Anda di halaman 1dari 28

RPS 13

AUDIT SEKTOR PUBLIK

Oleh:

KELOMPOK 3

Ni Kadek Dwi Feby Sugiantari (1907531162)

Ayu Karlina (1907531181)

Ni Putu Ari Kusmirawati (1907531172)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PRODI AKUNTANSI

2020
13.1 Audit, Pertanggungjawaban Pemerintah, Dan Auditor
13.1.1 Pengertian Audit Sektor Publik
Audit pada organisasi sektor publik telah menjadi isu yang penting dalam rangka
mewujudkan good governance. Mekanisme audit merupakan sebuah mekanisme yang dapat
menggerakkan makna akuntabilitas di dalam pengelolaan sektor pemerintahan, Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), atau instansi pengelola aset negara lainnya.
Audit pada organisasi sektor publik didefinisikan sebagai suatu proses sistematik secara
objektif, untuk melakukan pengujian keakuratan dan kelengkapan informasi yang disajikan
dalam suatu laporan keuangan organisasi sektor publik. Proses pengujian ini memungkinkan
akuntan publik independen yang bersertifikasi mengeluarkan suatu pendapat atau opini
mengenai seberapa baik laporan keuangan organisasi mewakili posisi keuangan organisasi
sektor publik dan apakah laporan keuangan tersebut memenuhi prinsip-prinsip akuntansi yang
berterima umum atau Generally Accepted Accounting Principles (GAAP).
Dari definisi tersebut di atas, beberapa bagian perlu mendapat perhatian, yaitu:
1. Proses sistematik - Audit merupakan aktivitas terstruktur yang mengikuti suatu urutan
yang logis.
2. Objektivitas - Hal ini berkaitan dengan kualitas informasi dan kualitas orang yang
melakukan audit bebas dari prasangka (freedom from bias).
3. Penyediaan dan evaluasi bukti-bukti - Hal ini berkaitan dengan pengujian yang
mendasari dukungan terhadap asersi ataupun representasi.
4. Asersi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi - Suatu deskripsi luas tentang subyek
permasalahan yang diaudit. Asersi merupakan suatu proporsi yang secara esensial dapat
dibuktikan atau tidak dapat dibuktikan.
5. Derajat hubungan kriteria yang ada - Hal ini artinya suatu audit memberikan kecocokan
antara asersi dengan kriteria yang ada.
6. Mengomunikasikan hasil - Secara sederhana, agar bermanfaat, hasil audit perlu
dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
13.1.3 Cakupan Audit Sektor Publik
Ada beberapa pengertian cakupan audit yang dipergunakan sebagai pemahaman untuk
memperdalam metode audit, cakupan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Audit Umum (General Audit) dan Audit Keuangan (Financial Audit)
Audit Umum digunakan sebagai istilah yang menggambarkan sifat. Istilah audit
keuangan digantikan dengan istilah Audit Atas Laporan Keuangan, yaitu audit yang
dilakukan untuk memberikan pernyataan pendapat akuntan/auditor yang independen
mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan auditan atas penggunaan dana dari
berbagai sumber.
2. Audit Operasional, Audit Manajemen, Audit atas Program dan Audit Kinerja
Jenis Audit Kinerja secara substansial tidak berbeda dengan Audit Operasional yang di
dalamnya mencakup Audit Manajemen dan Audit atas Program. Kesemua jenis audit
tersebut mengandung unsur evaluasi atas efektivitas.
3. Audit Komprehensif
Komprehensif diperlukan untuk memungkinkan pelaksanaan jenis-jenis audit secara
simultan guna mencakup area yang luas dan mencegah pelaksanaan audit yang berulang
atau tumpang tindih atas suatu auditan.
4. Audit Khusus (Special Audit)
Audit Khusus adalah audit yang dilakukan atas lingkup audit yang bersifat khusus.
Salah satu bentuk audit khusus adalah Fraud Auditing.
5. Audit atas Kecurangan (Fraud Auditing)
Audit atas Kecurangan bertujuan lebih sempit atau khusus dan cenderung untuk
mengungkap suatu kecurangan yang diduga terjadi dalam pengelolaan aset/aktiva.
6. Audit Pajak (Tax Auditing)
Audit Pajak yaitu suatu rangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan
mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
7. Audit Sosial (Social Audit)
Audit Sosial dapat dilakukan terhadap masalah lingkungan hidup, produksi,
keselamatan kerja, pemberian lowongan kerja, penggajian, pensiun dan jaminan hari tua
dan lain-lainnya yang berhubungan dengan kepentingan sosial.
8. Audit Mutu (Quality Audit)
Audit Mutu adalah suatu pemeriksaan yang sistematik dan independen untuk
menentukan apakah kualitas aktivitas dan pencapaian hasil sesuai dengan rencana yang
sudah dirancang, dan apakah rancangan tersebut dapat diimplementasikan secara efektif
dalam mencapai tujuan.
9. Audit Tunggal (Single Audit)
Audit Tunggal dilakukan untuk meniadakan duplikasi atau tumpang tindih audit dalam
waktu bersamaan untuk berbagai kepentingan.
10. Audit Berbasis Risiko (Risk Based Auditing)
Audit Berbasis Risiko adalah suatu audit yang dimulai dengan proses penilaian risiko
audit, sehingga dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan auditnya lebih difokuskan
pada area-area penting yang berisiko dari penyimpangan, kecurangan.
11. Audit Ketaatan (Legal Auditing)
Audit Ketaatan adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan apakah kegiatan
suatu entitas itu sesuai atau tidak dengan standar atau kebijakan yang dikeluarkan oleh
manajemen atau hukum dan peraturan pemerintah yang berlaku.
12. Audit Lingkungan
Audit Lingkungan adalah proses verifikasi sistematis dan terdokumentasi terhadap
