Kelainan Kongenital Rongga Mulut
Kelainan Kongenital Rongga Mulut
Kelainan kongenital yang menyebabkan gangguan di rongga mulut sering pula terjadi
pada hewan kesayangan. Gangguan pada palatum yang bersifat kongenital berupa : (1)
celah pada palatum primer dari bibir hingga batas kaudal dari tulang premaxillaris tulang
insisivus) dan (2) Ganaman pada palatum sekunder termasuk pada bagian ini adalah
palatum durum dan palatum molle. Tidak lengkapnya pembentukan struktur menyebabkan
timbulnya celah pada palatum primer, palatum sekunder atau kedua-duanya (Gambar 7).
Celah pada palatum primer dapat meliputi bibir (cheilochisisl bibir sumbing), proses alveoler
(alveoloschisis) atau kedua-duanya (cheiloalveoschisis). Celah pada midline dari palatum
sekunder meliputi gangguan dan palatum durum atau palatum molle yang bisa berupa celah
unilateral atau bilateral dan palatum molle.
Kebanyakan celah dipercaya disebabkan oleh sifat yang diturunkan induk baik resesif
maupun dominan ireguler. Faktor lain yang bisa berperan adalah nutrisi, hormonal, dan
faktor mekanik. Infeksi intrauterus atau keracunan yang berlebihan pada masa kebuntingan
juga bisa menyebabkan gangguan tersebut. Meskipun celah pada palatum telah dilaporkan
pada banyak ras, namun ras moncong pendek (brachiocephalic) kemungkinan merupakan
ras anjing yang paling banyak terkena.
Biasanya anjing tidak berumur panjang, anjing mati segera ketika mencoba minum air
susu induknya. Apabila selamat, gejala klinis yang muncul bisa bervariasi tergantung berat
ringannya celah. Pada celah bibir dan tulang premaxillaris, gejala yang mungkin didapat
adalah keluarnya susu atau air pada saat minum melalui lubang hidung sehingga
mengakibatkan radang hidung/ rhinitis. Gejala pada celah palatum sekunder jarang terlihat
disebabkan oleh kematian anjing sebelum gejala diketahui. Resiko masuknya bahan
makanan tidak saja keluar melalui lubang hidung, namun seringkali masuk ke saluran
pernapasan dalam dan menyebabkan slip pneumonia. Gejala awal mungkin saja disertai
batuk, namun biasanya tanda-tanda belum jelas terlihat karena anjing cepat sekali mati
karena pneumonia.
Gambar
Penanganan kasus ini juga bervariasi tergantung kondisi. Celah primer ditutup dengan
melakukan insisi kedalaman 2-3 mm sepanjang tepi celah untuk membuat luka Baru,
kemudian pemisahan lapisan mulut dan hidung ditutup dengan jahitan sederhana tunggal
menggunakan benang monofilamen-non absorbable baik pada lapisan dalam maupun
lapisan luar, sehingga lubang dapat tertutup sempuma (Gambar 7). Akurasi aposisi jaringan
diperlukan dalam metoda ini dan penutupan kulit dirancang sejak jahitan pada tepi bibir
untuk menghindari langkah yang salah. Bila celah meliputi tulang premaxillaris, penutupan
menjadi lebih sulit. Kesulitan tersebut disebabkan kita harus menutup pula saluran oronasal.
Penangan secara teliti, hati-hati dan penuh perhitungan akan memperoleh hasil yang
memuaskan.
penanganan
dapat
dilakukan
umumnya
dengan
teknik
double
layer
mucoperiosteal flap technique. Langkah pertama dari teknik ini adalah membuat suatu
engsel jaringan didasarkan atas tepi dari celah untuk menciptakan garis jaringan epitel
penutup dari lantai rongga hidung. Penutup unilateral dapat diharapkan jika celah tidak
terlalu lebar (10% dari ketebalan palatum) sebab garis jahitan dari lapisan jaringan ini
merupakan penutup mucoperiosteum, maka jahitan lapis kedua harus dibuat untuk
mencegah bocornya jahitan sehingga udara tidak bisa bebas keluar masuk. Penutup
bilateral digunakan bila lubang celah terlalu lebar untuk mengurangi ketegangan pada arteri
palatum. Teknik unilateral dilakukan dengan cara : palatum durum diinsisi paralel sampai
celah untuk menciptakan penutup. Penutup harus sedikit lebih luas dari celah. Insisi
perpendikularis dibuat pada bagian rostral dan kaudal dari celah untuk menyempurnakan
penutup. Pada sisi yang sebaliknya, mukosa diinsisi sepanjang tepi celah untuk menciptakan
sisi rongga hidung dan sisi rongga mulut. Penutup diputar balik kearah depan dan dijahit ke
mukosa hidung pada sisi yang berlawanan menggunakan benang monofilamen ukuran 4-0.
