risiko dan upaya transaksi
murabahah-nya:
Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini terapan untuk murabahah tangguh
dimana risiko penagihan kas dari piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta
penagihannya relatif kecil.
Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang murabahah.
Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih relatif
besar dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang tersebut relatif besar juga.
Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini terapan untuk
transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta
penagihannya cukup besar. Dalam praktek, metode ini jarang dipakai, karena transaksi murabahah
tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan kasnya.
Pengakuan keuntungan, dalam hal dilakukan secara proporsional atas jumlah piutang yang berhasil
ditagih, dilakukan dengan cara mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang
berhasil ditagih. Persentase keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan biaya
perolehan aset murabahah.

Perlakuan PPh pembiayaan murabahah (3/4)


Berikut contoh perhitungan keuntungan secara proporsional untuk suatu

transaksi murabahah dengan biaya perolehan aset (pokok) Rp800,00 dan


keuntungan Rp200,00; serta pembayaran dilakukan secara angsuran
selama 3 tahun; dimana jumlah angsuran, pokok dan keuntungan yang
diakui
setiap
tahun
adalah
sebagai
berikut:
Tahun
Angsuran
Pokok
Keuntungan
1
2
3

500
300
200

400
240
160

100
60
40

Dalam transaksi murabahah denda dikenakan jika pembeli lalai dalam

melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima


diakui sebagai bagian dana kebajikan oleh Bank Syariah. Denda yang
diterima tersebut secara fiskal merupakan penghasilan objek PPh.
Pada akhir tahun pendapatan margin murabahah diakumulasi bersama
dengan penghasilan lainnya dikenakan PPh Tarif Umum dari basis netto.

Perlakuan PPh Pembiayaan Murabahah (4/4)


Dalam hal Bank Syariah menjual tanah dan bangunan perlu diperhatikan

ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah


diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 Tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas
Tanah Dan/Atau Bangunan. Ketentuan tersebut mengatur besarnya PPh sebesar
5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan dan bersifat final. Nilai pengalihan hak tersebut adalah nilai yang
tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek
Pajak
tanah
dan/atau
bangunan
yang
bersangkutan.
Terkait

dengan transaksi murabahah ketentuan ini bisa menimbulkan


permasalahan tersendiri bagi Bank Syariah, karena transaksi murabahah yang
dilakukan oleh Bank Syariah tujuannya adalah pembiayaan bukan semata-mata
jual beli, sehingga seharusnya Bank Syariah tidak dikenakan PPh Final atas
Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.namun tetap
mengacu pada prinsip umum transaksi murabahah dimana objek PPh dikenakan
atas margin murabahah dan tidak bersifat final.

Pengurangan Biaya Dalam Menghitung PPh


Dalam PSAK 102 piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat
direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Untuk kepentingan penghitungan PPh, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor
81/PMK.03/2009 Tentang Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang
Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya diatur bahwa Bank syariah diperkenankan untuk
membuat pencadangan piutang tak tertagih.
Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank umum yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah sebagai berikut :
1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak termasuk

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan Pemerintah
berdasarkan prinsip syariah;
5 % (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus
setelah dikurangi nilai agunan;
15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan;
50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah
dikurangi dengan nilai agunan; dan
100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan.

Kesimpulan
Sampai saat ini aturan pelaksana untuk perlakuan perpajakan terhadap
transaksi syariah khususnya mengenai PPh baru sebatas pada Peraturan
Pemerintah, sedangkan untuk perlakuan PPN baru sebatas Undang-Undang.
Tentu saja para pelaku transaksi syariah masih menunggu petunjuk teknis yang
lebih jelas dalam aturan-aturan pelaksanaan dibawahnya.
Terkait dengan beragamnya pendekatan transaksi syariah dan untuk
memberikan perlakuan yang netral antar industri yang sama disarankan
pembentukan peraturan pelaksana untuk transaksi syariah menggunakan
pendekatan sektor industri, misalnya transaksi syariah industri perbankan,
transaksi syariah industri asuransi, dan industri lainnya. Untuk mendukung
pengembangan perbankan syariah seharusnya pemerintah memberikan
peraturan yang jelas dan adil dalam hal perlakuan pajak bagi perbankan
syariah seperti bank konvensional. Dengan demikian maka perbankan syariah
akan lebih leluasa untuk menciptakan produk perbankan dan mampu bersaing
secara sehat dengan perbankan konvensional

Daftar Pustaka (1/2)


Al-Islamiyyah, Alizzah. 2011, Pendidikan Agama Islam. Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.
Annual Report Bak BRI Syariah 2011
Ascarya. 2007. Akad dan Produksi Bank Syariah. Jakarta; PT. Raya Grafindo Persada
Harahap, Sofyan Syafri & Wiroso. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta; LPFE Usakti.
Ikatan Akuntansi Indonesia, KDPPLK. PSAK SYARIAH-PSAK 102. Juni 2007
Muhammad, Rifqi. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Yogyakarta; P3EI press
Nurhayati, Sri & Wasilah. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta; Salemba Empat.
Rindawati. 2007. Ekonomi Syariah. Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama
Sholihin, Ahmad Ifham . 2010 Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta; PT. Raya Grafindo Persada.
Wiroso. 2009. Produk Perbankan Syariah. Jakarta; LPFE Uskati
Wiyono, Slamet. 2006. Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah Berdasarkan PAPSI dan PSAK. Jakarta: PT

Gramedia Widiasarana Indonesia.


www.brisyariah.co.id

Daftar Pustaka (2/2)


Waluyo, Akuntansi Pajak edisi 6
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Undang-Undang Nomor 13 TAHUN 1985 tentang Bea Meterai
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis
Syariah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan Atau Pemupukan Dana
Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya
Ikatan Akuntan Indonesia, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah
Ikatan Akuntan Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 101 Penyajian Laporan
Keuangan Syariah
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 102 Akuntansi Murabahah

Anda mungkin juga menyukai