perolehan dan evaluasi bukti audit yang dilakukan secara objektif untuk menentukan
bahwa suatu aktivitas lingkungan, kejadian, kondisi, sistem manajemen, atau informasi
tertentu tentang masalah lingkungan sesuai kriteria audit, dan melaporkan hasil dari proses
ini kepada klien.
13. Audit Eksternal dan Audit Internal
Audit Eksternal adalah suatu proses pemeriksaan yang sistematik dan objektif yang
dilakukan oleh auditor eksternal yang independen terhadap laporan keuangan suatu
organisasi dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran keadaan
keuangan dan hasil usaha organisasi tersebut. Sedangkan, Audit Internal merupakan
pengawasan manajerial yang fungsinya mengukur dan mengevaluasi sistem pengendalian
dengan tujuan membantu semua anggota manajemen dalam mengelola secara efektif
pertanggungjawabannya dengan cara menyediakan analisis, penilaian, rekomendasi dan
komentar-komentar yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang ditelaah.
13.1.4 Objek Audit Sektor Publik
Objek audit sektor publik meliputi keseluruhan organisasi di sektor publik dan/atau
kegiatan yang dikelola oleh organisasi sektor publik tersebut dalam rangka mencapai
tujuannya. Setiap objek audit memiliki wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda
sesuai dengan karakteristik dan sistem pendelegasian wewenang yang diselenggarakan pada
organisasi tersebut.
Dalam pemahaman terhadap objek audit, auditor harus mendapatkan informasi tentang
sumber daya atau kapasitas aktivitas yang dimiliki objek audit dalam melaksanakan berbagai
kegiatan. Di samping itu, metode operasi atau cara pelaksanaan kegiatan juga harus menjadi
perhatian penting karena dari hubungan antara metode operasi dengan ketersediaan sumber
daya, auditor akan mendapatkan informasi awal apakah suatu kegiatan telah dilaksanakan
dengan ekonomis, efisien dan efektif dalam mencapai tujuannya.
13.1.5 Proses Audit Sektor Publik
Proses auditing yang dilakukan pada organisasi sektor publik memiliki beberapa konsep
dasar. Konsepsi auditing merupakan hal yang harus dilakukan saat pelaksanaan proses audit.
Adapun konsepsi auditing yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pembuktian (evidence) yang Cukup
Bukti yang digunakan dalam proses audit merupakan bukti yang valid yaitu yang
memenuhi syarat formil dan materiil.
2. Memeriksa dengan Hati-hati (Due Audit Care)
Pemeriksaan yang dilakukan selama proses audit harus menggunakan kecermatan secara
profesional sesuai dengan keahliannya.
3. Penyajian yang Wajar (Fair Presentation)
Konsep audit penyajian yang wajar berkaitan dengan ketepatan akuntansi (accounting
propriety), pengungkapan yang cukup (adequate disclosure), dan kewajiban pemeriksaan
(audit obligation).
4. Bebas, mampu bertindak jujur dan objektif (independence) terhadap fakta dan
penyajiannya.
5. Berbuat/bertindak sesuai dengan kode etik (ethical conduct) sesuai dengan etika profesi
akuntan.
Secara umum proses audit terdiri dari tiga langkah yaitu perencanaan (planning),
pelaksanaan (executing), pelaporan (reporting). Langkah yang sama juga dilakukan dalam
proses audit sektor publik. Berikut ini disajikan langkah-langkah audit pada saat proses audit
dilakukan pada organisasi.
a. Perencanaan Audit
Perencanaan audit merupakan tahap yang vital dalam audit. Perencanaan audit yang
matang, akan sangat menentukan kesuksesan audit. Perencanaan audit yang baik
merupakan faktor penting bagi bukti audit (evidence) yang cukup dan kompeten
pendukung isi laporan audit.
Proses perencanaan audit di sektor publik, pada umumnya, meliputi tahap-tahap
sebagai berikut:
• Pemahaman Atas Sistem Akuntansi Keuangan Sektor Publik
Pemahaman atas sistem akuntansi sangatlah penting, karena saat ini audit sektor publik
tidak lagi berfokus pada laporan realisasi anggaran saja, tetapi juga laporan keuangan
lainnya berupa neraca, surplus/defisit, dan arus kas.
• Penentuan Tujuan dan Lingkup Audit
Tujuan dan lingkup audit sektor publik sangat tergantung pada mandat dari lembaga
audit yang bersangkutan. Dalam menentukan tujuan dan ruang lingkup, auditor harus
memastikan bahwa tujuan dan ruang lingkup audit yang ditetapkan telah sesuai dengan
mandat dan wewenang lembaga audit dan pengawas yang bersangkutan.
• Penilaian Risiko
Kegiatan audit dilaksanakan melalui berbagai tes yang mengandung risiko kesalahan,
maka penilaian risiko pengendalian (control risk), risiko bawaan (inherent risk), dan
risiko deteksi (detection risk) perlu dilakukan. Sehingga, kesimpulan dan opini yang
diberikan oleh auditor memiliki jaminan yang memadai.
• Penyusunan Rencana Audit (audit plan)
Rencana audit pada umumnya berisi uraian mengenai area yang akan diaudit, jangka
waktu pelaksanaan audit, personel yang dibutuhkan, dan sumber daya lain yang
diperlukan untuk pelaksanaan audit.
• Penyusunan Program Audit
Auditor harus menyusun langkah-langkah audit yang akan dilakukannya. Langkah-
langkah ini tertuang di dalam program audit. Suatu program audit akan berisi: tujuan
audit untuk tiap area, prosedur audit yang akan dilakukan, sumber-sumber bukti audit,
dan deskripsi mengenai kesalahan (error).
b. Pelaksanaan Audit
Pekerjaan audit adalah mengumpulkan atau memperoleh dan mengevaluasi bukti-