lapisan kedua dijahit dengan membuat irisan sepanjang arkus dari gigi ditepi yang
berlawanan dari penutup untuk menciptakan penutup lapis dua. Elevator periosteal
digunakan untuk menarik penutup ketengah mulai dari bagian median dengan tetap
memperhitungkan kelancaran sirkulasi darah. Penutup akan secara sempurna menutup
melebihi fistula dan dijahit pada sisi potongan dari mucoperiosteum pada tepi pertama. Bila
celah lebih lebar, penutup dibuat secara bilateral, diputar kebelakang dan jahitan bersamasama ditemukan dibagian median dari celah. Lapisan kedua dari jahitan meliputi
pengembangan penutup bilateral, penutup micoperiosteum bipedikel yang ditarik ketengah
dan dijahit secara bersamaan. Mukosa palatum durum diinsisi hanya bagian medial dari
arcus gigi, sehingga penutup dapat mencapai bagian rostral dan kaudal. Penutup
disempurnakan kedepan midline dan dijahit secara bersamaan menggunakan catgut ukuran
3-0 atau 4-0. Kesembuhan luka akan terjadi melalui kesembuhan sekunder. Teknik lainnya
adalah Howard mucoperiosteal Hinge Flap : Mukosa dari palatum durum diinsisi paralel pada
tepi gangguan sehingga terciptalah penutup mukoperiosteal yang sedikit lebih lebar dari
Universitas Gadjah Mada
celah. Penutup kemudian ditarik ke midline dengan tetap memperhatikan suplai darah
didaerah tersebut. Pembuluh darah pada palatum yang besar diligasi. Tepi celah pada sisi
satunya diinsisi dan mukosa mulut ditarik sekitar 2-3 mm. Penutup mukoperiosteum digulung
kebelakang mendekati celah. Penutup bipedikel ditarik sebagaimana sebelumnya, kemudian
disempurnakan kedepan untuk mengeliminasi ketegangan jaringan. Tepi penutup kemudian
dijahit dibagian bawah mukoperiosteum pada sisi yang berlawanan dengan pola jahitan
matras (Gambar 8 dan 9). Luka akan sembuh secara sekunder.
Gambar
Gambar
9.
Gambar
10.
Gambar
11.
PUSTAKA ACUAN
Anonim, 1989, Hill's Atlas of Veterinary Clinical Anatomy, Palmolive Company Published
by Veterinary medicine Publishing company, Inc, USA
Annis, J.R. and Allen, A.R., 1974, An Atlas of Canine Surgery, basic surgical
procedures with emphasis on the gastrointestinal and urogenital systems,
lafayette, Indiana
Archibald,J., 1974, Canine Surgery, 2 ed
Bojrab, M.J., 1975, Current technique in Small Animal Surgery, Lea & Febiger,
Philadelphia
Carlson, D.G and Giffin, J.M., 1981, Dog owners Home Veterinary Handbook, 1 ed,
Howell Book House Inc, 230 Park Avenue, New York, N.Y.10169, 147-163
Hickman, J. and Walker, R.G., 1973, An Atlas of Veterinary Surgery, Oliver and Boyd,
Edinburgh
Pope, E.R and Constantinescu, G.M., 1998, dalam Bojrab, M.J., 1998, Current technique in
Small Animal Surgery, 3 ed., Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia,
Baltimore, New York, London, Buenos Aires, Hongkong, Sydney, Tokyo.
Slatter, D., 2003, Textbook of Small Animal Surgery, 3 ed, saunders An Imprint of Elsener
Science, USA.
Sumawinata, N., 1993, Restorasi Gigi, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.