Tahun 2009, memberikan angin segar bagi pelaku transaksi syariah. Pasalnya kedua
Undang Undang ini mulai mengatur perlakuan perpajakan secara khusus atas
transaksi syariah, sehingga lebih memberikan kepastian hukum perlakuan perpajakan
transaksi syariah yang selama ini terjadi terdapat perbedaan persepsi mengenai
perlakuan perpajakan antara para pelaku transaksi syariah dan Direktorat Jenderal
pajak.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dalam Pasal 31D
memerintahkan untuk membentuk Peraturan Pemerintah yang mengatur perlakuan
Pajak Penghasilan atas transaksi kegiatan Usaha Berbasis Syariah dipersamakan
dengan atau sebagaimana yang berlaku atas transaksi sepadan yang dilakukan oleh
pelaku usaha dalam industri yang sama yang berdasarkan sistem konvensional.
Dengan demikian, perlakuan Pajak Penghasilan tidak bersifat distortif serta akan
memberikan perlakuan yang sama (level playing field) bagi Wajib Pajak dalam suatu
industri yang sama.
a. riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl);
b. kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan);
c. maysir (unsur judi dan sikap spekulatif);
d. gharar (unsur ketidakjelasan); dan
e. haram (unsur haram baik dalam barang / jasa serta aktivitas operasional yang terkait).
Konsekuensi dengan tidak diperkenankannya adanya unsur riba, maka pengenaan bunga seperti
PPN, PPh untuk pembiayaan murabahah bank syariah dengan pertimbangan bahwa transaksi ini
saat ini yang paling dominan dilakukan para pelaku perbankan syariah.
Akad murabahah
NASABAH
BANK SYARIAH
Pembayaran: uang muka, angsuran
beli
kirim
SUPPLIER
dokumen
Angsuran per bulan = Nilai Plafon x Margin% / 12 x 1 / (1- 1 / (1 + Margin% / 12) jangka waktu)
Margin per bulan angsuran = Saldo pokok bulan sebelumnya x Margin% x (30 / 360)
Angsuran pokok per bulan = Angsuran per bulan - Margin per bulan angsuran
Sisa pokok per bulan = Sisa pokok bulan sebelumnya Angsuran pokok per bulan
Nilai Plafon = Rp 8,500,000
Margin% = 21% (dibulatkan dari 20.64%)
Jangka Waktu = 24 bulan
Angsuran per bulan = Rp 8,500,000 x 20.64% / 12 x 1 / (1- 1/(1+20.64%/12)24) = Rp 435,292
Margin angsuran bulan 1 = Rp 8,500,000 x 21% x (30/360) = Rp 148,750
Angsuran pokok bulan 1 = Rp 435,292 Rp 148,750 = Rp 286,542
Sisa pokok bulan 1 = Rp 8,500,000 Rp 288,542 = Rp 8,213,458
Margin angsuran bulan 2 = Rp 8,213,458 x 21% x (30/360) = Rp 143,735
Angsuran pokok bulan 2 = Rp 435,292 Rp 143,735 = Rp 291,557
Sisa pokok bulan 2 = Rp 8,500,000 Rp 291,557 = Rp 7,921,928
dan seterusnya sampai bulan 24
286,542.00
286,542.00
286,542.00
286,542.00
Transaksi Murabahah
PBI No. 5/7/PBI/2003
Para pihak
Penyerahan
Barang Kena
Pajak
pembiayaan murabahah yang selama ini menjadi ganjalan menjadi lebih jelas.
Bank Syariah tidak perlu memungut PPN atas penyerahan barang kena pajak
kepada pembeli akhir. Berdasarkan Pasal 1 A ayat (1) huruf h UU No 42 Tahun
2009 penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah,
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak
yang
membutuhkan
Barang
Kena
Pajak.
Contoh : dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia
dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A
atas pesanan nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip
syariah, bank syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan
kemudian menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan Undang-Undang ini,
penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh
Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B.
yang merupakan selisih antara dana yang diberikan dengan total dana yang harus
dikembalikan oleh penerima dana.
Ketentuan pemajakan atas transaksi murabahah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah. Karena terkait
dengan pembiayaan, bukan semata-mata transaksi jual beli, maka terhadap margin tersebut
diperlakukan sebagai penghasilan yang merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan.
Namun demikian, dalam hal transaksi murabahah dilakukan oleh Bank Syariah sebagai
penjual maka atas margin tersebut tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23, hal ini sesuai
dengan ketentuan pasal 23 ayat (4) UU Pajak Penghasilan dimana dalam ketentuan tersebut
diatur bahwa penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank tidak dilakukan
pemotongan PPh Pasal 23.
Sampai saat ini ketentuan perpajakan belum mengatur secara khusus saat pengakuan
penghasilan dalam transaksi murabahah yang dilakukan Bank Syariah. Sesuai dengan
pasal 28 UU KUP perlakukan perpajakan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan.
500
300
200
400
240
160
100
60
40
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan Pemerintah
berdasarkan prinsip syariah;
5 % (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus
setelah dikurangi nilai agunan;
15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan;
50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah
dikurangi dengan nilai agunan; dan
100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan.
Kesimpulan
Sampai saat ini aturan pelaksana untuk perlakuan perpajakan terhadap
transaksi syariah khususnya mengenai PPh baru sebatas pada Peraturan
Pemerintah, sedangkan untuk perlakuan PPN baru sebatas Undang-Undang.
Tentu saja para pelaku transaksi syariah masih menunggu petunjuk teknis yang
lebih jelas dalam aturan-aturan pelaksanaan dibawahnya.
Terkait dengan beragamnya pendekatan transaksi syariah dan untuk
memberikan perlakuan yang netral antar industri yang sama disarankan
pembentukan peraturan pelaksana untuk transaksi syariah menggunakan
pendekatan sektor industri, misalnya transaksi syariah industri perbankan,
transaksi syariah industri asuransi, dan industri lainnya. Untuk mendukung
pengembangan perbankan syariah seharusnya pemerintah memberikan
peraturan yang jelas dan adil dalam hal perlakuan pajak bagi perbankan
syariah seperti bank konvensional. Dengan demikian maka perbankan syariah
akan lebih leluasa untuk menciptakan produk perbankan dan mampu bersaing
secara sehat dengan perbankan konvensional