bukti. Sebagian besar waktu yang digunakan dalam pekerjaan audit sebenarnya tercurah
pada perolehan atau pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti. Bukti-bukti tersebut
digunakan untuk mengevaluasi sistem pengendalian internal.
Evaluasi sistem pengendalian internal dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap
bukti yang terkumpul. Pengujian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Pengujian dengan prosedur analitik pengujian substantif. Prosedur analitik
digunakan bila ada dugaan bahwa sistem pengendalian internal yang berjalan di
dalam organisasi buruk.
2. Pengujian yang bersandar pada pengendalian internal pengujian substantif.
Pengujian yang bersandar pada pengendalian internal dapat dilakukan apabila
pengendalian internal yang berjalan di organisasi sektor publik berlangsung baik.
Hasil dari pengujian yang dilakukan terhadap bukti transaksi tersebut adalah kertas
kerja. Kertas kerja inilah yang kemudian digunakan oleh auditor atau pengawas sebagai
dasar untuk melakukan analisis sistem pengendalian internal yang berjalan pada organisasi,
dan kemudian membuat laporan hasil audit sektor publik.
c. Pelaporan Hasil Pelaksanaan Audit Tindak Lanjut Hasil Audit
Pelaporan audit dilakukan berdasarkan hasil analisis terhadap kertas kerja yang sudah
dibuat pada proses pelaksanaan audit. Informasi yang diperoleh dari analisis hasil audit
kemudian disusun menjadi laporan audit dan laporan hasil pemeriksaan. Ada beberapa tipe
pelaporan audit, yaitu sebagai berikut:
a. Laporan Audit Tahunan (Annual Audit Report)
b. Laporan Audit Triwulanan (Three Months Audit Report)
c. Laporan Kemajuan Kinerja Bulanan (Monthly Progress Reports)
d. Laporan Survey Pendahuluan (Preliminary Survey Reports)
e. Laporan Audit Interim (Interim Audit Report)
Penyajian laporan audit memiliki banyak tujuan, yaitu:
a. Merekomendasikan perubahan.
b. Mengomunikasikan temuan (findings) dalam audit baik berupa penyimpangan
maupun salah saji.
c. Untuk memastikan bahwa pekerjaan auditor telah benar-benar didokumentasikan.
d. Untuk memberikan keyakinan (assurance) kepada manajemen mengenai aktivitas
mereka.
e. Menunjukkan kepada manajemen bagaimana masalah mereka dipecahkan.
13.1.6 Peran Auditor Sektor Publik
Menurut Peraturan BPK RI Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara, yang dimaksud dengan Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama Badan
Pemeriksa Keuangan. Aparat Pengawas Internal Pemerintah adalah unit organisasi di
lingkungan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian Negara, Lembaga Negara dan
Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan
pengawasan dalam lingkup kewenangannya. Satuan Pengawasan Intern adalah unit organisasi
pada Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah yang mempunyai tugas dan
fungsi melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya.
13.1.7 Tugas, Hak, Tanggungjawab Auditor Sektor Publik
Tugas auditor sektor publik adalah melakukan audit/pemeriksaan terhadap organisasi-
organisasi sektor publik mengenai kewajaran keuangan maupun kinerja organisasi. Dalam
melaksanakan tugasnya tersebut auditor berhak mendapatkan segala informasi yang
dibutuhkan untuk mendukung pendapat yang akan diberikan dan auditor sektor publik
bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh
keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan organisasi bebas dari salah saji secara
material baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, auditor dapat memperoleh
keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi.
13.1.8 Kualifikasi Auditor Sektor Publik
Dalam menjalankan tugasnya seorang auditor sektor publik tentunya harus memenuhi
persyaratan kemampuan atau keahlian sebagai seorang auditor. Persyaratan
Kemampuan/Keahlian Pemeriksa (auditor) menurut SPKN adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksa yang ditugasi untuk melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan
harus secara kolektif memiliki:
1) Pengetahuan tentang Standar Pemeriksaan yang dapat diterapkan terhadap jenis
pemeriksaan yang ditugaskan serta memiliki latar belakang pendidikan, keahlian dan
pengalaman untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam pemeriksaan yang
dilaksanakan.
2) Pengetahuan umum tentang objek pemeriksaan.
3) Keterampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif
4) Keterampilan yang memadai untuk pemeriksaan yang dilaksanakan
b. Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan keuangan harus memiliki keahlian di bidang
akuntansi dan auditing, serta memahami prinsip akuntansi yang berlaku umum yang
berkaitan dengan entitas yang diperiksa.
c. Pemeriksa yang ditugaskan untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan secara kolektif
harus memiliki keahlian yang dibutuhkan serta memiliki sertifikasi keahlian yang
berterima umum.
d. Pemeriksa yang berperan sebagai penanggung jawab pemeriksaan keuangan harus
memiliki sertifikasi keahlian yang diakui secara profesional.
13.2 Kerangka Konseptual Audit Sektor Publik
13.2.1 Kebijakan Dan Prosedur Pengendalian Audit Sektor Publik
Kinerja dan penerapan keterampilan teknis harus berkualitas sesuai dengan kompleksitas
aduit tertentu. Auditor harus waspada untuk situasi, kelemahan pengendalian, kekurangan
dalam pencatat, kesalahan dan transaksi yang tidak biasa, pengeluaran yang tidak benar atau
melanggar hukum, pemborosan, inefisiensi atau kurangnya kejujuran. Apabila lembaga audit
dalam melaksanakan fungsinya perlu nasihat dari spesialis eksternal, standar untuk penerapan
tesebut memiliki dasar pada pemeliharaan kualitas kinerja.
Unsur - unsur pengendalian mutu yang harus diterapkan oleh setiap KAP pada semua jenis
jasa audit meliputi:
o Independensi. Meyakinkan semua personel pada setiap tingkat organisasi harus
mempertahankan independensi.
o Penugasan personel. Meyakinkan bahwa perikatan akan dilaksanakan oleh staf profesional
yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis untuk perikatan dimaksud.
o Konsultasi. Meyakinkan bahwa personel akan memperoleh informasi memadai sesuai yang
dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengatahuan, kompetensi, pertimbagan
( judgement ), dan wewenang memadai.
o Supervisi. Meyakinkan bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar mutu yang
ditetapkan oleh KAP.
o Pemekerjaan (hiring). Meyakinkan bahwa semua orang yang di pekerjakan memiliki
karakteristik semestinya, sehingga memungkinkan mereka melakukan penugasan secara
kompeten.
o Pengembangan profesional. Meyakinkan bahwa setiap personal memiliki pengetahuan
memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggung jawabnya.
o Promosi (advancement). Meyakinkan bahwa semua personel yang terseleksi untuk
promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratakan untuk tingkat tanggung jawab yang
lebih tinggi.
o Penerimaan dan keberlanjutan klien. Menentukan apakah perikatan dari klien akan di
terima atau dilanjutkan untuk meminimumkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan
klien yang manajemennya 9 tidak memiliki integritas berdasarkan pada prinisip
pertimbangan kehatihatian (prudence).
o Inspeksi. Meyakinkan bahwa prosedur yang berhubungan dengan unsureunsur lain
pengendalian mutu telah diterapkan dengan efektif.
13.2.2 Pengujian Audit Sektor Publik
Teori dan konsep terkait pengujian audit sektor publik dibagi menjadi dua kategori, yakni
konsep teori dan konsep proses. Kategori teori konsep akan lebih jauh akan dibahas sebagai
kerangka konseptual audit sektor publik. Konsep dibagi menjadi tiga fase:
• Term Of Reference
Face acuan (reference) terdapat 7 konsep yaitu:
a. Nilai Sosial
Konsep pertama mencerminkan akar audit bukti dalam nilai sosial yang menganggap
penting konsistensi dan integritas dalam persiapan dan penyajian laporan keuangan.
b. Keterkaitan Dengan Perencanaan, Anggaran, Dan Pengendalian Manajemen
Konsep kedua mencerminkan hubungan antara audit internal dan eksternal, dengan
komponen lain siklus manajemen: perencanaan, penganggaran dan pengendalian
manajemen.
c. Akuntabilitas
Konsep ketiga menetapkan istilah akuntabilitas acuan secara eksplisit uuntuk hubungan
klien atau audite, di mana meminta seluruh aktivitas keuangan untuk dibukukan, dan
disajikan dalam bentuk laporan keuangan dengan menggukan kriteria yang telah
ditetapkan yakni Prinsip Akuntansi Berterima Umum.
d. Kriteria
Kriteria pelaporan keuangan dicirikan sebagai empat konsep dalam aturan term of
reference.
e. Lingkup Investigasi
Akuntabilitas term of reference dan terkait kriteria yang dapat dikelompokan sebagai
lingkup audit, dan hal ini didentifikasikan sebagai konsep kelima dalam konsep ini.
f. Tujuan
Aturan tujuan audit mengikuti secara langsung dari lingkup dan termasuk tujuan wajib
untuk menyatakan opini laporan keuangan, dan tujuan discretionary dalam
menyediakan rekomendasi melalui pengendalian internal/manajemen setelahnya.
g. Batasan-Batasan
Konsep ketujuh adalah aturan batasan-batasan dari sebagai macam subjek audit.
Batasan yang dapat didentifikasi temasuk batasan dalam Undang-Undang dan kontrak,
yang ditetapkan lingkungan pragmatis di mana audit bukti dilakukan ketetapkan waktu
(timeliness), afektivitas biaya (cost effectiveness), dan kelayakan praktik ( practise
feasibility).
• Investigasi
Aturan konsep informasi pada fase investigasi teridentifikasidalam fase investigasi
audit menurut Cutt, James (1988) ada pada 9 konsep dan konsep kesepuluh berikut yang
menghubungkan dari fase investigasi kepada fase pelaporan.
a. Pengetahuan lembaga yang akan diaudit
konsep pertama ini meminta auditor untuk mencapai kedekatan yang cukup dengan
usaha klien dalam melakukan audit.
b. Kepercayaan
Konsep kedua ini meminta adanya indentifikai auditor pengendalian internal organisasi
di mana dia fokus dan dapat dipercaya dalam melaksanakan audit.
c. Bukti
Konsep ketiga ini mengidentifikasi hakikat dari sumber bukti
d. Verifikasi
Konsep keempat adalah konsep pengendalian pada fase investigasi dan teridentifikasi
sebagai verifikasi (pengumpulan dan evaluasi buti audit dengan pandangan penyediaan
opini audit). Lebih lanjut, proses verifikasi di dalamnya termasuk konsep ketercakupan
(sufficiency) dan kesesuian (approriateness) bukti.
e. Asumsi
Konsep verifikasi terlihat terkait dengan konsep kelima dan keenam, dengan asmsi
pada aktivitas verifikasi ditemukan.
f. Asersi
Selanjutnya asersi atau pernyataan, keduanya tentang pengendalian internal dan
laporan keuangan, auditor mencari untuk memverifikasi dengan mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti.
g. Kecukupan
Kecukupan atau kuantitas bukti terdapat dua konsep lainnya, yakni ketepatan
(precision) dan tingkat jaminan yang disediakan oleh auditor. Ketepatan ( precision)
dapat didefinisikan dalam istilah yang lebih luas yang memerlukan bukti yang persuasif
daripada konklusif, namun dapat jugadidefinisikan terutama pada konsep tambahan
dari metrialitas. Sedangkan tingkat jaminan yang disediakan oleh auditor didefinisikan
dlam istlah konsep risiko dalam bentik variatif.
h. Penyesuaian
Penyesuaian atau kualitas bukti audit didefinisikan dalam istilah lebih lanjut sebagi
ketertarikan (relevance) dan keandalan (reliability).
i. Metode
Metode atau teknik yag digunakan oleh auditor dalam mngumpulkan dan mengevaluasi
bukti didefinisikan sebagai konsep terpisah, kemudian terbagi kedalam metode
pemenuhan (compliance methods) dna metode substantif (substantive methods)
j. Kelayakan
konsep terkahir terkait infprmasi dalam fase investigasi audit adlah kelayakan,
mencerminkan secara khusus dalam standar pengujian ketuga yang meminta auditor
mempunyai cukup bukti yang layak untuk menyediakan dasar layak dalam isi laporan.
• Pelaporan.
Konsep terkait informasi dalam fase pelaporan terbagi ke dala ketgori, yaitu :
a. Tipe laporan
Kategori pertama terkait dengan berbagai tipe laporan keuangan yang ada
b. Lingkup laporan
Kategori kedua aalah linfkup laporan audit, meminta auditor mengidentifikasi laporan
keuangan yang trlah dilaporkan kepada negara yang pengujuannya dilakukan dengan
mengacu standar audit berterima umum serta dilaksanakan melalui tes dan prosedur
tertentu.
c. Opini
Konsep ketiga terkait opini auditor yaitu permintaan auditor yang menggambarkan
apakah informau laporan disajikan dengan secara wajar sesuai dengan dasar
pengungkapan akuntansi dan apakah penerapan dasar akuntansi telah konsisten dengan
periode terdahulu. Konsep terpenting dalam kewajaran adalah ditemukan hubungan
denga opini audit. Pandangan umu tentang kewajaran adalah pelaksanaan yang sesuai
dengan penilaian profesional yang sesuai dengan prinsip akutansi berterima umum.
d. Reservasi
konsep keempat mengidentifikasi beragam bentuk reservasi yang dapat digunaan
auditor dalam laporan audit.
e. Pengendalian internal/manajemen
Konsep kelima terkait dengan kebebasan menentukan tujuan ats rekomendasi yang
diberikan untuk perbaikan pengendalian internal.
f. Tindak lanjut audit
Konsep terakhir adalah terkait dengan pernyataan bagaimana tindak lanjut audit.
Konsep-konsep kelayakan dan keajaran mengacu pada informasi pada fase investigasi
dan bayanagn pada fase pelaporan audit selanjutnya yang berdasarkan pada akar
standar umum. Konsep inni terkait dengan kapasitas dan perilaku auditor, dan
operasionalisasi standar umum yang terdiri dari kegiatan pengumpulan informasi,
evaluasi dan pelaporan akan dapat dilkukan oleh auditor yang mempunyai
karakteristik:
1) Kompete, dapat dicapai dengan pelatihan terkait.
2) The Behavioral Concept of Due Care. Dapat dilihat dengan jelas dalam literatur
yang terkait dengan legal liability.
3) Terkait dengan konsep perilaku objektivitas-penilian mandiri.
4) Konsep perilaku terkait penilaian profesional, tercermin dalam koonsep informasi
yang layak dan tepat, dan dapat juga termasuk konsep perilaku tambahan dari
reasonable skepticism.
13.2.3 Siklus Audit Sektor Publik
• Survey awal karakter organisasi yang akan diaudit
Tahapan dalam siklus audit sektor publik adalah survei awal terhadap karakter organisasi
yang akan diaudit.
• Pembuatan program audit dan penerbitan surat tugas audit
Untuk setiap area yang diaudit, auditor harus menyusun langkah-langkah audit yang akan
dilakukannya.langkah-langkah itu tertuang di dalam program audit. Suatu program audit
akan berisi:
- Tujuan audit untuk setiap area.
- Prosedur audit yang akan dilakukan.
- Sumber-sumber bukti audit.
- Deskripsi mengenai kesalahan (error). Setelah program audit selesai dibuat, maka
pihak organisasi sektor publik segera mengeluarkan tugas untuk lembaga pemeriksa
(auditor) untuk melaksanakan audit.
• Pelaksanaan audit sektor publik
Setelah mendapat surat tugas maka dimulailah salah satu tahapan dalam proses audit
dimana auditor akan mengembangkan sutu program audit, melalui 26 keefektifitas sistem
pengendlian internal organisasi, dan melakukan pengujian - pengujian yang diperlukan
untuk memperoleh bukti audit yang memadai
• Pembuatan daftar temuan
Setelah melakukan kegiatan pelaksanaan audit, auditor biasanya mendapatkan termuan-
temuan terkait dengan keuangan klien. Temuan - temuan tersebut kemudian didaftarkan
sebagai bukti dalam penyampaian pendapat nantinya.
• Komunikasi temuan dan penyusunan draf laporan hasil pemeriksaan
Dalam tahapan ini, auditor melakukan cross-check hasil temuannya dengan fakta yang
terjadi di lapangan. Setelah hasil temuan auditor dibicarkan atau melakukan cross-
check dengan pejabat organisasi sektor publik, auditor kemudian menyusun draf laporan
hasil pemeriksaan.
• Penerbitan laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut temuan laporan hasil pemeriksaan
Tahapan terkahir dari siklus audit keuangan adalah penerbitan laporan hasil pemeriksaan
kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap organisasi yang telah diaudit
tersebut.
13.3 Standar Audit Akuntansi Sektor Publik

Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab
profesionalnya. Standar-standar ini meliputi pertimbangan mengenai kualitas profesional auditor
seperti keahlian dan independensi, persyaratan pelaporan dan bahan bukti. Standar-standar ini
tidak cukup spesifik untuk dapat dipakai sebagai pedoman kerja oleh para auditor, namun
menggambarkan suatu kerangka sebagai landasan interpretasi oleh IAI. Standar auditing berbeda
dengan prosedur auditing yaitu prosedur berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan
sedangkan standar berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan
berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Standar
auditing tidak hanya berkaitan dengan kualitas profesional auditor namun juga berkaitan dengan
pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya.

Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah
sebagai berikut:

13.3.1 Standar Umum


1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor.
Standar umum pertama menegaskan bahwa berapa pun tingginya kemampuan
seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan, ia
tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan dalam standar audit ini, jika ia
tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing. Untuk
memenuhi persyaratan sebagai profesional, auditor harus menjalani pelatihan teknis
yang cukup.
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh auditor.
Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, yang artinya tidak mudah
dipengaruhi. Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa
pun. Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independensi
sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik.
Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa sikap independensi
sikap auditor ternyata berkurang. Auditor independen tidak hanya berkewajiban
mempertahankan fakta bahwa ia independen, namun ia harus pula menghindari
keadaan yang dapat menyebabkan pihak luar meragukan sikap independensinya.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.
Standar ini menuntut auditor untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya
dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.
Penggunaan kemahiran profesional dengan kecermatan dan keseksamaan menekankan
tanggung jawab setiap profesional yang bekerja dalam organisasi auditor independen
untuk mengamati standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Penggunaan
kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menyangkut apa yang dikerjakan
auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaan tersebut. Para auditor harus ditugasi
dan disupervisi sesuai dengan tingkat pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
sedemikian rupa sehingga mereka dapat mengevaluasi bukti audit yang mereka periksa.
Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor
untuk melaksanakan skeptisme profesional yang berarti sikap yang mencakup pikiran
yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit.
Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan
auditor untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan bebas
dari salah saji material baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan.
13.3.2 Standar Pekerjaan Lapangan
1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestinya.
Standar ini berlaku bagi setiap auditor dalam mempertimbangkan dan menerapkan
prosedur perencanaan dan supervisi, termasuk penyiapan program audit, pengumpulan
informasi tentang auditan, penyelesaian perbedaan pendapat di antara auditor.
Perencanaan dan supervisi berlangsung secara terus-menerus selama audit.
Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan
lingkup audit yang diharapkan. Sifat, lingkup dan saat perencanaan bervariasi dengan
ukuran dan kompleksitas auditan, pengalaman mengenai auditan, dan pengetahuan
tentang bisnis auditan
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan
audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
Standar ini mewajibkan auditor untuk memperoleh pemahaman tentang
pengendalian intern yang memadai untuk merencanakan audit dengan melaksanakan
prosedur untuk memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan
keuangan, dan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan. Setelah memperoleh
pemahaman tersebut, auditor menaksir risiko pengendalian untuk asersi yang terdapat
dalam saldo akun, golongan transaksi, dan komponen pengungkapan dalam laporan
keuangan. Proses selanjutnya adalah auditor mencari pengurangan lebih lanjut tingkat
risiko pengendalian taksiran untuk asersi tertentu. Dalam hal ini, auditor
mempertimbangkan apakah bukti audit yang cukup untuk mendukung pengurangan
lebih lanjut mungkin tersedia dan apakah pelaksanaan pengujian pengendalian
tambahan untuk memperoleh bukti audit tersebut akan efisien. Auditor menggunakan
pengetahuan yang dihasilkan dari pemahaman atas pengendalian intern dan tingkat
risiko pengendalian taksiran dalam menentukan sifat, saat dan luas pengujian substantif
untuk asersi laporan keuangan.
3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat
atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti
audit. Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada
pertimbangan auditor independen. Dalam hal ini bukti audit berbeda dengan bukti
hukum yang diatur secara tegas oleh peraturan. Bukti audit sangat bervariasi
pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen oleh auditor
independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
Relevansi, obyektivitas, ketepatan waktu dan keberadaan bukti audit yang lain
menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti audit
13.3.3 Standar Pelaporan
1. Laporan auditor menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Istilah prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang digunakan dalam
standar pelaporan pertama dimaksudkan meliputi tidak hanya prinsip dan praktik
akuntansi, tetapi juga metode penerapannya. Standar ini tidak mengharuskan auditor
untuk menyatakan tentang fakta (statement of fact), namun standar ini mengharuskan
auditor untuk menyatakan suatu pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan
sesuai dengan prinsip akuntansi tersebut. Jika pembatasan terhadap lingkup audit tidak
memungkinkan auditor untuk memberikan pendapat mengenai kesesuaian tersebut
maka pengecualian semestinya diperlukan dalam laporan auditnya.
2. Laporan auditor menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan
dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
Standar pelaporan ini memiliki tujuan untuk memberikan jaminan bahwa jika daya
banding laporan keuangan di antara dua periode dipengaruhi secara material oleh
perubahan prinsip akuntansi, auditor akan mengungkapkan perubahan tersebut dalam
laporannya. Juga dinyatakan secara tersirat dalam tujuan standar tersebut bahwa prinsip
akuntansi telah diamati konsistensi penerapannya dalam setiap periode akuntansi
auditan. Standar pelaporan tersebut secara tidak langsung mengandung arti bahwa
auditor puas bahwa daya banding laporan keuangan di antara dua periode akuntansi
tidak dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi dan bahwa prinsip
akuntansi tersebut telah diterapkan secara konsisten di antara dua atau lebih periode
akuntansi baik karena tidak terjadi perubahan prinsip akuntansi atau terdapat perubahan
prinsip akuntansi atau metode penerapannya, namun dampak perubahan tersebut
terhadap daya banding laporan keuangan tidak material.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali
dinyatakan lain dalam laporan keuangan.
Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia mencakup dimuatnya pengungkapan informatif yang memadai atas hal-
hal material. Hal-hal tersebut mencakup bentuk, susunan dan isi laporan keuangan,
serta catatan atas laporan keuangan yang meliputi istilah yang digunakan, rincian yang
dibuat, penggolongan unsur dalam laporan keuangan dan dasar-dasar yang digunakan
untuk menghasilkan jumlah yang dicantumkan dalam laporan keuangan. Auditor harus
mempertimbangkan apakah masih terdapat hal-hal tertentu yang harus diungkapkan
sehubungan dengan keadaan dan fakta yang diketahuinya pada saat audit.
4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan
secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan
auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang
dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Standar ini memiliki tujuan untuk mencegah salah tafsir tentang tingkat tanggung jawab
yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan. Seorang akuntan
dikaitkan dengan laporan keuangan jika ia mengizinkan namanya dalam suatu laporan, dokumen
atau komunikasi tertulis yang berisi laporan tersebut. Bila seorang akuntan menyerahkan kepada
auditan atau pihak lain suatu laporan keuangan yang disusunnya atau dibantu penyusunannya, ia
juga dianggap berkaitan dengan laporan keuangan tersebut., meskipun ia tidak mencantumkan
namanya dalam laporan tersebut. Meskipun akuntan dapat berpartisipasi dalam penyusunan
laporan keuangan, laporan keuangan merupakan representasi manajemen dan kewajaran
penyajiannya sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia merupakan
tanggung jawab manajemen.

Standar-standar tersebut dalam banyak hal saling berhubungan erat dan saling bergantung
satu dengan yang lainnya. Materialitas dan risiko audit melandasi penerapan semua standar
auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Konsep materialitas bersifat
bawaan dalam pekerjaan auditor independen. Dasar yang lebih kuat harus dicari sebagai landasan
pendapat auditor independen atas unsur-unsur yang secara relatif lebih penting dan unsur-unsur
yang mempunyai kemungkinan besar salah saji material. Misalnya, dalam departemen dengan
jumlah debitur yang sedikit, yang nilai piutangnya besar, secara individual piutang itu lebih
penting dan kemungkinan terjadinya salah saji material juga lebih besar dibandingkan dengan
departemen lain yang memiliki jumlah piutang yang sama tetapi terdiri dari debitur yang banyak
dengan nilai piutang yang relatif kecil.

13.4 LAPORAN AUDIT KINERJA SEKTOR PUBLIK

Audit kinerja adalah audit yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu organisasi
public telah melaksanakan anggaran belanjanya secara bijaksana. Dengan kata lain, audit kinerja
dilakukan untuk melihat apakah hasil yang didapat sebanding dengan uang yang dibelanjakan oleh
suatu organisasi public. Di lingkungan pemerintahan, audit kinerja dilakukan dalam rangka
menilai suatu departemen apakah pimpinan department/kantor/lembaga telah menerapkan
anggaran belanjanya secara ekonomis, efisien, efektif, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Government Auditing Standard 2003 Revision mengemukakan standar pelaporan audit


kinerja yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Auditor harus membuat Laporan Audit untuk dapat mengkomunikasikan setiap


hasil audit.
Laporan audit berfungsi untuk:
1) Mengkomunikasikan hasil audit kepada pejabat pemerintah yang berwenang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2) Membuat hasil audit terhindar dari kesalahpahaman
3) Membuat hasil audit sebagai bahan untuk tindakan perbaikan oleh instansi terkait
4) Memudahkan tindak lanjut untuk menentukan apakah tindakan perbaikan yang
semestinya dilakukan.
b. Laporan audit harus mencakup:
1) Tujuan
Dalam melaporkan audit, auditor harus menjelaskan mengapa audit tersebut
dilakukan dan menyatakan apa yang harus dimuat dalam laporan audit.
2) lingkup dan metodologi audit;
dalam melaporkan lingkup audit, auditor harus menguraikan ruang lingkup dan luas
lingkup pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan audit. Untuk melaporkan
metodologi yang digunakan, auditor harus secara jelas menggambarkan teknik
pengumpulan dan analisis data yang digunakan. Penjelasan ini harus
mengidentifikasi:
• asumsi signifikan yang dibuat dalam melaksanakan audit tersebut
• teknik pembandingan yang diterapkan
• kriteria yang digunakan
• rancangan uji petik dan menjelaskan pulamengapa rancangan tersebut dipilih
3) hasil audit termasuk temuan audit, simpulan dan rekomendasi yang tepat,
pernyataan standar audit;
auditor harus melaporkan temuan audit untuk menjawab tujuan audit. Dalam
melaporkan temuan tersebut, auditor harus memasukkan informasi yang cukup,
kompeten, dan relevan sehingga bisa dipahami
4) tanggapan pejabat yang bertanggungjawab; dan
5) jika mungkin informasi yang bersifat istimewa dan rahasia.
c. Laporan audit harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta
jelas dan ringkas sepanjang hal ini dimungkinkan
Laporan yang dibuat dengan hati-hati tetapi terlambat disanpaikan, nilainya
menjadi kurang bagi pengguna laporan. Oleh karena itu auditor harus merencanakan
penerbitan laporan tersebut secara semestinya, dan melakukan audit dengan dasar
pemikiran tersebut.
Agar menjadi lengkap, laporan harus memuat semua informasi yang dibutuhkan
untuk memnuhi tujuan audit, meningkatkan pemahaman yang benar dan memadai atas
hal yang dilaporkan, dan memenuhi persyaratan isi laporan.
Keakuratan mensyaratkan bahwa bukti yang disajikan benar dan temuan itu
digambarkan dengan tepat. Kebutuhan keakuratan didasarkan atas kebutuhan untuk
memberikan kepastian kepada pengguna laporan bahwa apa yang dilaporkan
meyakinkan dan dapat diandalkan
obyektivitas mensyaratkan bahwa penyajian seluruh laporan harus seimbang dalam
isi dan nada. Krediilitas suatu laporan ditentukan oleh penyajian bukti yang tidak
memihak, sehingga pembaca dapat diyakinkan oleh fakta yang disajikan oleh laporan
hasil audit harus adil dan tidak menyesatkan. Ini berarti audit harus menyajikan hasil
audit secara netral dan menghindari kecenderungan melebih-lebihkan kekurangan yang
ada.
d. Laporan audit diserahkan oleh organisasi audit kepada:
1) Pejabat yang berwenang dalam auditan
2) Pejabat yang berwenang dalam organisasi yang meminta atau mengatur
pemeriksaan
3) Pejabat lain yang berwenang atau yang bertanggungjawab untuk menindaklanjuti
temuan dan rekomendasi audit
4) Pihak lain yang diberi wewenang oleh auditan untuk menerima laporan tersebut
Contoh laporan audit kinerja yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan:
DAFTAR PUSTAKA

• www.pustaka.ut.ac.id › pdfmkPDF MODUL 8


• Murwanto, Rahmadi dkk. 2019. Audit Sektor Publik (Suatu Pengantar Bagi Pembangunan
Akuntabilitas Instansi pemerintah). Badan Pendidikan & Pelatihan Keuangan

Anda mungkin juga menyukai